3 November 2020
Penulis — kernel
Dengan berharap agar timingnya tepat agar rencanaku berhasil aku membuka pintu kamar mandi, dan hatiku bersorak melihat Roni tengah berdiri hanya dengan handuk melilit tubuhnya dari pinggang kebawah.
“Oh… kau… mau mandi? Sok aku sudah selesai kataku acuh tak acuh, dengan sudut mataku kulihat mata Roni terbelak melihat tubuhku, dan ya ampun… bagian handuk di selangkangannya tiba-tiba terdorong keluar nyaris handuk itu lepas kalau tangan Roni tidak cepat memegangi ujungnya yang melilit pinggang.
Keadaan itu memberi ide lanjutan untukku, karena itu akupun segera berpura-pura terpeleset hingga lilitan handuk yang memmang tidak kuat itu terbuka membuat tubuh telanjangku terlihat olehnya meskipun hanya sekejap, karena aku segera membenahi handuk itu.
Kulihat napas Roni tiba-tiba memburu, dan dia langsung masuk gang yamng menuju kamar mandi, ‘mundur dulu aku mau lewat” kataku, karena gang itu hanya pas untuk satu orang. “Silahkan lewat” katanya sambil tersenyum nakal dia berdiri menyamping hingga batang penisnya terlihat semakin panjang dilihat dari sisi kiri tubuhnya.
Aku kini melayani kenakalannya aku pun lewat sambil memiringkan tubuhku sehingga kami berhadapan dengan rapatnya, karena dibatasi gang yang sempit.
Tepat sebelum aku sampai dihadapannya kulihat Roni menekuk kakinya hingga tubuhnya yang jangkung menjadi sama tingginya denganku, akibatnya batang penisnya yang tegak dengan perkasanya kurasakan langsung menyentuh vaginaku. Meskipun terhalang oleh dua lapis handuk, tetap saja membuat tubuh kami sama-sama gemetaran.
Lalu dia menegakkan kakinya akibatnya batang keras itu terasa menggesek vaginaku, dan membuat napas kami sampai tertahan didada. “Habis keramas yah?” katanya seperti sambil lalu sambil memandang dadaku yang sekarang berhimpitan dengan bagian bawah dadanya.
Aku sendiri tidak mau kalah, karenanya aku berkata “iya… kamu juga harus mandi yang bersih biar kotoran dipantai kemarin hilang” jawabku seolah tak acuh, tapi pantatku diam-diam kugoyangkan kekiri dan kekanan, terasa alat vital kami kembali bergesekan, kututupi gerakan pantatku itu dengan sikap mau melangkah pergi.
Desah napasnya tiba-tiba mengeras kurasakan dia mau memelukku, karenanya aku segera meloloskan diri dan berjalan kekamarku, dan seolah tak sengaja, tanganku menyentuh batang kemaluannya dari balik handuk.
Semuanya kulakukan dengan cepat sehingga dia tidak sempat merengkuhku, “itu apa enggak pegal?” tanyaku tidak keruan sambil melangkah cepat-cepat menuju kamarku. Menjelang masuk kamar, kulirik Roni tampak wajahnya menapilkan raut kecewa. Aku melemparkan senyum padanya dan masuk kedalam kamarku.