2 November 2020
Penulis — ropek
Hardi keluar kamar dan terus memperbaiki kipas angin di ruang depan, sementara aku meraih remot control dan menyalakan tv sambil tiduran di kasur lantai depan televisi. Sambil memilih-milih channel, aku berpikir keras, bagaimana caranya agar libidoku saat ini bisa tersalurkan. Aku jadi berpikiran nakal untuk memancing birahi adikku, yang mampu membuat dadaku berdesir manakala kuingat betapa gagahnya penis adikku disaat berdiri, panjang dan besar melebihi punya suamiku.
Jantungku jadi tak karuan memikirkan kegilaan yg kini aku rasakan, baru kali ini aku bersikap seperti hilang akal sehatku dan lebih dikuasai nafsu birahi yg ingin segera memperoleh penyaluran.
Ada dorongan yg kuat dari dalam jiwaku tanpa mengindahkan rasa malu dan etika, desiran kenikmatan perlahan menjalar menyusuri dinding-dinding vaginaku, membuat lembab daerah sensitifku, tersiksa oleh anganku sendiri. Selang setengah jam, Hardi menenteng kipas angin yg telah diperbaikinya, melangkah mendekatiku yang tengah terlentang sambil nonton tv, kakiku sengaja agak kubuka sedikit, dan tonjolan dadaku jelas terlihat dibalik baju tipis tanpa bra, untuk memancing gejolak jiwa adikku, yg telah menghanyutkan aku dalam hayalan nafsu.
“Nih mbak dicoba dulu, kayaknya sekarang sudah bisa hidup”
“Yang rusak apanya, Har..?”
“Kabel saklarnya putus…”
“Dicoba disitu saja, Har… belakang Tv”
Adikku langsung membawa kipas angin kebelakang tv dan mencoba menyalakannya setelah mencolokkan kabelnya.
“Hidup lagi mbak…” kata adikku sambil melihat ke arahku, dan sekilas sorot matanya kulihat menghunjam tajam ke bukit kembarku.
“Makasih ya Har, kalau gitu tolong sekalian pasang di kamar, agar si Septi nggak kegerahan tidurnya”
Adikku langsung mencabut kabelnya dan membawanya ke kamar tidurku. Tak lama kemudian dia balik lagi dan duduk di pojok sofa sambil ikut nonton tv.
“Kamu gak buru-buru pulang, kan Har…?”
“Kenapa emang, mbak..?” adikku balik bertanya.
“Tolong kerikin mbak, ya… kayaknya masuk angin… tadi mau minta tolong sama ibu (mertua), si Septi keburu rewel ingin pulang, begitu nyampe langsung tidur dia…”kataku mulai mencoba cari cara agar bisa lebih dekat lagi untuk sekedar melihat reaksi adikku. Dan sering kubaca dari cerita2 dewasa, cara itu biasanya akan lebih memungkinkan untuk dapat membangkitkan syahwat dua mahluk berlainan jenis, karena diawali dari persentuhan dua kulit dan sedikit menampakkan daerah sensitif akan membangkitkan libido keduanya.
“Ya udah sini… pake apa kerokannya…?’tanya adikku lagi
“Ambil body lotion mbak di kamar… di atas meja rias Har…”
Hardi pun bangkit dari duduknya dan melangkah menuju kamar.
Aku bangun dan duduk masih sambil menonton tv, seolah kuanggap biasa-biasa saja, padahal dalam hatiku tengah bergemuruh memikirkan langkah apa yg harus kulakukan, bingung antara nafsuku pd diri Hardi adikku dan malu pada dorongan hasratku yg tak bisa kubendung.
“Dikerokin apanya mbak… lehernya apa punggungnya..? tanya adikku sambil duduk di belakangku.
“Semuanya Har.. punggung dan leher sekalian..”
“Nggak sekalian pijet… biar komplit…?”tanya adikku dengan nada canda.
“Kebetulan itu… kalau mau… kebetulan nih badan pegel banget…”
“Tuh kan… jadi nambah lagi…?’
“Habis… kamu nawarin..”
“Iya dehh… tapi kerokannya sambil duduk apa sambil tiduran?” tanya adikku
“Kalau mau terus dipijit sih enakan sambil telungkup aja…” kataku sambil melepas kaosku. Tubuh atasku langsung bugil, karena memang aku tak memakai bra, lantas ku telungkup di atas kasur lantai. Hatiku jadi tak karuan sendiri… menanti tangan adikku menyentuh tubuh telanjangku dan bahkan nanti mungkin merabanya dengan pijatan-pijatan ditubuhku.
“Jangan keras-keras ya Har… asal dikerok aja..” pintaku pada hardi
Hardi tak menjawab, tangannya mulai mengerik punggungku mulai dari bahuku.