2 November 2020
Penulis —  blackmore

Keluarga Pak Trisno

*********

“Ngomong-ngomong, koq masih belum ada yang ngasih papa hadiah ulang tahun nih, taun lalu mama ngasih jam tangan, Doni ikat pinggang, Nanda dompet. Sekarang mana nih..

“Sindirku, karena sampai saat ini masih belum terlihat bungkusan kotak kado dengan dihiasi ikatan pita seperti biasanya.

“Nih pa… Udah Doni siapin dari tadi.” ujar Doni, sambil mengambil bungkusan kado dari bawah meja makan.

“Terima kasih Doni…” ucapku, sambil menerima bungkusan yang langsung aku buka saat itu juga. Yang ternyata isinya adalah sebuah topi, dan langsung aku pakai.

“Makasih topinya ya Doni, kayaknya cocok nih untuk papa…”

“Sama-sama pa… Jangan lihat nilainya lho pa. Tapi lihat keikhlasannya dalam memberi.” ujar Doni.

“Ah, bisa aja kamu. Ya iyalah, itu topi paling juga kamu beli dipinggir jalan, yang harganya lima belas ribu..” goda Nanda.

“Eh, enak aja. Itu aku beli di mall tau, harganya 95 ribu..” sanggah Doni.

“Nanda sama mama mana nih..” tagihku, karna tidak juga kulihat tanda-tanda mereka mengeluarkan bungkusan kado. Namun mereka justru saling tatap, seolah ragu untuk mengatakannya.

“Mmm… gimana ya pa.. Mama minta maaf nih.. Mama gak sempet beliin kadonya. Kan papa tau sendiri, semenjak mama hamil begini jarang keluar rumah, bawaannya males aja…” sesal istriku

“Iya pa… Nanda juga enggak sempet beli’in nih, sama deh alasannya seperti mama…” kali ini Nanda.

“Iya deh, papa ngerti koq. Nyantai aja.. Berarti kali ini kadonya cuma “Do’a setulus hati” ya, kayak yang di lagu itu..” sindirku, yang kulanjudkan dengan melantunkan sedikit lagu milik band Jamrud itu.

“Ih, papa bisa aja nih… Iya deh ni, mama kasih kado spesial… hi.. hi.. hi..” ujar istriku, yang langsung diikuti dengan menekan salah satu buah dadanya dengan kedua tangan, dan bersamaan dengan itu menyembur cairan putih tepat kearah wajahku.

“Aawww.. Apa apaan ini..” protesku, sambil mengusap-usap wajahku.

“Ayo Nanda, kita serang papa…” kini kedua wanita hamil tua itu malah berdiri dengan payudara mengarah kewajahku, dan sroott… sroottt… Wajahku betul-betul menjadi sasaran tembak air susu yang seharusnya diperuntukan bagi calon bayi-bayinya nanti.

“Terus Nanda, jangan kita kasih ampun dia. Hi.. hi.. hi..”

“Iya ma… Ayo pa buka mulutnya, Aaaakkk..” walau dengan mata terpejam karna semburan ASI, kubuka juga mulutku, yang langsung diterobos masuk oleh cairan gurih namun tidak manis itu.

Setelah puas mengerjaiku, akhirnya mereka berhenti. Tinggal aku yang masih megap-megap dengan wajah basah kuyup. Topi yang baru saja dihadiahi Doni terpaksa harus kulepas karena juga ikut basah.

“Kalian ini, betul-betul ter-la-lu..” ujarku berpura-pura protes, sebenarnya aku suka juga dikerjai seperti tadi, ada sensasinya tersendiri, bahkan membuat birahiku bangkit, itulah mengapa terakhir tadi sempat juga aku emut dengan gemas puting-puting susu mereka, bahkan kuhirup beberapa kali cairan ASI nya.

“Oke deh, sebagai pengganti kado ulang tahun, aku dan Nanda akan puasin papa sampai benar-benar puas.. Dan kamu Doni, untuk sementara ini kamu harus rela cuma jadi penonton ya sayang..” terang istriku.

“Oke deh ma… Doni sih setuju aja..” jawab pemuda itu.

“Oh iya Doni, kamu mama kasih tugas menjadi kameramen aja ya. Coba kamu ambil handycam yang di tripot itu. Ingat, nanti kamu shoot dengan angle-angle yang bagus ya sayang..”

“Oke ma, jangan kawatir..”

*********

“Ayo, kita main diatas rumput aja pa, biar lebih membumi. Abis, tadi papa pake acara emut-emut susu mama sih, mama jadi horny deh.” ajak istriku, sambil menarik pergelangan tanganku.

Dengan satu dorongan pada dadaku, aku langsung terjerembab telentang diatas rerumputan taman.

“Udah siap untuk kita puasin pa?” tanya istriku, dengan posisi berdiri mengangkangi wajahku, sehingga dari sini dapat kulihat jelas belahan liang vaginanya yang lebih merekah disaat hamil muda seperti ini. Sedangkan Nanda hanya berdiri disamping istriku.

“Ya iyalah ma… Papa ingin satu hari ini kalian berdua menjadi budak pemuas seksku. he. he.. he.. itu sebagai hukuman karena kalian tidak memberi kado ulang tahun..” gurauku.

“Wooww.. Baik yang mulia.. Untuk hari ini, istri dan anak kandungmu ini telah rela menjadi budak nafsu yang mulia.. dan kami akan menuruti apapun yang mulia inginkan.. Betul begitukan Nanda, wahai putri kandungku..” canda istriku.

“Ih, mama lebay ah…“risih Nanda.

Untuk beberapa saat istriku meliuk-liukan tubuhnya. Wooww.. sungguh eksentrik sekali tubuh dengan perut hamil itu bergoyang bak penari striptis tepat diatas wajahku. Beberapa kali mengangkang menunjukan padaku belahan vaginanya yang merekah, atau sesekali membelakangiku bergoyang mempertunjukan pantatnya bak “goyang itik” ala penyanyi dangdut.

“Papa mau jilat memek enggak?” tawar istriku, sambil masih meliuk-liukan badannya.

“Mau dong ma… plis deh, papa dah gak tahan nih liatin mama goyang seksi banget..” pintaku, kuikuti dengan menjulurkan lidah, bersiap menyambut belahan vaginanya menghampiri wajahku.

Secara perlahan, atau tepatnya sengaja dibuat perlahan, selangkangannya merunduk mendekati wajahku dengan kedua tangan menyibak bibir vaginanya.

Sial, hanya beberapa senti vagina yang merekah bak bunga mawar yang tengah mekar itu menyetuh lidahku, dengan cepat diangkatnya kembali keatas sambil dirinya tertawa menggoda.

“Hi.. hi.. hi… Gak sabar amat sih, dah nafsu ya…” godanya.

“Pemirsa… papanya anak-anak ini udah nafsu banget kepingin jilatin memek aku. Kasih atau jangan ya? Kasih aja ya, kasian… hi.. hi.. hi..” ocehnya, kepada kamera yang kini dipegang oleh Doni, yang sedari tadi mulai sibuk mondar-mandir mengambil gambar dari segala sudut yang dia inginkan.

“Nih, silahkan dinikmati ya papa sayaang..” ucapnya, sambil berjongkok menyodorkan vaginanya kewajahku, yang langsung kusambut dengan sapuan lidah.

“Uuuuughhhh… nikmat sekali paa…” desah istriku, dengan kedua tangannya masih menyibakan bibir vaginanya, yang kini bukan lagi sekedar kujilat, namun kupagut dan sesekali kusedot dengan gemas.

“Aawww… uughhhh.. nikmatnya.. aaahhh…” gelinjangnya, dengan sesekali pantatnya bergerak keatas, namun itu hanya berlangsung beberapa saat, karena bokongnya itu segera kutahan dengan kedua tanganku, dan kutekan kebawah, sehingga dirinya tak bisa lagi bergerak dengan apapun yang kulakukan.

“Nanda, kamu koq malah bengong begitu sih sayang… uugghhhh..” tegur istriku, yang melihat Nanda hanya duduk diatas rumput.

“Tunggu instruksi…” jawabnya cuek.

“Pa, tunggu dulu sebentar deh…” pinta istriku, yang segera kuhentikan sejenak aksi oralku.

“Papa mau dientotin dari atas atau dioral dulu sama Nanda..?” tanya istriku.

“Wah, pake tanya segala. Biasanya juga langsung tanpa ba bi bu..” ujarku.

“Lain dong pa, kan misi kita sekarang pingin puasin papa, jadi kita tanya dulu dong apa yang papa mau..” Jawab istriku.

“Iya pa, makanya dari tadi Nanda diem aja… Kan ceritanya kita pelayan seks, iya gak ma…” oceh Nanda.

“Ya udah, Kalo gitu biar Nanda langsung WOT aja.” jawabku.

“Ayo Nanda, sekarang kamu entotin kontol papamu dari atas ya sayang…” perintah istriku.

“Oce deh…” jawab Nanda, yang segera memposisikan dirinya berjongkok diatas batang penisku, dengan saling membelakangi istriku.

Digenggamnya sejenak batang penisku, sempat kulihat dia meludahi telapak tangan kirinya lalu dioleskan pada vaginanya. Dan, bless.. amblas sudah batang penisku tertelan dalam vagina hangatnya.

Zlleepp… zlleepp… zlleepp… Bokongnya mulai nergerak naik turun dengan kedua tangan bertumpu pada pahaku, sedang kakinya menapak pada rumput taman, sehingga batang penisku bisa tandas menghujam dinding rahimnya saat bokongnya itu bergerak kebawah. Walau posisiku membelakanginya, namun bisa kubayangkan bagaimana perut buncitnya itu juga ikut bergerak naik turun seirama goyangannya, pasti sangat eksotis.

“Coba mama sekarang berbalik, papa mau nikmatin sun-hole mama…” pintaku, setelah sekitar lima menit aku menikmati vaginanya.

“Nih, silahkan dicicipin gurihnya lubang bo’ol aku pa…” ujar istriku, yang kini telah berbalik arah, sehingga dirinya menghadap pada punggung Nanda.

Setelah tadi aku puas mengoral liang vagina istriku, kini lubang anusnya yang menjadi sasaranku berikutnya.

“Uuugghhhhhh…” desah istriku, saat lidahku mulai menyusuri sekujur liang anusnya itu.

“Owwhh… pemirsa.. Sekarang bo’ol aku lagi dijilatin nih sama papanya anak-anak.. Suami saya emang paling suka sama lobang pantat… uugghhh. Jorok ya pemirsa, masa’ lobang tai dijilatin sih.. Zzzz… Aaghhh.. tapi saya juga suka lho jilatin lobang pantat, tanya aja tuh sama kameramennya.. dia juga paling suka kalo mamanya ini jilatin bo’olnya.

“Iya deh ma…” jawab Doni, sambil membidikan lensa kameranya kearah sang ibu.

Sambil menikmati sentuhan lidahku yang semakin liar mengorek-ngorek liang analnya, kini lidah istriku mulai menjalar menyusuri tengkuk dan leher Nanda. Bahkan sepertinya kini mereka saling berciuman.

“Hey, Doni.. liat nih, mama sama Nanda sama-sama cewek saling ciuman… Kenapa kamu tadi mama suruh ngisep kontol papa aja gak mau sih. Curang deh kamu… mmm.. cloop.. slluurrffpp..” oceh istriku. Disela-sela kesibukanku dan terhalangnya pandangan oleh bokong istriku, hanya itu yang dapat aku dengar, selebihnya hanya suara kecipakan mulut yang tengah berpagutan.

*********

Sekitar tujuh menit Nanda memompa batang penisku dengan posisi WOT, bukanlah aksi yang ringan, apalagi dengan beban perutnya yang sebesar itu, kurasakan tetesan peluhnya membanjiri pahaku, dan gerakannyapun tak lagi semantap pada saat permulaan tadi, bahkan sesekali bokongnya hanya berputar sehingga membuat penisku serasa ngilu dibuatnya.

“Ma, coba stop dulu.. Papa mau kalian berdua telentang diatas rumput..” pintaku.

“Oke papa sayang, apapun yang papa mau, kita pasti lakukan.. Ayo Nanda, kamu berhenti dulu ngentotin papamu.. Lagian kamu udah cape’ tuh kayaknya, biar papamu yang gantian ngentotin kamu, oke..” ujar istriku, Ah, kata-kata istriku yang seperti itu memang selalu membuat syahwatku bertambah naik. Dan sepertinya dia tau itu, sehingga dari mulutnya itu selalu berusaha untuk merangkai “kata-kata indah” yang membuatku terbuai dalam birahi yang semakin membara.

Kini keduanya telah berbaring telentang dengan berdampingan. Kusaksikan sejenak dua tubuh berperut buncit itu dengan kedua kakinya yang mengangkang memperlihatkan belahan vaginanya yang basah dan tampak berkilat dibawah pencahayaan matahari siang ini. Ah, sungguh eksotis.

“Tahan dulu pa.. Pliss.. entotin lubang anus Nanda aja..” Pinta Nanda, disaat batang penisku baru saja masuk separuh diliang vaginanya, dan terpaksalah aku cabut kembali.

“Tuh pa, anakmu sudah minta disodomi… Tau sendirilah Nanda, kalau udah begitu tandanya dia sudah mau klimaks tuh..” oceh istriku, diikuti dengan menjulurkan lidahnya menyapu bibir Nanda, yang segera disambut oleh putriku itu, hingga kini kembali mereka saling berpilin lidah.

Dengan kedua pahanya kuangkat, dan kedua betisnya kusampirkan dipundakku, kini batang penisku telah kutelusupkan kedalam liang anus putriku, dan… pok.. pok.. pok… pok… Langsung kugenjot dengan kekuatan penuh.

Pemandangan ibu dan anak yang tengah saling berpilin lidah membuat nafsuku semakin bertambah. Ludah kental mereka seolah juga ikut menari seiring gerakan kudua lidah itu, sesekali membentuk untaian tipis yang saling berhubungan saat istriku menarik lidahnya keatas, atau membentuk seperti busa sabun saat dengan liarnya lidah mereka saling menggelitik hingga menimbulkan suara berkecipakan yang riuh.

“Aaaaaaggghhhhhhh… Nanda mau keluar paaa… Entotin bo’ol Nanda yang lebih kuat pa…” racau Nanda, sambil kedua tangannya menjambak rerumputan yang menjadi alas tubuhnya.

Plok… plok… plok… plok… tubuhnya yang telah basah kuyup oleh keringat menambah riuhnya tumbukan saat aku semakin kuat menghantam liang analnya.

“Aaaaaaaahhhh… Sedaaaaapppppnya ngentooootttttt… uuuuuuhhhhh…” lenguh putriku, yang menandakan dirinya telah klimaks.

“Sudah pa… Anakmu sudah K. O tuh, sekarang gantian dong papa entotin mama…” pinta istriku, sambil mengusap-usap belahan vaginanya.

Segera kucabut batang penisku dari liang anus Nanda, dan bless… kini liang vagina istriku yang menjadi sasaran berikutnya.

“Aduuuhh.. enaknya bapak ini, abis ngentotin bo’ol anaknya yang lagi bunting, sekarang gantian ngentotin memek istrinya yang juga lagi bunting…” oceh istriku, sementara batang penisku mulai menghujami liang vaginanya.

“Aduh pa… Kamu nggenjotnya gak usah kasar begitu dong sayang, kasian kan calon cucu kamu didalem. Nanti calon bapaknya marah lho..” ujar istriku, seraya melirik Doni yang masih menyuting adegan kami.

“Gak apa-apa ya Don, biar calon anakmu nanti jadi lebih kuat he.. he.. he..” godaku. Walau akhirnya kuperlambat juga goyanganku untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan pada kandungan istriku ini.

“Biarin don, nanti kamu bales papamu. Kamu entot Nanda lebih kasar lagi ya hi.. hi.. hi..” balas istriku.

“Zzzz… uuuhhhh… Nah, kalo gini kan lebih enak pa, lebih rileks… kita bisa ngentot sambil ngobrol kan..”

Benar juga apa yang dikatakan istriku, ada sensasi tersendiri berhubungan badan sambil mengobrol seperti ini, terutama obrolan yang berbau mesum tentunya.

“Eh pa, mama mau tanya nih..”

“Tanya apa?”

“Mmm… itu lho, waktu tadi mama memancing papa sama Doni supaya beradegan homo, kenapa kalian terkesan enggak suka sih…”

“Ah, mama ini ada-ada saja deh, emang kami gak suka mau diapain…” jawabku.

“Seperti halnya papa suka kalau liat mama sama Nanda beradegan lesbi, mama kan juga suka kalau lihat kalian beradegan homo… Membayangkan bagaimana Doni menghisap kontol papanya, atau papa menghisap kontol anaknya… wooww pasti sesuatu baget deh pa…” oceh istriku.

“Huss.. jijik ah, sudah deh gak usah dibahas…” tepisku.

“Iya deh…” pasrah istriku.

“Eh, pa…”

“Apa lagi?”

“Kita beruntung sekali ya pa, dianugrahi keluarga seperti ini..”

“Seperti apa?”

“Ya, seperti ini… kita sekeluarga bisa saling ngentot satu sama lain..”

“Iya dong… papa juga merasa beruntung sayang…” jawabku, semakin lambat saja gerakan bokongku, dan lebih berkonsentrasi dengan topik yang dibicarakan istriku.

“Mama ingin kita selamanya seperti ini deh pa…” ujar istriku

“Mama gak ingin kebahagiaan ini berakhir…” sambungnya.

“Mana ada didunia ini yang abadi..” jawabku.

“Mmm.. kalau kita semua mati, kira-kira diakhirat kita pasti masuk neraka kali ya pa… dan pastinya gak bisa begini lagi dong, mama takut pa…” Ah, semakin ngawur saja istriku ini.

“Tenang saja sayang… Papa yakin, nanti kita semua pasti masuk surga, dan di surga nanti kita bisa berkumpul lagi dan kita bisa ngentot lagi selamanya…” yakinku.

“Bener pa?”

“Bener dong sayang… percaya deh, disana kita akan membangun keluarga yang lebih indah lagi…”

“Mmmmuahh… semoga ya pa..” ujar istriku, diikuti dengan mengecup lembut bibirku.

“Bukan semoga sayang, tapi memang itu pasti…” kembali kuyakini istriku.

“Aaahhh… Indahnya..” ucap istriku.

“Indahnya apa sayang?” tanyaku.

“Indahnya Incest… hi.. hi.. hi…” jawabnya, yang langsung kulumat bibir seksinya itu.

Beberapa saat kemudian kurasakan puncak kenikmatan mulai menjalar kesekujur sendi-sendi tubuhku, dan…

“Aaaaaaaaaahhhhhhh… aku keluar sayang… Istriku tercinta… aaaaaggghhhh…” lenguhku, mengekspesikan rasa nikmat yang kurasakan.

Tak beberapa lama tubuhku ambruk diatas rerumputan, tepatnya ditengah-tengah tubuh istriku dan Nanda walau sebenarnya aku lebih ingin ambruk diatas perut buncitnya itu, namun segera kuurungkan, aku kawatir berat tubuhku yang menghimpit perutnya bisa berakibat buruk bagi si bayi.

“Sudah puas papa sayang… suamiku tercinta… suami yang ngentotin anaknya sendiri sampai bunting hi.. hi.. hi..” goda istriku, sambil memencet-mencet hidungku.

“Iya istriku tercinta, istriku yang lagi bunting karena dientotin sama anak kandungnya sendiri.. papa puaaas banget…” balasku.

“Ih papa… Padahal mama belum klimaks lho.. Mama kentang nih pa..” rajuk istriku.

“Ya udah, suruh Doni ngentotin kamu tuh…”

“Owwhh.. jadi gak apa-apa nih, sebetulnya tadi kita udah sepakat lho, untuk hari ulang tahun papa ini, Doni cuma jadi penonton… Tapi kalo papa maunya begitu sih, itu lebih baik. Makasih ya pa…”

“Ayo Doni, sini puasin mama sayang… Kameranya kamu taruh dimeja aja nak… tapi tetap posisi on lho..” Ajak istriku, seraya tersenyum menggoda, sambil mengangkangkan kedua kakinya, mempertunjukan kepada putranya itu liang vagina yang telah penuh dengan spermaku, bahkan dari bagian bibir bawah vaginanya tampak mulai menetes membasahi rumput taman dibawahnya.

Baru saja Doni hendak menancapkan batang penisnya kedalam vagina ibunya itu, tiba-tiba istriku menahannya, seraya menarik tangan Doni agar mendekat pada istriku yang berbaring direrumputan.

“Sini mama bisikin sayang…” istriku mulai membisikan sesuatu kepada putraku itu, entah apa yang dikatakannya. Namun setelah itu wajah Doni tampak seperti sedikit murung.

“Mmmm.. enggak mau ah ma.. jijik lagi..” protes Doni, namun ptotesnya itu tidaklah tegas, ada terkesan keragu-raguan dihatinya.

“Emang kamu suruh apa sih ma? Jangan macem-macem deh..” penasaranku.

“Ih, mau tau aja sih papa… pokoknya ada aja..”

“Gimana don… plis dong Doniku sayang… suami kecilku… mau ya…” mohon istriku.

“Mmm.. gimana ya? Ya udah lah kalo begitu…” sepertinya bocah itu menyetujui ajakan istriku. Tapi? Apa sebenarnya yang harus dilakukan Doni, sehingga dia seperti ragu seperti itu.

“Horeeeee… makasih ya sayang… kamu memang anak mama yang paling baik..” girang istriku.

“Wah, kayaknya bakalan seru nih… Jadi penasaran” celetuk Nanda. Yang kini menyandarkan pipi kirinya diatas dadaku, sedang tangan kanannya merangkul tubuhku

“Ayo, cepet dong sayang, mama dah gak sabar nih..” rajuk istriku, saat dilihatnya bocah itu hanya menatap liang vagina istriku yang telah basah dan lengket oleh air maniku. Hmmm.. Jangan-jangan bocah itu akan…

Ah, benar seperti apa yang kuduga, ternyata putra kami itu disuruhnya untuk menjilati spermaku yang kini telah bersarang didalam liang vaginanya.

Dengan agak ragu-ragu akhirnya lidah bocah itu menjilati liang vagina yang telah disibaknya oleh kedua ibu jarinya. Aih.. sungguh keterlaluan istriku ini, rupanya dia menyuruh Doni untuk memakan air maniku itu.

Hmm.. tapi sepertinya dia tidak menelannya, melainkan hanya ditahan didalam mulutnya. Apakah dia tak sanggup menelannya? merasa jijik? Tapi, kini dia justru menghampiri istriku dengan mulut yang terkatup rapat. Dan… Ah, aku baru paham, ternyata dia akan melepehkan isi didalam mulutnya itu kedalam mulut istriku yang telah menyambutnya dengan mulut menganga lebar.

Plehh.. gumpalan cairan kental berpindah dari mulut Doni kedalam mulut istriku, dan glek… dalam satu tegukan, hilang sudah, masuk kedalam lambung istriku, yang dibarengi dengan mata istriku yang terpejam, seolah begitu menikmati cairan kental itu.

“Terima kasih sayangku…” ucap istriku, diikuti dengan melumat mulut bocah itu, mulut yang baru saja membawa cairan spermaku tadi. Seolah dalam mulutnya itu masih terdapat sisa-sisa sperma yang masih

dapat dia cicipi.

“Ayo lagi sayang… dimemek mama masih banyak tersimpan peju papamu lho… habiskan ya sayang… sampai kering..” pintanya, seraya mendorong kebawah kepala Doni agar mendekat keselangkangannya.

Tidak seperti sebelumnya yang terkesan jijik, kini bocah itu lebih rileks, bahkan lidahnya itu berusaha menyeruak hingga kedalam dinding vagina istriku.

Hanya beberapa detik, dia kembali merangkak keatas, menumpahkan “hasil jerih payahnya” kedalam mulut sang bunda. Seperti sebelumnya istriku langsung menelannya, dan juga diikuti dengan melumat mulut Doni dengan ganas.

Tidak seperti sebelumnya, tanpa istriku menyuruh, kali ini Doni langsung merayap turun menuju selangkangan mamanya. Hmm.. untuk kali ini sepertinya bocah ini mulai menikmatinya, itu dapat kupastikan saat dengan lugasnya dia menyeruput isi didalam lubang nikmat mamanya. Srrrryyuuffff… setelah satu sedotan langsung dia kembali merangkak keatas untuk melakukan hal yang sama seperti tadi.

Dan aksi itu berlangsung hingga dua kali lagi setelah itu, setelah dirasakan tak ada lagi yang tersisa, barulah bocah itu menghentikan aksinya.

“Maksaih ya Doni… Kamu mulai suka kan sayang… apa mama bilang..” ujar istriku.

“Eh, pa… liat tuh, si Doni kayaknya mulai suka sama peju papa… Gimana kalau lain kali papa ngecrot langsung dimulut Doni… pasti seru kali ya pa…?” oceh istriku, yang hanya aku jawab dengan senyum.

“Gimana Doni?” tanya istriku pada Doni.

“Iya, betul tuh… Perlu dicoba..” ujar Nanda.

“Uh, enak aja… Tak usah ya..” jawab Doni malu-malu.

“Huuu… pura-pura aja nih anak… Ayo sekarang kamu langsung entotin mamamu… Mama udah horny berat nih sayang…” pinta istriku.

Tanpa menunggu lama-lama, Doni langsung menggenjot vagina mamanya yang berbaring telentang itu dengan posisi misionary. sambil duduk bertumpu pada lututnya, kedua tangannya merangkul paha istriku. Tak sampai lima menit kedua insan itu mencapai puncak kenikmatannya secara bersamaan. Hmmm.. suatu klimaks yang cukup riuh dan dahsyat, semoga saja pekikan istriku itu tak sampai terdengar dari luar tembok pagar yang bertinggi hampir lima meter ini.

“Aaaaaaaaaaggghhhhhhh… Anjjiiiiiiing… mama keluar sayaaaanngg…” sebuah pekikan yang cukup eksentrik, hingga aku tersenyum menyaksikannya. Dan itu dibarengi dengan mengangkat bokongnya tinggi-tinggi, sehingga perut buncitnya itu terlihat lebih mengembang.

Berbeda dengan istriku yang begitu riuh, Doni hanya mendesah pelan, cuma ekspresinya saja yang unik, dengan mata terpejam, sedang gigi atasnya menggigit bibir bawahnya. Mirip preman pasar mabuk miras oplosan yang tengah menikmati musik dangdut. Namun bokongnya bergerak satu dua seiring semburan spermanya yang menaburi rahim ibu kandungnya itu.

*********

Selang beberapa menit setelah itu, kami berempat hanya berbaring malas diatas rerumputan taman. Aku memeluk Nanda yang berada disampingku. Sedangkan Doni berbaring dengan berbantalkan paha mamanya.

Sejurus kemudian istriku bangkit dari posisi berbaringnya. Duduk sejenak dengan ekspresi yang masih terlihat malas. Menguap satu kali sambil mengikat kebelakang rambutnya yang berantakan itu. Setelah dengan lembut menurunkan kepala Doni yang masih menjadikan paha kanannya itu sebagai bantal, dia berdiri, melangkah menghampiri cam recorder yang masih nangkring diatas meja.

“Halo pemirsa… Sampai disini dulu ya, acara incest mania untuk siang hari ini. yang kali ini bertema… Mmmm.. “Ulang tahun papa”. Semoga tayangan ini dapat menghibur dan juga memberikan inspirasi bagi keluarga anda tercinta untuk berincest ria juga seperti kami, karena itu nikmat banget lho pemirsa..

Oh, iya pemirsa.. Mohon do’anya ya, semoga calon anak saya, dan juga calon anak putri saya, yang tengah kami kandung ini, dapat terlahir dengan selamat dan sehat.. Biar kalo udah gede nanti kan bisa bergabung juga dalam acara kesayangan kita ini, biar tambah seru gitu lho, iyakan? Oke deh, segitu dulu ya.. Dan seperti biasa, kami segenap kru tidak lupa mengucapkan, salam incest selalu… Incest maniaaa… mantaaappp…” oceh, istriku diikuti dengan menekan tombol power pada alat perekam itu. Lalu kembali dirinya bergabung bersama kami, berbaring diatas rerumputan yang dinaungi pohon talok yang rindang, dan dimanjakan oleh semilir angin yang menerpa tubuh kami, hingga akhirnya kami memejamkan mata dengan wajah-wajah yang damai.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan