2 November 2020
Penulis — Pemanah Rajawali
BAB SATU
Namaku Memet. Aku lahir sebagai anak tunggal. Kedua orangtuaku bekerja. Kami tinggal di pinggiran kota Jakarta. Setiap hari, ayahku akan berangkat pagi jam 5.30 pagi menuju kantornya dengan motor. Sementara aku akan dibonceng ibu ke sekolah pada jam setengah tujuh untuk selanjutnya ibu akan bekerja setelah aku didrop di sekolah.
Ritual pagi kami dalam menyambut hari kerja dan hari sekolah adalah sebagai berikut: Ayah akan bangun duluan sekitar jam 4.45, karena ia memang harus berangkat pagi. Ia akan mandi sekitar lima belas menit dan segera membangunkanku untuk mandi pada jam 5 pagi. Saat itu ibu akan bangun waktu ayah bersiap berangkat ke kantor untuk mempersiapkan sarapan dan pakaian ayah.
Mereka akan sarapan bersama. Aku biasanya selesai mandi jam lima lewat dua puluh dan bersiap-siap. Aku biasanya turun ke ruang makan jam 5 lewat 30 untuk sarapan. Saat itu ibu biasanya sudah selesai mencuci perabotan atau merapikan dapur. Lalu ibu akan mandi jam 5.35 sampai kurang lebih jam 6. Lalu ibu akan berdandan dan bersiap-siap hingga jam 6.
Keluarga kami adalah keluarga sederhana dan sopan. Ayah termasuk salah satu orang yang dijadikan panutan dalam hal beribadah oleh para tetangga kami (aku tak akan memberikan detail tentang ini), yang jelas, ayahku terkenal alim. Ibuku juga termasuk ibu yang dianggap alim karena aktif dalam berbagai kegiatan ibu-ibu di kompleks dan juga dalam aktivitas berkeagamaannya.
Karena itulah, di dalam rumahku, kesopanan dan adat dijunjung tinggi. Kedua orangtuaku tidak pernah menggunakan kata-kata yang kotor. Belum pernah kudengar mereka mengeluarkan umpatan tentang bagian tubuh atau hubungan intim manusia ketika mereka marah. Paling banter ayahku akan memaki “Semprul!” atau terkadang “Sial!
“ataupun makian nama-nama hewan itupun kalau kemarahannya sudah tak bisa dibendung lagi, dan kejadian seperti itu sungguh sangat jarang. Menurutku, bagi mereka, berkata-kata kotor yang saru sangatlah dilarang, karena mungkin bagi mereka hubungan seksual itu adalah sesuatu yang jorok atau sebaiknya dihindari.
Ini kuperhatikan dari fakta bahwa kedua orangtuaku memiliki kamar yang terpisah. Setelah aku mengetahui mengenai seks (itu juga dari pergaulan di sekolah), maka aku barulah mengerti bahwa terkadang di malam hari, terdengar langkah berat ayah dan bunyi pintu kamar ibu dibuka lalu ditutup lagi, itu berarti mereka akan berhubungan seks.
Namun frequensi hubungan seks mereka sangatlah jarang. Terlebih lagi, di dalam rumah, tak pernah aku melihat ayah mencium pipi ibu, apalagi bibirnya. Kalau ibu cium tangan ayah, itu tiap hari dilakukan bila ibu pamit untuk pergi ke suatu tempat, atau bila ibu tiba di rumah dan saat itu ayah sudah ada di rumah, atau bila ibu menyambut ayah pulang.
Karena itulah, aku belajar segala sesuatu mengenai seks di sekolah dari teman-temanku. Apakah hubungan seks itu, apa saja makian kotor yang ada, bagaimana bayi dilahirkan dan seterusnya dan seterusnya. Aku tidak pernah berani menanyakan apapun mengenai hubungan seks dari kedua orangtuaku. Dan oleh karena pergaulan inilah, minatku untuk mengetahui lebih jauh mengenai keindahan tubuh wanita mulai terpupuk.
Semenjak aku berusia 12 tahun, di saat aku baru kenal seks, aku menjadi lebih memperhatikan ibuku. Ibuku adalah wanita karir yang menjaga tubuhnya dengan baik. Ibuku tingginya sekitar 160 cm. Kulitnya putih dan tubuhnya kurus. Ibu memiliki dada yang agak besar, namun tidak terlalu besar. Ukuran bra-nya 34B setelah ku gratak lemari pakaian ibu ketika tidak ada orang di rumah.
Aku memang sangat terobsesi dengan kecantikan dan keseksian tubuh ibuku. Sungguhlah sesuatu yang aneh bagiku, karena ayahku sendiri adalah seorang lelaki yang pendek, tingginya hanya sekitar 155 cm, bertubuh gemuk. Walaupun wajahnya lumayan ganteng, tetapi kalau ibu dan ayah berjalan, terlihat lucu juga.
Untung saja aku tidak sependek ayah, mungkin gen yang mempengaruhi tinggi badanku didapatkan dari ibu. Tinggiku saat aku kelas 2 SMP, saat aku mulai berhubungan dengan ibu adalah 158 cm. Saat aku bercerita mengenai kisahku kepada bro Guo Jing, aku berusia 30 tahun dan tinggal bersama ibu di suatu kota di luar pulau Jawa sebagai suami isteri.
Berbeda dengan cerita-cerita khayalan lain di mana sang anak selalu berhasil menghamili ibunya pada saat mereka berhubungan badan pertama kali, aku menghamili ibu saat aku berusia 24 tahun. Ibu selalu memakai kontrasepsi semenjak sebelum berhubungan denganku, karena waktu itu, ia tidak mau memiliki anak dengan ayah karena hubungan ibu dan ayahku tidak harmonis lagi.
Ibu terus memakai kontrasepsi sampai akhirnya aku tamat kuliah. Sebenarnya aku ingin menghamili ibu dari pertama kali kami berhubungan, tapi ibu tidak mau dihamili anak sekolahan dan juga, dia bilang bila ingin menghamili ibu, aku harus serius belajar agar cepat lulus. Pada usia 22 setengah tahun, aku merampungkan S1 ku lebih cepat, karena aku mengambil banyak SKS.
Karena aku ingin sekali menikahi ibu secara legal, aku mengurus surat-surat identitas ibu lewat suatu perusahaan gelap. Walaupun ayah terus menyantuniku selama aku kuliah, dan ibu tetap bekerja sehingga kami punya simpanan di bank, tapi mengurus identitas baru untuk ibu adalah suatu hal yang sangat susah dan mahal.
Untung saja di internet aku bertemu kawan-kawan yang juga memiliki hubungan sedarah. Ternyata ada perkumpulan rahasia yang membantu pasangan sedarah yang kesulitan seperti kami. Dari kawan baruku yang akhirnya aku percayai, namanya sebut saja Guo Jing, aku dikenalkan kepada beberapa temannya yang ternyata adalah pengusaha-pengusaha sukses, ada pejabat juga, bahkan ada paranormal segala.
Mula-mula aku skeptis dan curiga. Jangan-jangan mereka adalah jaringan bisnis porno yang menginginkan sesuatu dari aku dan ibu. Tapi semuanya ternyata berjalan dengan baik. Bahkan aku ditawari kerja oleh, sebut saja Pak Febri, seorang pengusaha tambang di Kalimantan yang memiliki beberapa isteri yang ternyata semuanya ada hubungan darah dengannya.
Pada saat aku berusia 24 tahun dan ibu 41 tahun, kami menikah di Kalimantan, pernikahan sederhana yang dihadiri bosku dan beberapa kawan dari komunitas rahasia kami, saudara ‘ketemu gede’ku, Guo Jing juga hadir sebagai saksi. Setahun kemudian anak pertama kami lahir. Aku sering menggoda ibu dengan mengatakan padanya bahwa aku telah memberikan cucu kepada ibuku dan ibu selalu tertawa dan biasanya kami akan mengalami persenggamaan yang penuh gairah setelahnya.
Kembali ke pengalamanku waktu aku berusia 12 tahun. Aku selalu berusaha untuk dekat dengan ibu saat ia sedang bersiap di kantornya. Aku mulai belagak kebelet dan menunggu di depan kamar mandi sampai ibu keluar dari situ. Ia pertama kali kaget dan bertanya, aku bilang kebelet sambil mencuri-curi pandang tubuhnya yang seksi itu.
Lalu aku masuk kamar mandi lalu pura-pura buang air besar. Pertama kali lihat pemandangan tubuh ibuku berbalut handuk, membuatku nafsu sehingga aku segera masturbasi setelah menguci pintu kamar mandi. Ada rasa syok melihat ibu hanya berhanduk dan menyadari bahwa di balik handuk itu beliau tidak memakai apa-apa membuat nafsuku bagai mau memecahkan kepalaku.
Ritual tambahan ini berlangsung selama beberapa minggu sampai aku merasa bosan dan ingin melihat lebih jauh lagi. Aku ingin melihat ibu telanjang bulat saat mandi! Maka aku menyiapkan rencana agar kali ini aku masuk kamar mandi saat ibu sedang mandi dan mengaku kebelet. Toh sudah lama aku selalu pura-pura sakit perut tiap pagi setelah ibu mandi dan kenapa tidak aku coba untuk memajukan jam sakit perut?.
Maka aku mencobanya. Percobaan pertama gagal, karena pintunya dikunci. Selama beberapa waktu, aku tidak berani mencoba lagi. Pada percobaan kedua, aku meraih gagang pintu dan mencoba memutarnya ternyata tidak terkunci. Antara takut dan tidak, aku bergulat dengan pikiranku sendiri mencoba memutuskan apakah aku berani melakukannya?
Akhirnya saat itu aku tidak melanjutkan usahaku. Terutama karena aku berpikir bahwa bila aku bilang ibu bahwa aku kebelet dan ternyata tidak buang air bukankah akan dimarahi? Oleh karena itu, aku mulai melatih untuk buang air tiap pagi saat aku mandi, walaupun sebelumnya tidak pernah, namun kuncinya adalah makan malam harus dibanyaki dan juga minum air putih.
Pada percobaan ketiga, pintu terkunci. Aku gagal lagi. Berkali-kali aku mencoba, namun tidak pernah berhasil. Entah pada percobaan ke berapa, aku tidak ingat lagi, aku dengan setengah hati mencoba memutar kenop pintu, dan ternyata kali ini tidak terkunci! Sayangnya aku melakukan percobaan ini padahal ibu sudah cukup lama mandi, maklum aku saat itu agak skeptis, dan percobaanku ini lebih ke iseng saja, dan aku dengar suara ibu sedang gosok gigi, aku penasaran apakah ibu gosok gigi dengan tanpa busana ataukah tidak?
“Buuuu… Memeeet sakit peruuuuuttt…”
Ibu sedang menggosok gigi, dan dengan kecewa kulihat ia memakai handuk. Dapat kulihat dua payudara ibu yang terbungkus handuknya, bulat dan tampak tegak. Payudaranya berukuran sedang sehingga masih terlihat ada jarak di antara 2 bukitnya yang indah yang terlihat mengintip dari balik handuk yang membalut tubuhnya yang ramping dan agak basah membuat kulitnya yang putih bersinar ketika terpapar sinar matahari yang masuk lewat jendela kamar mandi.
Tidak ada cacat di sekujur tubuh ibu yang mulus itu. Bau harum sabun cair yang dipakainya semerbak memenuhi kamarku. Aku sudah akil baliq dan selalu bangun dengan kondisi burung yang keras, dengan melihat pemandangan indah tubuh wanita yang mengandung dan melahirkanku itu, burungku jadi berdenyut-denyut.
Wajah ibu walaupun tidak bisa disamakan dengan artis ibu kota, tetapi wajahnya sangat cantik bagiku. Hidungnya yang sedikit betet menghiasi wajahnya yang tirus dan melancip di dagu kecilnya, matanya yang sedikit belo dengan alis tipis memanjang, dihiasi oleh lesung pipit kecil yang mengapit bibirnya yang tipis, menambah kecantikan ibuku.
Setelah itu aku menjadi tidak berani lagi, karena aku melihat wajah ibu yang setengah syok setengah marah ketika aku masuk kamar mandi tiba-tiba. Untung saja aku sudah punya alasan, sehingga wajah ibu tidak menunjukkan kemarahan lagi. Jadi, aku memutuskan untuk play safe dan ritualku kembali menunggu setelah ibuku selesai mandi dan aku sempat mencuri pandang tubuhnya, aku akan bergegas ke kamar mandi dan mulai melakukan sex swalayan, alias masturbasi sambil membayangkan kemolekan tubuh ibu kandungku itu.
Bulan-bulan awal aku masturbasi secara biasa di kamar mandi. Namun, beberapa bulan kemudian, aku menyadari bahwa celana dalam dan BH milik ibu yand dipakai sebelum mandi tentu ditaruh di keranjang baju kotor di kamar mandi. Aku mulai memakai celana dalam dan BH bekas pakai milik ibu sebagai bahan masturbasi.
Bagian dalam dari kancut ibu di mana memeknya menempel, kuendus-endus sehingga aku tahu aroma kemaluan ibuku. Dan ternyata bau memek ibu sangat mantap tercium di hidungku, bau memeknya adalah campuran antara bau pesing dengan bau lain yang kuyakin adalah bau tubuh ibu beserta bau cairan kemaluannya itu.
Bhnya pun kuendusi agar aku dapat mengetahui bau tubuh ibu. Walaupun baunya tak setajam bau vagina ibu. Sehingga, waktu masturbasi, celana dalam ibu aku jadikan bahan untuk kuendus, kucium dan jilati, sementara BH ibu yang halus dan lembut kujadikan alat membungkus kontolku ketika aku mengocok penis.
Sambil duduk di closet, aku asyik mengocok penisku yang diselimuti BH ibu, sementara celana dalamnya kugenggam dan ku endus-endus dengan penuh nafsu. Seringkali bagian selangkangan celana dalam ibu tercetak cairan kekuningan yang kuyakin adalah campuran sedikit air kencing ibu, keringat ibu dan air pelumas vaginanya.
Seringkali aku membenamkan wajah di bagian selangkangan itu lalu menggosoknya sekujur wajahku sambil membayangkan bila suatu saat aku dapat langsung melakukannya di memek ibu. Seringkali aku hanya menghisap tanpa henti noda kuning di celana dalam ibu sambil mengocok penisku yang berlapis BH ibu dengan penuh nafsu.
Orang-orang bilang, seorang lelaki akan selalu mencari perempuan yang mirip dengan ibunya, dan aku sangat setuju. Ibu adalah orang yang merawat kita dari kecil, memberikan cintanya yang tulus kepada kita tanpa minta balasan. Tentu saja cinta seperti ini adalah cinta yang akan menghasilkan rasa terimakasih dari orang yang menerimanya.
Tentu saja, pada usiaku yang masih sedikit itu, aku tidak mengetahui pasti apa yang aku rasakan. Yang aku mengerti bahwa, aku sangat menyukai memandang tubuh ibu dan kemudian mengocok burungku sambil membayangkan tubuh ibu itu. Aku membayangkan bagaimana rasanya bila aku dapat meraba sekujur tubuh ibu yang seksi itu.
Hanya saja, saat itu aku sudah puas dengan hanya melihat dan membayangkan. Tidak lebih. Ada rasa takut sebagai anak kecil untuk melakukan lebih jauh. Takut kepada ibu, terlebih takut kepada ayahku. Apa jadinya nanti bila ayahku tahu apa yang ada di otakku? Bisa-bisa habis aku dihajarnya. Atau bisa saja aku diusir dari rumah karena aku adalah anak dengan otak yang kotor yang menginginkan ibu kandungnya sendiri.
Saat ibu selesai mandi, ibu akan mempersiapkan diri untuk kerja di kamarnya dan ibu biasanya akan buru-buru. Dia akan berpakaian seadanya dulu dan kemudian mondar-mandir sekeliling rumah, entah ke kamar mandi, entah balik lagi ke kamar tidurnya untuk menyiapkan segala sesuatu dengan hanya menggunakan bra, cd dan rok dalam.
Di saat ini, aku akan selalu menatap tubuh setengah telanjangnya yang putih dan seksi itu tanpa berhenti. Aku juga akan selalu mencari alasan untuk berada dekat-dekat dengannya, memperhatikannya berdandan yang dilakukannya cukup lama, sekitar seperempat jam, kemudian dia akan menata rambutnya yang memakan waktu lima menit.
Aku akan berusaha mengajaknya berbicara hal-hal mengenai pelajaran atau apapun yang ada di dalam pikiranku sambil mencuri-curi pandang tubuhnya yang seksi dan molek itu, terutama sekali aku menyukai payudaranya yang bentuknya proporsional sekali menghiasi silhouette tubuhnya yang ramping. Dua gundukan yang mancung dengan sebuah lembah yang memisahkan keduanya dengan begitu apik dan sensual.
Jam setengah tujuh ibu selesai bersiap-siap. Dan aku juga bersiap-siap untuk ke sekolah. Ibuku mengantarku tiap hari menggunakan motor maticnya, kala aku kelas 3 SD aku mulai malu datang ke sekolah bersama ibu, namun mulai kelas 6, aku tidak peduli lagi. Ibu selalu menyuruh aku untuk memeluk ibu dari belakang, maka dengan antusias aku memeluknya erat-erat.
Wangi parfum ibu membuat burungku sepanjang perjalanan menjadi keras bagaikan batu. Aku harus berhati-hati agar burungku tidak menempel di pantat ibu. Inilah salah satu dari empat hal yang paling kusuka di pagi hari. Hal pertama adalah melihat ibu dengan handuk, hal kedua adalah masturbasi, hal ketiga adalah melihat ibu berdandan dan hal terakhir adalah berboncengan dengan ibu saat ia mengantarku ke sekolah.
Demikianlah ritual pagi yang aku lakukan selama tiga tahun. Di mulai dari aku kelas 6 SD sehingga kemudian aku duduk di kelas 2 SMP. Saat itu aku berusia 14 tahun dan ibu berusia 34 tahun.