31 Oktober 2020
Penulis — perjoko
Pagi harinya aku rencana mau jalan-jalan bersama kak sinta dan curi-curi kesempatan agar bisa ngentotin dia, tapi sial ternyata nenek mengajak kami semua berkunjung kerumah bibi kami yang tidak jauh dari kampong nenek. Singkat cerita kami kesana dan kami bertemu dengan bibi kami.
Dikampung tersebut ada 2 bibi kami yaitu bi ratmi dan bi lastri. Body mereka sangat mengundang birahi. Memang neneku mempunyai anak-anak perempuan yang bodynya sangat mengundang birahi yaitu kedua bibiku dan mamaku sendiri. Aku juga sebenarnya sangat terobsesi dari dulu ingin menikmati tubuh mamaku dan kedua bibiku ini.
Singkat cerita kedua bibiku menawarkan aku menginap barang sehari atau dua hari di tempat mereka karena mereka juga sudah lama tidak bertemu dengan aku. Aku menginyakan saja karena ini kesempatan aku untuk bisa menyetubuhi mereka. Namun seperti kak sinta mimic wajahnya tidak senang karena mungkin dia tidak ada pelampiasan nafsu dariku.
Singkat cerita nenek, kak sinta dan kak dewi pulang kerumah nenek dan aku menginap pada hari pertama ini di rumah bi ratmi. Mulai kuatur rencana untuk bisa menikmati bi ratmi karena dirumah Cuma ada aku, bi ratmi dan anaknya.
Setelah makan malam kami beres-beres rumah karena rumah bi Ratmi agak berantakan. Setelah itu kami capek, aku bersandar di sofa. Dan Bi Ratmi juga duduk disitu. Kami menonton tv, aku membiarkan Bi Ratmi bersandar di dadaku. Aku kali ini agak sedikit berRatmi. Perlahan aku meraba payudaranya. Awalnya tanganku ditepis, lalu aku pun merabanya lagi.
“Ih… aldi, apa-apaan sih?”, tanyanya.
“Ndak ngapa-ngapain koq Bi.. ”, Elakku.
“Itu koq dikeluarin?”, tanyanya lagi.
“aldi sudah lama ndak onRatmi Bi, pingin onRatmi sambil memegang Bibi, nggak apa-apa ya Bi, sebentar saja sudah kepalang tanggung nih” Rajukku.
Bibiku menelan ludah melihat penisku yang mengacung dan keras.
“Kalo saya nggak boleh ngocokin sendiri ya sudah Bibi saja yang ngocokin”, Kejarku sedikit bercanda.
“Ya kalau kamu maksa baiklah, sini Bibi kocokin saja”, katanya mengejutkan.
Mulanya aku nggak percaya, tapi ia amati seksama barang ajaib itu. Perlahan-lahan ia pegang dengan jemarinya yang halus itu. Lalu perlahan-lahan ia kocok dengan lembut sampai helm-ku mengeras. Tidak cuma itu, buah pelerku diremas-remas juga. Ohhh… nikmat sekali, apalagi yang melakukannya Bibiku sendiri.
“Bibi boleh ya buka bajunya?”, Pintaku.
“Eh… ee… i… iya”, katanya tergagap.
Ia membuka dasternya dan jilbabnya.
“Tapi Jilbabnya nanti saja Bi”, kataku.
Ia heran, tapi tak peduli. Ia kembali lagi mengurut tongkolku. Aku pun makin bergairah setelah melihat bra-nya dan cd-nya yang berwarna hitam tipis itu. Aku mencium bau harum, lalu mulai mencium bibirnya., kami benar-benar berpanggutan, ia masih mengocok penisku dan aku meremas toketnya yang besar.
“Oh… aldi… ahh… ahhh… terus nak, oohh… ayo netek ke tetek Bibi ya…”, katanya merancau. Ia ternyata sudah haus sex.
Tak butuh waktu lama untuk aku sudah menelanjanginya selama ia menikmati sensasi rangsangan di toketnya. Lalu perlahan aku cium perutnya, ia merebahkan diri ke sofa yang empuk dan panas itu. Kini kulebarkan kedua pahanya. Tampak rambut yang tipis menghiasi vaginanya, ohh. ternyata ia rajin mencukur.
“Ahhh… Aldi jangan, aaahhh… geli… aarggh… Bibi keluar… aaahh..” desahan panjang membuatku tersentak.
Saat itulah ia terkencing-kencing, aku menghindar. Tampak sofa banjir dengan air orgasmenya. Nafasnya tersengal-sengal. Aku belum disepong nih, pikirku. Segera aku menempatkan pahaku di antara kepalanya. Ia mengerti yang kuinginkan. Dengan mata setengah terbuka karena kenikmatan orgasme ia pun menjilati kepala penisku.
“Udah Bi, aku mau masukin Bi..”, kataku.
Ia mengerti. Dibukanya pahanya. tampak vagina itu sangat basah dan becek, Aku bersiap di atas, gaya misionari. Ia masih pakai kerudungnya, lalu aku lepas kerudung itu, tampaklah rambutnya yang sedikit berombak, yang aku tak pernah melihatnya kecuali dari videoku itu. Kini wRatmita ini pasrah dan menginginkanku.
“Cepat masukin Aldi, Bibi udah nggak tahan nih”, katanya.
“baiklah Bi, tapi kira-kira kita sekarang ngapain Bi?”
“ayolah aldi, entotin Bibimu ini”
Bleess… kontolku pun tenggelam di dalam memek Bi Ratmi, ia mengunci kakinya ke pinggangku. Ia menaikkan pantatnya, membuat punyaku semakin tenggelam di dalam memeknya. Perutnya yang rata itu membuatku bernafsu dan aku goyang akhirnya. Jemari kami saling menyatu. Bibiku tak mau lepas dariku, memeknya seperti meremas penisku, dan aku menggerakkan maju mundur.
“Bi, ndak kuat nih… ahh… ahh… ”, kataku
“Keluarin nggak apa-apa, aaahh…”, katanya.
Dan… Crooott, ku hujamkan batangku sekuat tenaga hingga spermaku pun tumpah ruah di dalam memek Bi Ratmi. Bibiku sampai tersentak merasakannya, ia membelalak sambil mengerutkan dahinya. Ia melirik ke bawah sana. Ia meraba dengan jemarinya pangkal penisku yang masuk penuh. Lama kami diam, Bibiku memejamkan matanya, menikmati setetes-demi-setetes sperma yang membasahi rahimnya setelah 3 tahun tidak pernah dibasahi.
“Aldi… kita tak boleh begini harusnya”, katanya.
“Tapi aku cinta Bibi”, kataku.
“Tapi baiklah, asal kamu dapat menjaga rahasia agar tidak ada orang lain yang tahu, Bibi pasti akan melayani kamu”, katanya.
Aku meremas toketnya lagi, kami berpanggutan. Lama aku begitu, hingga punyaku mengeras lagi. Kali ini aku suruh dia nungging. Ku tusuk Bi Ratmi dari belakang, pantatnya yang besar bahenol bergetar-getar saat menerima hentakanku. Akhirnya Bi Ratmi meminta ganti posisi, kali ini Bi Ratmi berada di atas tubuhku.
Gerakan naik turunnya membuat buah dadanya yang besar menggantung bergoyang-goyang mengikuti gerakan tubuhnya yang kemudian ku jamah dengan tanganku dan ku remas-remas. Persetubuhan saat itu berakhir dengan saling mengejangnya tubuhku dan tubuh Bi Ratmi, saling peluk dengan erat dengan bibir kami saling berpagutan liar, dan sesaat kemudian tubuh ku dan tubuh Bi Ratmi melemah dan kami berdua tidur.
Paginya ternyata bi Ratmi juga bangun agak kesiangan, kecapekan juga. Benarnya Aldi mau ngebetot lagi, sayang ada si Ucil. Bibinya setelah selesai sarapan, minta diantar ke kota, mau beli pil KB, buat jaga-jaga katanya, walau pakai alat KB, tetap lebih baik berjaga. Di puskesmas di balai warga sebenarnya ada dan bisa beli pil KB, tapi nggak mungkin bibinya membeli di sana, bisa geger dunia persilatan…
eh salah… maksudnya bisa geger warga kampung sini, kalau bibinya yang menjanda melenggang santai ke Puskesmas untuk membeli pil KB. Akhirnya mereka berangkat, si Ucil diajak juga tentunya, bocah itu juga tak’kan paham apa yang akan dibeli ibunya. Agak siangan mereka sudah sampai, bibinya segera ke kebun seperti biasa.
Semalaman Aldi melakukan hubungan seks sama bi Ratmi, sudah bisa dibilang mahir dan mampu memuaskan bibinya. Hari ini Ucil tak di rumah, dijemput abahnya, diajak kondangan ke saudara di bandung, pulangnya besok sore. Dari pagi Aldi ikut bibinya ke kebun, tapi baru sebentaran di sana sudah terus colek-colek bibinya minta pulang.
Nggak tahan mau nyodok lagi. Hari ini bi Ratmi memakai kaos dan celana selutut. Akhirnya bi Ratmi nyengir memaklumi kemauan keponakannya yang lagi doyan-doyannya, belum siang mereka sudah pulang. Bibinya masuk ke rumah, menuju kamar. Aldi yang sudah ngaceng berat, segera memasukkan motor ke dalam rumah, menutup pintu asal rapat tanpa menyadari belum terkunci, dengan semangat 45 segera ke kamar bibinya.
“Sabar atuh Al, semalam kan sudah sampai 3 kali, masa sekarang belum tengah hari sudah minta lagi… doyan amat sih ponakan bibi ini.”
“Namanya juga anak muda masih semangat. Lagian memang bi Ratmi sangat menggoda sih.”
Aldi segera memendamkan wajahnya di antara belahan tetek bi Ratmi, menciuminya, Algi dan harum, aroma Algi tubuh dan sabun bercampur satu dan memabukkan. Tangannya segera meremasi BH bibinya, tak lama, sebentar saja, tangannya tak sabaran segera melucuti paksa Bh bibinya. Kini ia asik mengulum dan memainkan pentil bibinya, menghisapnya kuat-kuat.
Bibi Ratmi sampai kelojotan. Keponakannya ini benar-benar murid yang pandai, sebentar saja sudah mahir mengetahui juga lihai memainkan titik-titik sensitifnya. Mampu secara kreatif mengembangkan potensinya. Tangan bi Ratmi menyusup ke balik celana pendek Aldi, mulai meremas-remas kont01 Aldi.
Dengan cepat akhirnya keduanya kini sudah tak berbusana lagi, Aldi masih di atas menindih bibinya, mengangkat lengan bibinya, menciumi dan menjilati rimbunan keteknya, enak dan harum. Bibinya masih asik mengocok kont01nya, karena sudah tak tahan, Aldi menurunkan pantatnya sedikit dan… blesss… kont01nya menerobos m3mek bibinya.
Kini Aldi sudah tak culun lagi, sudah pandai menjaga tempo. Ia mulai memompa dengan semangat, kaki bibinya terkangkang lebar, Aldi menyodokkan kont01nya, kuat dan bertenaga serta sedalam mungkin. Tetek bibina bergoyang nafsuin. Gemas banget Aldi melihatnya, ia dekatkan mulutnya, menghisap pentil itu kuat, sodokannya makin kuat, hampir 3 menit lewatt, masih tetap menghisap kedua pentil tetek bibinya secara kuat dan bergantian juga menyodok dengan cepat dan konstant, efeknya bibinya mendesah kuat dan penuh gairah…
“Aaahh… Ssssshhh… lagiii ii…”
“Huahhhh… ooohhhh… Wooow www…”
“Yessss…”
Tubuh bi Ratmi menggeliat dan mengejang kuat, menyemburkan cairan orgasmenya, sebenarnya Ratmi juga heran di awalnya, dulu sama suaminya yang bejat, sulit sekali ia orgasme, tapi sama keponakannya ini, sangat mudah dan sering, mungkin karena ia sendiri enjoy dan menikmati semangat Aldi yang penuh gairah tanpa surut.
Sementara kedua insan ini masih seru memacu birahi, Bi Lastri melongok melalui hordeng yang sedikit terbuka di pintu depan, motornya ada, kenapa dari tadi tak ada yang menjawab, masa si Ratmi sama Aldi jam segini sudah tidur siang. Penasaran ia memutar gagang pintu… tuh ceroboh sekali tak dikunci, mana ada motor, nanti digondol maling lagi.
“Rat, teteh minta kecap dulu dong, nanggung lagi masak, tadi ke warungnya si Ros, tapi tutup, lagi belanja ke pasar, makanya minta sedikit ke… APA…?”
Lastri membelalak, saat menyingkap gordeng yang menutup kamar adiknya, ia mendapati pemandangan yang tak pernah ia duga atau bayangkan. Keponakannya Aldi sedang menindih adiknya Ratmi, keduanya tanpa busana. Matanya terbelalak memandangi keduanya bergantian.
Ratmi dan Aldi diam membatu, kont01 Aldi masih menancap di m3mek bibinya. Terkejut sekali tentunya, situasi amat memojokkan mereka, mau ngomong apapun posisi mereka sangat nyata sedang melakukan hubungan yang terlarang. Rasanya mulut mereka terkunci rapat sulit menjelaskan. Setelah lama terombang-ambing dalam kesunyian yang menegangkan, rasa keterkejutan sudah berkurang, pikiran mulai mengalir kembali…
“Eh… teteh… eh… a.. anu…”
“Bi… eng bi Las… Lastri… Aldi bi… bisa jelas… jelaskan… i… ini sa.. salah Aldi.”
Lastri masih terkejut, dalam pikirannya, ampun Ratmi, banyak lelaki yang mengejar kamu, mau memperistri kamu, tapi kenapa kamu malah memilih ngewek sama… ke… keponakan kita, Aldi? Harus ada penjelasan yang masuk akal, karena saat Lastri memrgokinya, walau sesaat saja, jelas keduanya melakukannya dengan sukarela, tak ada pihak yang terpaksa.
“Teh… nanti Ratmi pasti jelaskan, ada alasan yang membuat Ratmi melakukan hal ini.”
“Rasanya tak perlu kamu jelaskan. Teteh bisa membaca pikiranmu. Selama ini teteh dan teh Santi sudah mengerti kalau kamu memang trauma sama perkawinan, tapi juga butuh pelampiasan… Cuma kenapa sama si Aldi..?”
“Awalnya tak pernah terencanakan, terjadi begitu saja dan tak bisa dihindarkan…”
Lastri diam saja, saat itu Aldi baru sadar masih posisi menancap, ia mencabut kont01nya, bergulir ke samping bi Ratmi. Mata Lastri sempat memandang kont01 Aldi, dan sama seperti Ratmi dulu kala pertma kali melihat kont01 Aldi, Lastri juga terkesiap. Sebenarnya Lastri juga belakangan ini selalu uring-uringan, ia kurang terpuaskan.
Mana terakhir ia ngewek hampir setengah tahun yang lalu, suaminya juga masih lama pulangnya. Matanya memandang kont01 Aldi dengan raut kepingin. Tak heran kalau Ratmi sampai mau melakukannya sama keponakannya ini pikir Lastri. Dia mulai bergairah dan merasakan denyutan pada m3meknya. Kalau tadinya hal ini hanya menjadi rahasia Ratmi dan Aldi berdua…
“Kalian… selesaikan apa yang sedang kalian perbuat…”
“HAH…?” Ratmi dan Aldi mengucapkan keheranan mereka berbarengan, melongo bingung menatap Lastri minta penjelasan lebih lanjut.
“Kenapa? kalian dengarkan. Lanjutkan saja apa yang sedang kalian perbuat.”
“Ta.. tapi teh… nggak mungkinlah… di di depan teteh.”
“Mungkin saja, kenapa malu? Untuk apa? Melakukannya sama keponakanmu kamu bisa nggak malu, apa bedanya sekarang?”
“Ti… tidak… Ratmi nggak mau. Ini lain soal.”
Aldi hanya diam saja, bingung dan nggak tahu harus ngomong apa. Akhirnya Lastri menggetokkan palu terakhir, final…
“Baik… kalau begitu bersiaplah… teteh akan membicarakan hal ini ke Santi… ya tetehmu Ratmi, dan juga ibumu, Aldi. Dan teteh yakin kalau Santi tak akan senang dan bisa menerima hal ini. Bagaimana…?”
Aldi sangat terkejut. Gila… mampus deh… wah nggak bisa begini, ia akhirnya membuka suara.
“Sudah bi Ratmi, kita teruskan saja. Daripada berabe.”
“Ta.. tapi Al… i… itu…”
“Sudah… tenang saja, ayo, santai saja.”
“Kamu dengarkan Rat, Aldi benar, daripada berabe. Lagipula teteh sudah berbaik hati mau membiarkan kalian menuntaskan ngewek kalian yang terputus menddak tadi.”