2 November 2020
Penulis —  Neena

Malam Malam Jahanam

Mama Aleta yang sudah telanjang bulat itu naik ke atas bed sambil berkata, “Di sini aja Chep. Biar lebih leluasa.”

Aku yang juga sudah telanjang bulat, lalu mengikuti Mama Aleta naik ke atas bed. Dan langsung merayap ke atas perutnya. Harum parfum pun semakin tersiar ke penciumanku, sehingga hasrat birahiku semakin menggila.

Mama Aleta pun menyambutku dengan pelukan hangat dan ciuman yang bertubi - tubi di bibirku.

Lalu terdengar suaranya, “Selama belasan tahun mama belum pernah tergoda oleh lelaki lain, meski suami mama sudah impoten begitu. Tapi hari ini mama sangat tergoda olehmu, Chep.”

Aku cuma tersenyum mendengar pengakuan Mama Aleta itu. Karena aku lebih tertarik untuk mengemut pentil toket kirinya sambil meremas toket kanannya… gila… toketnya masih padat, meski kalau sedang berdiri kelihatan menurun.

Lalu terdengar lagi suara Mama Aleta, “Lakukanlah apa yang mau kamu lakukan pada mama. Jangan sungkan - sungkan ya Chepi…”

Mendengar ucapan yang sangat welcome itu, aku pun melakukan apa yang ingin kulakukan. Bahwa ketika aku sedang mengemut pentil toket Mama Aleta, tanganku langsung melorot ke bawah perutnya… langsung mengusap - usap memeknya… lalu menyelinapkan jemariku ke dalam celah memeknya yang hangat dan licin ini.

Awalnya aku hanya menyelinapkan jari tengahku ke dalam liang memeknya. Lalu kumajumundurkan jari tanganku sampai terasa basah dan licin. Dan “kupindahkan” kebasahannya itu ke kelentitnya yang sebesar kacang kedelai itu. Setelah clitorisnya terasa licin, kugesek-gesek dengan jari tanganku.

Mama Aleta pun mulai menggeliat dengan mata terpejam - pejam.

Tapi tampaknya Mama Aleta sudah tidak sabaran lagi. Ia langsung menangkap kontolku, yang lalu moncongnya dicolek - colekkan ke mulut memeknya. Sampai pada suatu saat ia memberi isyarat agar aku mendorong kontolku.

Dan… blessssssss… kontolku melesak amblas ke dalam liang memek Mama Aleta.

“Oooooouuuhhhh… sudah masuk semua Chep… “Mama Aleta merangkul leherku ke dalam pelukannya.

Aku pun langsung mengayun kontolku, bermaju mundur di dalam liang memek Mama Aleta yang “gurih” rasanya.

Mama Aleta pun mulai mendesah - desah sambil menciumi bibirku dengan mesranya, seolah menciumi bibir kekasihnya. “Aaaaaaahhhh… emwuaaaah… aaaaaaahh… emwuaaaah… aaaaaaah… emwuaaaaah… kamu memang tampan sekali Cheeepii… kontolmu juga luar biasa enaknyaaaa… come on… fuck me harder please…

Aku memang mempercepat entotanku. Bahkan kelihatannya Mama Aleta suka kalau aku mendorongnya dengan keras (pada saat kontolku didorong maju). Sehingga menimbulkan bunyi pada memeknya yang tertepuk dasar kontolku. Plak… srtttt… plak… srtttt… plak… srtttt… plakkk… sretttt …

Untungnya kontolku cukup panjang. Sehingga moncong kontolku terus - terusan menyundul dasar liang memek Mama Aleta. Padahal konon liang memek wanita bule itu dalam - dalam. Lebih panjang liangnya. Tapi kontolku bisa mencapai dasar liang memek Mama Aleta ini.

Aku pun tak mau membiarkan mulut dan tanganku nganggur. Ketika aku meremas toket kanannya, mulutku menjilati leher jenjangnya disertai dengan gigitan - gigitan kecil. Maka semakin riuh jugalah rintihan - rintihan histeris wanita bule itu.

Bahkan sebelum aku berkeringat, Mama Aleta sudah duluan dibasahi keringatnya. Aroma keringatnya yang bercampur harum parfum malah membuatku semakin bernafsu untuk mengentotnya habis - habisan.

Terkada kuemut dan kujilati pentil toket kirinya, sementara tangan kiriku digunakan untuk meremas - remas toket kanannya. Bahkan terkadang aku menjilati ketiaknya yang harum deodorant, disertai dengan sedotan - sedotan kuat. Tanpa peduli keringatnya tertelan olehku.

Akhirnya Mama Aleta berkelojotan sambil merintih seperti minta dikasihani, “Oooooohhh… Cheeepiiii… mama sudah mau datang… mau orgasme… Chepppiiii… aaaaauuuuu… aaaa…”

Lalu ia terpejam sambil menahan nafasnya. Dengan tubuh mengejang tegang. Lalu terasa liang memeknya mengejut - ngejut, diikuti dengan aliran lendir libidonya.

Dan akhirnya terdengar suaranya kembali, “Aaaaaaah… luar biasa indahnya. Terima kasih Chepi… mama akan ikut menyayangimu kelak… ini luar biasa rasanya.”

Tapi aku belum apa - apa. Maka setelah wajah Mama Aleta kelihatan berdarah lagi, aku pun mengayun kontolku kembali. Dalam gerakan cepat, karena liang memeknya sudah becek sekali.

“Kamu memang gagah perkasa Chep,” ucap Mama Aleta sambil menepuk - nepuk pipiku perlahan, “Kalau begini sie, mama bisa multi orgasme nanti.”

“Silakan aja Mam. Aku senang ikut menikmati wanita orgasme.”

Lalu aku mengayun kontolku dalam gerakan hardcore. Cepat dan keras. Sehingga terdengar bunyi unik dari liang memek Mama Aleta, sesuai dengan gerakan kontolku.

Stttt… crekkk… stttt… crekkkk… stttt… crekkkk… srttttt… crekkkk…!

Dan begitu seterusnya.

Keringat pun mulai membanjiri tubuhku, bercampur aduk dengan keringat Mama Aleta. Namun aku tetap tabah dan bernafsu untuk mengentot Mama Aleta habis - habisan. Sehingga Mama Aleta orgasme lagi dan orgasme lagi. Sudah tiga kali dia orgasme.

Namun aku pun sudah tiba di detik - dedtik krusial menjelang puncak kenikmatanku sendiri.

“Nanti… aku ejakulasi di mana Mam?” tanyaku terengah, tanpa menghentikan entotanku.

“Di dalam aja please… aman kok…”

Pada saatr berikutnya, aku menggelepar di atas perut Mama Aleta, sambil menancapkan kontolku sedalam mungkin, kontol yang sedang mengejut - ngejut dan memuntahkan lendir kenikmatanku.

Crotttt… croooooottttt… crottttcrottt… crooootttttt… crooooooooottttttt… crottttt… crooootttt…!

Aku pun terkapar di atas perut Mama Aleta.

Lalu Mama Aleta menciumku disusul dengan bisikan, “Kamu sangat memuaskan Chepi. Jauh lebih memuaskan daripada papanya Shanti. Karena itu, mungkin mama akan tinggal lama di sini. Agar bisa dipuasi olehmu.”

“Asal jangan ketahuan oleh Shanti ya Mam,” sahutku sambil mencabut kontolku dari liang memek Mama Aleta.

“Tentu saja. Tapi mama kan bisa nyari alesan. Misalnya minta diantar belanja olehmu. Padahal kita akan check in ke hotel.”

“Iya bisa juga kalau begitu Mam. Sekarang kan banyak mall yang ada hotelnya. Jadi Mama bisa belanja beneran dulu, kemudian kita check in ke hotel.”

Esok paginya, Mama Aleta latihan kebugaran di fitness room yang terletak di bagian belakang rumah ini. Lagi - lagi aku tergiur olehnya. Karena Mama Aleta latihan kebugaran dalam keadaan… telanjang bulat…!

Waktu tubuhnya mulai bermandikan keringat, Mama Aleta malah semakin sexy di mataku.

Aku pun mendekati Mama Aleta yang sedang istirahat, dengan tubuh telanjang bermandikan keringat. Namun tiba - tiba handphoneku berdering. Cepat kukeluarkan hapeku dari saku celana trainingku. Ternyata dari Bu Shanti…!

“Sttt… dari Shanti… !” ucapku sambil menyimpan telunjuk di depan bibirku. Kemudian kuterima call dario dosen merangkap kekasihku itu.

Lalu :

Aku: “Hallo Sayang udah di Singapore kan?”

Bu Shanti: “Iya. Aku udah di Singapore. Tapi langsung sibuk mempersiapkan seminar. Jadi baru sekarang sempatnya call Papie.”

Aku: “Gak apa - apa. Yang penting dirimu sehat - sehat aja Beib.”

Bu Shanti: “Sehaaat. Lagi di mana nih?”

Aku: “Lagi di rumahmu. Kan tugasku harus standby selama dirimu di Singapore Beib.”

Bu Shanti: “Gimana keadaan Mama sehat dan ceria gak?”

Aku: “Iya. Sehat dan ceria, tak kurang suatu apa pun.”

Bu Shanti: “Sayaaang… Mama itu udah belasan tahun gak pernah disentuh lelaki, sejak papaku impoten.”

Aku (pura - pura belum tahu) : “Ohya?!”

Bu Shanti: “Iya. Kasian kan. Kalau bisa sih coba deketin dia. Sukur - sukur kalau bisa sampai terjadi hubungan sex. Aku ijinkan deh kalau sama Mama sih.”

Aku: “Beib… kamu ini ngomong apa sih? Kok bicara begitu?”

Bu Shanti: “Aku bicara secara fair dan open minded kok. Mama itu butuh sentuhan lelaki. Kalau dirimu tidak keberatan, coba rayu deh sampai dapat. Biar dia kerasan tinggal di rumah kita. Lagian supaya dia mendukungku untuk menikah dengan dirimu Sayang. Bilang aja kamu udah dapat ijin dariku gitu.”

Sebenarnya aku senang sekali mendengar saran dari Bu Shanti itu. Tapi aku masih bersikap seperti belum setuju pada sarannya itu. Padahal yang disarankannya itu sudah terjadi.

Maka kataku: “Nanti aku pikirkan dulu positif dan negatifnya, ya Beib. Ohya… sebentar… aku mau terima telepon dari mamaku dulu ya Beib. Nanti kutelepon balik kalau sudah selesai menerima telepon dari mamaku.”

“Iya… iya… titip salam aja buat mamamu, dari calon menantu gitu. Hihihiiii…”

“Siiip! See you…”

Hubungan seluler dengan Bu Shanti ditutup. Sebenarnya hanya akal - akalanku saja, bilang ada telepon dari mamaku. Padahal sebenarnya aku ingin memberitahu Mama Aleta tentang isi pembicaraanku dengan anaknya barusan. Karena tadi aku tidak mengeluarkan suara Bu Shanti lewat speaker. Jadi pasti Mama Aleta tidak tahu apa yang kubicarakan dengan anaknya tadi.

Lalu kuhampiri Mama Aleta yang tengah menghanduki tubuh telanjangnya.

“Ada berita gembira Mam,” ucapku sambil mencium leher Mama Aleta yang mengkilap karena keringat. Tapi aromanya justru merangsang nafsuku.

“Berita apa?” tanyanya dengan sorot penasaran.

Lalu kuceritakan isi pembicaraanku dengan anak Mama Aleta barusan.

“Masa dia ngomong begitu?” Mama Aleta seperti kurang percaya.

“Kalau Mama gak percaya, aku telepon dia sekarang ya. Suaranya akan dikeluarin ke speaker, biar Mama bisa ikut mendengarkan. Tapi Mama jangan bersuara ya. Aku mau ngomong sedang sendirian dan Mama sedang tiduran di kamarnya. Oke?”

“Oke, “Mama Aleta mengangguk.

Lalu aku memijat nomor hape Bu Shanti lewat sambungan internasional. Suaranya kukeluarkan lewat speaker supaya Mama Aleta bisa ikut mendengarkan.

Kemudian :

Bu Shanti: “Hallo Sayang…”

Aku: “Hallo juga. Pembicaraan tadi belum selesai Beib. Coba sekarang perjelas lagi. Supaya aku ngggak salah langkah.”

Bu Shanti: “Pokoknya aku ingin agar Chepi mendekati Mama yang sudah belasan tahun tidak merasakan sentuhan lelaki. Sedangkan Mama itu masih full of passion. Aku sering memikirkan hal itu. Dan sekarang kebetulan ada Chepi, bisa kujadikan tempat minta tolong.”

Aku: “Terus aku harus ngapain aja?”

Bu Shanti: “Ah… kayak bukan mahasiswa aja. Masa harus ngomong mendetail tentang soal ini? Kesimpulannya aja ya… kamu harus memuasi gairah Mama.”

Aku: “Berarti aku harus berhubungan sex dengan mamamu?”

Bu Shanti: “Ya begitulah. Tapi kalau Mama gak mau, jangan dipaksa.”

Aku: “Memangnya Mamie gak cemburu kalau sampai terjadi hal sejauh itu dengan mamamu?”

Bu Shanti: “Kalau sama orang lain, pasti aku cemburu. Tapi kalau dengan Mama, aku tiakkan cemburu. Karena Mama itu yang mengandung dan melahirkan ke dunia ini. Lalu merawatku dari bayi sampai sedewasa ini, dengan penuh kasih sayang dan pengorbanan. Masa aku tak mau berkorban sedikit pun untuk kebahagiaan Mama?

“Setelah Mamie pulang dari Singapore juga, aku diijinkan untuk melakukannya dengan Mama?”

Bu Shanti: “Kuijinkan. Anggap aja aku dan Mama istri pertama dan kedua. Wanita yang dipolygami saja banyak yang rukun kan?”

Aku: “Enak dong aku… punya memekmu dan memek Mama… hihihihiii…”

Bu Shanti: “Iya. Tapi cukupkan Mama dan diriku aja ya. Jangan nyari cewek lain lagi.”

Setelah hubungan seluler dengan Bu Shanti ditutup, aku menoleh kepada Mama Aleta yang sudah membelit tubuhnya dengan handuk.

“Sudah jelas kan?” tanyaku, “Dia malah menganjurkanku untuk menggauli Mama. Dia minta agar aku menganggap punya istri dua. Mama dan dia.”

Mama Aleta memeluk dan menciumi sepasang pipiku. “Shanti memang anak yang sangat menyayangi mama…”

Tampak mata Mama Aleta berlinang - linang. Mungkin dia bahagia bercampur terharu setelah mendengar suara anaknya lewat hapeku tadi.

Melihat air mata yang menetes dari kelopak mata Mama Aleta, kuseka dengan kertas tissue yang kotaknya tersedia di dinding.

Tapi tahukah Mama Aleta bahwa aku mendadak teringat mama kandungku sendiri?

Apakah aku tidak kangen kepada Mama kandungku dan tak pernah lagi mendatangi rumahnya? Bukankah aku sudah berjanji bahwa setelah punya mobil aku bisa sering sering datang ke rumahnya?

O, tentu saja aku selalu menepati janjiku. Setiap kali hari libur atau kalau sedang tidak ada kuliah aku selalu mendatangi rumah Mama, untuk meredakan perasaan kangenku kepada beliau sebagai seorang anak kepada ibu kandungnya. Sekaligus sebagai seorang lelaki muda kepada wanita yang bisa dijadikan penyaluran nafsu birahiku.

Ya, biar bagaimana pun Mama adalah the best bagiku, dalam segalanya. Baik dalam kelembutan dan kasih sayangnya, dalam hal kecantikannya dan dalam kelezatan… memeknya…!

Bahkan pada suatu malam Sabtu, sepulangnya kuliah malam, aku langsung memacu mobilku menuju kampung Mama. Karena aku ingin menghabiskan weekend di rumah ibu kandung tercintaku.

Aku baru tiba di depan rumah Mama ketika jam tanganku sudah menunjukkan pukul 10 malam. Tapi Mama sendiri yang membuka pintu depan, dalam kimono putihnya.

“Belum tidur Mam?” tanyaku setelah mencium tangan dan cipika - cipiki di ambang pintu depan.

“Belum. Lagi ingat kamu terus dari siang tadi,” sahut Mama sambil menutup dan menguncikan kembali pintu depan setelah kami berada di dalam.

“Aku juga makanya ke sini lagi ingat terus sama Mama. Makanya pulang kuliah malam langsung ke sini,” kataku sambil duduk di sofa ruang keluarga.

Mama pun duduk di samping kiriku. Yang kusambut dengan melingkarkan lengan kiriku ke pinggang Mama.

“Perasaan Mama jadi agak langsing sekarang,” ucapku sambil menyelinapkan tangan kananku ke balik kimono Mama. Dan mengusap - usap perutnya yang semakin kempes rasanya.

“Kan kamu yang menganjurkan agar mama mengurangi makan nasi, supaya jangan banyak makan yang mengandung karbohidrat. Mama juga sekarang jadi sering senam. Malu sama anak sekaqligus kekasih mama yang bernama Chepi ini,” sahut Mama sambil menggelitik pinggangku.

Pada saat itulah tanganku sudah meraba - raba memek Mama yang tidak bercelana dalam. Karena Mama terbiasa, kalau mau tidur tak pernah mengenakan beha mau pun celana dalam. Biar gak mengganggu pernafasan, katanya.

Aku pun langsung duduk di karpet, di antara kedua paha putih mulus Mama.

Mama pun mengerti apa yang akan kulakukan. Ia merenggangkan jarak kedua pahanya, sambil memajukan bokongnya jadi di pinggiran sofa. Sehingga memeknya yang senantiasa dicukur bersih berhadapan dengan mulutku yang siap untuk menjilatinya.

Dua - tiga detik kemudian mulutku sudah nyungsep di permukaan memek mama yang senantiasa mengobarkan gairah dalam jiwaku.

Mama mengelus - elus rambutku sambil merintih perlahan, “Ooo… ooooohhh… Chepiiii… mama makin sayang saja sama kamu Naaaak… ooooh… kamu adalah segalanya buat mama sekarang Cheeeep… ooooh… ooooh… Cheeepiiii…”

Setelah terasa memek Mama basah kuyup oleh air liurku bercampur dengan lendir libidonya, mungkin, aku pun spontan berlutut sambil memegang kontolku yang sudah ngaceng berat ini.

Tapi Mama spontan menarik pergelangan tanganku sambil berdiri dan melangkah bergegas ke dalam kamarnya sambil berkata, “Di kamar aja biar leluasa Sayang…”

Mama setengah melompat ke atas bed barunya yang mewah dan sangat mahal harganya. Kemudian ia menelentang sambil merenggangkan kedua belah pahanya dan mengusap - usap memeknya.

Aku pun merayap ke atas perut Mama sambil meletakkan moncong kontolku di ambang mulut memek Mama yang sudah ternganga.

Dengan sekali dorong, kontolku langsung amblas ke dalam liang memek Mama yang sudah becek oleh air liurku… blessss… sssskkkkk…!

Mama ternganga sambil mendekap pinggangku. “Aaaaaaaah… baru sekali ini bisa langsung masuk semua ya Chep… kontolmu memang jauh lebih gagah daripada kontol papamu…! Ayo entotin…”

Aku memagut bibir Mama. Kemudian melumatnya sambil mengayun kontolku, bermaju - mundur di dalam liang memek Mama yang luar biasa enaknya.

Seperti biasa, Mama pun tak mau berdiam dikri. Bokongnya mulai bergeol - geol menyerupai angka 8. Memutar - mutar dan meliuk - liuk. Membuat kontolku serasa dibesot - besot oleh dinding liang memeknya yang bergerinjal - gerinjal seperti barisan telur ayam yang masih ada di dalam perutnya (belum dikeluarkan).

Inilah yang membuatku selalu merem melek dan berdengus - dengus setiap kali mengentot mama kandung tercintaku ini.

Mama sendiri memang selalu lupa daratan ketika sedang kusetubuhi. Sehingga dia sering merintih terlalu keras, sehingga aku harus menyumpal mulutnya dengan telapak tanganku.

Sementara batang kejantananku maju - mundur terus di dalam liang memek Mama. Tanpa peduli bahwa liang yang sedang kuentot itu adalah liang yang melahirkan aku ke dunia.

O, betapa jahanamnya aku ini. Tapi kenapa aku merasakan keindahan yang luar biasa di balik kejahanaman ini?

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan