2 November 2020
Penulis —  Neena

Malam Malam Jahanam

Mbak Nindie terperanjat dan melotot ke arah kontolku yang memang sudah ngaceng sejak di rumahnya tadi. “Edaaaan…! Ternyata kontolmu jadi segede dan sepanjang ini Chep?!” cetusnya sambil menggenggam kontolku.

“Makanya kubilang tadi, mumpung Mbak gak punya suami, apa salahnya kalau kita saling berbagi rasa… saling berbagi keindahan… toh di rumah ini hanya ada kita berdua…”

Mbak Nindie berjongkok di depan kakiku. Sambil memegang dan menciumi kontolku. Dan berdesis, “Gak nyangka kontolmu segede dan sepanjang ini. Padahal waktu masih kecil aku sering mandiin kamu. Pada waktu itu kontolmu masih kecil. Gak taunya sekarang jadi kontol raksasa…”

“Kayak pernah lihat raksasa aja Mbak. Lagian masa dibandingin dengan waktu aku masih kecil. Saat itu tetek Mbak juga belum tumbuh kan?”

“Iya… waktu kamu lahir, umurku baru delapan tahun,” sahut Mbak Nindie.

Ucapannya itu mengingatkanku bahwa Mbak Nindie sekarang sudah berumur 26 tahun. Sedangkan Mbak Susie, setahku 2 tahun lebih tua daripada Mbak Nindie. Berarti Mbak Susie sekarang sudah 28 tahun. Sebaya dengan usia Mamie.

Dalam hal itu aku salut juga kepada Papa, karena berhasil menggaet Mamie yang usianya sebaya dengan Mbak Susie.

Ketika Mbak Nindie bangkit berdiri di depanku, tiada keraguan lagi bagiku untuk mencium bibirnya yang sensual itu. Mbak Nindie pun mendekap piunggangku erat - erat, sehingga terasa kontolku bertempelan ketat dengan memeknya.

“Kamu hanya ingin mainin toketku atau sekujur tubuhku?” tanya Mbak Nindie setelah ciuman kami terlepas.

“Semuanya dong Mbak. Terutama ini nih,” sahutku sambil mengusap dan mencolek - colek memek Mbak Nindie yang bersih dari jembut.

“Padahal kita kakak beradik ya,” ucap Mbak Nindie sambil menggelitik pinggangku.

“Tapi kita terlahir dari rahim yang berbeda Mbak.”

“Iya sih,” sahut Mbak Nindie sambil menuntunku ke arah bed, “tapi aku gak mau munafik. Sejak masih di rumahku tadi, aku sudah mulai horny Chep.”

Lalu aku membuka jalan untuk mencairkan suasana. Dengan mendorong Mbak Nindie sampai celentang di atas bed. Lalu aku merayap ke atas perutnya. Untuk mengemut pentil toket kirinya, sedangkan tangan kiriku digunakan untuk meremas toket kanannya.

Kedua lengan Mbak Nindie berada di bokongku, sambil meremas - remas sepasang buah pantatku.

Pada saat kemudian aku mulai melumat bibir Mbak Nindie, sementara tanganku merayap ke bawah perutnya… menjelajahi memeknya yang bersih dari jembut.

Jari tanganku mulai menyelusup ke dalam liang memek Mbak Nindie. Membuatnya semakin lahap melumat bibirku.

Bahkan pada suatu saat Mbak Nindie membisikiku, “Chep… aku sudah horny berat nih. Langsung masukin aja kontolmu.”

“Tadinya pengen jilatin memek Mbak dulu.”

“Jangan. Nanti hornyku keburu ngedrop. Lain kali kan bisa jilatin memekku sepuasmu.”

Aku pun bergerak sambil memegang kontolku yang sudah ngaceng berat ini. Sementara Mbak Nindie sudah merentangkan sepasang paha gempalnya selebar mungkin.

Setelah merasa arahnya sudah pas, kudorong sang kontol sekuatnya… uuuugh… masuk sedikit demi sedikit, sampai hampir setengahnya.

Ternyata liang memek kakakku yang sudah punya anjak satu ini tidak bisa dianggap remeh. Masih sempit dan menjepit. Tak kalah dengan memek Tante Aini yang sama sekali belum pernah melahirkan.

Mbak Nindie pun langsung memeluk dan mencium bibirku, disusul oleh suaranya setengah berbisik, “Edane kontolmu iki Chep… guede ra ketulungan… !”

Dan ketika aku mulai mengayun batang kemaluanku, terasa benar mantapnya liang memek kakakku ini. Empuk dan licin tapi luar biasa legitnya.

Maka aku pun berbisik terengah, “Hhh… memek Mbak luar biasa legitnya… lebih legit daripada jenang…”

“Aku kan rajin minum jamu Chep… oooohhhh… kontolmu juga… enak sekali… lebih enak daripada kontol Mas Purwo… aku jadi takut… takut ketagihan…”

“Bulan depan kita kan bakal tinggal serumah di sini Mbak… kalau perlu bisa tiap malam kita ewean di sini.”

“Hihihihiii… ewean… hihiiihiii… ayo cepetin ngentotnya… iyaaaaa… iyaaaaa… entot terus Cheppphhh… entooootttt teruuuuussss… enaaaaak Chepiiii… kontolmu ini… luar biasa enaknyaaaaa… sampai merinding - rinding gini niiiih… entooot terusssss… iyaaaa… iyaaaaa…

Mbak Nindie merintih terus sambil menggoyangkan pinggulnya secara gila - gilaan. Memutar - mutar dan membentuk angka 8. Sehingga kontolku terombang - ambing seperti perahu oleng di tengah samudra. Namun semua ini luar biasa nikmatnya. Karena dinding liang memek Mbak Nindie yang empuk - empuk hangat itu membesot - besot kontolku dengan binalnya.

Ini membuatku semakin bergairah untuk mengentot kakak seayah berlainan ibu itu.

Aku pun ingin melengkapi gesekan antara kontolku dengan liang memek Mbak Nindie ini. Dengan menjilati lehernya yang mulai keringatan, disertai dengan gigitan - gigitan kecil. Sementara tangan kiriku meremas - remas toket kanan kakakku.

Tak cuma itu, terkadang kuemut pentil toket kirinya, sementara tangan kananku tetap meremas - remas toket kanannya. Semakin menggila jugalah geolan - geolan pantatnya yang memutar - mutar, meliuk - liuk dan menghempas - hempas. Dengan goyangan seperti itu, maka dengan sendirinya itil Mbak Nindie bergesdekan terus - menerus dengan kontolku.

Akibatnya… tak lama kemudian Mbak Nindie klepek - klepek, berkelojotan sambil mendekapku erat - erat, seolah takut ditinggalkan olehku.

Kemudian ia mengejang tegang, dengan perut agak terangkat ke atas. Disusul dengan rengekan erotisnya, “Chepiii… aku lepassss… !”

Pada saat itu pula kutancap kontolku sedalam mungkin, sampai menyundul dasar liang memek Mbak Nindie. Liang memek yang lalu berkedut - kedut kencang. Lendir libidonya pun terasa membanjiri liang surgawinya.

Nafas Mbak Nindie tertahan selama 2-3 detik. Lalu terdengar elahan nafasnya, “Aaaaaahhhhh… ini luar biasa nikmatnya Sayaaaang… “disusul dengan ciuman mesranya di bibirku.

Aku masih membiarkan kontolku direndam di dalam liang sanggama yang sudah basah sekali ini. “Dengan saudara malah lebih enak daripada dengan orang lain ya?” tanyaku sambil memainkan kedua puting payudara Mbak Nindie.

“Iya… awalnya sih memang risih. Tapi setelah jalan, dientot sama Chepi malah jauh lebih enak daripada sama mantan suamiku sendiri,” sahut Mbak Nindie sambil mendekap pinggangku, “Ayo lanjutin… kamu belum ngecrot kan?”

“Pengen nyobain doggy,” sahutku.

“Ayo… aku juga suka sekali posisi itu. Nanti sambil kemplangin pantatku sekuatnya ya. Aku suka digituin…”

“Iya…” sahutku sambil mencabut kontolku.

Mbak Nindie pun merangkak sambil menungging tinggi, sehingga memeknya tampak sepenuhnya meski aku berada di belakang bokong gedenya juga.

Sambil berlutut, dengan mudah aku bisa membenamkan kontolku ke dalam liang memek Mbak Nindie yang masih basah ini.

Mbak Nindie menungging sambil memeluk bantal guling. “Becek ya memekku?”

“Gak apa - apa. Justru aku seneng memek becek sehabis orgasme begini,” sahutku sambil mulai mengayun kontolku, bermaju mundur di dalam liang memek Mbak Nindie yang ternyata luar biasa enaknya ini.

Untuk mengikuti keinginannya, kutampar - tampar bokong gede Mbak Nindie. Plak… plakk… plakkk… plakkkk… plakkkk…

“Iya begitu Chep… lebih kencang lagi kalau bisa,” ucap Mbak Nindie.

“Nggak sakit?”

“Justru sakitnya itu yang bikin nikmat. Ayo kemplangin sekuatmu Chep… !”

Kutanggapi permintaan kakakku dengan mengemplangi kedua buah pantatnya, dengan sekuat tenaga. Plakkk… plooook… plaaaak… plooook… plaaaak… plooook… plaaaak… plooook… Sementara kontolku semakin cepat bermaju mundur di dalam liang memek Mbak Nindie yang memang jadi becek sekali ini.

Tapi aku tidak bisa melanjutkan ngemplangin pantat Mbak Nindie, karena telapak tanganku sudah panas rasanya. Maka kupegang saja pinggang kakakku sambil mempergencar entotanku …

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan