2 November 2020
Penulis — Pemanah Rajawali
BAB TIGA
Esoknya hari Jum’at. Aku beranikan diri kini untuk membuka pintu ketika kudengar bunyi pertama kali deburan air terdengar. Kulihat ibu yang telanjang sedang menyirami tubuhnya dengan air. Ibu yang tampaknya tidak menyadari terus menyiram tubuh telanjangnya beberapa kali sebelum mulai menyampo rambutnya.
“Sakit perut? Kamu mau buru-buru ke toilet?”
“Iya. Tapi masih bisa ditahan sedikit.”
“Ya udah… Bilang kalau kamu udah kebelet banget.”
Lalu ibu mulai meneruskan menyampo rambut. Ketika ia menyiram rambutnya, ibu sedikit nungging dengan kepala di majukkan ke depan untuk membilas rambutnya. Berhubung kedua kakinya sedikit membuka, serta merta aku melihat lipatan bibir memeknya yang agak tembem namun rapat. Beberapa saat lewat, sekitar dua menit ibu membilas rambutnya dan mataku tertuju ke memek rapat milik ibu menyebabkan aku tahu-tahu merasakan kontolku ejakulasi tanpa dapat ditahan-tahan.
“Memet pegel nunggunya. Duduk di sini aja ya?”
Ibu tampak sedikit kaget mendengarku masuk, namun ia hanya mengangguk kecil sehingga sekarang aku mendapatkan tontonan tepat di hadapanku, bagaikan nonton konser di depan panggung. Karena bak mandinya cukup rendah, aku nikmati lekuk tubuh ibu yang berbalur busa sabun mandi yang menambah sensualitas suasana.
“minggir kakinya, Met.” sambil menaruh kaki kanan di tengah dudukan kloset. Aku duduk dengan tangan kanan menyender di bak mandi yang ada di sebelah kananku. Wangi sabun ibu tercium jelas, sementara memeknya yang belum disabuni terlihat seperti satu robekan lurus saja yang rapat memanjang dari ujung jembut sampai dekat anusnya.
Saat ibu mulai menyabuni selangkangannya, nafsuku sudah naik lagi. Kurasakan kontolku mengeras. Tak kusadari aku memajukan badan agar dapat melihat selangkangannya lebih jelas. Ketika ibu menyabuni memeknya, bibirnya terkadang merekah karena usapan tangan ibu sehingga sedikit bagian dalam yang berwarna merah muda terkadang terlihat walaupun lebih banyak gelap karena tubuh atas ibu menutup sinar lampu.
Proses penyabunan itu berlangsung lagi dari betis perlahan ke atas ke paha, untuk kemudian kembali ia mengusap memeknya untuk beberapa saat. Kemudian ia mulai menyabuni punggungnya dengan masih menghadapku. Sabunnya yang mulai luntur membuat teteknya tampak semakin jelas secara perlahan. Aku lirik sebentar mata ibu dan ia sedang menatapiku dengan pandangan serius.
Tak lama ia berkata.
“Ibu mau siram. Baju kamu nanti basah.”
Aku berpikir sejenak, lalu segera berdiri ke depan pintu membelakangi ibu dan berusaha secepatnya membuka seluruh bajuku dengan cepat. Ku tutup pintu dahulu, ibu menoleh sebentar kepadaku kemudian menoleh ke dinding lagi menunggu. Aku menggantungkan pakaianku setelah aku lepaskan dari badanku di gantungan di pintu yang hanya terdapat handuk ibu.
Ketika aku duduk ibu mulai menyirami tubuhnya. Tubuhnya sungguh indah, mau telanjang biasa, telanjang bersabun maupun telanjang penuh siraman air, semuanya menyebabkan entah kenapa tubuh ibu terlihat bagaikan karya seni yang amat indah dalam nuansa yang berbeda-beda. Walaupun siraman itu kadang mempercikiku, aku tak peduli, aku reguk puas-puas pemandangan indah di hadapanku itu, kujelajahi senti demi senti dari setiap jengkal bagian tubuh yang dapat kulihat.
Ketika sudah selesai, ibu kukira akan handukkan lagi, tapi ia malah bergegas mengambil sikat gigi dan mulai menyikat gigi, tetap dengan menghadapku. Aku tersenyum kecil karena masih dapat berkesempatan menjelajahi kemolekan tubuh ibuku itu. Ketika aku melirik matanya, ternyata mata ibu sedang menatap kontolku yang sudah mengeras dan mengacung dengan bangga.
Akhirnya ibu selesai sikat gigi. Ibu secara cepat mengguyur tubuhnya beberapa kali lalu mengambil handuknya dan mulai handukkan. Tak lama ia meninggalkan kamar mandi tanpa menutup pintu.
Aku keluarkan celana dalam dua hari yang lalu miliki ibu, lalu aku ambil yang baru ditaruh ibu dikeranjang. Tanpa malu-malu dan menutup pintu, aku mulai masturbasi di celana dalam ibu sambil menghirup aroma dari celana dalam yang satu lagi. Ketika aku ejakulasi, aku meram sebentar sambil membenamkan wajah di celana dalam ibu.
“gelang ibu ketinggalan,” kata ibu sambil mengambil gelangnya di sisi sana bak mandi sementara aku kaget karena ketangkap basah oleh ibu dengan satu celana dalamnya menyelimuti penis dan yang lain menutupi hidungku. Tapi ibu meninggalkanku tanpa berkata apa-apa.
Malamnya, kami dapat kabar gembira bahwa mendadak ayah mendapat proyek besar dan besok harus berangkat ke luar kota selama sebulan. Bila proyek ini selesai, maka mungkin ayah akan naik jabatannya. Ibu tampak senang sekali karena kemungkinan promosi ini, tapi aku senang karena kesempatan dengan ibu akan lebih banyak.
Keesokan harinya, ayah akan berangkat siangan ke bandara, sehingga aku tidak memperoleh kesempatan apapun di pagi hari. Tapi saat ibu pulang kerja, aku menunggu waktunya ia mandi malam. Ibu biasanya sampai rumah sekitar jam lima. Ia akan mandi jam setengah enam sore. Aku sudah siap-siap di kamar dengan membuka baju sehingga telanjang.
Kubuka pintunya perlahan, just in case ibu di belakang pintu menghindari ia terantuk pintu. Kulihat ibu berdiri menghadap pintu dan wajahnya agak kaget melihatku telanjang. Ibu hanya memakai celana dalam putih. Rupanya ia sedang dalam proses buka baju. Lalu tanpa bertanya, ibu membuka celana dalamnya, ketika ia akan menaruh di keranjang, aku yang sudah berani, mengangkat tanganku meminta celana dalam itu.
Dengan wajah sedikit tercengang ibu menyerahkan celana dalamnya kepadaku. Sambil mataku menjelajahi tubuh ibu, aku membuka celana dalam ibu hingga bagian dalamnya terpampang jelas, cairan kuning terlihat membekas di daerah selangkangan. Sambil menatap mata ibu aku menghirup celana dalam ibu dalam-dalam.
Sambil menatap mataku, ibu mengatur rambutnya untuk diikat dengan karet rambut yang sudah berada di pergelangannya. Kedua ketiaknya terpampang jelas. Dari tadi aku sudah nekat, dan kini tanpa pikir panjang aku melepaskan celana dalamnya dari wajahku, dan perlahan wajahku mendekati ibu. Tampang ibu syok melihatku mendekat, namun ia terus mengikat rambutnya.
Beberapa saat kami terdiam. Ibu membiarkan aku membaui ketiaknya sambil meloco. Namun tak lama ia mundur lalu membalikkan badan, mengambil gayung dan mulai menyirami badannya. Aku terpana, pikiranku mulai dipenuhi tanda-tanya. Ibu tidak memarahiku, namun ia tidak membiarkan aku lama-lama menghirup aroma ketiaknya sambil masturbasi.
Sementara itu, badanku kecipratan air juga ketika ibu menyiram badannya sendiri. Aku bingung harus ngapain. Ibu meneruskan mandi seakan aku tidak ada di sini. Ia mulai menyabuni badannya. Di lain pihak, aku sedang menimbang-nimbang apakah yang harus aku lakukan sekarang? Apakah aku berani untuk kembali mendekati ibu?
Kali ini sehabis menyabuni tubuh depannya sebentar, ibu menyabuni punggungnya yang sekarang berada di depanku. Perubahan gaya mandi, pikirku. Kemarin ia menyabuni kaki setelah menyabuni badan depannya. Sementara aku berpikir, aku melihat tidak semua punggung ibu dapat tersabuni. Wah, ada celah untuk dapat menyentuh bidadari cantik yang melahirkanku ini.
“Ga semua punggung ibu kena sabun tuh. Sini biar Memet bantu,” kataku sambil mengambil sabun cair yang ada di bak mandi. Setelah kuberi sedikit air dan kugosok merata di kedua telapakku, aku ke belakang ibu dan mulai membantunya menyabuni punggungnya yang putih menggairahkan itu. Kulit ibu begitu halus dan licin.
Tanganku bagai mengusapi kain sutera yang halus. perlahan aku memajukkan badanku. Perlahan penisku yang tegang kumajukkan sehingga kini berada di antara selangkangannya. Berhubung aku masih lebih pendek sedikit dari ibuku, maka kini kepala kontolku menggesek bibir memek ibu perlahan, seiring dengan gerakan majuku itu.
Kedua tangan ibu di taruh ke depan, sehingga kini posisi tubuhnya agak miring ke depan. Kami berdua terdiam. Yang terdengar adalah nafas kami yang makin lama makin memburu. Ketika penisku tidak dapat maju lagi, batangku berada tepat di bawah bibir vagina ibu. Saat itu ibu sedikit merapatkan kakinya walau tidak terlalu menjepit, hanya cukup membuatku merasakan kedua pahanya mengapit kontolku.
Perlahan aku membuat gerakan mengentot. Kugoyangkan pantatku maju mundur sehingga kontoku mulai menggesek maju mundur bibir memeknya. Lama kelamaan bibir memeknya merekah dan aku merasakan batangku menggerusi otot kenyal yang basah namun hangat. Sekarang kuusap bagian pinggir tubuhnya dengan kedua tanganku dari pinggang ke atas secara perlahan.
Dalam perjalanannya, kedua telapakku dapat merasakan gumpalan empuk ketika melewati gundukan samping kedua payudara ibu yang mancung. Saat kedua tanganku mengelus pinggir tetek ibu, kudengar ibu menghela nafas perlahan. Tampaknya ia mulai bernafsu juga. Saat tanganku mentok di ketiaknya, aku usap lagi ke arah bawah, namun kedua tanganku kugerakkan ke depan juga sehingga perlahan kedua tanganku mulai mengusap payudara ibu mulai dari atas bongkahan buah dada ibu lalu kedua tanganku berhenti ketika pada pertengahan telapakku kurasakan pentil ibu.
Sambil terus menggesek-gesek memek ibu dengan batang kontolku, masih secara perlahan aku remas-remas payudara ibu.
“aahhhh” ibu mendesah perlahan. Lalu kurasakan pantat ibu mulai mengikuti goyanganku. Ketika aku menusuk ke depan, ibu akan mendorong pantatnya ke arahku dan ketika aku menarik pantat, ia akan menarik pantatnya ke depan. Kami saling masturbasi menggunakan kedua kelamin kami. Bahasa inggrisnya adalah dry hump, karena ini kami lakukan tanpa penetrasi.
Aku ingin mencium punggung ibu, maka aku ambil gayung dengan tangan kananku dan kusiram punggung ibu agar sabunnya hilang. Setelah terlihat punggung ibu licin oleh air, aku menaruh gayung, menggenggam payudara kanan ibu lagi, dan mulai untuk menciumi punggung ibu. Punggung yang halus dan licin itu masih wangi sabun.
“ssshhh… Hmmmphhh… hmmmmphhhhh… aaahhhh…”
Birahiku sudah di ubun-ubun. Aku mulai menjilati punggung ibu dan remasanku tak kusadari sudah lebih bertenaga di banding sebelumnya. Tiba-tiba kepala kontolku memasuki lubang memek ibu, namun hanya sebentar untuk kemudian melejit keluar lagi. Ibu memekik pelan, namun kedua kakinya tiba-tiba saja menjepit kontolku dengan keras sehingga yang tadinya aku berencana memasukkan saja kontolku ke dalam vagina ibu, kini tidak dapat dilakukan.
Aku pikir begini saja sudah asyik dan diperbolehkan, oleh karena itu rencanaku untuk mengentot ibu aku pendam sementara. Bila ibu mendapatkan kepuasan tentu akan memperbolehkanku melakukan ini lagi. Siapa tahu suatu saat ia tak akan perduli bila aku menyetubuhinya.
Maka aku terus menggeseki vagina ibu, sambil meremas dan mencium atau menjilat punggung ibu. Lama kelamaan memek ibu sudah banjir dan licin karena air pelumas vaginanya sudah keluar banyak. Semakin asyik penisku bergerak karena licinnya itu. Desahan ibu makin cepat dan keras. Jepitan pahanya makin keras pula.
Aku tak tahan lagi dan sambil mengenyot punggung tengah ibu, aku menyemprotkan air maniku yang menyemprot ke bak mandi. Saat itu ibu tiba-tiba melenguh keras sambil menjepit penisku keras-keras. Selama beberapa saat kami berdua tenggelam dalam orgasme. Akhirnya setelah itu ibu melepaskan kontolku dan mulai menyirami badan lagi.