2 November 2020
Penulis —  blackmore

Keluarga Pak Trisno

Dan pada keesokan paginya Papaku pulang dari kunjungan kerjanya di daerah, dan semenjak itu pula aku dan mama tak lagi memiliki kesempatan untuk melakukannya, walau hati ini sebenarnya ingin sekali untuk meyetubuhi Mamaku lagi, namun dengan adanya Papa dirumah tentu itu amat sulit untuk dilakukan. Pernah aku mendesak mama untuk datang secara mengendap-endap kekamarku pada tengah malam setelah papa tertidur, tapi sepertinya mama tak memiliki keberanian untuk itu.

“Mama gak berani sayang… tolonglah kamu mengerti posisi mama… Nantilah kita atur waktu yang tepat …” itulah yang dikatakan mama. dan demi kebaikan kami tentulah aku memang harus mengerti keadaan itu.

Yang masih bisa aku lakukan adalah hanya sekedar mencium mama sambil kutelusupkan tanganku kebalik celana dalamnya, jari jemariku dengan lincah mengobel-ngobel liang vaginanya, sementara tangan mamapun melakukan hal yang sama dengan meremas-remas penisku.

Biasanya kami lakukan itu didapur, gudang atau dimanapun yang kebetulan tak ada orang lain disana, itupun harus dengan ekstra hati-hati, dan pandai-pandai pasang mata telinga. Namun semua itu justru membuatku semakin tersiksa, karna sifatnya tanggung, tidak sampai tuntas dalam artian hingga mencapai orgasme, teman-teman bilang istilahnya kentang.

Buntut-buntutnya aku memakai cara lama lagi, yaitu onani. Namun bedanya kali ini, saat aku ingin onani, terlebih dulu aku informasikan pada mama, dan kusuruh mama untuk berpura-pura membaca buku dikursi tak jauh dari kamarku, dan tentu saja mama telah mengerti maksudku, sehingga mama biasanya akan menyingkap dasternya hingga paha dan selangkangannya terlihat olehku yang mengintip dari sela-sela jendela kamar.

Mama cukup pandai untuk melakukan itu seolah-olah dasternya tersingkap secara tak sengaja, bahkan sering mama sengaja tak memakai celana dalam lagi, sehingga liang vaginanya yang indah terumbar jelas untuk menjadi pusat hayalku saat onani. Dan yang membuatku terkesan, pernah satu kali saat mama melakukan itu, vaginanya dalam keadaan tersumpal oleh dildo berwarna hitam.

*******

Dan kesempatan yang aku tunggu-tunggu itu akhirnya tiba juga, walaupun hampir satu minggu aku menunggunya. Ya, sekarang inilah saatnya.. saat kami akan menghadiri pesta perkawinan saudara sepupuku diBandung. Resepsi perkawinan yang sebenarnya berlangsung esok hari, namun sepagi ini kami telah berangkat menggunakan mobil pribadi yang dikendarai sendiri oleh mama.

Mama memang pandai dalam membuat alasan yang masuk akal, seperti dikatakannya bahwa mama harus terlebih dahulu datang satu hari sebelum hari H, karna diminta bantuannya oleh Tante Wiwik dalam urusan persiapan pesta. Dan disaat Papa menanyakan mengapa tak memakai sopir pribadi saja, mama menjawabnya bahwa mama ingin belajar mandiri, tak ingin tergantung pada sopir, toh dari Bandung ke Jakarta hanya beberapa jam saja, lebih baik sopir pribadi melayani antar jemput Papa dan Nanda karna lebih membutuhkan.

Kendaraan yang kami gunakan kini tengah melintasi tol Cipularang, dengan kecepatan yang bisa dibilang santai seperti ini, menurut mama bisa tiga jam baru tiba di Bandung. Ah, masih lama sekali, padahal aku sudah begitu rindu dengan hangatnya kedutan otot-otot vagina mama pada penisku. Untuk memaksakan pada mama agar menambah kecepatannya terlalu beresiko, aku tau mama tak terlalu piawai dalam berkemudi secara ugal-ugalan, dan yang terpenting adalah keselamatan.

“Nanti sampai di Bandung kita langsung kehotel saja ya don… besok sore baru kita meluncur kerumah tante Wiwik..” papar mama, sambil mengemudikan kendaraannya.

“Iya deh ma… atur aja..”

“Lumayan kan don.. satu hari lebih kita ber sik asik.. sik asik..” sambungnya lagi

“Apa itu ma? Sik asik.. sik asik..” tanyaku sekedar memastikan, walau sebenarnya aku tau apa maksudnya itu.

“Sik asik… artinya melakukan yang asik asiklah… kita entot-entotan.. sampai leceeeeettt…”

“Ih, mama kalo ngomong suka gitu deh… bikin Doni jadi tambah gak tahan aja..”

“Gak tahan mau ngapain emangnya? Mau boker?” goda mama

“Gak tahan pengen cepet-cepet mau ngentotin mama dong..”

“Sabar dong, sayang… ditahan aja dulu ya.. biar nanti kalau sudah sampai dihotel tambah hot dan meletul-letup..”

“Iya deh ma… Doni tahan..”

Untuk beberapa saat kami hanya terdiam, jalan tol dipagi ini cukup lancar, semoga saja tetap lancar sampai Bandung, sehingga nafsu birahiku yang mulai berontak ini tak semakin lama tertahan karna kemacetan lalu lintas.

“Don.. koq bengong aja..” Sapa Mamaku tiba-tiba.

“Abis mau ngomong apalagi ma..” jawabku malas

“Ngomong apa kek.. biar gak bete gitu… Oh iya, mama mau tanya nih.. kira-kira seks macam apa yang ingin sekali kamu mau cobain sama mama nanti?” Ah, yang sebelumnya aku sudah mulai agak ngantuk, kini mulai bugar kembali dengan pertanyaan mama yang satu ini.

“Apa ya? Oh iya ma… Tapi kira-kira mama mau enggak ya?”

“Emangnya apaan sih.. sampe segitunya… lebay ah.. Ngomong aja dong langsung”

“Oke deh… Doni ingin melakukan anal seks dengan mama.. boleh ya ma?”

“Oowwhh.. kirain apaan.. Mau ngentotin lubang pantat mama maksudnya…?”

“Iya ma.. boleh kan ma..”

“Dengan senang hati sayang, mama juga suka koq di anal… Mama akan persembahkan lubang anus Mama untuk dientotin oleh kontol anak mama tersayang…” papar mama, sebuah perkataan vulgar yang membuat syahwatku semakin meninggi.

“Ih, mama… Kayaknya sengaja nih.. kan Doni gak kuat kalo mama ngomongnya gitu terus..”

“Oke deh.. oke deh… mama gak akan ngomong gitu lagi deh.. Ah, dasar nih anak mama sensi banget.. nafsunya gede..”

Tiba-tiba terbersit pikiran nakal didalam otaku. Aku membayangkan seandainya mama menyetir kendaraan dalam keadaan telanjang bulat. Sebetulnya aku ragu-ragu untuk menyatakan itu pada mama, tapi.. ah, bodo amat lah.. cuek aja.

“Ma.. berani gak terima tantangan?” ujarku.

“Tantangan apaan sih..?” tanyanya acuh.

“Mama nyupir sambil telanjang selama dijalan tol…” ujarku sambil cengengesan.

“Apa? Wah gila nih anak…” kejutnya, sambil menengok kearahku sesaat, lalu kembali lagi pandangannya tertuju kedepan.

“Gak apa-apa ma.. lagian pintu tol masuk Bandung kan masih jauh.. nanti kalau kira-kira sudah mau sampai Bandung, menepi saja sebentar untuk pakai baju.. Berani enggak, biar Doni bantu bukain..” mama tersenyum mendengar penjelasanku, ah.. sepertinya mama tertarik.

“Boleh juga sih.. lucu juga.. Tapi kan dari luar keliatan lho don.. Tapi gak apa-apa juga sih.. jalannya lancar ini.. Gak mungkinlah ada mobil yang akan berlama-lama dekat dengan kita… Oke deh mama setuju.. tapi kamu telanjang juga lho…” aku terdiam sejenak mendengar tantangannya untuk mengajakku juga ikut telanjang.

“Oke deh ma.. Doni setuju..” jawabku setelah berpikir sejenak

“Kalo begitu ya udah kamu buka duluan… nanti mama menyusul..”

“Awas ya kalo bo’ong…” Walau sedikit kawatir mama tidak melucuti pakaiannya setelah aku bugil, namun tetap kulepas seluruh pakaianku hingga benar-benar polos. Kulihat mama melirik kearah batang penisku yg memang telah berdiri tegak semenjak tadi.

“Ayo ma, sekarang Doni udah telanjang nih… sekarang giliran mama juga dong..” ujarku yang hanya dijawab dengan senyum oleh mama.

“Mama… ayo buka, koq malah cengar-cengir gitu…” tagihku, yang mulai sedikit sewot oleh jawaban mama yang hanya seyum-senyum itu.

“Ogah lah… ngapain banget.. kaya orang kurang kerjaan aja..” jawabnya dengan santai, tetap dengan pandangan kedepan jalan raya.

“Yaaahh… mama gitu deh.. Ya udah kalo gitu Doni yang buka..” seraya kubuka paksa t-shirt yang membungkus atasannya.

“E.. eh.. eh.. Apa-apaan sih kamu.. aaaww… koq main paksa gitu sih.. ehh… Doniii.. nanti mobilnya nabrak lho… aaawww… gilaaaa… hi.. hi.. hi.. Doni… Ya.. ya.. robek deh..” Walau tak sepenuh hati, sepertinya mama berusaha menghalangi usahaku untuk melucuti paksa pakaiannya dengan cara merapatkan kedua lengan pada tubuhnya.

“Abis mama curang sih…”

“Oke deh.. oke deh… mama mau… tapi santai aja dong..” Akhirnya, mama menyerah, bahkan membantuku mempermudah melepas t-shirt putihnya. kenapa enggak dari tadi sih.. kenapa juga harus ada acara paksa-paksaan kayak tadi.. Ah, dasar mama, mengapa suka sekali dia menggodaku.

Akhirnya t-shirt berhasil dilepas dari tubuhnya, namun masih terdapat bh berwarna krem yg membalut buah dadanya. Dengan tanpa perlu lagi untuk meminta persetujuannya, kulepas pengait dibelakangnya. Yess.. kini mama mengemudi dengan tanpa pakaian atas, kedua susunya yang bulat besar dan putih tampak menggantung-gantung saat dengan genitnya mama menggoyangkannya sesaat, seraya tersenyum menggoda kearahku.

“Sekarang celananya ya ma? Pokonya harus bugil kayak Doni..” kutekan kebelakang sandaran kursi mama, hingga sejajar rata dengan dudukannya. Nah, seperti ini lebih baik, kini mama duduk dengan tanpa sandaran, hingga mempermudah aksesku dalam melicuti celana lagging hitam yang panjangnya hanya beberapa senti dibawah lutut, bahannya yang stright membuat lekuk bokong dan pinggulnya tercetak jelas.

Akhirnya kutarik lepas celana lagging sekaligus dengan celana dalamnya, yang membuatnya kini bugil seperti diriku.

“Puas ya? Kamu bikin mama telanjang dijalan tol begini… puaaasss…” Ujarnya sambil perhatiannya tetap tertuju kearah depan.

“Enggak apa-apalah ma… kan kita telanjangnya sama-sama ini.. Oh iya ma, Doni rekam ya…” aku mulai mengarahkan lensa kamera hp ku kearah mama, merekam aksi nekat mama yang kini telanjang ditempat umum, walaupun memang masih didalam mobil.

“Jangan macem-macem lho don…” ujar mama memperingati aksi shooting yang kulakukan.

“Gak apa-apa ma, nanti sebelum sampai Bandung sudah Doni hapus lagi koq..” janjiku memastikan agar mama tak perlu menghawatirkannya.

“Ayo dong ma bergaya…” pintaku, mengharap mama untuk bergaya dengan ekspresinya yang nakal dan menantang.

“Ngaco kamu ah.. Lagi nyetir begini bagaimana mau bergaya..?”

“Ya, paling enggak ngomong apa kek… masa’ diem begitu sih.. gak seru ah…”

“Dari tadi kan kita udah ngomong…” sanggah mama

“Maksudnya, ngomong kaya’ reporter-reporter gitu lho ma.. kaya yang di tv itu lho…” mama justru tertawa dengan permintaanku itu.

“Ha.. ha.. ha… Doni… Doni.. ada ada saja kamu itu.. segala orang telanjang lah kamu suruh memberikan laporan liputan…” ujar mama, namun untuk beberapa saat dia tampaknya berpikir sejenak. lalu..

“Oke deh… halo selamat pagi pemirsa.. saya kini tengah melintas di jalan tol cipularang.. arus lalu lintas cukup lancar.. Maaf pemirsa, kalau saya bugil begini… soalnya ini permintaan anak saya agar mengemudi sambil telanjang… oh iya pemirsa anak saya itu kurang ajar banget deh.. masa’ ibu kandungnya sendiri dientotin sih ..

Gila ya? tapi saya juga suka sih pemirsa.. hi.. hi.. hi… Soalnya enak sih ngentot sama anak sendiri.. pokoknya sesuatu deh.. Tujuan kami sekarang menuju ke Bandung, tepatnya kesalah satu hotel… dan kami akan ngentot sampai lecet disana… bayangin pemirsa, rencananya bakalan satu hari semalam full of sex..

Ah, mama memang paling bisa kalau soal yang beginian, mungkin karena memang latar belakang mama dulu dibidang

Broad casting, yang masa mudanya dihabiskan sebagai penyiar disebuah stasiun radio swasta kenamaan di Jakarta, bahkan sempat juga bekerja sebagai reporter disalah satu tv swasta, walau hanya sekitar dua tahun, karna disaat hamil kakakku dia mengundurkan diri, dan semenjak itu hanya menjadi ibu rumah tangga biasa sampai sekarang.

“Mantap ma.. mantap.. Gak sia-sia pernah jadi penyiar tv.. eh, ma.. mendingan mama jadi penyiar tv lagi aja ma… penyiar tv bokep tapi… ha.. ha.. ha…” paparku, sekedar untuk menggoda mama.

“Iya.. tapi aktor bokepnya kamu ya… partner mainnya sama lutung” jawab mama, dengan begitu asal.

*******

Hampir setengah jam kami berbugil ria didalam mobil, beberapa kali kami berpapasan saat mobil lain menyalip, namun sebagian besar dari mereka tak menyadari dengan keadaan kami disini, walau ada juga beberapa yang terkejut dengan memalingkan wajahnya kearah kami seolah tak percaya. Menanggapi ini mama hanya tertawa renyah.

“Eh, Doni… dari pada kamu bengong sambil ngeliatin mama begitu, mendingan kamu onani aja gih…” tawar mama, sesaat setelah melirik kearahku.

“Enggak ah… Dari pada onani mendingan Doni langsung aja…” jawabku, sambil senyum-senyum penuh arti.

“Langsung bagaimana? jangan macem-macem kamu don.. Kalau maksud kamu pingin ML disini sekarang juga, kayaknya enggak mungkin deh…” terang mama memperingatkan.

“Kita coba aja dulu…” jawabku, seraya bergerak maju kearah mama, memposisikan tubuhku tepat dibelakang mama. Posisi sandaran kursi yang sebelumnya telah kulipat kebelakang hingga sejajar rata dengan dudukannya menjadikan tempatku berpijak sambil berjongkok. Kuamati sejenak, rasanya tidak mungkin menelusupkan batang penisku dengan posisi bokong mama duduk seperti itu.

Ah, otak ini memang selalu brilian untuk mendapatkan ide-ide yang gemilang, seraya kuambil bantal kecil untuk sandaran kepala. Kusuruh mama untuk mengangkat pantatnya sejenak, lalu kuselipkan bantal kecil itu diantara bokong dan dudukan kursi. Dan terbukti, begitu bantal kecil itu diduduki, praktis bagian belakang bokongnya tak sampai menyentuh dudukan kursi, melainkan hanya tergantung karna ukuran bantal yang kecil tak mampu untuk menampung bokong bulatnya.

Yes, kini telah ada celah yang memungkinkan untuk menelusupkan batang penisku kedalam… Ah, sepertinya untuk kumasukan kedalam vaginanya terlalu sulit, dengan posisi seperti itu liang vaginanya praktis tertutup dan sulit dijangkau, sedang yang paling memungkinkan dan mudah dijangkau adalah liang anusnya.

“Kayaknya tetep susah don, kalau kamu mau entotin memek mama dengan cara begini… kalau mama mesti nungging, jelas gak mungkin dong sayang…” jelas mama, seolah merasa tak yakin kalau ideku bakal terlaksana.

“Siapa yang mau entotin memek mama.. yang akan Doni toblos kan lubang pantat mama…” ujarku yang kini mulai meraba-raba liang dubur mama itu.

“Ah, dasar kamu anak pinter.. oke deh, mama juga udah kepingin nih ngerasain kontol anak mama menganal lubang pantat mama… ayo sayang, langsung toblos aja…” ujar mama, seraya sedikit menundukan tubuhnya dan menyorongkan bokongnya kearahku.

Tanpa menunggu lebih lama, segera kutancapkan batang penisku yang telah berdiri tegak kedalam liang anus mama. Ah, ternyata cukup sulit, sepertinya terlalu kering.

“Dikasih ludah dulu dong kontolmu sayang…” saran mama, yang segera kuturuti untuk membaluri penisku dengan air ludah yang sebelumnya kutampung pada telapak tanganku.

“Oke deh, cukup.. langsung ditancepin aja sayang…” pinta mama, yang segera kudorong ujung penisku yang telah penuh oleh olesan air liur kedalam liang anusnya. Bless… terbukti memang ampuh, pelumasan yang cukup membuat batang rudalku mudah saja menembus lubang pelepasannya, yang diikuti oleh erangan lirih mama.

“Uuuuuugghhhh… mantep sayang.. Ayo digenjot…” segera kukayuh pinggulku maju mundur secara berirama. Berbeda dengan liang vagina, lubang yang satu ini lebih seret dan menggigit. namun yang membuatku tertarik dengan anal seks adalah sensasinya itu, sensasi liar dimana melakukan seks dengan ketidak laziman, setidak lazim diriku yang menyetubuhi ibu kandungku ini.

Walau liang anus mama kini telah terisi oleh batang penisku yang berpenetrasi didalamnya,

mobil yang kami tumpangi masih melaju dengan sebagaimana mestinya, konsentrasi mama dalam mengontrol kemudi kendaraan masih terjaga. dari mulutnya terdengar erangan dan rintihan bahkan racauan. Sepertinya mama menikmati aksi yang kulakukan ini, yang membuatku semakin semangat mengocokan batang penisku didalam anusnya.

Dengan kaki berpijak pada sandaran kursi yang aku luruskan hingga mendatar, pantatku bergerak maju mundur, kedua tanganku meremas buah dadanya. Sesekali lidahku menjilat-jilat pada leher dan tengkuknya.

“Uuuuuggghhhh… terus sayang… terus entotin lubang pantat mama sayang… kamu suka kan sayang… inikan yang selama ini memang selalu kamu impikan… iyakan sayang?” racau mama, sambil tatapannya tetap tertuju kedepan, Namun dari cermin kulihat mata itu terlihat sayu dan separuh terpejam.

“Iya ma… Doni suka ma… nanti dihotel Doni entotin lagi lubang pantat mama ya ma…? Uugghh… uugghh.. uugghh”

“Iya sayang… tentu dong… kamu puas puasin deh nyodomi ibu kandungmu ini… wahai anakku yang doyan ngentot hi.. hi.. hi..”

“Aaaahhhh… mama nih, bikin Doni gak kuat aja… tuh kan ma.. aaaahhhhhhhhh…” omongan mama vulgar dan seronok itu bagaikan kata-kata yang indah yang membuai birahiku, hingga merangsang sendi-sendi sensitifku untuk bereaksi, sebuah reaksi puncak yang menghantarkan kenikmatan orgasme yang diikuti dengan semburan sperma yang dipagi itu menyirami lubang pelepasan mama.

Hanya beberapa detik kenikmatan puncak itu kureguk, kini tubuhku terdiam, dengan batang penis masih tertanam didalam anusnya, kurangkul tubuh mama dari belakang dengan pipi kananku kurebahkan pada punggung mama.

“Gimana puas sayang? Sedaaaaaaaapppp…” ujar mama dengan setengah menggoda

“Iya ma… Doni puaaass… banget” jawabku dengan masih menggelendot dibelakang tubuh mama.

“Tapi sekarang malah mama nih yang kentang…”

“Maaf deh ma… nanti deh di hotel kita saling puas-puasin…” ucapku dengan rasa sedikit menyesal karna sepertinya mama merasa birahinya yang mulai memuncak justru tidak mendapat pelampiasan hingga tuntas.

“Enggak apa koq sayang… santai aja lagi…” hibur mama, yang diikuti mengecup lembut rambutku dengan memalingkan kepalanya kebelakang.

Beberapa saat kemudian aku kembali duduk dikursi sebelah mama, kulihat diatas permukaan jok sekitar kursi mama tampak menggemang cairan kental dengan aroma yang khas. Sepertinya air maniku mulai menetes keluar dari dalam lubang anusnya.

“Wah, peju kamu pada belepotan dikursi mama nih don… banyak banget keluarnya ya..?” ujar mama setelah menengok sesaat kearah belakang pantatnya.

“Iya deh ma.. Doni bersihin ya?” ujarku, seraya mengambil beberapa lembar tisu.

“E-eh jangan… siapa yang suruh bersihin.. biarin aja Doni, mama suka koq sama aromanya…”

“Masa’ suka sih, sama bau begini.. kan agak anyir-anyir gimana gitu ma…” heranku sambil mengembalikan lagi tisu pada kotaknya.

“Justru baunya itu yang bikin mama bergairah Doni… Oke deh kalau kamu pikir mama hanya mengada-ada.. sekarang mama mau tunjukin kamu bagaimana mama begitu menyukainya..” paparnya, sambil sesekali menghirup nafas dalam-dalam, bagai orang yang tengah mengendusi aroma makanan yang menurutnya lezat.

“Sekarang kamu ambil peju kamu itu pakai jari kamu..” perintahnya, aku masih tertegun untuk beberapa saat. Aku mulai berpikir, apakah selanjutnya mama akan…? Ah, aku rasa mama tak akan melakukan hal menjijikan yang sering aku lihat difilm-film porno itu.

“Koq bengong… ayo tempelin aja pakai jarimu, lalu kamu suapin kemulut mama…” Busset… rupanya mama benar-benar ingin mencicipinya. Akhirnya kuturuti keinginannya, jariku mulai menyapu genangan air mani pada jok sekitar bokong mama dengan jari tengah dan telunjukku.

“Aaaaakkkkk… ayo suapin mama sayang..” mulutnya membuka, seolah tak sabar untuk menerima jariku yang telah dilumuri cairan kental ini.

Kedua jariku kumasukan lada mulutnya, yang langsung dikulumnya beberapa saat. Gila mamaku ini, benar-benar maniak. Ah, tapi mengapa aku justru menyukai aksi mama yang sebenarnya menjijikan itu. Aku menyukai momen dimana dengan rakusnya mama melomoti jari jariku, terutama saat dengan nakalnya mama melirik kearahku.

“Lagi sayang…” pinta mama, saat dirasakannya sperma dikedua jariku telah habis ditelannya.

Kuulangi apa yang kulakukan itu hingga beberapa kali sampai cairan lental dikursi benar-benar habis, bahkan seolah masih nelum puas, mama menyuruhku untuk memasukan jariku kedalam liang anusnya untuk mengorek sisa-sisa speema yang masih bersarang didalamnya, setelah beberapa lama kutarik lagi keluar, aroma khas lubang dubur dan sperma berpadu menjadi satu, yang kembali kumasukan kedalam mulutnya untuk dikulum.

“Ih, mama jorok deh…” godaku, setelah selesai “ekstra puding” mama untuk pagi itu. Mama hanya tersenyum menanggapi godaanku itu, seraya tangan kirinya meraih kepalaku dan mengecup bibirku. Ah, masih kurasakan aroma anyir khas air mani pada mulutnya itu.

*******

Untuk beberapa saat kami masih bertelanjang bulat, hingga akhirnya mama menepikan mobil untuk mengenakan kembali pakaian kami. Setelah itu mobil kembali melaju, menuju hotel yang akan menjadi ajang untuk mencurahkan segala ekspresi birahi kami, ibu dan anak ini.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan