2 November 2020
Penulis — Pemanah Rajawali
BAB EMPAT
Setelah mandi, kami makan malam tanpa bicara di ruang makan. Aku terus memperhatikan wajah ayu ibu, sementara ibu hanya sesekali saja melihatku. Setelah makan ibu cuci piring. Aku tetap di meja makan untuk mengamati lekuk tubuh ibu yang memakai tank top berwarna kuning yang agak tipis. Sepanjang makan tadi kuperhatikan pentilnya menyembul tanda ia tidak pakai BH.
Saat ibu sedang asyik melap piring, aku iseng berdiri di belakangnya. Dengan perlahan aku pegang karet bagian atas hot pants ibu. Ibu kaget sebentar untuk kemudian melanjutkan lagi aktivitasnya. Aku lalu membetot celana ibu itu ke bawah perlahan, dan kudapati belahan pantatnya menyambutku. Ibu tidak pakai celana dalam!
Dikarenakan tidak ada reaksi dari ibu, maka aku meneruskan menarik celananya hingga akhirnya celana itu di pergelangan kakinya. Ibu tidak mengangkat kakinya hingga aku yang harus perlahan memegang sebelah kakinya dan mengangkatnya. Ibu hanya mengikuti. Kulakukan pada kedua kakinya hingga celana ibu itu lepas dari tubuhnya.
Ketika aku berdiri sambil memegang celana ibu, ibu sudah selesai mengeringkan piring. Ia berjalan menuju ruang tamu dengan hanya memakai tank top saja! Aku mengikuti ibu, dan kulihat ia menyalakan tv dengan remote dan mencari-cari channel yang bagus untuk ditonton. Ibu duduk di sofa besar di pojok kiri tanpa menyender, aku membuka seluruh pakaianku di hadapan ibu.
Ibu hanya melihatku sebentar lalu meneruskan memperhatikan TV. Kemudian aku duduk di sebelahnya dan mulai menarik tank top ibu ke atas. Ibu tidak membantu sama sekali sehingga agak lama juga aku membugili ibuku. Aku harus mengeluarkan tank top itu dari tangan yang satu kemudian yang satu lagi tanpa bantuan.
Setelah ibu bugil dengan penuh kemenangan aku melempar tank top itu ke lantai menemani celananya yang tadi aku lempar juga ketika aku buka baju di hadapan ibu. Ibu asyik menonton sinetron. Aku menarik badan ibu ke belakang agar ia menyender dan tidak ada perlawanan darinya. Kemudian aku mendorong ibu agar ia kini tiduran di sofa dengan kepala bersender di lengan kiri sofa besar itu.
Kini ibu bergerak membantuku. Ia tampaknya tahu posisi yang kuinginkan sehingga ketika kepalanya kutaruh di atas lengan sofa, ia menaikkan kaki kanannya sehingga kini ia telentang di sofa dengan wajah miring menatap TV dengan kaki kanan ditekuk dan bersandar di badan sofa, sementara kaki kirinya menjejak lantai.
Aku perlahan naik ke sofa, duduk di dekat selangkangannya. Kemudian aku beringsut maju sehingga akhirnya batang kontol bagian bawahku menempel sela-sela bibir memek ibu yang rapat. Perlahan aku menindih ibu. Karena ibu lebih tinggi sedikit, posisi ini membuat kepalaku tidak sejajar dengan kepala ibu.
Perlahan kucium pipi ibu. Ibu tetap menonton TV. Lalu aku perlahan menciumi pipinya untuk kemudian bergerak ke arah bibirnya yang sedang tertutup. Akhirnya bibirnya kucium. Tak ada reaksi. Kukecupi bibirnya, namun tidak ada respons dari ibu. Bagaikan mencumbu boneka saja, pikirku kesal, apalagi aku harus miringkan kepala segala.
Aku keluarkan lidahku dan menjilati sela-sela bibirnya. Mulut ibu membuka. Kujilati giginya yang terlihat. Ibu masih menatapku saja dan membuka mulut namun dengan gigi yang terkatup. Aku jadi sebel.
“giginya buka, dong!” rengekku.
Ibu mendengus sambil tersenyum lebar melihatku yang lagi horny dan penasaran ini. Lalu dia menjulurkan lidahnya. Aku segera menjepit lidah ibu dengan kedua bibirku dengan posisi lidahku di bawah lidahnya lalu mengemuti lidah ibu yang hangat dan basah itu. Ibu melepaskan sedotanku dengan memalingkan wajahnya.
Aku merengek lagi. Ibu tersenyum nakal dengan mulut yang bergerak seakan mengunyah sesuatu. Kemudian ibu membuka mulutnya lagi dan mengeluarkan lidahnya lagi, kini dengan terlumur ludah yang lumayan banyak. Aku segera memiringkan wajah sehingga lidah atasku menjilat lidah atas ibu yang bermandikan ludah ibu.
Ibu tersenyum, namun kulihat kerling nakal di matanya. Kini lidahnya sudah di dalam mulut lagi. Namun bibirnya perlahan merekah membuka. Matanya menatap bibirku. Aku mencium bibirnya dan kali ini ibu membalas sambil satu tangannya memegang belakang kepalaku dan satu tangan melingkar di punggungku. Kami berdua saling mendekap satu sama lain dan berciuman dengan hot.
Kadang-kadang french kiss yang kami lakukan menjadi saling menjilat lidah satu sama lain, ludah yang ada di mulut kami berdua sudah bukan hanya dari mulut sendiri-sendiri lagi, melainkan campuran ludah ibu dan anak. Keringat sudah mulai membanjir keluar dari kelenjar keringat kami masing-masing, sehingga tubuh kami yang telanjang bulat kini basah oleh keringat gabungan kami.
Aku mulai menciumi sekujur wajah ibu yang basah oleh keringat. Kujilati pipi ibu, kujilati telinganya, kelopak matanya, dahinya, rambutnya, bahkan hidung dan lubangnya tak luput dari sapuan lidahku. Perlahan aku bergerak ke bawah dan mulai menjilat dan mengecupi lehernya yang basah. Aku mengangkat kepalaku.
“Aku cinta padamu, IBU.” kataku perlahan setengah berbisik. Aku tekankan pada kata ‘ibu’, karena aku ingin ia tahu bahwa aku menyadari bahwa nafsu birahiku ini memang ditujukan kepadanya. Karena ibu bukanlah perempuan pelampiasan bagiku. Ibu adalah perempuan yang kucintai dengan hati dan juga dengan seluruh tubuhku.
Ada kilasan takut di matanya. Mungkin ibu menyadari juga fakta bahwa anak yang ia kandung dan ia lahirkan kini sedang telanjang bulat menindih tubuhnya yang juga polos tanpa ada apapun yang menghalanginya. Namun kilasan takut itu hanya sebentar, karena kilasan birahi muncul lagi tak lama setelah itu.
Entah kenapa ibu tidak bicara. Seperti halnya ketika di kamar mandi. Tidak ada kata-kata yang diucapkan kepadaku. Lama setelah ini semua terjadi dan ketika aku mulai bertambah tua, aku menyadari bahwa ibu mungkin malu untuk menyatakan gairah yang ia rasakan kepada anaknya sendiri. Sebagai orang dewasa seharusnya ia menghalangi apa yang akan terjadi, namun sebagai seorang perempuan yang butuh kasih sayang lelaki, yang jarang sekali didapatkan dari ayahku yang kadang aku pikir terlalu sok alim, sehingga apa yang selama ini berusaha ibu pendam dalam-dalam, meledak keluar ketika mendapatkan penyaluran.
Aku menangkupkan kedua tanganku di bagian bawah buah dada ibu, membingkai lekuk indah kedua otot menyusui itu sehingga putingnya yang mancung seakan menjadi pusat pemandang indah yang harus diperhatikan. Perlahan aku mencium belahan dada ibu yang membagi kedua gunung kembarnya. Ciumanku dimulai dari bagian atas belahan dada itu menuju ke bawah.
Lalu aku mencium ke atas belahan dada itu lagi. Ketika sampai di titik awal, ciumanku berbelok menyusuri pinggiran atas sepanjang permulaan bukit dada kanan ibu. Nafas ibu mulai memberat. Perlahan ciumanku bergerak menanjak sedikit demi sedikit bagaikan pencinta alam mendaki gunung, hanya saja arah jalannya ciumanku bergerak ke kiri dan ke kanan untuk mencium setiap jengkal kulit putih ibu dalam perjalannya menuju ke puncak.
Ibu menjewerku perlahan sambil menggumam dengan nada sebal. Sepertinya dia menginginkanku untuk segera melumat putingnya yang sudah tegak dari tadi. Tapi aku hanya menatap ibu sambil mengedipkan sebelah mata. Kulihat ibu memperlihatkan muka cemberut, tapi anehnya, wajah itu tampak begitu cantiknya di mataku.
Ketika ciumanku di tetek kiri ibu sudah sampai puncak, aku mengecup cepat puting kiri ibu itu. Ibu menatapku dengan penuh antisipasi, sementara aku nyengir jail. Tahu-tahu tangan ibu mendorong kepalaku dari belakang sehingga bibirku membentur pentilnya. Segera aku membuka mulut dan menyedot putingnya perlahan.
“sssshhhh… Shsshshhhh…” ibu mendesah terus sementara aku asyik mengenyot-ngenyot putingnya yang tegak karena birahi. Lidahku kadang ku putar dan kadang ku sapu naik turun. Tangan ibu mengelusi rambutku sementara yang sebelah lagi mengetatkan pelukannya di tubuhku. Lambat laun aku sadari kontolku kini sudah berada di depan memeknya.
Mulutku beralih mengenyot puting payudara ibu sebelah kanan. Selangkangan ibu mulai menekan balik kontolku. Memeknya sudah basah kuyup oleh cairan pelumas yang ditambah dengan keringat kami berdua. Aroma tubuh ibu kini mulai memenuhi udara malam. Aroma yang berasal dari kedua ketiaknya dan juga dari lubang kenikmatan ibu.
Bibirku kini mulai menyusuri tubuhnya ke bawah. Sepanjang perutnya aku tidak melewatkan satu sentipun kulitnya yang putih dan halus itu. Perlahan bibirku menjelajahi tubuh bagian bawahnya, melewati pusar dan terus ke bawah. Dengan nafsu aku mulai menjilati dan mengenyoti jembut ibu yang ikal dan lebat, aroma tubuh ibu semakin santer menusuk hidungku.
“aaaahhhhh… Meeettttt… ssssshhhhhhh”
Dengan kedua tanganku, aku membuka bibir vaginanya. Daging memek ibu berwarna merah muda dan penuh cairan bening. Aroma tubuh ibu di hidungku membuat aku seakan sedang bernafas di dalam dunia yang diisi bukan oleh oksigen, melainkan bau tubuh ibu. Kucolok bagian dalam memek ibu dengan lidahku lalu aku jilat ke atas, menyusuri tiap jengkal otot bagian dalam memeknya.
Aku sudah tahu rasa memek ibu, karena aku sudah sering menjilat celana dalam ibu yang ada sisa cairan kemaluannya, namun, kini, menjilati langsung memek ibu ternyata terasa lebih nikmat, lebih sensual dan lebih menggairahkan. Fakta bahwa inilah kemaluan seorang perempuan yang adalah ibu kandungku sendiri malah menambahkan sensasi tersendiri.
“ooohhhh… Ennnnnaaaakkkkk… Jilat terus memek ibu meeettt… Belum pernah ada yang jilati memek ibu…”
Saat kenikmatan seksual seperti ini, tampaknya ibu sudah mulai kelepasan bicara. Gengsi sebagai ibu sudah dilupakan sama sekali. Bahkan ucapannya itu membuka rahasia rumah tangganya. Ayah tak pernah menjilati memek ibu. Dasar lelaki bodoh!
Berkali-kali aku menelan cairan memek ibu yang harum dan licin karena lidahku yang menjilati lobang kencing ibu itu terus-menerus dibanjiri cairan memeknya tanpa berhenti. Kenikmatan cairan memek ibu dan juga begitu halus dan hangatnya liang senggama ibuku membuat aku tahan berlama-lama mengobrak-abrik bagian dalam kemaluan ibu dengan lidahku.
Kedua tanganku sudah memegangi pinggul ibu yang bahenol, sementara mulutku terbenam di dalam kemaluan ibu, dan kini kedua paha ibu yang putih tanpa lemak dan halus itu menjepit kepalaku dengan keras. Klitoris ibu kurasa sudah mengacung tegak saat beberapa kali lidahku menyapu daerah itu. Dengan gemas aku kenyot dan hisap klitoris ibu.
“Ngentooooooootttttttt… Anjiiiiiingggggg loo meeeeet… Gue sampeeee… Sedot terussssss… Isep kenceng-kenceeeennggg… Minum air memek ibuuuuuuuu… Makan memek ibu, meeettt… Ini minum air memek ibuuuuuuuuu”
Cairan memek ibu membanjiri mulutku terkadang aku membuka mulut untuk membiarkan cairan itu masuk, namun aku terus menyedot-nyedot klitoris ibu yang adalah cairan surgawi bagiku. Kurasakan selangkangan ibu bergetar seperti kejang kecil.
“ngentooootttttt… ngentot ngentot ngentot memeeeeeetttt.!”
Dengan teriakan itu, ibu tiba-tiba berbaring diam dengan lemas. Dadanya tersengal-sengal seperti baru saja lari marathon. Seluruh tubuhnya basah oleh keringat. Ibu memejamkan mata dengan wajah yang lelah namun penuh kepuasan.
Aku sudah tidak mampu menahan lagi gejolak birahiku. Inilah saatnya melepas keperjakaanku. Aku beringsut duduk, kusibakkan memek ibu dengan tangan kiriku, sementara tangan kananku memegang batang kontolku. Kepala kontolku kutaruh secara hati-hati di lubang vagina ibu yang sudah licin sekali. Kucoba tekan, tetapi kontolku melejit.
Kucoba sekali dan ujung kontolku mampu masuk hampir setengah. Kucoba dorong pantatku tapi lubang memek ibu bagaikan melawan balik. Aku dapat akal, dengan kepala kontol setengah masuk, aku beringsut menindih tubuh ibu. Ibu membuka matanya perlahan. Ia menatapku dengan sayu. Perlahan senyumnya tersimpul.
Aku melingkarkan tanganku di tubuh ibu. Ibu membantuku dengan sedikit beringsut di sofa. Kutindih badan ibu dengan seluruh badanku, dagu di dadanya. Lalu dengan kuat-kuat aku peluk ibu dan aku menghentakkan pantatku ke depan secara kencang sehingga mendadak kontolku menerobos masuk dengan paksa. Hanya saja tidak sampai setengah jalan, ada penghalang yang menahan gerak laju kontolku.
“Adaaaaaaawwwwwwww…” teriak ibu. Kedua tangannya menangkap pinggulku dan menahannya.
“Mau Memet cabut aja, bu?”
Ibu menggeleng-geleng.
“Jangan bergerak dulu. Sakit. Kontolmu panjang dan gede banget. Kontol ayahmu itu kecil. Panjangnya ga sampai 7 senti dan kurus. Kayak punyanya anak kecil. Memek ibu ga biasa dengan kontol segede milikmu, karena kamu anak kecil tapi kontolnya kayak punyanya orang gede. Itu kayaknya selaput dara ibu.
“apa? Ibu masih perawan?”
“sebenarnya sih enggak. Cuma kontol ayahmu ga sampai menerobos masuk, hanya menowel sedikit saja. Ibu hanya merasa sakit sedikit pada saat malam pertama, tapi tidak ada darah. Ayah kamu pikir ibu sudah tidak perawan, sampai-sampai dia bawa senter dan melihat ke dalam lubang ibu. Walaupun terlihat juga selaput dara ibu masih utuh, tapi ayah dan ibu bertengkar, karena ibu merasa ayah tidak percaya sama ibu.
“dan untung saja Memet lahir cesar. Kalau enggak Memet ga akan mengambil keperawanan ibu sendiri. Ya, nggak bu?”
Ibu menatapku sayu dan mengangguk.
“anakku yang ganteng berhasil mengambil keperawanan ibunya yang selama ini dijaga dengan setia. Kamu emang beruntung banget, Met.”
Dalam hati aku memang jadi bersyukur banget, secara fakta ibu memang tidak perawan, tapi secara teori, ibu adalah perawan karena selaput daranya belum kena bobol orang. Aku jadi bersemangat karena dapat menjadi orang pertama yang menjebol selaput dara ibu.
Kami berpelukan dan terdiam selama beberapa menit. Secara iseng, aku hisapi lagi kedua susu ibuku itu. Lama-kelamaan memek ibu mulai mengeluarkan cairan pelumasnya lagi. Pegangan ibu di pinggulku juga sudah melemah. Ia mulai memeluk tubuhku dan mengelus kepalaku.
“penuh banget memek ibu,” katanya,“kamu memang lelaki jantan,”
Vagina ibu bagai bernafas karena kurasa terkadang menutup dan membuka.
“Bu… Memet mau dorong, boleh ya?”
Ibu mengangguk pelan. Sambil berkata.
“ambil selaput dara ibumu, Met. Ibu udah ga sabar.”
Aku memeluk ibu dengan kuat seperti tadi, lalu aku tarik perlahan kontolku, mengambil ancang-ancang dan lalu mendorong lagi dengan tenaga yang lebih keras dari sebelumnya. Tetapi baru 3/4 batangku amblas di memeknya dan penetrasiku berhenti lagi. Kontolku serasa dijepit keras sekali oleh otot dinding vagina ibu yang hangat.
Sedikit sakit kurasa di sekujur batangku yang menancap di dalam memek ibu. Kontolku berhenti karena mentok. Kurasakan kepala kontolku menancap di sesuatu yang terasa seperti celah. Berarti kontolku sudah masuk dan memenuhi liang vagina ibu, sementara karena panjangnya yang tidak normal bagi orang Asia, kepala kontolku kini menekan di ujung liang vagina ibu.
“Kamu sudah di pintu rahim ibu. Kalau kamu dorong, artinya kontolmu sampai ke rahim ibu.”
“boleh ga?”
“tunggu dulu kayak tadi, biar lubang memek ibu beradaptasi sama kontolmu yang besar, Met. Isepin tetek ibu kayak tadi biar cairan ibu keluar lebih banyak lagi.”
Bagaikan katak telungkup di daun teratai, aku menindih ibu dengan kontol bersarang 3/4 bagian dalam memeknya, sementara mulutku asyik mengunyahi payudara ibu secara perlahan dan terkadang pindah ke toket yang satunya. Dada ibu sudah penuh cupangan dan ludahku yang bercampuran dengan jus keringat kami berdua.
“coba tarik dorong pelan-pelan, jangan tembusi rahim ibu dulu. Biar lobang memek ibu sedikit longgar dulu.”
Aku ingin lihat batangku yang akan aku tanam dan tarik di kemaluan ibu, maka aku ambil posisi duduk untuk lalu kini pelan-pelan aku tarik keluar. Sempitnya lubang ibu sungguh mengeluarkan perasaan ngilu tapi nikmat sepanjang batangku yang menggeleseri dinding dalam gua kenikmatan ibu. Aku berhenti sampai hanya kepala kontolku saja yang ada di dalam vagina ibu, kulihat batangku itu basah oleh cairan pelumas kemaluan ibu dan ada darah ibu yang menyelimuti kontolku juga.
“Memek ibu berdarah. Sakit ya?” kataku khawatir.
Ibu menggeleng perlahan.
“sakit sedikit, tapi rasa enaknya sangat melampaui rasa sakit itu. Jangan takut, itu darah dari selaput dara ibu yang kamu koyak.”
Perlahan aku dorong kontolku, sepanjang perjalanan kontolku memenuhi seluruh dinding kemaluan ibu mengirimkan sinyal ngilu sepanjang kontol, ngilu yang enak sekali, bahkan dengkulku juga ikut merasakan ngilu yang nikmat itu. Sambil terus duduk dan menatapi alat kencing ibu yang sedang digagahi kontolku, aku terus mengentot memek ibu, pertama-tama perlahan, namun seiring waktu gerakanku sedikit lebih mudah karena bantuan cairan ibu yang kembali berproduksi, dan juga otot vagina ibu sudah mulai beradaptasi dengan besarnya kontol yang sedang menggergaji masuk keluar.
“enaaaakkkkkk… Ngilu-ngilu nikmaaaaat… Terus Meetttt… Ibu belum pernah ngerasa memek ibu penuh banget kayak giniiiii… Enak banget memek ibu di masukkin kontolmu, Meettt… Aaaahhhhhh” ibu memejamkan mata dan terus mengerang keras sambil mengucapkan kata-kata yang makin lama makin membuatku tambah bernafsu dalam menyetubuhi ibu.
“sekarang coba tempel kontolmu di lubang rahim dulu” kata ibu. Aku menurut, waktu aku dorong masuk kontolku, aku berhenti ketika mentok di lubang kecil rahimnya. Aku sebenarnya ga tahan karena lubang ibu nikmat banget, perlahan aku melakukan gerakan kecil tarik dan dorong untuk menikmati dinding vagina ibu yang sempit.
“jangan dorong lagi. Gini aja… Coba kayak tadi waktu kamu perawanin ibu. Kayaknya harus dipaksa. Kamu ambil ancang-ancang, jangan terlalu jauh dari lubang rahim ibu, kemudian kamu genjot keras-keras memek ibu dalam satu tusukkan.”
“Yakin bu? Nanti sakit lagi.”
“biasanya abis sakit pasti enak… Tadi aja kamu perawanin ibu rasanya sakit banget. Tapi abis itu kerasa enak banget waktu kamu mulai ngentotin ibu. Ibu yakin, met… Ayo coba paksa kontolmu masuk ke rahim ibu.”
Aku peluk ibuku lagi erat-erat. Ibu menahan nafas, lalu aku hentakkan lagi kontolku kuat-kuat ke depan. Dengan paksaan, kepala kontolku berhasil menembus ujung liang memek ibu dan dengan bunyi plop yang hanya dapat kurasakan di kontol dan tak kudengar, seluruh batangku amblas dalam tubuh ibu dan akhirnya aku dan ibu menjadi satu tanpa halangan dan jarak apapun di antara selangkangan kami yang menempel.
“uuuuuuhhhh… Tahan dulu… Jangan goyang dulu…” kata ibu.
Kami berdua bernafas secara cepat karena mengalami petualangan seks yang masing-masing belum pernah alami sebelumnya.
“memek ibu jadi longgar nih… Ayah kamu pasti curigaaaa…”
“Ibu milik memet sekarang. Mending ibu cerai sama ayah saja. Memet ga mau berbagi sama ayah.”
“bener kamu mau ayah sama ibu cerai? Sebenarnya ibu dari dulu mau cerai sama ayahmu. Tapi karena kamu, ibu menahan diri selama ini.”
“bener bu. Kita kawin aja.”
“ini kan lagi kawin. Kamu lagi ngawinin ibu sendiri.”
Lucu juga kalau ada orang yang melihat kami saat ini. Seorang ibu cantik sedang berpelukan dengan anak kandungnya tanpa memakai sehelai baju, sementara kedua alat kelamin mereka menyatu dan mereka berdua asyik membicarakan perceraian sang ibu dengan ayah.
“sakitnya udah reda sedikit,” kata ibu,“coba kamu goyang perlahan-lahan.”
Aku mulai menarik perlahan kontolku sehingga batangku merasakan tiap jengkal otot dinding vagina ibu sampai kepala kontolku keluar dari rahim ibu dan berhenti di tengah vagina ibu, berhubung bila lebih jauh lagi, aku harus memundurkan posisi tubuhku lebih banyak lagi, jadi aku ga mau lebih jauh lagi menarik kontolku.
Lalu perlahan aku majukan lagi kontolku sehingga batang kontolku kembali menggesek dinding vagina ibu yang sempit itu, pada saat sampai di celah rahim, hanya ada halangan sedikit, terasa bagaikan mobil melindas polisi tidur, kepala kontolku bagai menggesek benjolan kecil berbentuk cincin, tapi kontolku tidak terhalang apapun sampai seluruh kontolku masuk lagi di dalam memek ibuku.
“sssshwhhhhhh…” ibu mendesis. Ia menutup matanya sambil menggigit bibir bawah.
“sakit?”
Ibu menggeleng.
“terus kocok pelan-pelan memek ibu pake kontolmu, met.”
Aku lalu mengocok kontolku pelan-pelan di dalam memek ibu. Makin lama celah rahim ibu akhirnya tidak terasa lagi. Tampaknya liangnya sudah terbuka penuh mengakomodir besarnya kontolku.
“lebih cepat, Met… Sssshhhhhh… Entotin ibu lebih cepat lagi…”
Kami saling mengerang dan mendesah, sementara ibu mulai menggerakan pantatnya mengikuti irama entotanku. Kami menari bukan selayaknya ibu dan anak, tetapi menarikan tarian persenggamaan yang seharusnya dilakukan antara isteri dan suaminya, sehingga kini secara de facto ibu adalah isteriku. Persetubuhan kami itu adalah suatu pengalaman paling luar biasa yang pernah aku jalani.
Mungkin hal ini juga yang membuat ayahku tidak memiliki nafsu seks yang tinggi. Banyak hal menjadi jelas kepadaku. Di kemudian hari, saat ibuku dan aku menjadi pasangan kekasih, ibu membuka segala rahasia perkawinan mereka. Ternyata mereka pisah ranjangpun karena mereka bertengkar dengan hebat mengenai perihal ranjang perkawinan mereka yang bagi ibu adalah suatu proses yang tidak pernah memuaskannya.
Betapa bahagianya aku mengetahui bahwa tidak pernah ada benda yang pernah masuk sejauh kontolku memasuki tubuh ibuku. Betapa untungnya ibu selama ini tidak membeli dildo atau menggunakan timun dalam menstimulasi hubungan seksual. Untung saja ibu belum pernah selingkuh dengan orang lain. Semua keuntungan ini dalam pikiranku adalah suatu bentuk takdir, bahwa memek ibu yang indah itu, walaupun pernah disenggama oleh ayah, tetapi tidak pernah secara benar dientot.
Kini ibu sangat menikmati dientot lelaki secara benar dan walaupun yang mengentoti ibu adalah anaknya sendiri yang tidak berpengalaman, namun karena sebenarnya ibu juga tidak benar-benar berpengalaman dalam hubungan seksual yang saling memuaskan, maka dalam kenyataannya kami berdua bagaikan pasangan pengantin baru yang sedang mengalami persetubuhan pertama kalinya.
Ibu mengangkat kepalaku yang sedang asyik menyelomoti seluruh dadanya yang sudah penuh cupangan, ludah dan keringat. Ia menunduk sedikit sehingga kami berciuman. Ibu menciumku begitu bernafsunya sehingga terkadang terdengar suara kecupan keras ditingkahi suara dari mulut ibu.
“mmmpphh… Mmmmphhhhh…”
Lidah kami saling mengaduk-aduk isi mulut kami dan saling menjilat satu sama lain. Aku menjadi terpengaruh permainan liar ibu. Pantat ibu bergoyang-goyang makin keras dan berputar-putar sambil maju mundur. Aku tak mau kalah sambil memutar pantat aku juga perlahan menambah terus tenaga dorongan pantatku.
Ibu menahan kepalaku sehingga kami melepaskan ciuman saat kedua mulut kami membuka dan lidah kami sedang saling menekan. Ibu berdehem sambil terlihat mulutnya mengumpulkan ludah, ia mendekati mulutku yang terbuka sedikit. Ibu menganggukan kepala padaku sambil menatap bibirku. Aku mengerti maksud ibu, aku buka mulutku lebar-lebar, ibu mengeluarkan ludahnya perlahan.
Selama itu selangkangan kami terus bertumbukkan dengan cepat dan mengeluarkan suara benturan yang keras. Setelah semua ludah ibu jatuh ke lidahku, aku mengulum air liur itu beberapa saat.
“Nikmati ludah ibu, Met… Ssshhhhhh” kata ibu di antara desahan dan erangannya,“kamu emang anak yang punya otak kotor. Dari SD kamu udah masturbasi pake celana dalam ibu. Pake di bawah ke kamar ibu.”
Aku agak kaget bahwa ternyata dari dulu ia sudah tahu bahwa aku terobsesi dengan dia.
“Ibu pertama kali tahu sebenarnya marah,” kata ibu lagi masih di antara desahan dan erangan. “tapi ga lama ibu pikir kamu sudah mulai dewasa. Kamu punya keinginan seksual sebenarnya lumrah bagi manusia. Ibu tadinya mau melarang kamu, tapi ibu sendiri merasa bahwa selama hidup ibu, ibu menahan gejolak seksual dan ibu tidak bahagia.
“namun akhir-akhir ini, ibu jadi penasaran, maka ibu coba ambil celana dalam ibu yang baru kamu kembalikan ke keranjang. Ibu lihat bagian selangkangannya penuh lendir peju kamu. Bagian selangkangan itu sudah keras, tanda sudah kamu semprot dengan mani kamu berkali-kali. Banyak sekali peju kamu dan wanginya sungguh jantan.
“lama-lama ibu juga jadi sering masturbasi sambil mengendusi celana dalam ibu yang penuh peju kamu. Baru minggu lalu ibu coba jilat, dan ternyata ibu tidak jijik. Bahkan nikmat banget. Ibu jadi ketagihan sperma kamu. Hanya saja, ibu ga akan mau memulai sesuatu yang tabu seperti ini. Jadi semuanya ibu simpan saja dalam hati.
Aku memperhatikan wajah ibu yang menunjukkan birahi, namun juga, memperlihatkan wajah sedih. Ibu sedang berusaha menjelaskan kenapa ia mau aku gauli. Ia sedang berusaha membuatku mengerti. Lucunya kami berdua tetap mengentot dengan irama yang sama sepanjang monologue yang ibu ucapkan.
“ibu tahu kamu sering bolak-balik kamar mandi pura-pura mau buang air besar hanya untuk melihat sedikit tubuh telanjang ibu yang terbalut handuk. Ibu dari dulu sudah merasa tersanjung bahwa bahkan anak kecil suka melihat tubuh ibu. Walaupun anak kecil itu adalah anak ibu sendiri. Melihat bahwa ada manusia, selain suami ibu yang menginginkan ibu secara seksual, membuat ibu bahagia.
“tetapi waktu pertama kamu lihat ibu telanjang bulat, ibu berani sumpah ibu tidak sengaja. Ibu sedang membayangkan bau peju kamu ketika ibu mengambil handuk untuk melap badan ibu, sehingga ibu tidak sadar dan menjatuhkan handuk itu. Ibu pada mulanya ingin memanggil kamu untuk minta diambilkan handuk, tapi entah kenapa ibu langsung sikat gigi.
Ibu tahu kamu selalu menunggu di depan pintu kamar mandi menunggu suara ibu gosok gigi. Ada perasaan aneh yang menguasai ibu ketika ibu membayangkan kamu buka pintu mendapatkan ibu tidak memakai handuk, bahwa ibu sedang gosok gigi dengan telanjang bulat. Ibu merasa senang sekali ketika membayangkan ini semua.
“dan kamu memang langsung buka pintu. Beberapa kali ibu lirik kamu namun kamu tidak tahu, karena kamu terlalu fokus melihat tetek dan jembut ibu. Perasaan aneh yang membuat ibu senang itu bertambah berlipat-lipat. Bahkan ayah kamu sendiri tak pernah melihat tubuh telanjang ibu dengan pandangan penuh nafsu dan cinta seperti kamu.
Penjelasan ibu di tengah persenggamaan kami entah kenapa membuat nafsuku menjadi makin liar dan beringas. Memek ibu kutusuk-tusuk dengan begitu kerasnya, namun ibu tidak terlihat kesakitan, malah ia juga membalas dengan dorongan keras dari pantatnya. Memek sempit ibu walaupun masih sempit, tapi sudah banjir cairan pelumas serasa mengeluarkan hawa panas dalam kelicinannya.
“ketika kamu bilang kamu cinta pada ibu. Ibu langsung mengetahuinya. Ibu mengetahui mengapa ibu memiliki perasaan aneh saat kamu memandang ibu dengan penuh birahi. Ibu menjadi takut untuk sebentar. Itu karena ibu baru menyadari bahwa perasaan aneh yang ibu alami itu adalah perasaan cinta. Suatu cinta yang aneh yang belum pernah ibu rasakan sebelumnya.
Cinta yang luas sekali. Ibu cinta kamu sebagai seorang ibu kepada anak, tetapi ditambahkan juga dengan cinta seorang perempuan kepada seorang lelaki, itulah mengapa ibu pertama-tama sulit mengetahui perasaan apakah yang ibu rasakan ini. Ibu mencintai kamu sebagai ibu yang mengasihi anaknya dan rela untuk menyerahkan segalanya kepada anaknya, termasuk kemaluan ibu.
“ibu juga cinta padamu, anakku.”
Pada saat itu sejenak dua tubuh kami terdiam dan kedua mata kami bertatapan lekat-lekat. Kulihat sinar takut yang bercampur birahi di mata ibu. Sebelumnya aku hanya menebak-nebak saja apa pikiran ibu, namun dari penjelasan ibu barusan, aku baru mengerti. Ibu mencintaiku. Cinta seorang ibu kepada anak.
Bagaikan dua orang yang memiliki satu otak yang sama, ibuku dan aku dalam waktu berbarengan merasakan suatu rasa cinta yang meluap-luap kepada satu sama lain. Kami baru menyadari bahwa kami memiliki cinta yang sama. Suatu pemahaman yang hanya dapat dibagi dan dirasakan oleh pasangan soulmate. Suatu komunikasi dan pengertian tanpa kata-kata.
Dari pemahaman telepati itu, kami berdua berbarengan juga mulai saling mengentot dengan intensitas yang tinggi. Kami saling mencucukkan kelamin kami secara cepat dan kencang sehingga berkali-kali tubuh kami berbenturan keras di selangkangan. Pelukan kami berdua bertambah ketatnya, sampai-sampai aku kadang merasa sesak.
“entot ibu keras-keras! Tusuk memek ibumu kencang-kencang, meeeeeetttt!!! Ibu sudah mau sampaiiiiiiii!!!!!”
“Memet mau sampai juga, buuuu!!!! Memek ibu nikmaaaat… Sempit dan panas… Wangi dan liciiiinnnnn!!!!!”
“gagahi ibu kuat-kuat, yaaaangg… Anakku sayaaanggg… Anak kandungku mengentoti aku… Entot ibumu naaaaakkkkk… Semprot rahim ibu dengan pejumu… Jadikan ibu betinamuuuuuuuu!!!!!”
“tubuh ibu nikmaaaaaaaattt… Memeknya rapet dan wangiiiiii… Aku akhirnya bisa ngentotin ibuku yang seksi dan cantiiiikk… Akhirnya Memet bisa ngentotin ibuuuuuuu…”
Dalam balutan nafsu badaniah dan terbungkus asmara yang tabu, kami berdua, dua insan sedarah, akhirnya dapat mencapai sebuah puncak kenikmatan yang sangat tabu, namun terasa sangat benar. Sudah menjadi takdir bahwa aku mengambil keperawanan ibuku sendiri. Sudah menjadi takdir bahwa akhirnya hidup ibu yang penuh dengan usaha menahan nafsunya, kini menjadi suatu kebahagiaan dengan mengumbar nafsu itu dengan anaknya sendiri.
Saat spermaku mulai kutembak keluar dari kontolku, selintas aku berharap ibu dapat aku hamili, namun aku tahu bahwa ibu memakai kontrasepsi. Tetapi pada saat itu aku berjanji bahwa aku harus bisa menghamili ibuku nanti. Kami berpelukan erat-erat seakan bila pegangan kami mengendur, kenikmatan itu tak akan dapat tercapai.
Setelah segenap spermaku mengisi rahimnya dan setelah dinding memek ibu kejang-kejang begitu keras bagaikan gempa setempat, pelukan ibu mengendur, tangan kanannya diangkat ke atas sehingga bersandar di sofa sementara tangan kiri tetap memelukku. Ibu memejamkan mata, mulutnya membuka untuk membantu pernafasannya yang memburu, tenaganya tampak habis dalam persetubuhan kami.