2 November 2020
Penulis —  Neena

Malam Malam Jahanam

Part 02

Ternyata benar ucapan Mamie. Tak lama kemudian kontolku yang masih berada di dalam liang memek Mamie, mulai menegang lagi sedikit demi sedikit.

“Nah tuh… udah ngaceng lagi kan?” ucap Mamie sambil menggoyang - goyangkan pinggulnya sedemikian rupa, sehingga kontolku terasa seperti diremas - remas dan dibesot - besot. Karuan saja makin lama kontolku makin ngaceng.

“Udah keras nih,” ucap Mamie, “ayo entotin lagi.”

“Iya Mam…” sahutku sambil mengayun kontolku perlahan - lahan. “Mam… aku yakin… aku mulai cinta sama Mamie…”

“Apa?” tanya Mamie sambil tersenyum.

“Aku cinta Mamie,” sahutku agak keras.

“Apa?!” tanya Mamie dengan tatapan dan senyum yang menggoda.

“Aku cinta Mamie !!!” teriakku cukup keras.

“Sttttt! Jangan teriak juga kali. Nanti kedengaran si Bibi.”

“Eh… iya yaa… maaf Mam…”

“Mamie hanya ingin mendengar pernyataan cintamu berulang - ulang… karena mamie bahagia mendengarnya.”

Kenapa Mamie merasa bahagia mendengar ucapan cintaku? Apakah karena Mamie juga mencintaiku? Entahlah.

Yang jelas aku melanjutkan aksiku sambil merapatkan pipiku ke pipi hangat Mamie, sambil bergumam terus setengah berbisik, “Aku cinta Mamie… aku cinta Mamie… aku cinta Mamie… aaaakuuuu cintaaa Maaamie…”

Tiba - tiba Mamie memagut bibirku ke dalam ciuman hangatnya. Disusul dengan bisikannya, “Kamu pikir mamie tidak mencintaimu? Kalau mamie tidak mencintaimu, tak mungkin mamie biarkan kamu menyetubuhi mamie Chep…”

“Ja… jadi Mamie juga mencintaiku?” tanyaku sambil menghentikan entotanku sejenak.

Mamie menatapku sambil tersenyum. Membelai rambutku dengan lembut. Lalu menyahut perlahan, “Iya… mami cinta dan sayang kamu Chepi…”

Entah kenapa, mendengar pengakuan Mamie itu aku jadi bahagia… bahagia sekali.

Malam ini memang malam jahanam. Tapi duniaku terasa indah sekali.

Lalu Mamie memberitahu titik - titik yang peka di wilayah dada dan kepalanya. Dan memberitahu trik supaya Mamie merasakan nikmatnya disetubuhi olehku.

Aku pun mulai mengerti trik dan titik - titik peka itu.

Maka mulailah aku mengayun kembali kontolku sambil menjilati leher jenjang Mamie.

Kelihatan sekali Mamie menikmatinya. Terlebih ketika aku mengemut pentil toket kirinya, sementara tangan kiriku meremas toket kanannya. Maka mulailah aku merasakan sesuatu yang baru. Bahwa pinggul Mami mulai bergeol - geol, meliuk - liuk dan menghempas - hempas. Liang memeknya pun terasa membesot - besot dan meremas - remas kontolku.

Cukup lama hal ini terjadi. Sementara rintihan - rintihan Mamie pun mulai terdengar.

“Aaaaaaah… aaaaa… aaaaah… Chepiiiii… mamie juga cinta kamu Sayaaaang… entot terus Cheeeep… entooootttttttt… iyaaaaa… iyaaaaa… entoooooooootttttttt… kontolmu luar biasa enaknya Cheeeep… aaaaaa… aaaaaaaah… Chepiiiiii… ini luar biasa enaknya Cheeeeeep …

Bahkan pada suatu saat Mamie berkelojotan sambil mendesah dan merintih, “Aaaaa… aaaaa Cheeepiiii… mamie mau lepas… mau lepasss… aaaaaaa… aaaaaaahhhh… aaaa…”

Mulutnya ternganga sementara tubuhnya mengejang, tegang sekali. Aku belum tahu harus berbuat apa, sehingga kubiarkan saja kontolku terbenam di dalam liang memeknya. Tanpa kugerakkan lagi.

Lalu sesuatu yang sangat erotis terjadi. Liang memek Mamie terasa berkedut - kedut kencang. Disusul dengan membasahnya liang memek yang tengah mencengkram kontolku ini.

Lalu tubuh Mamie terasa melemas. Disusul dengan kecupan hangatnya di bibirku. Dan Mamie pun berkata perlahan, “Terima kasih ya Sayang… belum pernah mamie merasakan disetubuhi yang senikmat ini.”

“Mamie sudah orgasme?” tanyaku sambil mengusap pipi Mamie yang mengkilap karena berkeringat.

“Iya Sayang,” sahut Mamie sambil melingkarkan lengannya di leherku, “Tapi kamu belum ejakulasi kan? Ayo entotin lagi… jangan direndem terus…”

Aku pun mengayun kembali kontolku di dalam liang memek Mamie yang terasa jadi lebih licin daripada tadi. Tapi bagiku malah lebih enak. Sehingga dengan sangat bergairah aku mengentot liang memek Mamie lebih cepat dari tadi.

“Mamie… memeknya jadi lebih enak… jadi licin sekali Mam…” ucapku di tengah gencarnya mengentot ibu tiriku yang cantik dan selalu baik padaku itu.

“Kon… kontolmu juga enak sekali Chep… bisa - bisa ketagihan mamie nanti…” sahut Mamie yang mata indahnya merem melek lagi.

“Kapan pun aku siap untuk melakukannya lagi nanti.”

“Iya Sayang… mamie memang sudah jatuh cinta padamu… aaaaaah… ini mulai enak lagi… entot terus Cheeepiii… sambil jilatin leher mamie kayak tadi… aaaaaa… aaaah… aaaa… aaaaah… aaaaa… aaaaaaahhhhhhh… hhhhhh… hhhhhh…”

Mulutku memang sudah beraksi lagi, menjilati bagian - bagian peka di tubuh Mamie yang terjangkau oleh lidahku. Ketika aku sedang menjilati leher dan telinga Mamie, tangan kiriku pun giat meremas toket kanannya. Sementara kontolku seolah sedang memompa liang memek Mamie yang luar biasa enaknya ini.

Tak cuma itu. Pada suatu saat aku pun mulai menjilati ketiak Mamie disertai dengan sedotan - sedotan kuat, sehingga Mamie semakin klepek - klepek dibuatnya. Meski mulai menggoyang pinggulnya, rintihan dan rengekan histeris Mamie pun mulai terdengar lagi.

“Chepiiii… oooohhhh… Chepiii… kamu sudah semakin pandai Sayang… ini semakin enaaak… ooooh… Cheeeep… kontolmu memang luar biasa enaknya… oooooooh… entot teruuuuss Cheeeeep… iyaaaaa… iyaaaa… iyaaaa… entooooooottttttt… ooooh… oooo… ooooooohhhhh… Cheeeepiiii…

Tubuhku mulai bersimbah keringat. Namun aku malah semakin bersemangat untuk mengentot liang memek Mamie yang luar biasa enaknya ini.

Goyangan pinggul Mamie pun semakin menggila. Memutar - mutar, meliuk - liuk dan menghempas - hempas ke kasur. Sehingga kontolku terasa dibesot - besot dan diremas - remas oleh liang memek yang sangat licin ini.

Sampai pada suatu saat, terdengar Mamie berkata terengah, “Chep… mamie mau lepas lagi. Ayo barengin Chep… biar nikmat…”

Sebenarnya aku pun sedang berada di detik - detik krusial.

Maka atas permintaan Mamie, naluriku bilang bahwa aku harus mempercepat entotanku. Ya… aku mempercepat ayunan kontolku, laksana pelari yang sedang sprint di depan garis finish.

Sampai pada suatu detik, aku dan Mamie seperti sepasang manusia yang sedang kerasukan. Saling cengkram dan saling remas sekuatnya, seolah ingin saling meremukkan tulang kami.

Pada saat itulah Mamie terkejang - kejang dengan mata terpejam, sementara aku membenamkan kontolku sedalam mungkin, tepat pada saat kontolku sedang mengejut - ngejut sambil menembak - nembakkan lendir kenikmatanku.

Crooootttttt… crotttt… croooottttttt… croootttttt… crooootttt… crooootttt…!

Lalu kami sama - sama terkulai lunglai. Dalam kepuasan sedalam lautan.

Malam itu adalah malam yang takkan kulupakan seumur hidupku. Bahwa aku sudah menyetubuhi Mamie untuk pertama kalinya.

Jahanam memang perbuatanku ini. Karena Mamie itu istri Papa. Milik Papa yang paling berharga, sementara aku telah mencurinya. Padahal Papa itu sangat menyayangiku. Lalu beginikah aku membalas kebaikan Papa?

Namun di sisi lain, aku menganggap betapa indahnya malam jahanam itu. Karena aku sudah merasakan sesuatu yang tadinya kuanggap hanya obsesi belaka.

Semakin indah lagi setelah Mamie mengajakku mandi bareng di kamar mandiku.

“Masih ingat waktu kamu sering mamie mandikan dahulu?” tanya Mamie sambil menyabuni tubuhku.

“Iya… di pancuran di kampung Mamie. Aku masih di SD kan saat itu Mam,” sahutku.

“Iya. Kamu masih kecil saat itu. Kontolmu juga masih kecil. Tapi sekarang udah panjang gede gini. Sudah bisa nakalin memek mamie pula,” ucap Mamie pada waktu menyabuni kontolku yang sudah terkulai lemas ini.

Tapi tak cuma menyabuni kontolku, melainkan juga mengocoknya. Sehingga perlahan - lahan kontolku mulai menegang kembali.

“Hihihihihiii… kontolmu udah ngaceng lagi Chep. Emang masih kepengen ngentot lagi ya?”

“Nggak tau… kalau udah ngaceng gini berarti masih bisa ngentot lagi Mam?”

“Iya. Tapi sekarang sudah jam setengah tiga pagi. Mendingan tidur aja, biar kamu gak kesiangan kuliah nanti.”

“Sekarang kan tanggal merah Mam.”

“Oh iya ya. Berarti kamu libur hari ini. Ya udah… selesaikan aja mandinya dulu. Kalau masih kepengen ngentot lagi, nanti mamie kasih.

Setelah selesai mandi, kami bersetubuh lagi di atas bedku. Durasinya lebih lama lagi, karena bagiku persetubuhan ini adalah persetubuhan yang ketiga kalinya. Tak urung Mamie orgasme dua kali lagi sebelum aku ngecrot crot crottt crotttt di dalam liang memeknya yang sangat fantastis bagiku.

Kemudian kami tertidur nyenyak. Inilah untuk pertama kalinya aku tidur dalam pelukan Mamie, dalam keadaan sama - sama telanjang pula.

Esok paginya kami sama - sama bangun terlambat. Bahkan ketika aku sudah duduk di atas bed, kulihat Mamie masih nyenyak tidur. Dan aku tak mau mengganggunya. Aku turun dari bed dengan hati - hati, kemudian melangkah ke kamar mandi.

Setelah selesai mandi, kukenakan baju dan celana piyama. Sementara Mamie masih tidur juga. Padahal jam dinding sudah menunjukkan pukul 10 pagi.

Dengan sabar kutunggu Mamie bangun sendiri.

Dan ketika Mamie sudah bangun, aku menyongsongnya dengan kecupan mesra di sepasang pipinya, sambil berkata setengah berbisik, “Terima kasih Mam. Khayalanku sudah menjadi kenyataan. Bahkan lebih daripada yang pernah kukhayalkan.”

Mamie tersenyum manis. Lalu bangun dan berkata, “Dengan mama kandungmu aja belum pernah dipelukin dalam keadaan sama - sama telanjang kan?”

“Iya Mam.”

“Terus… sekarang hatimu bahagia?” tanya Mamie sambil mengenakan kimononya.

“Sangat bahagia Mam.”

“Syukurlah. Mamie juga bahagia karena telah mendapatkan kebujanganmu. Tapi kalau Papa sudah datang, kita harus cari - cari kesempatan. Mungkin kalau Papa sedang di kantor dan kamu kuliah sore, baru bisa kita lakukan.”

“Iya Mam. Ohya kapan Papa pulang?”

“Katanya sih besok malam. Dipercepat dua hari, karena ingat kamu sedang berulang tahun hari ini.”

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan