2 November 2020
Penulis —  Neena

Malam Malam Jahanam

Mau giliran nyetir?” tanya Tante Irenka setelah ciumannya terlepas.

“Boleh,” sahutku sambil membuka pintu di sebelah kiriku. Lalu turun dari mobil di kegelapan malam itu. Tante Irenka pun turun dari pintu sebelah kanannya, lalu kami bertukar tempat.

Ternyata sedan buatan UK itu tiptronic juga seperti mobilku. Bisa matic, bisa juga manual.

Setelah menyalakan sign ke kanan dan lampu sorot depan, kuluncurkan mobil Tante Irenka ini dengan dendang baru di dalam batinku. Sangat berbeda dengan dendang Mama Aleta, karena Tante Irenka masih muda. Baru 30 tahun. 11 tahun lebih tua dariku.

“Oom Safiq sudah mengijinkan Tante berlama - lama di Surabaya nanti?” tanyaku sambil menyetir sedan punya Tante Irenka yang ternyata lebih nyaman daripada mobilku.

“Sudah mengijinkan. Apalagi setelah mendengar bahwa aku akan bersama anak Bang Adrian. Aku minta ijin paling lama dua minggu di Surabaya,” sahut Tante Irenka sambil merapatkan pipi kanannya ke pipi kiriku.

“Hitung - hitung sambil bernostalgia, ya Tante,” kataku sambil menjulurkan tangan kiriku, untuk memegang bahu kiri Tante Irenka.

“Chepi… aku ada usul nih. Bagaimana kalau kita beristirahat aja di Cirebon?” tanyanya setengah berbisik, disusul dengan gigitan kecil di daun telingaku.

“Mau check in di hotel maksud Tante?”

“Iya. Cari aja hotel bintang lima atau empat di Cirebon.”

“Tante udah pengen tidur?” tanyaku.

Tante Irenka menyahut dengan bisikan, “Pengen ditiduri… sama Chepi. Bukan sekadar pengen tidur biasa.”

“Siap Tante. Heheheee…”

Tante Irenka menatapku sambil tersenyum, “Siap apa?”

“Siap nidurin Tante…” sahutku lugu.

Tante Irenka tersenyum. Lalu mencium pipi kiriku, “Emwuaaaaah… !”

Tidak sulit mencari hotel berbintang di kota udang ini. Tapi tadi Tante Irenka menyebut bintang 5 atau 4. Berarti minimal harus mendapatkan hotel four star.

Aku sendiri bisa beradaptasi tidur di hotel melati tiga sekali pun. Namun mungkin Tante Irenka tidak biasa menginap di hotel biasa - biasa saja.

Akhirnya kudapatkan kamar di sebuah hotel bintang empat. Karena aku tak menemukan hotel bintang lima di kota ini, entah kalau sekarang sih.

Hotelnya cukup megah dan resik. Sehingga Tante Irenka pun langsung setuju ketika aku mau check-in di hotel ini.

Tapi ketika aku mau membayar di front office, Tante Irenka langsung memberikan kartu kreditnya ke resepsionis. Kubiarkan saja. Mungkin karena dia yang mengajak istirahat di Cirebon, maka dia juga yang merasa harus membayarnya.

Hotel yang cuma tiga lantai ini menyediakan kamar buat kami di lantai tiga, lantai tertinggi di hotel ini. Sementara jam tanganku sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

Tapi Tante Irenka tampak begitu bersemangat. Sejak masih di dalam liftg, lengannya melingkari pinggangku terus. Apalagi setelah berada di dalam kamar bernomor 333 itu. Ia memberi tip kepada bellboy yang mengantarkan kami sekaligus menjinjing tas pakaian kami. Dan setelah bellboy itu berlalu, Tante Irenka meletakkan kedua lengannya di sepasang bahuku.

Lalu bergegas ia menuju ke kamar mandi, meninggalkanku sendirian sambil memandang ke luar lewat jendela kaca yang dipasang permanen (tidak bisa dibuka, karena kamar ini dipasangi AC).

Tak lama kemudian Tante Irenka muncul dari kamar mandi, dalam keadaan yang sudah berubah. Tubuh putih mulusnya hanya dibebat oleh sehelai handuk hotel. Dan aku yakin, di balik handuk hotel itu tiada apa - apa lagi selain tubuh bule Tante Irenka.

Lalu ia merentangkan kedua lengannya sambil berkata, “Pangeran…! Aku siap ditiduri olehmu… !”

Aku tersenyum sambil menghampiri wanita bule yang sedang berdiri di dekat bed itu. Tanpa canggung kulepaskan busanaku sehelai demi sehelai, sampai telanjang bulat.

Tante Irenka terbelalak ketika pandangannya tertuju ke arah tongkat kejantananku yang sudah agak tegang tapi belum ngaceng full ini. Lalu ia melepaskan handuk putih itu, sehingga dugaanku terbukti. Bahwa setelah handuk itu dilemparkan ke bed, aku bisa menyaksikan indahnya sekujur tubuh istri Oom Safiq yang sudah telanjang bulat itu.

Tiada kata - kata yang terlontar dari mulut kami. Karena kami mulai melakukan body language (bahasa tubuh). Saling peluk dan menghempaskan diri ke atas bed.

Hmm… tubuh Tante Irenka terasa hangat ketika kedua tanganku mulai memegang sepasang toketnya yang lumayan gede dan indah sekali bentuknya itu.

Pada saat yang sama, Tante Irenka memegang kontolku sambil berkata, “Penismu jauh lebih gede daripada penis pamanmu.”

“Dalam bahasa Czech penis itu apa”

“Péro… kalau penis gede disebut velký péro… hihihi… sudah kebayang… Chepi pasti akan membuatku puas malam ini.”

Sebagai jawaban kuemut pentil toket kirinya, sementara tangan kiriku meremas toket kanannya dengan lembut. Tubuh Tante Irenka pun semakin menghangat.

Tapi aksiku ini hanya awalnya saja. Karena kemudian aku melorot turun, sehingga wajahku berhadapan dengan kemaluan wanita bule 30 tahunan itu. Kemaluan yang sangat bersih, tiada jembutnya sehelai pun. Lalu kuusap - usap memek putih yang bersih ini. “Vaginanya diwaxing Tante?”

“Dua minggu yang lalu aku ke German. Waxing sudah tidak populer lagi di sana,” sahutnya.

“Lalu diapain sampai bisa bersih begini?”

“Pakai sinar laser.”

“Owh… hasilnya bersih sekali Tante,” ucapku disusul dengan menciumi memek Tante Irenka yang bersih dan harum ini (mungkin dia menggunakan pengharum di kamar mandi tadi).

Lalu kami tidak berbicara lagi, karena aku sudah mengangakan bibir luar vagina Tante Irenka dan menjilati bagian dalamnya yang berwarna pink itu.

Tante Irenka pun terdiam sambil mengusap - usap rambutku yang berada di bawah perutnya. Mungkin dia sedang menikmati jilatan dan isapanku. Ya, karena aku tak cuma menjilati bagian dalamnya yang berwarna pink itu, melainkan juga menjilati clitorisnya disertai dengan isapan - isapan kuat. Sehingga kelentitnya mulai menonjol, sudah keluar dari selubungnya.

Hanya belasan menit aku melakukan semuanya ini. Dan ketika terasa air liurku sudah membasahi bagian dalam memek Tante Irenka, aku pun berlutut sambil meletakkan moncong kontolku yang sudah ngaceng berat ini di ambang mulut vagina Tante Irenka.

Kedua kaki Tante Irenka pun spontan terangkat dan mengangkang.

Tanpa basa - basi lagi kudesakkan kontolku sekuatnya. Dan… blessssss… mulai membenam ke dalam liang memek wanita bule itu.

Tante Irenka menarik kedua tanganku, sehingga dadaku terhempas ke sepasang toket gedenya yang cantik bentuknya itu. Sementara kedua kakinya berada di atas bokongku.

Maka mulailah aku mengayun kontolku, bermaju - mundur di dalam liang memek wanita bule itu.

Ketika entotanku masih perlahan, terdengar bisikan Tante Irenka di dekat telingaku, “Kalau bisnis kita sukses, hubungan ini harus berjalan terus ya.”

“Oke,” sahutku. Lalu aku mulai mempercepat entotanku, sambil menciumi dan menjilati leher Tante Irenka.

Wanita bule itu pun mulai mendekap pinggangku sambil menggoyang pinggulnya secara sederhana tapi terasa hidup sekali. Karena yang terpenting ia bisa menggesek - gesekkan kelentitnya dengan batang kemaluanku. Sehingga terasa sekali betapa bergairahnya Tante Irenka ini menikmati genjotan kontolku. Terlebih sekali ketika jilatanku di lehernya disertai dengan gigitan - gigitan kecil, desah - desah nafasnya yang berbaur rintihan - rintihan histerisnya pun mulai berkumandang di dalam kamar hotel ini.

“Oooooh… ooooo… ooooohhhh… Chepiiii… your dick is amazingly delicious… come on… fuck me harder Cheeep… fuck me… fuck… fuck… oooooh… fuck me harder please…”

Mendengar rintihan itu, aku jadi semakin bernafsu, untuk mengentotnya sekeras mungkin seperti yang diinginkannya. Maka gerakan batang kemaluanku yang tadinya cenderung softcore pun berubah menjadi hardcore. Kontolku menggenjot liang memek Tante Irenka dengan cepat dan keras. Gedak - geduk maju mundur dengan massive -nya.

Tante Irenka menyambut entotan kerasku dengan merengkuh leherku ke dalam pelukannya. Lalu ia memagut dan melumat bibirku dengan lahapnya, dengan mata merem melek. Kadang menatap mataku, kadang terpejam. Sementara pinggulnya tetap bergoyang - goyang efektif. Bukan goyang karawang yang meliuk - liuk dan menghempas - hempas itu.

“Lubang vagina Tante masih sangat sempit. Uuuugh… uuuugh… seperti belum pernah melahirkan,” ucapku pada suatu saat.

“Aaaaa… aaaaaah… aku memang belum pernah hamil Chepi…” sahutnya sambil merapatkan pipinya ke pipiku, “Oom Safiq kan pernah stroke berat… yang membuat penisnya tidak normal lagi…”

“Impoten?”

“Masih bisa ereksi… tapi selalu ejakulasi prematur… ooooh… ma… makanya aku ingin agar kamu menjadi pangeranku mulai saat ini…”

“Siap Tante… aku tak mau hipokrit… vagina Tante ini luar biasa enaknya… oooghhhh… benar - benar enak Tante… uuuughhhh…”

“Your dick juga luar biasa enaknya Cheeep… ooooh… ooooh…”

Tante Irenka mulai klepek - klepek. Mulai berkelojotan. Dan aku menyadari apa yang bakal terjadi. Karena itu kugenjot kontolku dengan gencarnya. Sampai pada suatu saat, ketika Tante Irenka mengejang tegang “I am coming… “rintihnya yang lalu terhenti karena mulai menahan nafas dalam kejangnya itu.

Lalu kunikmati sesuatu yang luar biasa indahnya. Bahwa ketika batang kemaluanku sedang ditancapkan tanpa digerakkan dulu, kurasakan liang memek wanita bule itu berkedut - kedut kencang, disusul dengan gerakan seperti ular membelit batang kemaluanku… diikuti dengan terbitnya lendir libido Tante Irenka, yang membuat liang memeknya jadi basah dan hangat sekali.

“Aku sangat suka merasakan wanita orgasme seperti ini. Indah sekali…”

Lalu kutawarkan untuk mengubah posisi. Karena setahuku wanita bule senang main dalam posisi doggy atau WOT.

Tapi di luar dugaanku, Tante Irenka menyahut, “Aku hanya menyenangi posisi missionary begini. Karena hanya posisi inilah yang paling nikmat bagiku. Tapi tunggu sebentar ya, jangan digerakkan dulu penismu. Aku ingin menghayati indahnya orgasme yang kualami barusan.”

Kuikuti saja keinginannya. Kumainkan toket gedenya sambil berkata, “Your breasts are so beautiful…”

“Terima kasih,” sahut Tante Irenka sambil mengusap - usap rambutku, “Ayo lanjutkan lagi… sekarang aku sudah siap…”

Aku tersenyum sambil mengayun kontolku kembali. Yang disambut dengan ciuman dan lumatan Tante Irenka. Bahkan lalu lidahku disedot ke dalam mulutnya, lalu digeluti oleh lidahnya. Di saat lain, ketika lidahnya dijulurkan, kusedot lidah itu ke dalam mulutku.

Sementara itu entotanku makin lama makin kencang dan keras. Karena Tante Irenka menghendakinya begitu.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan