3 November 2020
Penulis —  kernel

Anakku Menikahi Ibunya

Dia kemudian mencium BH diantara payu daraku, ciumannya menyusur kebawah sampai keperutku yang telanjang, semakin kebawah dan ciumannya mampir dipusarku, dan tiba-tiba dia menempelkan wajahnya diselangkanganku, dicium dan dibauinya selangkanganku dari balik celana dalam dengan hirupan yang sangat dalam berkali-kali.

Aku sungguh-sungguh merasa malu diperlakukan begitu. “Aku sudah bertahun-tahun bermimpi untuk melakukan ini kepada ibuku”. Aku terdiam tidak mampu mengatakan apa-apa. “Kau memiliki bau vagina yang harum, persis seperti yang kuharapkan” lanjutnya sambil mulai berusaha melepas celana dalamku.

Sesak napasku dibuatnya, batinku berperang antara naluri keibuanku yang menyuruh aku untuk menahannya agar tidak membuka celana dalamku, dengan naluri kewanitaanku yang sudah sangat kehausan dibelai kehangatan laki-laki. Lalu kesadaranku tumbuh bahwa kini aku sudah menikah dengannya, walaupun dia adalah anakku, karenanya dia memiliki hak penuh pada tubuhku ini.

Sebelum peperangan di batinku selesai, celana dalam itu telah jatuh dikakiku, dan tangannya meremas pinggul telanjangku, remasan yang diselingi elusan. Rasa malu membuat mataku tetap tertutup sementara aku menikmati cumbuannya.

Tangannya bergerak kesana kemari mengelus-elus dan meremas tubuhku yang telanjang, Roni kemudian menyentuh rambut kemaluanku dengan hidungnya dan membauinya dengan tarikan napas yang panjang, selesai itu dia berkata “Terima kasih telah menunjukkan kepadaku, kuil mu ini bu, kuil kelahiranku”. Aku menjawabnya dalam hati ‘selamat datang anakku’ meskipun aku hanya berkata dalam hati, tapi tak urung rasa malu semakin menggelepar didalam dada, malu yang bercampur dengan hasrat birahi.

Dia kemudian bangkit dengan cepat untuk membuka kaitan BH ku. Setiap satu kait terbuka membawa saya ke tingkat ekstasi seksual yang lebih tinggi. Ahirnya BH itu terlepas, dan aku telanjang bulat penuh rasa malu dihadapannya, dihadapan anakku, suami baruku. Akh… rasa malu dan gairah semakin membuncah.

“Terima kasih bu… untuk melihat buah dada ibu, dimana aku diberi makan dan dibesarkan” bisiknya. Gairah yang meledak dalam diriku membuat aku tidak mampu berkata apapun, meskipun hatiku berteriak ‘diamlah jangan banyak bicara, hisaplah segera puting buah dada ibumu ini yang sudah sangat tergang kekasih ibu’.

Seolah olah Roni mendengar teriakan hatiku, dia segera memasukan puting buah dadaku kemulutnya. Ketika itu aku telah berpikir menjadi istrinya, tiba-tiba dia menghisap putingku dengan cara yang sama seperti dulu, mulut yang menghisap adalah mulut yang sama, dulu dia menghisap untuk makan, sekarang dia menghisap untuk kesenangan, dulu yang menghisap anakku, sekarang suamiku.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan