2 November 2020
Penulis —  Neena

Malam Malam Jahanam

Villa yang sebenarnya punya Tante Aini itu terletak di ketinggian, sehingga udaranya selalu sejuk. “Tersembunyi” pula di balik pepohonan tinggi. Dan kalau ingin menikmati keindahan alam di sekelilingnya, harus naik dulu ke lantai atas.

Tapi pagi itu aku tidak ingin menikmati indahnya alam di sekitar villa yang tampak sederhana dari luar tapi mewah di dalamnya itu. Aku hanya ingin menikmati bagaimana indahnya tubuh tinggi semampai Nike dalamn keadaan telanjang bulat.

Dan Nike patuh saja ketika kuminta agar melepaskan seluruh busananya. Sehingga tubuh putih mulus itu terbuka di depan mataku.

Tubuh yang nyaris sempurna itu sudah siap untuk kumiliki dari ujung kaki sampai ujung rambutnya. Tubuh yang tinggi langsing, tetapi tidak kurus, berkulit putih kekuningan sebagaimana lazimnya kulit keturunan Chinese. Bokong yang seksi tapi masih dalam ukuran wajar. Sepasang toket yang tidak gede, tapi kecil pun tidak.

Aku memang ingin punya istri - istri yang variatif bentuknya. Aku sudah punya rencana menikahi Nike, kemudian Anna (adik Mamie) dan Anastazie (adik Tante Irenka). Dengan memiliki mereka bertiga, mungkin aku merasa sudah lengkap. Satu - satunya yang belum kumiliki adalah cewek yang kulitnya gelap. Seandainya kelak aku ingin melengkapi “jatahku” dengan memiliki 4 orang istri, mungkin aku akan mencari cewek yang kulitnya berwarna sawomatang atau kalau perlu yang hitam sekalian.

Tapi kalau bisa aku akan bertahan dengan tiga orang istri saja. Kecuali kalau memang sudah merasakan butuhnya istri keempat, barulah aku akan mencarinya.

Dan kini si cantik Nike sudah merebahkan dirinya di atas bed villa, dalam keadaan telanjang bulat. Inilah pertama kalinya aku menyaksikan Nike telanjang.

Sebelum ia telanjang, aku sudah menyiapkan mental, bahwa seandainya ada kekurangan di tubuhnya, aku akan melupakannya. Karena aku sudah sangat mencintainya.

Tapi ternyata tiada cela setitik pun di tubuh putih mulus itu. Sehingga aku pun mulai menelanjangi diriku sendiri, kemudian naik ke atas bed.

Sambil duduk di sisi Nike, kupegang pergelangan kaki kanannya. Kemudian kuciumi betisnya… naik ke atas… kuciumi lutut dan pahanya, sampai ke pangkalnya.

bintik menghitam di atas vaginanya. Bintik - bintik rambut yang baru akan tumbuh lagi.

Kemudian kurentangkan sepasang pahanya lebar - lebar, karena aku akan mulai membasahi kemaluannya dengan air liurku.

Nike menurut saja. Setelah pahanya mengangkang, aku pun menelungkup di antara kedua pahanya itu, sambil menciumi memek amoy cantik itu.

Nike diam saja. Bahkan ketika aku mengangakan bibir memeknya, sehingga tampak bagian dalamnya yang berwarna pink itu, Nike pun masih terdiam.

Namun ketika aku mulai menjilati bagian yang berwarna pink itu, Nike mengejut, kemudian menggeliat sambil memegangi sepasang bahuku.

Dan ketika aku semakin gencar menjilati bagian yang berwarna pink itu, Nike mulai menggeliat - geliat dan mendesah - desah, “Aaaaaaah… Baaaang… aaaaaaah… aaaaaahhhhh… aaaaaaaah… Baaaaaang… aaaaaaah… aaaaaahhhh…”

Bahkan ketika aku sudah menemukan kelentitnya dan mulai menjilatinya dengan gencar, Nike mulai mengejang - ngejang dengan rintihan histerisnya yang tiada henti berlontaran dari mulutnya.

“Baaaaang… oooooooh… Baaaaang… oooooohhhhhh… Baaaaaang… oooooh… ooooooohhhhh… Baaaaaang… oooooohhhhhh… aku… aku merasa seperti… melayang - layang gini Baaaaang… ooooh… Baaaaang… ooooohhhhh… Baaaaang… aku melayang ini Baaaaang… oooooohhhhhhh …

Aku tidak mempedulikan rintihan Nike. Karena targetku ingin secepatnya membuat bagian dalam memeknya basah oleh air liurku bercampur dengan lendir libido Nike sendiri.

Dan setelah terasa bagian dalam memeknya itu sudah sangat basah, aku pun menjauhkan mulutku dari vaginanya. Lalu meletakkan moncong kontolku di ambang mulut memek amoy cantik itu.

Kuarah - arahkan moncong kontolku sebentar. Dan setelah terasa sudah pas arahnya, kudorong batang kemaluanku sekuat tenaga. Uuuuggghhhhhhh… kontolku malah melengkung ke atas, seperti pacet (lintah darat) mau melompat.

Tidak meleset. Tapi arahnya masih kurang tepat. Maka setelah mengamatinya sejenak di mana letak mulut liang sanggamanya, kubetulkan letak moncong kontolku. Diikuti dengan dorongan sekuatnya. Mmmmm… mulai melesak masuk sedikit demi sedikit…!

Kepala penisku sudah masuk. Setelah didorong berulang - ulang, membenam lagi sampai lehernya.

Gila. Sempit sekali liang memek Nike ini. Maka kukerahkan tenagaku agar masuk minimal setengahnya. Pada saat aku sedang mendorong kontolku inilah Nike memeluk leherku sambil berbisik terengah, “Su… sudah masuk ya?”

“Iya, baru sedikit,” sahutku, “Kalau sakit tahan sedikit ya.”

“Iii… iya… kata orang sih yang pertama suka sakit sedikit… lanjutkan aja Honey…” sahut Nike lirih.

Aku berusaha sekuat tenaga untuk membenamkan lagi sedikit demi sedikit. Berhasil; juga membenamkan kontolku separohnya.

Lalu mulailah aku menarik kontolku sedikit, lalu mendorongnya lagi. Menariknya lagi dan mendorongnya lagi.

Makin lama batang kemaluanku bisa masuk makin dalam ketika aku sedang mendorongnya. Sedikit demi sedikit liang memek Nike mulai beradaptasi dengan ukuran kontolku yang memang di atas rata - rata ini.

Meski gerakannya masih perlahan, kontolku sudah mulai mengentot liang memek Nike yang super sempit ini.

Makin lama makin lancar juga entotanku, karena mungkin lendir libido Nike “ikut campur” untuk melicinkan liang memeknya.

Nike pun mulai mendesah dan merintih - rintih, sambil mendekap pinggangku erat -erat.

“Sayaaaaang… aaaaaaah… ini luar biasa rasanya Sayaaaang… terasa mengalir dari ujung kaki ke ujung rambut… aaaaah… aku… aku merasa seperti sedang melayang - layang di atas langit Sayaaaaang… oooooh… aku… aku semakin mencintaimu Sayaaaang…”

Aku pun “melengkapi” aksiku. Dengan menciumi dan menjilati leher Nike, disertai gigitan - gigitan kecil. Semakin hangat juga tubuh kekasih tercintaku ini. Bahkan setelah belasan menit akuj mengentotnya, keringat Nike mulai membasahi leher dan wajahnya. Lalu bercampur - aduk dengan keringatku.

Tanganku pun mulai beraksi. Ketika aku masih “sibuk” menjilati lehernya, tanganku ikut beraksi, untuk meremas toketnya yang masih sangat kencang ini. Terkadang kupelintir dan kuelus - elus pentilnya, sehingga Nike semakin klepek - klepek.

Karena ini untuk yang pertama kalinya aku menyetubuhi Nike, aku tak bermaksud menyiksanya terlalu lama. Pada waktu aku sedang gencar mengentotnya, diiringi oleh desahan dan rintihan Nike, aku menunggu gejala - gejala akan orgasmenya Nike. Karena aku bermaksud untuk “melepas”nya berbarengan.

Setelah lewat setengah jam, Nike mulai berkelojotan. Nah… pasti dia mau orgasme. Aku pun mempercepat entotanku. Dan ketika Nike mengejang tegang, dengan perut sedikit terangkat ke atas, aku pun menancapkan kontolku sedalam mungkin. Sampai mentok di dasar liang memek Nike.

Pada saat itulah terjadi sesuatu yang sangat indah. Bahwa ketika liang memek Nike berkedut - kedut kencang, moncong kontolku pun tengah mengejut - ngejut sambil memuntahkan lendir kenikmatanku.

Crooootttt… cretcret… crooootttt… crott… croooottttt… croooootttt!

Lalu aku terkapar di atas perut Nike. Sementara Nike pun terkapar lemas.

Tapi tak lama kemudian aku mencabut kontolku dari liang memek Nike. Karena aku ingin melihat apakah ada darah perawannya atau tidak.

Ternyata memang ada. Berarti Nike memang masih perawan sebelum kuentot tadi.

Tapi aku tidak mengucapkan apa - apa. Aku hanya mencium bibirnya semesra mungkin. Sebagai tanda cintaku padanya semakin dalam.

Nike pun lalu bangkit dan memandang ke arah darah di bekas bokongnya tadi.

Kemudian dia menciumku diikuti dengan bisikan, “Aku semakin mencintaimu Bang.”

Aku tersenyum dan bertanya, “Enak gak barusan?”

“Luar biasa enaknya,” sahut Nike.

“Dan kamu sudah merasakan permainan orang dewasa.”

“Iya Bang.”

“Mau pakai obat anti hamil dulu gak?” tanyaku.

“Emang ada?”

“Ada tuh di tasku,” kataku sambil menunjuk ke tas kecil yang biasa kubawa kalau bepergian. Isinya memang obat - obatan dan uang cash.

“Kalau bisa, memang jangan hamil dulu Bang.”

“Setuju. Nanti setelah kamu bisa mengembangkan diri di perusahaan, barulah kita rencanakan untuk hamil.”

Setelah menelan pil kontrasepsi, Nike mengenakan pakaian kembali dan duduk di sampingku yang juga sudah berpakaian kembali di atas sofa.

Kubelai rambutnya sambil bertanya, “Apakah kamu sedih karena telah kehilangan keperawananmu?”

“”Nggak. Masa sedih. Aku kan sudah menyerahkan kepada cowok yang sangat kucintai. Lagian bulan depan juga kita menikah kan?”

“Iya. Persiapannya harus dikebut. Karena sebulan itu tidak lama.”

“Iya Sayang,” sahut Nike sambil menciumi pipiku bertubi-tubi.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan