1 November 2020
Penulis — Pemanah Rajawali
Petualangan Ari - My First Threesome
Jam empat pagi kurasakan ada seseorang yang sedang menghisap-hisap burungku. Ah, pikirku, ini pasti Mbak Vidya. Biasanya aku selalu tidur di kamar Mbak Vidya malamnya, kemudian kami bangun jam empat pagi untuk bersetubuh satu ronde, baru setelah itu aku akan kembali tidur ke ruang tidur untuk tamu. Perlahan aku membuka mataku dan setelah aku lihat, aku terkejut mendapatkan Tante Hani mengenakan baju tidur putih transparan tanpa memakai dalaman, sedang asyik mengulum kejantananku sambil duduk di pinggir kanan ranjang.
“Tante?” suaraku masih berat karena baru bangun tidur.
Tante hanya melirik kepadaku dan mengedipkan matanya, namun mulutnya asyik menyedoti batangku yang sudah tegak. Tangan kirinya memegang bagian dasar batangku, sementara tangan kirinya perlahan meremasi kedua biji pelirku. Aku yang baru bangun tak mampu berkata-kata lagi, tadinya aku ingin memperingatkan Tante Hani agar menghentikan aksinya, karena aku takut Mbak Vidya akan bangun dan masuk ke kamarku.
Aku bangkit untuk duduk. Aku tarik gaun tidur Tante Hani. Tanteku itu membantuku sebentar sehingga akhirnya ia telanjang bulat. Aku tarik pinggulnya, iapun mengerti maksudku. Aku kembali tiduran dengan telentang, sementara Tante Hani menggeser tubuhnya hingga kini kedua kakinya ditaruh mengapit kepalaku.
Ketika memek Tante Hani mencapai wajahku, dengan antusias aku menjilati kemaluannya itu. Bau memek Tanteku itu sangat jelas tercium hidungku. Cairan kemaluan Tante Hani yang sudah membasahi kemaluannya kujilat-jilat dengan penuh semangat. Rasa memek Tante Hani agak asam dan sedikit pahit, selain itu terasa hangat di lidahku.
Tak lama badan kami sudah penuh dengan keringat. Badan kami yang basah menempel satu sama lain. Aku mulai menggunakan jari telunjuk kanan untuk merogoh lubang memek Tante. Tante Hani mulai menggumam keras ketika merasakan jari-jemariku menerobos liang kenikmatannya. Lubang vagina Tanteku itu sudah sangat licin dan hangat sehingga jariku tidak kesulitan bergerak masuk keluar bagaikan piston mesin bermotor, sementara lidahku asyik menjilat-jilat area sekitar klitoris tanteku itu.
Tante Hani mulai menggoyang-goyang pantatnya, dan hisapannya pada batang kontolku makin cepat dan keras saja, menyebabkan kedua buah lututku merasakan ngilu yang nikmat yang merembet ke sekujur tubuhku. Kubalas dengan mulai mengenyot-ngenyot klitorisnya. Ini membuat Tante Hani tiba-tiba melepaskan kontolku dari mulutnya dan mengerang kenikmatan.
“Yessss… Hisap kelentit Tantemu, Ari!”
Perlahan namun pasti aku memperkeras hisapanku pada klitoris Tante Hani. Tante Hani sudah lupa untuk menyepongku, ia kini bertumpu dengan kedua tangan di dadaku, sementara ia setengah menduduki wajahku dan pantatnya makin liar bergoyang dan menekan kepalaku sementara mulutku menempel ketat di kelentitnya tanpa mau terlepas lagi.
“sedot terus Ri!… Terus… teruuuuss!!! TERUUUUUSSSSS!!! Tante sampaaaaiiiiiii!”
Memek Tanteku merembeskan banyak sekali cairan vagina yang membasahi tangan dan wajahku. Sementara aku kesulitan bernafas ketika selangkangannya menekan keras ke bawah selama ia orgasme.
Namun akhirnya otot selangkangannya mengendur dan Tante Hani menjatuhkan diri di sampingku, ia berbaring telentang dengan selangkangan masih sejajar dengan kepalaku sementara kepalanya sejajar dengan pahaku. Tubuh Tante Hani yang basah oleh keringat tampak begitu seksi dan menggairahkan. Matanya yang terpejam dan ketelanjangannya membuat Tante Hani saat ini membuatnya terlihat sebagai wanita yang sangat sensual dan obyek seksual yang menjadi sarana pelampian nafsu bejat lelaki.
Aku segera duduk, lalu melebarkan kedua paha Tante Hani. Kuposisikan diri agar duduk di depan selangkangannya. Aku mengarahkan kontolku di depan liangnya dan dalam satu gerakan cepat dan indah, aku benamkan dalam-dalam kontolku yang sudah basah oleh air ludah Tanteku itu ke dalam lubang kemaluannya yang sangat licin dikarenakan cairan pelumasnya sendiri.
Setelah kontolku sudah bersarang di memek Tanteku itu, aku segera menindihnya dan memeluk tubuhnya erat-erat. Setelah mulutku menjepit pentil payudara kanan Tante Hani, aku mulai mengentoti Tanteku itu dengan penuh tenaga.
“PLOK! PLOK! PLOK! PLOK!…”
Suara selangkanganku membentur selangkangan Tante Hani terdengar bertalu-talu. Pentil Tante yang sudah mengacung tegak kusedoti dengan rakus. Tante Hani menjawab dengan merangkul kepalaku dan mengelus-elus rambutku dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya meremasi pantat kananku. Di bagian bawah, Tante Hani menggerakkan pantatnya memutar-mutar dan mendorong-dorong seirama dengan goyangan pantatku.
Nikmat sekali rasanya mengentot dengan kakak kandung ibuku itu. Tubuhnya yang bahenol dan semok sungguh empuk dan enak ditindih. Keringatnya yang membawa bau tubuh yang lembut namun jelas, kulitnya yang halus dengan otot yang kenyal, membuat Tante Hani pasangan ngentot yang ideal. Pentilnya yang besar juga membuat mulutku mudah sekali mengenyot, menjilat dan menghisapinya.
Tante Hani lalu menjepit pantatku dengan kedua kakinya, kedua tangannya kini memeluk punggungku kuat-kuat. Seakan-akan Tante Hani berusaha menembus tubuhku dengan menggunakan tubuhnya sendiri. Selangkangannya kurasakan membenturi selangkanganku dengan lebih keras, yang membuatku mengimbangi dengan juga menambahkan daya tumbuk selangkanganku di selangkangannya.
“entoti Tante, Ri… Entotin yang keras… Sodok memek Tante kuat-kuat, sayanggg… Gagahi Tante… Buntingin Tantemu seperti kamu ngebuntingin Mama kamu sendiri… Tubuh ini milk kamu, Ri… Pakailah Tante sesukamuuuu…”
“Tante Hani cantiiiikkkk… Ari cinta Tante… Ari pengen ngentotin Tante terus-menerusss… Ari pengen nikmatin memek Tante… Ari pengen selalu ngentotin Tante… Ari pengen tinggal di dalam memek Tante selamanyaaaa…”
Lalu aku mulai menyedot puting sebelah kiri tante Hani. Entah berapa lama kami ngentot. Kami tidak dapat mengetahui waktu, karena seluruh konsentrasi kami tercurah pada persetubuhan kami yang tabu ini. Entah berapa kali mulutku pindah dari satu pentil ke pentil yang lain. Entah berapa lama lidahku menjilati seluruh dada kakak kandung ibuku.
Yang jelas, saat Tante Hani menarik kepalaku ke arah kepalanya menggunakan dua belah tangannya, lalu Tante Hani menyerang bibirku dengan bibirnya, ketika lidahnya memasuki mulutku dan lidahku membalas dan kami berciuman selama beberapa menit, saat itulah tubuh Tante Hani menjadi kaku, pelukan tangan dan kakinya begitu ketat sehingga aku agak kesulitan bernafas, sementara perut dan dinding memek Tante Hani bergetar dan cairan vagina Tante Hani menyemprot.
Daya tahanku juga jebol. Kenikmatan seksual yang sedari tadi kurasakan menguasai tubuh, sudah tidak mampu terbendung lagi. Spermaku yang terkumpul karena rangsangan birahi karena mengentot, akhirnya terlepaskan dengan hebatnya. Kontolku yang kubenamkan dalam-dalam dan kuat-kuat, menyemprotkan air maninya berkali-kali, menyiram rahim Tante Hani yang subur sehingga jutaan spermaku menerobos rahim Tanteku itu dan memenuhi peranakannya.
Sejenak kami terdiam lemas dengan aku menindih Tante Hani dan kontolku masih menancap di dalam memeknya. Setelah beberapa menit aku mulai asyik menjilati ketiak licin Tanteku yang sebelah kiri. Tanteku hanya tersenyum sambil mengusap rambutku dengan tangan kanannya. Lidahku dengan perlahan namun kuat menekan dan menggeleser di sekujur ketiak putihnya.
Saat itu tiba-tiba pintu terbuka dan terdengar suara Mbak Vidya.
“Mama! Ari! Kalian ngapain?!!!”
Tante Hani dan aku kaget dan melihat ke arah pintu. Mbak Vidya berdiri di sana dengan telanjang bulat, sementara baju tidurnya disampirkan di bahu kirinya. Tatapan mata Mbak Vidya menunjukkan rasa terkejut dan ketidak percayaan menyaksikan ibu kandungnya sedang telanjang bulat dan ditindih oleh sepupu yang ia cintai yang juga telanjang bulat, sementara sepupunya itu sedang asyik menjilati ketek ibunya itu!
Mbak Vidya menangis lalu lari meninggalkan kamar tidur itu.
“Vidya!” kata Tante Hani yang bergegas melepaskan diri dariku dan mengejar anaknya itu,“Ari. Lebih baik kamu di sini saja menunggu.”
Aku terdiam saja melihat tubuh sintal Tante Hani yang telanjang bulat meninggalkan kamarku untuk mengejar Mbak Vidya.
Dalam keheningan dan ketelanjangan aku duduk di ujung tempat tidur dan pikiranku menjadi kacau. Mbak Vidya jelas sekali mencintai aku, ia mengorbankan segalanya untukku, bahkan keperawanannya. Sementara, kini ia mendapati aku ‘berselingkuh’ dengan menyetubuhi ibu kandungnya. Tentu saja Mbak Vidya merasakan kekecewaan, sakit hati dan cemburu.
Lama kelamaan dipikir, bila Mbak Vidya menyuruh aku untuk memilih siapa yang menjadi kekasihku, Mbak Vidya atau ibunya, aku tetap tidak bisa menjawab. Aku menyukai semuanya. Aku suka mengentoti ibu kandungku sendiri, aku suka mengentoti kakak ibuku dan aku juga suka mengentoti Mbak Vidya. Kalau bisa, aku ingin terus mengentoti mereka bertiga.
Sekitar satu jam aku duduk melongo dengan banyak pikiran di kepala, ketika aku dikejutkan dengan suara Tante Hani.
“Ari…”
Aku menatap pintu dan kulihat dua perempuan yang telanjang bulat memasuki kamarku. Aku terhenyak dan tidak menyangka-nyangka. Tante Hani dan Mbak Vidya tampak habis menangis karena matanya sembab. Namun kulihat mata Mbak Vidya tidak memancarkan kekecewaan dan kesedihan lagi. Mata itu memancarkan cinta.
Kedua perempuan itu duduk mengapitku di ujung tempat tidur. Tante Hani di kanan dan Mbak Vidya di sebelah kiri.
“Tadi Tante sudah berbicara panjang lebar dengan Mbak Vidya,” kata Tante Hani, “Mbakmu sudah tahu semuanya. Ia tahu bahwa sebenarnya kamu sudah tidur dengan tiga orang wanita. Mamamu, Tante dan Mbak Vidya. Pada mulanya Mbak Vidya marah kepada kamu yang tidak jujur dan menurut anggapannya, kamu itu playboy.
“Betul.” aku menjawab dengan menatap Mbak Vidya,” Ari mencintai Ibuku, Tante Hani dan Mbak Vidya sama besarnya. Sempat Ari mencoba memilih di dalam hati, tetapi Ari tidak bisa hidup tanpa salah satu dari tiga perempuan yang Ari cintai. Ari tidak mau memilih. Ari tahu bahwa Ari egois, tetapi Ari benar-benar tulus mencintai semuanya.
Mbak Vidya menarik nafas, katanya.
“Ari. Pada awalnya Mbak merasa kamu hanya mempermainkan Mbak saja. Ari hanya ingin tubuh Mbak saja. Tetapi, setelah mengetahui bahwa kamu baru-baru ini saja menyetubuhi Mama kamu, maka Mbak menyimpulkan bahwa sebelum kamu mencintai Mama kamu seperti seorang kekasih, kamu lebih dahulu mencintai Mbak Vidya.
“Oh, Mbakku. Mbak selalu menjadi cinta pertama Ari,” jawabku sambil memeluk tubuh telanjang Mbak Vidya dan berusaha mencium bibirnya. Tapi Mbak Viday mengelak. Aku menjadi bingung.
“Tapi Mbak tetap marah sama Ari,” kata Mbak Vidya lagi,“karena ternyata Ari telah menghamili Mamamu terlebih dahulu. Seharusnya Mbak yang kamu hamili, karena dari dahulu Mbak memutuskan untuk menjadi pacar Ari. Tapi Mbak dapat maklum bahwa Ari tidur dengan Mama Ari sendiri, karena saat itu kamu cemburu dengan Mbak, sehingga akhirnya terjadilah hubungan itu.
Aku agak takut mendengar ini, namun Mbak Vidya meneruskan penjelasannya.
“Kamu harus menghamili Mbak juga. Juga Mama Mbak Vidya. Itu hukuman kamu selama kamu ada di sini. Mengerti?”
Dengan perasaan bahagia yang tak dapat aku jelaskan, aku segera mencium bibir Mbak Vidya. Dalam posisi menyamping kami tiduran di tempat tidur sambil terus menukar ludah dengan kedua lidah kami yang asyik bergelut. Saat itu kurasakan Tante Hani ikut memelukku.
“Tante ikutan dong… Kan kamu harus menghamili kami berdua?”
Aku beringsut tidur telentang, sementara Tante Hani dan Mbak Vidya menyamping menghadap aku dengan satu payudara masing-masing menempel di dadaku. Kurentangkan kedua tanganku sehingga tangan sebelah kanan memeluk Tante Hani dan yang kiri memeluk Mbak Vidya. Kualihkan kepala ke Tante Hani dan ia langsung melumat bibirku.
Untuk beberapa menit kami bertiga bergantian berciuman. Beberapa saat kucium Tante Hani, beberapa saat aku cium Mbak Vidya. Lama kelamaan kami berpelukan sehingga tiga tubuh kami kini bagai menyatu. Tangan kiri Mbak Vidya merangkul sampai punggung ibunya sementara tangan kanan Tante Hani juga merangkul punggung anaknya.
“Dari tadi Ari mulu yang cium kalian. Kalian berdua ciuman juga, dong.” kataku.
“Ih, Ari… Masak Mbak cium Mama Mbak sendiri?”
“Ah, ludah Mbak sudah bercampur dengan ludah Ari, lalu dicampur ludah Tante Hani, jadi sebenarnya Tante Hani sama Mbak Vidya sudah merasakan ludah satu sama lain, kan. Ayo dong… Pasti seru…”
Kami bertiga berdebat beberapa saat, masih sambil berangkulan dengan mesra. Setelah beberapa saat merayu akhirnya Mbak Vidya mengecup bibir Tante Hani.
“Yaelaah… Itu mah kecup sebentar,” kataku,“Pake lidah juga dong…”
Mereka berdua tampak tersipu, wajah mereka bersemu karena malu. Namun akhirnya mereka perlahan berciuman. Pertama bibir dengan bibir bertemu, lalu kedua bibir merekah dan lidah mereka malu-malu bersinggungan sebelum bibir mereka merapat.
“Ayolah… Jangan malu-malu… Ari aja ketagihan main ludah sama kalian berdua…”
Akhirnya lidah mereka mulai menyapu sedikit demi sedikit. Lama kelamaan tampaknya mereka sudah tidak canggung lagi dan mulai berciuman dengan bernafsu. Lidah mereka menjilat-jilat dengan semangat. Bunyi bibir mereka berkecupan makin lama makin keras saja. Aku menjulurkan lidah dan memotong ditengah.
Suasana begitu hot. Kami bertiga sudah mulai basah oleh keringat. Bau tubuh Mbak Vidya dan Tante Hani yang berlainan menambahkan semangat. Suatu ketika Mbak Vidya dan aku sedang asyik berciuman ketika Tante Hani bergerak untuk meludahi tempat di mana bibirku dan Mbak Vidya bertemu. Aku dan Mbak Vidya bagaikan orang kehausan menghabisi liur Tante Hani dan meminumnya.
“Kurang…” kataku sambil mendorong Mbak Vidya sehingga dia tidur telentang, dengan aku tidur di sampingnya. Kutarik tangan kiri Mbak Vidya ke atas sehingga keteknya dengan rambut halus terlihat. “taruh disini yang banyak…”
Tante Hani mulai mengumpulkan ludah dan perlahan meludahi ketiak basah Mbak Vidya. Setelah air liur yang sedikit berbusa milik Tante Hani cukup banyak di situ, aku dengan semangat ‘45 mulai menjilati ketiak Mbak Vidya perlahan. Bau mulut Tante Hani bercampur bau ketek Mbak Vidya membuat combo sensualitas ke level yang berbeda.
Kulihat payudara kanan Mbak Vidya sudah basah oleh ludah ibunya. Tak berhenti sampai di situ, Tante hani mulai meludahi payudara kanan anak kandungnya itu, sehingga air liur Tante Hani memenuhi payudara itu. Kemudian Tante Hani mulai menjilati sisa dada anaknya yang belum tersentuh lidahnya. Sehingga tak lama kembali tetek kiri Mbak Vidya basah oleh air liurnya.
Aku mulai menjilati payudara kiri Mbak Vidya yang kini memiliki bau campuran antara bau mulut ibunya dan bau tubuhnya sendiri. Kunikmati jengkal demi jengkal buah dada kanan Mbak Vidya dengan perlahan dan penuh perasaan, menikmati bau tubuh dua wanita yang kucinta. Ketika kukenyot pentil tetek kanan Mbak Vidya, Tante Hani mulai menjilati perut anaknya itu.
“Aaahhhhh… Ari… Sedot pentilku…”
Kusedoti pentil Mbak Vidya bergantian, sambil terkadang menjilati bagian lain payudaranya yang sudah dilapisi ludah Tante Hani selama beberapa lama sementara Tante Hani asyik menyelomoti perut ramping anak gadis satu-satunya itu. Perlahan kepala Tante Hani mulai turun membuat Mbak Viday mengerang semakin keras.
“Mamaaaaa… Enaaaaaakkkkkk…”
Aku tak tahan lagi. Aku berdiri di belakang Tante Hani yang sedang menjilati memek anak kandungnya sendiri, lalu dengan satu tusukkan, aku hujamkan kontolku kedua kalinya hari itu ke dalam lobang kakak ibuku itu.
Tante Hani menggumam namun tidak melepaskan jilatannya. Aku pegang pinggul tanteku itu dan mulai mengentotinya dengan keras-keras. Sementara Mbak Vidya mengerang-erang karena memeknya terus dilahap ibunya, bahkan kini dengan jari tengah, lubang vagina Mbak Vidya mulai dicolok-colok oleh Tante Hani.
Peluhku sudah membanjir dan pantat Tante Hani sudah kuhajar berkali-kali dengan selangkanganku sementara kontolku merojok-rojok di dalam memek sempitnya. Tiba-tiba badan Tante Hani menjadi kaku dan kurasakan memeknya kembali bergetar sementara cairan memeknya menyembur sehinga luber keluar membasahi kontol dan selangkanganku selain selangkangannya sendiri.
Tante Hani menjatuhkan diri di samping kanan Mbak Vidya, sementara aku belum puas. Kulebarkan kaki Mbak Vidya lalu aku hujamkan kontolku ke dalam memeknya. Mbak Vidya menjerit kecil. Kutindih badannya dan merengkuh payudaranya, sambil kuremas erat, aku mulai mengentoti Mbak Vidya dengan cepat dan kuat.
Namun tak lama Tante Hani kembali ke dalam kancah peperangan. Ia merangkak dari arah berlawanan di hadapanku, sehingga kepalanya dan kepala Mbak Vidya terbalik dan ia mulai menjilati wajah Mbak Vidya sehingga tak lama seluruh wajah anaknya telah habis dilumuri ludahnya, kemudian ia mulai turun menjilati leher sampai tak ada satu jengkalpun yang lewat, untuk dilanjutkan dengan menjilati bagian atas dada Mbak Vidya.
Aku sangat suka melihat seorang ibu menjilati anak perempuannya, sehingga tanganku kulepas dari tetek Mbak Vidya dan aku memegang pinggul Mbak Vidya saja dan memperhatikan lidah Tante Hani asyik menjilati payudara anak kandungnya itu. Sementara, tangan kiri tante Hani tampak diselipkan di selangkangannya sendiri tanda bahwa ia sedang masturbasi juga.
Dari sudut pandangku, aku hanya melihat punggung bohay penuh keringat milik tanteku, kepala bagian belakang dan atas, dan sedikit wajah tanteku, diiringi lidahnya yang menjilati tubuh anaknya, sekarang ia sedang asyik menjilati pusar Mbak Vidya. Dalam usaha mendekati klimaks, begitu gemasnya aku melihat pemandangan di depan sehingga akhirnya aku raih kedua payudara besar Tante Hani yang menggantung di tubuhnya, lalu aku mulai menciumi punggung Tante Hani yang basah itu.
Cukup lama juga aku meremasi payudara besar tanteku sambil menciumi dan menjilati punggungnya, tak lupa aku cupangi sekujur punggung tanteku itu sebagai bukti cintaku dan bukti bahwa aku pernah menggauli perempuan itu. Bau tubuh Tante Hani dan bau tubuh Mbak Vidya kini sudah terekam dengan baik di otakku, sama seperti bau tubuh ibuku.
Saat aku sudah dekat klimaks, kurasakan tubuh Tante Hani maju lagi dan tahu-tahu lidahnya menjilati bagian selangkanganku dan selangkangan Mbak Vidya di mana saat itu sedang terjadi persenggamaan antara kontolku dan memek Mbak Vidya. Kulihat kedua tangan tante Hani juga sudah menumpu di tempat tidur, pantat Tante Hani kini sudah ditekan di bawah, rupanya ditekan di wajah anaknya, dan kuyakin bahwa Mbak Vidya kini sedang menjilati memek ibunya walaupun aku tak dapat melihatnya.
Pemandangan ini membuat aku tidak tahan lagi sehingga tiba-tiba kontolku menyemburkan sperma di dalam tubuh sepupu yang paling kucinta itu dengan selangkanganku yang kutekan diselangkangannya. Mbak Vidya juga mengejan dan dapat kurasakan memeknya menjadi lebih basah karena cairan vaginanya merembes cepat keluar tanda orgasme, sementara Tante Hani asyik mengenyoti bulu jembutku dengan keras dan tubuhnya pun mengejan, kulihat pantatnya menekan ke bawah.
Tetes terakhir spermaku kubuang dalam rahim sepupuku yang cantik itu, sementara Tante Hani dengan lemas menggulingkan diri ke samping anaknya, dengan kepala sejajar paha Mbak Vidya. Aku sendiri menindih Mbak Vidya walau kontolku masih bersarang di gua kenikmatan miliknya. Mbak Vidya tersenyum lemah, sementara aku kini mulai menjilati wajahnya yang penuh dengan cairan memek Tante Hani.
Kehidupanku sungguh ajaib dan hebat, pikirku. Sekarang, tinggal memikirkan cara untuk ibuku mau bersetubuh rame-rame seperti halnya Tante Hani dan Mbak Vidya. Well to the well well well, tunggu tanggal mainnya!
Bersambung