3 November 2020
Penulis —  kernel

Anakku Menikahi Ibunya

Roni menganguk “baiklah kalau itu memang keharusannya” jawabnya datar.

“Tapi sebelum hari pernikahan aku ingin mendapatkan perawatan tubuh dan wajah seperti waktu kemarin itu” protesku kepada ayah. Roni tersenyum “Hari terahir kita boleh ketemu adalah besok, maka kita akan pergi besok untuk perawatan wajah dan tubuh” jawabnya. Aku mengangguk “ya sudah kita tetapkan saja acaranya begitu” jawabku.

Keesokan ahrinya kami pergi ke kota besar, berlainan dengan waktu itu yang langsung ketempat tujuan, kali ini Roni mengajakku mampir dahulu kesebuah butik, disana dipilihkannya beberapa gaun yang seksi, beberapa baju tidur yang transparan, dan pettycoat yang tidak kurang seksi. Dia membelikan semua itu tanpa menghiraukan protesku.

“Siapa yang mau pakai baju kaya gitu” bantahku kepadanya, “istriku” jawab Roni dengan tegas sambil memandangku dengan mesra. Aku tersipu dan tidak lagi membantah kehendaknya.

Sesampainya di tempat perawatan tubuh dan wajah, tidak seperti yang lalu, dimana Roni terus menungguiku, kali ini dia berkata akan meninggalkanku untuk sebuah keperluan yang lain, dan nanti akan kembali menjemputku. Aku mengaguk mengingat perawatan seperti itu memakan waktu setengah harian.

Kembali aku mengalami perawatan seperti dulu, dan mendekati ahir perawatan aku kembali berbaring ditempat tidur khusus yang berlobang diarah mukaku, sehingga saat aku telungkup dan dipijat, napasku tidak terganggu.

Telanjang bulat aku berbaring baru kemudian sebuah handuk besar dihamparkan menutup tubuhku mulailah aku dipijat. Menjelang ahir pijatan, kurasa pelayannya berhenti sebentar, ‘mungkin untuk mengambil minyak pelicin’ pikirku tanpa curiga.

Benar saja tak lama kemudian kurasakan sepasang tangan memijat dan mengurut kakiku dari arah betis sampai keatas. Tapi pijatannya tidak sekuat yang lalu, yang ini lebih banyak mengelus dan mengusapnya, semakin lama semakin keatas.

Kini paha belakan dan dalam yang menjadi bahan elusannya. Napasku mulai terasa memburu, karena pijatan itu mulai memancing timbulnya gairah napsuku, apalagi saat paha dalamku yang dipijatnya, semakin lama semakin keatas, sampai ahirnya ujung jarinya menyentuh-nyentuh, vaginaku.

“Aoughh…” lenguhku pelan, tak tahan oleh elusan tangan tersebut, vaginaku dengan segera menjadi basah. Tapi tangan itu tetap beraksi bahkan semakin tetap menyundul-nyundul vaginaku. Dalam deraan napsu yang berkobar sempat juga aku berpikir, kenapa dulu tidak begini perawatannya.

Kucoba mengangkat kepalaku melihat untuk melihat pemijatku, niatanku mau bertanya, karena terus terang aku juga merasa malu mengingat vaginaku yang semakin basah, pasti terasa diujung jarinya.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan