1 November 2020
Penulis — Pemanah Rajawali
Ini adalah kisah petualangan Ari yang kedua. Yang pertama berjudul "". Disarankan untuk membaca kisah pertama dahulu, agar lebih mengerti jalan cerita kisah ini.
Malam setelah pertama kali aku dan ibuku bersetubuh dan setelah ibu menaruh telpon, kami berpelukan dengan telanjang dan saling berciuman perlahan, romantis sekali. Kami saling meraba sambil mulut dan lidah kami beradu berkali-kali.
Saat itu kami berdua hanyut dalam cinta terlarang antara ibu dan anaknya, namun berhubung sudah malam dan kami berdua baru saja orgasme yang amat hebat, kami berdua tidak merasakan birahi, hanya rasa cinta terhadap satu sama lain yang begitu besar. Akhirnya, dalam pelukan dan ciuman ibu, aku tertidur di kamar ibu dengan perasaan puas dan letih.
Aku terbangun ketika matahari menyinari kamar dikarenakan tirai yang telah dibuka oleh ibu sebelumnya. Aku sempat merasa kejadian semalam hanya mimpi, tapi demi melihat aku tidur telanjang di kamar ibu, hatiku menjadi Bahagia sekali. Aku segera turun dari tempat tidur dan mencari ibu, dengan masih tanpa berpakaian.
Ibu sedang mencuci piring di dapur yang terletak di luar bangunan di bagian belakang. Di belakang dapur ada taman kecil dan tempat untuk menjemur pakaian. Untung rumah kami sudah bertembok tinggi sehingga tak akan ada tetangga yang dapat melihat dapur kami.
Saat itu Ibu hanya memakai gaun tidur merah tipis yang transparan. Gaun itu tak pernah kulihat dipakai ibu. Kurasa demi melihat potongan gaun itu, aku mengerti bahwa gaun tidur itu hanya dipakai di depan ayahku sebelumnya. Ibu tidak memakai BH ataupun CD. Gaun tidur itu hanya menutupi sampai bawah pantatnya, dan karena transparan, pantat ibu yang bulat terlihat menantang.
Bagian dapur berada persis di samping tembok rumah. Namun lebih rendah dari lantai yang memanjang dari pintu sampai hampir ke dapur. Memang bagian belakang selain dapur juga sebagai tempat makan kami sekeluarga, dan tempat makan itu dibuat lebih tinggi dari dapur dan taman. Sehingga bila aku berdiri di ujung lantai yang tinggi itu tepat dibelakang ibu, maka walaupun aku lebih pendek dari ibu, namun kontolku akan pas mengenai pantatnya.
Aku memeluk ibu dari belakang. Ibu kaget namun memalingkan wajahnya sambil tertawa.
“Sudah bangun nih?” kata ibu, “adiknya bangun juga tuh…”
Ibu merasakan kontolku yang keras di belahan pantatnya.
“Bu, kita kalau Cuma berduaan di rumah, lebih baik telanjang aja… biar gampang…”
Ibu tertawa renyah menggemaskan dan berkata.
“Dasar kamu! Kecil-kecil otakmu sudah ngeres…”
Aku menarik tali gaun tidur yang diikat dipinggang gaun ibu itu, lalu cepat-cepat membukanya. Ibu hanya tertawa dan membiarkan aku menelanjanginya. Gaun itu kugantung di dinding tempat menggantung panci.
Ibu meneruskan pekerjaannya mencuci baju. Dilihat dari belakang, bentuk tubuh ibu yang proporsional bagaikan gitar spanyol dengan lekukan besar dimulai dari pinggul dan berakhir di ujung bawah pantatnya. Tulang belikat ibu yang sedikit menonjol menghiasi punggung putihnya yang mengkilat terkena matahari pagi yang malu-malu bersinar dari arah kanan kami karena belum sepenuhnya keluar dari awan, dari arah timur.
Ibu sedikit membungkuk karena sedang mencuci wajan di tempat cuci piring. Aku merapatkan badanku ke badan ibu. Kontolku kutaruh di bawah selangkangan ibu yang membuka karena kedua kakinya renggang, sementara kedua tanganku meraih kedua buah dada ibu yang besar dan ranum yang sedang bergoyang-goyang saat ibu sedang mencuci wajan.
“Ari, kamu ini penjahat kelamin ya? itu kontol kamu udah keras, kamu terangsang ngelihat ibu sendiri. Otak kamu pasti isinya Cuma keinginan menyetubuhi ibu sendiri, kan? Dasar kamu anak yang nakal!”
Bau tubuh ibu ditambah kata-kata ibu yang isinya vulgar yang disampaikan dengan nada manja seorang perempuan dan dilengkapi dengan hangatnya tubuh telanjang ibu yang halus dan putih, membuat otakku benar-benar tidak ingat apapun selain keinginan merasakan liang surgawi ibuku itu.
Aku selalu suka membaca puisi ataupun karya-karya sastra. Dari situ banyak sekali karya yang mengagungkan wanita. Kini, aku merasakan kecintaan kepada wanita, walaupun wanita itu ibuku sendiri. Maka, aku segera menjawab ibu dengan menumpahkan isi hatiku kepadanya.
“Ibu, salah ibu sendiri… Kenapa ibu harus memiliki wajah yang cantik? Kenapa ibu harus memiliki tubuh yang sempurna keindahannya? Kenapa ibu memiliki bau tubuh yang memabukkan? Kenapa ibu memiliki suara yang sensual? Semua lelaki pasti inginnya menggagahi ibu terus-menerus tanpa berhenti. Semua lelaki ingin menikmati setiap jengkal tubuh ibu.
“Ari sudah mendapatkan kenikmatan yang tidak ada bandingannya di dunia ini. Uang, makanan, kemewahan, tiada artinya. Ari sudah merasakan kehangatan tubuh ibu luar dan dalam. Ari sudah pernah merasakan manisnya tubuh ibu dengan lidah Ari. Ari pernah merasakan kemaluan ibu mencengkeram kemaluan Ari. Tidak ada kenikmatan apapun di dunia ini yang mampu menggantikan itu semua.
“Ketika kita berpelukan erat. Ketika kontol Ari terbenam di memek ibu, Ari merasakan betapa ukuran memek ibu begitu pas menyarungi kontol Ari. Betapa penis Ari sepertinya tercipta untuk dimasukkan ke dalam vagina ibu. Betapa belasan tahun yang lalu Ari yang tumbuh di dalam badan ibu dan dilahirkan ke dunia untuk keluar dari badan ibu, kini telah kembali masuk ke dalam badan ibu itu.
“Ari mencintai ibu. Dan tidak ada orang yang dapat mencegah Ari untuk mencintai ibu seutuhnya, jiwa dan raga.” Aku diam sejenak lalu berkata lagi dengan nakal,“tentunya mencintai raga ibu yang seksi ini sesering mungkin kalau bisa…”
Ibu yang masih memalingkan wajahnya untuk menatapku, kini memandangku dengan mata yang berkaca-kaca penuh haru. Lalu katanya.
“kamu pinter banget dengan kata-kata. Romantis…”
Ia mendoyongkan wajahnya untuk menciumku, aku berjinjit dan menyambut bibir ibu dengan bibirku. Ibu mengecupku perlahan dan lama. Lalu menghentikan kecupannya dan berkata.
“Tapi romantis dan vulgar. Dari segitu banyak kata-kata, tetap saja kepalamu mikirin seks doang…”
Ibu tertawa renyah lalu melanjutkan mencuci wajan. Aku lalu kembali menciumi punggung ibu sementara pantatku mulai kugoyang-goyang. Kontolku menggeseki bibir memeknya sementara kedua tanganku asyik meremas lembut kedua payudara ibu. Lama-kelamaan vagina ibu mulai basah dan mengeluarkan bau memek yang sedap.
Bibirku mulai menjilati dan mengenyoti punggung ibu. Dari tengah punggungnya aku mulai menyusur ke bawah menggunakan mulutku. Perlahan lidahku akhirnya mencapai bagian atas pantatnya. Kedua pantatnya yang putih dan ranum mulai aku garap. Bercak cupang menghiasi dari punggung sampai kedua bongkah bokongnya itu.
Kubuka pantatnya dengan kedua tanganku setelah aku tinggalkan dua tetek ibu yang kenyal. Lubang anus ibu yang dihiasi lingkaran kecoklatan tampak tertutup dan mengerut. Aku julurkan lidahku ke lubang dubur ibu. Ibu mengerang ketika lidahku menyapu lingkar anusnya. Lingkar itu tampak merekah ketika kedua tanganku menarik kedua pantat ibu lebih keras.
Ibu melepas wajannya dan berpegangan tangan di tepian tempat cuci piring. Kepalanya mendongak ke atas. Lidahku menerima rasa getir dan kelu ketika memasuki anus ibu. Kulihat tangan kanan ibu bergerak dan ia mengusapi klitorisnya sambil mendesah-desah.
“Anak nakal… lubang tai ibu dijilatin… pikiranmu jorok, Ri… masa dubur ibu kamu jilat-jilat… kamu kurang ajar sama ibu sendiri… ibu kamu anggap pelacur ya? ahhhhhh… sshshhh…”
Terkadang aku mengenyoti anus ibu, terkadang hidungku aku benamkan ke dalamnya untuk menghirup dalam-dalam aroma yang disebarkan dari dalam liang ekskresi ibu itu. Tapi lebih banyak aku menjilati dan menjulurkan lidahku sehingga memasuki lubang anus ibu sejauh yang lidahku mampu mencapainya.
“Ohhhhh… Ari… ga sopan ya kamu… lubang pantat ibu diendusi… disedot-sedot… Kamu ga bermoral, Ri… Sssshhhhhhh…”
“mmhhhhh… Lubang tahi ibu enak… mmmmmhhhhhh… baunya sedaapppp… mhhhhhh… Rasanya legit… mmmmppphhh…”
Tangan kananku tak tinggal diam, telapaknya kugerakkan untuk mulai menggeseki bibir vagina ibu yang mulai basah karena cairan kewanitaan ibu yang mulai merembes keluar melumasi lubang kenikmatan ibu dan mengeluarkan bau memek yang sedap.
Ketika jariku menemukan klitorisnya, ibu mengerang dan mendesah dengan keras. Punggung ibu yang berkilat karena mulai mengeluarkan keringat tertekuk bagai busur. Bau tubuh ibu yang harum mulai merebak keluar dari pori-pori kulitnya dan juga dari arah kemaluannya sementara matahari telah mulai menyinari tubuh kami berdua yang telanjang dengan sepenuhnya tanpa terhalang awan lagi.
Kurasakan kehangatan matahari yang makin lama makin memanas, membuat suasana hot di dapur bagaikan membara dalam birahi. Kedua tubuh kami mulai banjir keringat. Dapat kurasakan peluh ibu di lidahku menanamkan rasa sedikit asin yang memperkeras nafsu binatang yang mulai menggetarkan ujung urat kemaluanku.
Tak mampu menunda lebih lama lagi, aku mengarahkan kontolku dengan tangan kananku ke lubang kencing ibu. Cairan pelumas sedikit keluar dari kontolku, kalo sebutan orang amrik, ini adalah pre-cum. Aku gesek kepala kontolku sepanjang bibir memek ibu yang rapat namun basah karena keringat ibu dan cairan pelumasnya.
Gesekkanku kuteruskan beberapa saat, sampai akhirnya kurasakan memek ibu kini benar-benar basah kuyup tanda siap untuk dipenetrasi. Maka kepala kontolku aku posisikan tepat di lubang vagina ibu yang sempit itu, lalu setelah sedikit bagian palkonku itu tertancap, aku memegang kedua pinggul ibuku dengan kedua tanganku dan setelah bersiap-siap dan mengambil ancang-ancang, akhirnya aku dorong pantatku ke depan sambil menarik pinggul ibu ke arahku.
Terdengar bunyi kecil ‘sleeeb’ benda menancap sesuatu yang adalah kontolku yang menembus lubang memek ibu dilanjutkan bunyi “blekk!” yang agak kuat tanda selangkanganku menumbuk pantat ibu yang bundar itu. Aku merasakan surga menjepit penisku yang keras. Surga itu berbentuk lubang yang bagaikan hidup membuka dan menutup bagaikan bernafas.
“Ohhhhhh…” kata ibu sambil mendesah,“Kamu masukkin kontol kamu ke dalam memek ibu kamu sendiriiii… Kamu anak yang mesuuuummmm… kontol kamu menggagahi memek ibu sendiri…”
Ibu memajukan badannya ke depan sehingga tubuh dan kakinya hampir membentuk 90 derajat dengan kedua kakinya dengan lengan atas dan lengan bawahnya membentuk juga siku-siku, tangan bawahnya menopang tubuhnya. Ibu memaju-mundurkan tubuhnya menggunakan kedua tangannya itu.
Aku masih baru saja mengenal seks, sehingga pada awalnya aku belum mengikuti irama goyangan tubuh ibu, sehingga aku mengimbanginya dengan mendekap tubuh ibu yang basah oleh keringat. Dadaku menempel punggung ibu dan kepalaku berada sedikit di bawah bagian antara kedua belikatnya. Sementara kedua tanganku menemukan dua buah dada ibu yang tak mampu kututup dengan kedua telapakku.
“ssshhhhhh… Ariiiiii… kontol kamu keras bangeeeet… Aaahhhhhhhhh… Kamu menyetubuhi ibu dengan kontol kamu yang keras, Riiii…”
Aku mulai menjilati punggung ibu yang penuh dengan keringat ibu bagaikan anjing yang menjilati mangkuk penuh dengan susu. Keringat ibu yang asin begitu nikmatnya aku rasakan di lidahku. Kedua tanganku asyik meremasi kedua tetek ibu yang besar dan mancung itu, sambil sesekali memuntir puting susunya dengan ibu jari dan telunjukku.
Aku berusaha mengimbangi kata-kata yang meluncur dari mulut ibu, namun aku belum begitu nyaman berbicara selagi bersetubuh, tapi aku tetap berusaha. Kataku.
“Iyaaaaa… sssshhhh… Ari sukaaaa… suka punya ibuuuuu… aaaahhhh… Ibu cantiiikkk…”
“Ariiiii… Kamu keterlaluaaan… kamu suka punya ibu yang manaaaa??”
“Ari suka memek ibuuuuu… oohhhhhhh… sempit bangeeeetttt… Ari suka… suka tetek ibu yang… yang gedeee… Ari suka keringat ibu… kulit ibuuuuu… semua yang ada pada ibu Ari sukaaa…”
Tubuh ibu tetap bergerak maju mundur dengan ritme yang tetap. Memeknya berkali-kali melingkupi seluruh kontolku lalu menggesek sepanjang batangku sehingga hanya tinggal kepala kontolku saja yang terbenam dalam vagina ibu, untuk kemudian menggesek balik batangku dan membenamkan seluruh penisku kembali di dalam kehangatan tubuhnya.
Lama kelamaan naluri binatangku mulai keluar, dan secara insting aku mulai mengikuti gerakan ngewe yang ibu lakukan. Ketika ibu memundurkan pantatnya, aku menusuk ke depan, ketika ibu memajukan badannya, aku menarik pantatku. Pertama-tama, gerakan pantatku hanya maju mundur sedikit saja. Aku hanya menekan ketika ibu menekanku lalu aku sedikit menarik selangkangan ketika ibu memajukan pantatnya.
Perlahan tapi pasti kedua tubuh kami mulai bersinergi. Goyangan tubuh ibu dan aku makin sinkron. Aku lebih berani mengayun pantatku. Dengan menggunakan kedua payudara ibu sebagai titik tolak, aku mulai mengentot ibu lebih keras. Ibu juga mulai mengentotku sama kerasnya.
Suara selangkanganku membentur pantat ibu, dari tak terdengar hingga lama-kelamaan lirih terdengar, lalu menjadi terdengar pelan, sampai akhirnya aku dan ibu mengentot dengan cepat dan keras hingga terdengar bunyi benturan yang keras pula antara selangkanganku dan pantat ibu.
Kini ibu hanya bertumpu dengan tangan kiri di tempat cuci piring, sementara tangan kanan ibu menggosoki klitorisnya sendiri dengan cepat, secepat gerakan kami berdua bersenggama. Suara kedua tubuh kami yang membentur diselingi dengan erangan dan desahan ibu. Aku mulai nyaman pula mendesah, mengerang dan berbicara menimpali suara ibu yang secara konstan terdengar.
“tusuk yang dalam… yang dalamm… Tusuk memek ibu dengan kontolmu yang besar… entotin ibu… Genjot ibu keras-keras… ssshhhh… teruss…”
“ini kontol anakmu…” kataku saat kedua kelamin kami beradu,“ibu suka kan? Hmmmmphhhhh… Ibu suka Ari entotin kan? Hmmmmphhhhh… Ibu suka memeknya digenjot anak kandungnya sendiri kan… hhhehhhhhh… memek ibu emang nikmaat… hmmmmppphhhhhp. Sempiiiit… legiiiiit…”
Aku terus mengimbangi kata-kata kotor ibu dengan kata-kataku yang kotor juga, sambil terus menjilati dan mengenyoti punggung ibu. Punggung putih ibu yang indah kini bertanda cupang merah di sana-sini, bahkan ada yang berwarna ungu karena aku menyedot bagian itu dengan sangat keras dan lama.
Memeknya yang sempit bagaikan diciptakan untuk kontolku. Begitu pas kurasa. Tidak terlalu sempit hingga terasa sakit, tidak pula longgar. Lubang vagina ibu yang licin itu tetap saja tidak membuat penisku gampang keluar masuk, berhubung liang senggama ibu sempit, sehingga tiap kali penisku menggesek dinding vaginanya, aku merasakan kontolku bagaikan sedang diperah oleh lubang kencing ibu itu.
“Memek ibu enaaaak… Sempit bangeeeet… Padahal Ari udah pernah keluar dari sini…”
“Memek ibu sempit… karenaaaa… karena ibu ngelahirin kamu pakai caesaaarrrr… belum pernah ada bayi yang lewat dari memek ibu… Cuma kontol Ayah kamu saja yang pernah lewat di sini… Cuma kontol ayahmu kecil… makanya memek ibu sempit… ahhhhhhh… teruss sayaang…
Matahari kini sudah lumayan terik. Tubuh ibu sudah basah kuyup karena keringat, begitu juga tubuhku. Keringat kami bercampur menjadi satu, seperti halnya kedua kemaluan kami yang dari tadi bercampur menjadi satu juga, sehingga daerah selangkangan kami kini sudah dibasahi jus yang terbuat dari campuran kedua keringat kami ditambah dengan cairan memek ibu.
Tahu-tahu ibu bergerak maju secara cepat hingga kontolku copot dari memeknya, lalu ibu berbalik dan naik ke lantai ruang makanan di mana aku sedang berdiri, lalu ibu menarik kursi dari meja makan yang tak jauh dari situ, lalu dengan agak kasar menarikku sehingga aku duduk di kursi itu, kemudian ibu mengangkangiku, lalu memegang kontolku, menaruh lubang vaginanya tepat di atas kepala kontolku dan menurunkan badannya sehingga kontolku amblas lagi di memek ibu.
Kulihat wajah cantik ibu tampak begitu dikuasai birahi. Matanya setengah terpejam. Kedua tangannya memegang pundakku dan ia menggoyang pantatnya maju mundur menyebabkan kedua payudaranya yang besar bergoyang ke sana-kemari.
Aku otomatis menyedot puting kanan ibu, lalu kurasakan ibu mendekap kepalaku erat-erat, yang kubalas dengan memeluk ibu erat-erat.
Gerakan ibu begitu liar dan begitu cepat, membuat kontolku agak ngilu. Namun birahiku sudah sangat tinggi sehingga aku juga berusaha menggoyangkan pantatku keras-keras. Sambil mengenyot dan menghisapi pentil kanan ibu, tangan kananku meremas tetek ibu yang sebelah kiri, sementara tangan kiriku memegang pantat kanan ibu dan meremas sambil mendorong pantat itu kala pantatku menghujam ke atas.
Akhirnya, dalam kekuasaan birahi, kami berdua mencapai puncak kenikmatan itu. Dalam rahim ibu, spermaku akhirnya dikeluarkan lagi.
Mulai saat itu, hampir setiap hari kami berdua berhubungan badan. Tidak ada satu jengkalpun rumah yang belum pernah dijadikan tempat kami memadu kasih. Kami tenggelam dalam nikmat keduniawian selama satu bulan. Aku sekarang tidur di kamar ibu. Setiap malam kami bersetubuh, setiap pagi bila aku bangun duluan, aku akan menggerayangi dan menciumi ibu sampai ia bangun dan kami bersenggama sesudah itu.
Bulan berikutnya, ibu memberikanku suatu berita mengejutkan. Ternyata ibu sudah hamil! Aku tak mampu berkata-kata karena terkejut. Namun, ibu sudah merencanakan segala sesuatunya.
Tiga minggu lagi adalah liburan sekolah. Ibu akan memakai waktu itu, untuk mengunjung ayah. Mereka akan berhubungan badan sehingga nanti ayah akan mengira ini adalah anak ayah. Sementara, aku akan dititipkan pada Tante Hani.
Pada mulanya, aku protes keras. Berhubung aku baru saja sebulan merasakan indahnya berhubungan dengan ibuku. Namun akhirnya, setelah aku menerima kenyataan bahwa ayah tidak boleh curiga, aku menerima usul ibuku.
Ada sedikit harapanku, mungkin saat berlibur di rumah Tante Hani, aku dapat mengintip ia mandi, atau, bila Tante Hani mirip ibuku dalam hal keinginan seks, ada kemungkinan aku bisa merasakan tubuh tanteku itu. Ya, biarlah waktu yang berbicara, untuk sementara, aku akan berjalan mengikuti arah angin…