1 November 2020
Penulis —  kernel

Berawal dari pijat

Aku saat ini sudah SMA. Dan mbak Afif juga badannya makin dewasa. Dadanya makin montok dan tubuhnya makin seksi. Yang aku heran adalah aku selalu menyemprotkan maniku ke dalam rahimnya, tapi sampai sekarang ia tak hamil-hamil, padahal aku berharap ia hamil, dan dari hasil hubunganku itu bisa menyelamatkan mbak Afif dari deritanya, tapi ternyata tidak begitu.

Hari itu adalah aku masih di kelas 1 SMA. Pulang dari sekolah, aku hanya mendapati mbak Afif yang ternyata juga baru saja pulang. Aku langsung masuk ke kamarnya, kamar kami sekarang sudah terpisah, tapi aku masih sering main ke kamarnya, dan dia juga ke kamarku. Aku langsung peluk dia dari belakang.

“Mbak, Rendy kangen nih”, kataku. Ia menoleh sambil tersenyum.

Aku melepaskan celanaku dan celana dalamku. Dan aku rebahan di tempat tidur. Seakan tahu maksudku, mbak Afif segera memegang penisku, lalu ia memasukkannya ke mulutnya. Ia hisap dan ia kocok dengan mulutnya, sementara ia membuka pakaian sekolahnya. Kini dihadapanku ada seorang gadis yang hanya memakai pakaian dalam sambil mengulum penisku.

Aku menikmati setiap hisapannya, Dan terkadang ia menjepit penisku di tengah dadanya. Ia suka melakukan itu. Siang itupun yang terjadi adalah, mbak Afif mengoralku dan memberikan kepuasan terhadapku. Peniskupun mulai keras. Sudah lumayan lama sih ngulumnya, aku mau sampai, aku cengkram pundak mbak Afif.

Ia faham dan mulai mempercepat kocokan mulutnya, dan AAAHHHH… crot.. crot… crot… kusemprotkan di dalam mulutnya. Ia menghentikan kocokannya, sambil perlahan melepaskan penisku dari mulutnya. Ia mengurut penisku, sedikit sperma tampak keluar dari ujung penisku. Ia memuntahkan spermaku ke penisku.

“Dek Rendy puas?”, tanya mbak Afif. “Datang-datang koq langsung kepengen”.

“Iya nih mbak”, jawabku.

Ia mengambil tisu dan membersihkan spermaku. Kakakku sudah sangat ahli dalam memuaskanku. Dan aku ingin tahu bagaimana caranya biar ibuku takluk padaku. Dan mungkin aku punya rencana.

Keesokan harinya, ibuku tidak pergi ke kantor. Ia mengeluh sakit. Sedangkan mbak Afif berangkat sekolah. Aku juga tidak masuk sekolah dengan alasan sakit. Pokoknya hari ini aku ingin ibuku takluk kepadaku.

Langkah pertama adalah aku ke kamar ibu.

“Lho, ma, nggak berangkat?”, tanyaku pura-pura tidak tahu.

“Mama lagi flu nih, nggak enak body”, jawabnya.

Mamaku itu walaupun usianya sudah hampir 40, tapi boleh dibilang ia sangat menjaga tubuhnya. Ia masih seksi, bokongnya masih naik dan dadanya masih montok. Aku sama sekali tak melihat keriput di wajahnya, sepertinya ia rajin merawat tubuhnya. Kebetulan hari itu ayah tiriku sedang ada tugas lama ke luar kota, jadinya aku dan ibuku sendirian di rumah.

“Waduh… gimana tuh ma?”, tanyaku.

“Ya akhirnya mama nggak masuk”, jawabnya singkat.

“Udah mandi ma? Mau Rendy mandiin?”, tanyaku.

“Belum, dan terima kasih, mama bisa mandi sendiri”, jawabnya.

“Tapi mamakan sakit, biar Rendy yang mandiin”, kataku merayu.

“Nggak ah, anak mamikan sudah besar, masak mau mandi bareng mami?”

“Kan anak sendiri ma, emangnya nggak boleh?”, tanyaku. “Takut kenapa-napa ya? Mama ngeres!…”

Ibuku tertawa. “Yee, kan Rendy udah punya pacar, ntar pacarnya cemburu lagi.”

“Pacar? nggak punya tuh ma”, kataku. “Kalau boleh sih, biar Rendy yang mandiin mama, kalau nggak juga nggak papa”

Mamaku diam sejenak. Mungkin ia harus berpikir logis. Dan akhirnya jawabnya, “Baiklah, mama akan ijinkan, lagipula anak mama ini sedikit genit.”

Dan pucuk dicinta ulam pun tiba. Pertama-tama mama mencopot bajunya, ia memang sedikit lelah, bisa dilihat di matanya. Mamaku benar-benar telanjang di hadapanku, walaupun ia membelakangi aku, aku bisa melihat mulusnya tubuhnya. Mama lalu mengambil handuk piyamanya dan ia pakai.

“Yuk”, ajak mama. Akupun ikut, aku lepas semua pakaianku dan aku hanya pakai handuk untuk menutupi pinggangku.

Kamipun ada di kamar mandi sekarang. Di dalam bathup, mama membelakangiku dan melepas piyamanya, akupun melepas handukku. Air shower mengucur dari atas. Tubuhku dan tubuh mama tersiram air yang hangat.

“Sini ma, Rendy gosok”, kataku.

Mama menurut saja. Akupun mengambil sabun dan menggosok punggung mama. Dan perlahan akupun mendekat hingga sekarang kakiku melingkar di pinggangnya, dan penisku menempel di pantatnya. Otomatis penisku menegang. Posisi itu sangat pas untuk dibuat bercinta. Tapi aku tak mau memulainya, aku ingin mama benar-benar takluk padaku.

“Wah, anak mami sudah panas ternyata”, kata mama.

“Iyalah ma, normal, wong lihat wanita secantik ini koq”, kataku. Mama tertawa. Akupun mulai mengusap-usap punggung mama. Sambil aku memijatnya.

Mulanya pundak, lalu punggung. Tampak mama sangat menikmatinya. Dan akupun agak sedikit berani menyentuh payudaranya. Mama nggak marah.

“Ma, bagian belakang sudah nih, bagian depan dong”, kataku.

Mamaku berbalik. Dan, bisa dibilang pertama kali pandangannya tertuju pada batang penisku yang berdiri tegak.

“Barang anak mami ini ternyata besar juga”, kata mamaku sambil mencubitnya.

“Aw, ma…”, kataku sedikit manja.

“Sama mama sendiri koq bisa terangsang sih?”, tanya mama.

“Lha mau gimana ma, mama masih seksi, masih sintal dan benar-benar mulus”, kataku.

“Bisa saja kamu”, kata mama.

Aku pun mengusap tubuh mama bagian depan. Aku mengusap dadanya. Awal menyentuh sih, aku agak ragu, tapi aku perlahan menyentuh dada bagian atas, lalu mulai ke bawah, awalnya sih hanya menggosok, tapi kemudian aku sedikit memberikan pijatan. Tampak mama hanya memejamkan mata, serasa menikmatinya. Aku lalu menggosok ketiak mama, tangannya, pahanya, kakinya.

“Sudah ma, gantian dong”, kataku.

Mama seperti tersambar petir. Ia membuka matanya dan agak gugup. Ia mengambil sabun dan menggosok dadaku, perutku dan ia agak canggung untuk menggosok penisku.

“Kenapa ma?”, tanyaku ketika mama berhenti mau menggosoknya. “kasih sabun dong ma”

Mama pun akhirnya menggosok penisku, oh… rasanya luar biasa. Jemari mamaku yang lentik dan bersabun itupun menggosok penisku. Aku pun hanya bisa memejamkan mata dan berkata, “Ahh… enak ma…”.

“Waah, anak mami koq begitu sih?”, kata mama.

“Ayo dong ma, terusin jangan berhenti pliiisss, sudah terlanjur basah nih”, kataku.

“Tapi cuma ini aja ya!”, kata mama. “Janji!?”

“Janji deh”, kataku.

Mama pun akhirnya mengurut penisku. Ia sangat profesional sekali, jelaslah, kalau tidak mana mungkin papa tiriku mau dengannya. Punyaku terus dikocok dengan kedua tangannya. Aku tahu mama juga terangsang. Terlihat nafasnya juga seakan memburu. Ia menikmati pemandangan diriku yang terangsang akibat kocokan tangannya.

“Oh maa… mama sangat seksi… ahh…”, kataku merancau. Mama diam saja. “Maa.. oh…”.

Aku memberanikan diri untuk menyentuh dadanya. Mama membiarkannya. Aku dikocoknya dengan sedikit lebih cepat dari sebelumnya. Dan, kalau ini terus-terusan aku bisa jebol nih. Aku melihat mama melihat penisku, ia seakan menikmatinya, kulihat vaginanya yang bersih tanpa rambut itu benar-benar mulai dekat dengan buah pelirku, aku mencoba bergeser sedikit dan akhirnya vagina mama dan buah pelirku bersentuhan.

Spermaku muncrat ke mana-mana. Tampak sebagian ke wajah mama. Nafasku tersengal-sengal dan mama tampak merasa aneh. Aku melihat ke wajahnya, bisa kulihat sedikit sperma menempel di dahinya. Mamaku membersihkannya.

“Udah ya Ren, anak mami baru saja onani pake tangan mami, ternyata cukup besar juga punyamu”, kata mama.

“Mami mau merasakan?”, tanyaku sedikit berani.

“Hush, kamu itu anakku, cukup ini aja!!”, kata mama.

“Kalau gitu sekarang gantian ma”, kataku.

“Maksudmu?”

Tanpa babibu, aku langsung menyentuh kewanitaannya. Mamiku agak kaget dan langsung berpegangan pada bathup. Aku menggesek-gesek klitorisnya. Hal yang sama aku lakukan kepadanya seperti dia melakukan padaku. Aku terus menggesek-geseknya sambil kumasukkan jari telunjukku ke dalamnya. Mama tak protes, ia malah menikmatinya, bahkan sekarang Mama benar-benar basah sekali.

“Oh… Ren… ackkhh… penismu besar Ren… akhhh”, mama mulai merancu. Dan tiba-tiba ia memelukku dan mencengkramku kuat. Aku percepat gesekan tangaku di vaginanya. Iapun menjerit. Nafasnya tersengal-sengal.

Mama nggak ngerasa kalau dadanya menempel di dadaku. Aku keluarkan tanganku dan kulingkarkan di pinggang mama. Penisku menempel di perutnya. Ia seakan bertumpu ke pundakku. Mungkin mama lagi sakit makanya ia capek luar biasa. Lama sekali mama memelukku. Lalu ia kembali ke posisinya semula. Ia menyalakan shower membasahi tubuhnya.

Kejadian itu pasti diingat mama terus. Malamnya, mama nonton tv di ruang tamu. Mbak Afif ada urusan ke rumah kakaknya. Sepertinya penting dan harus nginap. Jadi lagi-lagi di rumah ini hanya ada aku dan mamaku.

Aku onani di kamarku, sambil membayangkan mama. Cerita seks sedarah seru lainya ada di cerita dewasa Aku sengaja melakukannya agar mama melihatku. Biasanya mama tidur jam 21.00. Saat itu sudah jam 21.00, mama mematikan tv-nya dan berjalan ke kamarnya. Saat itu aku sengaja membuka sedikit pintu kamarku agar bsia dilihatnya.

“Oh mama, aahh.. ahhh… ayo ma, digoyang ma… iya… ahhh”, kataku sambil mengocok penisku.

Mamaku melihat itu. Ia mengintipnya dari pintu. Aku terus beronani hingga spermaku mau keluar. “Maaa… Rendy mau sampe nih ma.. keluarin di mulut mama aja ya… ahhh.. ahhh… ma… nih ma… CRoott… spermaku keluar dan membasahi tanganku. Mamaku melihat itu semua dari pintu, lalu sebelum aku membersihkan spermaku, mama sudah pergi.

Esoknya, mama tampak agak aneh. Kami diam saja di meja makan. Lalu ia bertanya, “Ren?”

“Iya ma?”, tanyaku.

“Kenapa Rendy berfantasi tentang mami? Bukannya masih ada cewek lain?”, kata mamaku.

“Habis peristiwa kemarin benar-benar membuat Rendy terangsang ma”, jawabku.

“Jangan Rendy, aku ini mamamu”, kata mama. “Nggak sepantasnya anak sendiri ingin ibunya”

“Tapi mama kemarin menimatinyakan?”, tanyaku.

“Jaga mulutmu!”, jawabnya.

“Udah deh ma, nggak usah munafik”, kataku.

PLAK!! mama menamparku. Aku sedikit frustasi. Lalu aku meninggalkan meja makan dan menuju ke tv. Aku nyalakan video player, setelah agak beberapa lama kemudian muncullah tayangan yang tida diduga oleh mama. Aku sebenarnya memasang kamera di kamar mandi mama, saat mama mengonani aku dan aku menggesek-geseknya.

“Apa itu Rendy? Apa?”, tanya mama.

“Ini video copy ma, kalau mama nggak mau ini ada di tangan papa sekarang. Maka mama harus turuti kemauan Rendy”, kataku tegas.

“Apa maksudmu?”

“Rendy telah mengcopy banyak sekali video ini dan Rendy kirim ke teman-teman Rendy. Jadi kalau terjadi sesuatu dengan Rendy, maka video ini nggak cuma ke papa aja, tapi juga ke teman, dan orang lain, atau mungkin tersebar di internet”, kataku.

“Kurang ajar kamu ya”, kata mamaku marah. Ia mematikan videonya.

“Eitt… ingat ma, aku masih punya copy-an dan aku tidak menggertak”, kataku.

“Apa maumu Ren? Aku ini mamamu!”, katanya

“Aku tahu, dan aku ingin mami jadi budakku untuk selamanya”, kataku.

Mama tiba-tiba berlutut di hadapanku. “Pliss Ren kumohon, jangan lakukan itu…”

Mama tampak menangis. Ia benar-benar tak ingin video itu tersebar ataupun menuruti kemauanku. “Simpel aja koq mam, mama turuti aku aja.”

Mama agak berpikir panjang, aku biarkan ia berlutut sambil menundukkan kepala. Tapi aku tak mau menunggu. Aku melepaskan pakaianku satu per satu hingga sekarang aku tak pakai pakaian apapun. Mama melihatku.

“Mau apa kamu?”

“Mama, adalah budakku sekarang, terima kenyataan ini deh ma”, kataku.

Mama benar-benar tak bisa apa-apa. Ia hanya pasrah. Akupun makin menguasai keadaan. Mama aku bopong ke sofa. Di sana aku lucuti seluruh pakaiannya. Mama benar-benar pasrah, air matanya mengalir. Aku ciumi bibirnya, kulumat lidahnya, kuhisap, lalu kuremas dadanya. Aku menyusu kepadanya sebagaimana aku menyusu ketika masih bayi.

Mama hanya memejamkan mata. “Nikmati aja ma, Rendy akan berikan kepuasan yang tidak diberikan oleh papa.”

Aku menciumi seluruh tubuhnya, ketiaknya, bahunya, dadanya, putingnya yang berwarna coklat, pusarnya, pahanya, dan ketika aku hisap jempol kakinya, ia menggelinjang. Sepertinya mama benar-benar pasrah. Kuketahui setiap ciumanku di tubuhnya ia mendesah.

Akupun ke vaginanya, dan tanpa basa-basi aku jilati tempat itu, tempat di mana aku lahir dulu. Aku jilati, aku basahi dengan ludahku, aku lumat, aku jilati klitorisnya, mama nggak tahan. Cairan kewanitaannya sangat banyak yang keluar. Mungkin ia mau orgasme.

“Ren… ahh… Ren… jangan Ren… pliiisss, jangan perkosa mami”, kata mami memohon. Tapi aku tak tinggal diam. Mami meremas rambutku, lalu aku naik ke perutnya payu daranya kuhisap lagi.

Aktivitasku aku hentikan. Aku sudah siap untuk menancapkan rudalku sekarang. Mama melihat moncong rudalku. Ia pasrah dan tahu bahwa benda itu akan masuk ke vaginanya. Dan benar, aku memasukkannya perlahan. Pertama-tama hanya seperempat yang masuk, ujungnya saja. Mamaku sudah bergelinjang. Lalu aku tekan sedikit hingga setengah yang masuk.

Akupun segera menggoyangnya maju mundur. Kutindih mamaku, dada kami bersatu dan kucium bibirnya. Pantatku bergoyang seperti bor. Mencoba menuju puncak, untuk mengeluarkan spermaku. Aku tidak merasa puas dengan posisi seperti ini. Aku kemudian menghentikan gerakanku, kubalikkan tubuh mamaku yang lemas.

“Enak ma?”, tanyaku.

“Rendy… ah… terus Ren… perkosa mama Ren… perkosa mama”, katanya merancau. Aku pun tak tinggal diam. Kupompa lebih cepat lagi. Oh… pantatnya benar-benar merangsangku, aku tak tahan lagi.

“Ma, Rendy mau keluar nih”, kataku.

“Keluarin Ren, mama juga keluar”, katanya.

CROOOOTT… CROOOT… CROOT… banyak sekali spermaku yang keluar ke dalam rahimnya. Aku memeluk mama dari belakang. Dan kami pun lemas. Aku peluk mama sambil meremas dadanya. Penisku masih di vaginanya. Posisi kami di atas sofa dengan kedua tanganku meremas dadanya, tubuh kami bersandar sofa. Nafas kami terengah-engah.

Satu jam kemudian aku terbangun. Mama sudah tidak kupeluk lagi. Ia duduk bersandar sofa. Matanya tampak sembab. Ia merasa bersalah.

“Kenapa ma?”, tanyaku.

“Rendy tega sekali ama mami”, jawabnya..

“Tapi mama sukakan?”, tanyaku.

“Tapi, mama sudah mengkhianati papi”, katanya. “Seharusnya tidak seperti ini”.

Aku lalu memeluknya dari belakang. “Tidak masalah ma, ini akan kita jaga, rahasia ini akan kita jaga, selama mama menjaga rahasia juga”.

Mama diam.

Aku lalu beranjak dari sofa. Aku berdiri di hadapannya.

“Kenapa Ren?”, tanyanya.

“Sepon penis Rendy dong, Rendy belum puas”, kataku.

Mama kali ini langsung nurut. Ia memegang ujung penisku. Dengan perlahan ia urut penisku, penisku yang masih tidur, langsung tegang. Lalu perlahan-lahan ia julurkan lidahnya, ia putar-putar lidahnya ke ujung penisku, lalu ia masukkan ke mulutnya. Yeah, nikmat sekali.

Lalu ia basahi seluruh penisku dengan lidahnya, dijilati, dicium, dikocok diremas. Entah berapa lama aku berdiri dengan diberi kenikmatan itu, yang jelas, aku benar-benar puas saat spermaku muncrat di dalam mulut mamaku. Mama menghisapnya habis, menelannya bulat-bulat.

Setelah kejadian itu, aku jadi makin berani dengan mamaku. Setiap malam aku selalu minta jatah. Setiap hari, bahkan mama mulai mengeluh kalau misalnya hamil bagaimana, aku tak peduli, mama sekarang menjadi budakku.

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan