31 Oktober 2020
Penulis —  perjoko

Kisah andi

Untuk mengisi waktu sisaku aku berniat untuk membeli beberapa buku di Gramedia. Setelah kurasa cukup waktu beristirahat, segera kuambil kunci mobil dan aku pun segera bergegas. Di pintu keluar ternyata sudah ada Cinta dan Nando, anak SD yang pacarnya itu. Rupanya Nando sudah mau pulang. Lalu karena searah, kutawarkan untuk berangkat bareng.

Sepanjang perjalanan kami asik berbincang. Ternyata Nando dan Cinta sudah pacaran setahun lebih dan baru melakukan hubungan badan beberapa bulan terakhir. Saat pertama mereka bercinta Nando mengaku keduanya masih perawan dan perjaka. Namun yang cukup mengagetkanku, walaupun baru pertama bercinta dengan Cinta, namun sebelumnya Nando sering main dokter dokteran dengan dua gadis cilik tetangganya.

Pertama, Eci umur 9 tahun kelas 3 SD dan yang kedua namanya Vina umur 10 tahun kelas 4 SD. Kalau sedang main dokter dokteran, ujar Nando, biasanya mereka telanjang bulat dan biasanya tongkol Nando dikocok sampai keluar. Kejadian seperti itu jika ada kesempatan masih berlangsung hingga sekarang. Luar biasa pikirku, anak jaman sekarang sudah jauh lebih dewasa dari umurnya, atau jangan jangan mereka masih begitu lugu dan tidak tau apa yang mereka kerjakan.

Awalnya aku akan menurunkan Nando di jalan dan membiarkan dia sampai ke rumahnya dengan naik angkot. Namun karena kasihan akhirnya aku mengantarkannya hingga ke rumahnya.

“Ayo kak masuk dulu sebentar. Minum dulu,” pinta Nando. Awalnya aku nggak mau karena takut kesorean tapi karena melihat ajakan Nando yg tulus akhirnya aku tak kuasa menolak.

“Mas nando ada tamu tuh,” ujar pembantu RT keluarha nando di depan pintu.

“Siapa bi?”

“Neng eci ama neng vina katanya mau belajar bareng.”

Wah kebetulan, pikirku. Aku penasaran seperti apa yg namanya eci dan vina eh sekarang sedang di rumah nando.

“Kalau papa mama lagi ke mana bi?”

“Lagi ke rumah nenek kayanya pulang malam, cuma berpesan mas nando jangan lupa makan.”

Akhirnya kami masuk ke dalam rumah. Di ruang tv dua orang gadis cilik sudah menunggu. Keduamya ternyata cantik cantik. Yang satu rambutnya dikepang, kulitnya kuning langsat. Ia pake kaus putih plus rok pendek warna merah tua. Tanpa sengaja, duduknya yang tidak teratur membuat cd nya sedikit terlihat.

Sementara itu vina kulitnya lebih gelap tapi tak kalah cantiknya. Badannya padat berisi. Mirip pesinetron Amanda. Ia memakai kaos kuning dengan rok pendek pula.

Aku pun dikenalakan pada eci dan vina. Mereka begitu riang dan ramah ramah.

“Eh ngomong ngomong ada apa nih pada main ke rumah kakak?” Tanya nando pd mereka.

“Mau belajar kak. Mau nanyain PR matematik.” Jawab vina.

“Bener nih mau belajar atau main dokter dokteran?” Goda nando.

“Ih kakak apa apaan sih, kan malu ama kak Andi.” Ujar eci.

“Ya udah kakak takut ganggu kalian nih. Lagian kakak mau ke gramedia. Kakak pamit dulu ya,” ujarku.

“Eh jangan dulu kak. Bantu dulu pr eci dan vina sebentar saja,” pinta nando.

Akhirnya aku mengalah pada keinginan nando. Kami pun kemudian naik ke lantai dua ke kamar nando. Sungguh saat itu aku tak berpikir macem macem, hanya bermaksud membantu PR mereka saja.

Kamar nando cukup enak dan besar. Kasurnya king size dengan corak minimalis. Di sudut kamar sebuah meja belajar dengan komputer LCD. Di situ pula aku mulai menjelaskan pr matematik yg ditanyakan. Eci dan vina duduk di kursi yg tersedia sedangkan nando duduk di pinggir ranjang di belakang kursi. Aku sendiri berdiri sambil menjelaskan jawaban pr ke vina dan eci.

Sungguh awalnya ku tdk berpikir macem macem meski nando sempat menjelaskan mereka suka main dokter dokteran. kulihat kedua gadis cilik ini memang cantik cantik. Kulitnya mulus. Apalagi eci yang kuning langsat. Namun itu pun tak membuat aku berpikir macem macem sampai kemudian nando berbuat nakal.

“Vin kita main dokter dokteran yu..” Ajak nando sesaat setelah PR matematik diselesaikan.

“Ih apaan sih kak? Kan ada kak andi, malu tau..” Jawab vina dgn muka memerah.

“Hey hey apaan sih dokter dokteran? Kok malu sih? Ga apa apa kali…” Ujarku pura pura gatau.

“Itu kak.. Main dokter dokteran itu buka baju…” Eci dengan lugu ikut menjawab.

“Oh gitu… Ya udah ga apa apa kok. Atau kakak keluar aja yah biar kalian tenang..” Ucapku.

“Ih jangan kak… Kok keluar sih. Di sini aja… Ya udah main dokter dokteran tp kakak jangan ngetawain yah..” Ucap vina. Akupun mengangguk sambil tersenyum.

Setelah itu vina mulai membuka kaosnya. Aku tertegun melihatnya. Kulitnya begitu mulus. Biar masih belia ia ternyata sudah pakai bra. Lalu ia membuka branya itu yg berwarna putih. Akupun kini melihat toketnya yg masih sangat mungil, baru sedikit menonjol. Aku yg asalnya tak berpikir yg macem macem mulai berpikir nakal, senjataku pun mulai bangun dari tidurnya.

“Langsung main dokter dokteran nih?” Tanya nando.

“Iya dong kak…” Jawab vina.

“Ya udah vina langsung berbaring ya..” Ucap nando.

Vina pun berbaring di kasur sementara nando duduk di sampingnya. Dengan gaya memeriksa seperti seorang dokter, nando mulai menyentuh toket vina. Ia pilin pilin putingnya. Vina mulai memejamkan matanya. Sepertinya ia mulai menikmati permainan dokter dokteran yang dilalkukan nando. Tak lama kemudian, nando mulai “memeriksa” toket vina dengan lidahnya.

Ia membungkukkan badannya dan mulai menjilati toket yang masih super mungil itu. Aku lihat nando menjilati toket vina dengan sangat lembut. Sungguh luar biasa aku sedang menyaksikan dua anak cilik sedang melakukan perbuatan yang sebelumnya belum boleh mereka lakukan. Aku sendiri yang seharusnya memberikan wejangan kepada mereka untuk tidak melakukan itu, tidak bisa berbuat apa apa, malah semakin menikmati.

“ahh… kakak… meriksanya geli banget…” erang Vina, sepertinya ia semakin menikmati permainan nando.

“iya adikku sayang… nikmati saja… pejamkan aja matanya…” jawab nando.

“iya yak… ah…”

Sesaat tak ada lagi kata kata. Nando dan vina sedang menikmati permainan mereka. Sementara aku tertegun melihat aksi mereka. Demikian pula Eci ia sedang asik menyaksikan aksi kedua sahabatnya. Sampai kemudian aku disentakkan oleh pertanyaan Vina.

“kakak nggak ikut main dokter dokteran?” tanyanya.

“mhmmm… ah nggak, lagian kakak nggak tau meriksanya gimana. Lagian sekarang kan vina lagi diperiksa ama kak nando..” jawabku terbata bata.

“nggak apa apa kak, kan kakak bisa meriksa bagian bawah… iya kan kak nando?” ujar Vina

“iya kak..” sela Nando sambil tersenyum dan mengedip.

Aku terdiam sejenak.

“bener nih nggak apa apa? Nggak nyesel?” tanyaku sekali lagi pada Vina.

“iya kak bener. Ngapain juga senyel kak, kan vina yang minta…” jawab vina mantap.

Nando melanjutkan aksinya “memeriksa” toket Vina. Sementara aku mulai menghampiri vina. Aku mulai menyingkapkan rok pendeknya. tongkolku yang sedari tadi sudah mulai mengeras kini semakin mengeras. Kulihat CD vina berwarna kuning selaras dengan kaosnya yang tadi dipakai.

“ga apa apa Vin celana dalamnya kakak buka?” tanyaku sekali lagi menegaskan.

“gak apa apa kak.. buka aja…”

Aku mulai memelorotkan Cd vina. Sengaja rok pendeknya tidak aku buka. Toh dengan mudah CD itu kupelorotkan tanpa harus membuka roknya. Kini di hadapanku terpampang memiaw dari seorang gadis cilik yang masih begitu imut. Sangat mulus. Belum ada bulu sedikit pun. Dulu aku pernah melihat gambar gambar gadis underage dari internet.

Aku memang sudah menyetubuhi gadis cilik lain, Dini, keponakan Sari pembantuku. Namun, gadis yang satu ini lebih muda lagi. Jika Dini berusia 12 tahun dan baru lulus SD, sedangkan Vina baru berusia 10 tahun dan baru kelas 4 SD. Terlintas dalam pikiranku apakah kelakuanku ini sudah sedemikian burukkan karena melakukan perbuatan yang belum saatnya dengan seorang gadis SD?

Aku mulai menyentuh permukaan memiaw vina. Kenyal sekali. Kusentuh dengan lembut. Dan kini aku mulai merenggangkan kedua kakinya agar tanganku bisa semakin leluasa mempermainkan memiawnya. Kini memiawnya sedikit merekah. Aku dibuat makin tak tahan. tongkolku terus mengeras semakin tak terbendung.

Aku mulai memberanikan diri untuk menjilatin memiawnya. Kudekatkan wajahku. Dan mulai kujurkan lidahku. Aku mulai menjilati permukaan memiaw vina. Vina tidak menolak sedikit pun, bahkan ia makin merenggangkan kakinya. Lalu aku mulai mempermainkan lindahku di antara kedua belahan vagiannya. Kumasukkan lidahku semakin dalam.

“ahhh… geli banget kakak… memiaw Vina diapain?? Enakk bangettt kak… Geliii…” Vina mulai meracau. Nampaknya gadis cantik imut ini makin dirasuki kenikmatan. Aku pun semakin semangat untuk merangsang Vina. Sementara itu, Nando masih saja asik mengulum putingnya Vina. Lalu aku jadi penasaran bagaimana bila kukecup bibirnya Vina.

Kudekatkan wajahku ke wajah Vina. Seakan mengerti, nando menghentikan aksinya dan meminggir memberikan ruang padaku untuk berinteraksi lebih intim dengan vina.

“vin, boleh ga kakak memeriksa bibir vina dengan bibir kakak?” bisikku di telinga vina.

“boleh kak…” jawab vina lirih.

Tanpa menunggu lama aku mulai mengecup bibirnya, lalu mulai kukulum dan kumainkan lidahku. Tanpa kuduga Vina juga membalas permainan lidahku. Ia bahkan membuat gerakan gerakan menyedot. Sudah mahir sekali, sudah berpengalaman. Artinya, Vina ama Nando sudah sering berciuman.

Nafas vina makin tersengal sengal. Safsunya sepertinya semakin memburu. Terlebih saat kulumat mulut dan bibirnya, tanganku pun tak lupa mengerayangi daerah toketnya terutama pusat sensitifnya di bagian puting. Aku pun semakin tak tahan diliputi nafsu yang makin bergelora. tongkolku dari tadi sudah sangat keras.

“Kak, boleh ga Eci ikut main dokter dokteran?” tiba tiba Eci gadis 9 tahun itu bertanya memecah konsentrasiku.

“mhmmm… terserah Eci deh, emang gimana caranya?”

“Eci periksa tongkol kakak… boleh ga dibuka celananya?” sebuah permintaan mengagetkan terlontar dari mulut Eci. Aku pun hanya bisa mengangguk, senang bercampur kaget.

Lalu Eci segera memelorotkan celandaku, lalu CD ku. Ketika dibuka, langsung saja tongkolku yang sudah tegang dari tadi tegak berdiri. Saat aku masih sibuk berciuman dengan Vina, Eci mulai menentuh kemaluanku. Gadis 9 tahun itu mulai memaju mundurkan, mengubah sentuhan menjadi kocokan. Aku pun semakin disergap kenikmatan.

“egghhh… enak banget sayang…” erangku. Eci hanya tersenyum sambil terus melanjutkan aksi kocokannya. Sementara itu, Nando yang dari tadi menghentikan aksinya kepada Vina mulai tak tahan pula untuk hanya menonton. Ia pergi ke belakang Eci yang sedang mengocok tongkolku. Nando mulai membuka kaos eci, eci rupanya belum pakai bra.

Aksi Nando tak hanya sampai di situ. Ia pun mulai memelorotkan rok mini dan CD yang dikenakan Eci, dan nando pun membuka seluruh celana dan bajunya sendiri. Nando pun mulai merangsang Eci dengan menyentuh toket dan veginya dari belakang.

Aku pun tak mau tinggal diam. Aku segera melepaskan rok pendek Vina yang masih melilit. Aku pun membuka bajuku sendiri. Kini kami berempat sudah telanjang bulat. Saat kulihat memiaw Eci, tak kalah mungilnya dari Vina, bahkan bisa dikatakan lebih mungil, mungkin karena Eci terpaut usia 1 tahun lebih muda dari Vina.

“sayang, boleh ga aku memeriksa memiaw kamu dengan tongkol kakak?” akhirnya aku menanyakan itu kepada Vina karena sudah tak tahan lagi.

“Vina belum pernah diperiksa seperti itu kak.. Eci juga… sakit nggak kak?” jawab vina

“kakak periksanya pelan-pelan sayang. Nanti kalau sakit bilang aja…” ujarku.

“ya udaah deh kak…” jawab Vina membuatku menjadi sangat riang.

“tapi sebelum memiaw kamu kakak periksa, Vina periksa dulu yah tongkol Nando dengan mulutmu sampai keluar…” pintaku. Vina pun mengangguk.

Vina pun mulai mendekati Nando. Sementara nando masih sedang asik merangsang Eci. Lalu Vina mulai mengulum tongkol nando. Aku terus memperhatikan.

“ahhhhhh… vina sayang…” erang nando. Ia mulai memejamkan matanya. Vina makin mempercepat aksinya. Nando dibuat makin merem melek. “terusss sayang…” nando kembali menerang. Tangannya mulai menggelepar gelepar, kadang mencengkeram Eci dari belakang. Tapi ia masih terus berupaya untuk sambil tetap merangsang Eci dengan memilin puting dan menyentuh vaginanya.

“sebentar lagi keluaar sayanggg…” nafas nando semakin tersengal sengal. Tapi Vina tak mau melepaskan emutannya. Dan akhirnya “crotttt… crotttt…” air pejuh Nando yang masih sedikit itu melumuri mulut Vina. Sementara itu Nando mencengkeram erat Eci melepaskan kenikmatannya. Sehabis itu nando terkapar di ranjang kecapaian dengan nafas yang masih terengah engah.

“nah sekarang gantian kakak meriksa vagina Vina yah pakai tongkol kakak?” ucapku pada Vina. Vinanya menjawab dengan tersenyum sambil mengangguk.

“kalau Eci mau skalian diperiksa ga?” aku menawarkan pada Eci.

“mau kak…” jawab Eci.

“ya udah sekarang kalian berdua berbaring ya… kakak periksa Eci dulu, abis itu baru Vina,” aku memberikan arahan. Sengaja kudahulukan Eci karena kuyakin vagina Eci lebih kecil sehingga pasti lebih susah ditembus. Kedua gadis cilik itu menduruti arahanku.

Aku pun mulai mengangkah di atas tubuh mungil Eci yang sintal mirip bintang sinetron Amanda itu. Kusibakkan sedikit vagina mungilnya dengan tanganku dan mulai kusentuhkan kepala tongkolku di atas vaginanya. Lalu kutekan masuk perlahan lahan. Benar saja lubangnya masih sangat sempit. Lalu kubantu menyibakkan memiawnya dengan jariku.

“sakit ga sayang?’ tanyaku pada Eci.

“nggak kok kak… terusin aja..” ucapnya.

Akupun makin memasukkan tongkolku. Semakin rasanya dalam semakin susah. Sepertinya tongkolku terperangkap di antara lubang kenikmatan yang begitu sempit. “ahhh… kak…” erang Eci.

“ada apa sayang?”

“agak ngilu kak…”

‘tahan bentar ya sayang ntar juga jadi enak…” ucapku meyakinkan. Aku memasukkan tongkolku semakin perlahan, jangan sampai menimbulkan trauma di vaginanya. Kini tiga per empat tongkolku sudah ambles.

“Gimana sayang sekarang masih ngilu?” tanyaku.

“udah nggak kak, masukin aja semuanya tapi pelan-pelan…” jawab eci dengan lirih.

Lalu aku mulai memasukkan lagi tongkolku dengan perlahan. Akhirnya tongkolku bisa terbenam seluruhnya di daalam memiaw yang mungil itu. Lalu aku mulai mengeluarkan tongkolku dan kemudian memasukkan lagi secara berulang ulang. Gesekan di antara tongkol dan dinding vagina membuat sensasi kenikmatan yang luar biasa.

“kakak… enak banget meriksanya… ahhhh…” erang Vina. Rupanya rasa ngilu yang tadi dirasakan eci sudah benar benar hilang dan berganti kenikamatn yang mulai menjalar gadis cilik itu.

Aku pun demikian. Semakin aku memaju mundurkan tongkolku, kenikmatan yang kurasakan semakin bertubi tubi. Semakin lama dorongan air kenikmatan semakin mendesak di ujung tongkolku.

“ahhhhhh… kakakkkk…” Eci menjerit sambil mencengkeram erat erat pingganggu. Rupanya gadis kelas 3 SD sudah sampai ke puncak kenikmatannya. Aku pun memeluknya erat. Lalu segera kegera kulepas tusukan tongkolku di memiawnya dan kukocok di atas mukanya.

Dan “crooooootttt… crotttt… crotttt… air pejuhku begitu banyak melumuri wajah gadis belia itu. Kenikmatan yang luar biasa baru saja kurasakan. Sesaat aku pun dilanda rasa lemas. Aku terkapar di samping Eci yang juga kecapaian. Meskipun saat kusetubuhi Eci tentunya masih perawan, tapi tak satu pun bercak darah keluar dari vaginanya.

Saat aku tepejam sambil istirahat, suara lembut Vina terdengar di telingaku.

“kak, vina juga pengen diperiksa kaya eci…”

Akupun membuka mata perlahan sambil tersenyum. Yang kusaksikan ternyata Vina tak banyak memberikanku untuk sedikit istirahat. Tanpa menunggu persetujuan ia sudah ada di atas badanku dengan posisi duduk di betis.

Jujur kuakui saat itu aku sudah sangat lemas. Sudah berkali kali secara beruntun aku bercinta dengan orang yang berbeda hari ini, dan terakhir baru saja bercinta dengan Eci. Dan kini Vina gadis cilik kelas 4 SD itu memintaku untuk kembali bercinta. Ia sudah ada di atas betisku dan mulai menyentuh tongkolku.

“Sayang, bukannya kakak gak mau, tapi kakak udah lemes sekali…” Ucapku pada Vina. Jujur aku memang sudah sangat lemas, terlebih besok istriku Rara akan pulang jadi aku harus menyisakan stamina.

“Tenang aja kak, biar kakak nggak cape kakak diem aja. Biar Vina yang meriksa dan jadi dokternya..” Ujar vina ternyata tak bisa dihentikan.

“Tapi Vin…” Ujarku. Namun, sebelum aku melanjutkan perkataan, vina keburu mengocok tongkolku dengan perlahan. Aku hanya bisa memejam. Vina membuat gerakan yang pintar sekali. tongkolku yang tadi sudah terkulai lemas mulai bangkit. Gerakan mengocoknya semakin cepat meskipun kadang berhenti karena pegel.

Setelah bosan dengan mengocok, vina mulai mengulum penisku. Aku hanya menikmati, tidak melakukan reaksi sedikit pun sesuai anjuran vina. Lidahnya kini mulai menjilati pangkal tongkolku hingga kepala.

“Ahhhh sayang…” Aku tak bisa menyembunyikan rasa nikmat yang mulai hadir kembali. “Sayangggg… Kamu pintar sekali…” Erangku lagi. Dan vina terus tak berhenti mengulum penisku.

Kini tongkolku sudah benar benar keras mendongak ke atas. Selanjutnya, vina kemudian membuat gerakan yang benar benar di luar dugaanku. Ia menggeser duduk menjadi di atas kemaluanku dan mulai mengarahkan penisku ke lubang kenikmatannya. Aku sungguh heran, gadis cilik yang menurut Nando belum pernah ia setubuhi tapi sudah nampak begitu mahir.

Perlahan tongkolku semakin masuk ke dalam seiring posisi duduk vina yang dihentak semakin ke bawah. “Srlebbbbb…” Kini tongkolku sudah benar benar terbenam di memiaw vina.

“Shhhhh… Ahhhhhhh…” Lagi lagi aku mengerang tak tahan. Terlebih vina mulai menaik turunkan badannya. Gesekan antara tongkolku dengan dinding memiawnya yang mungil menghadirkan sensasi yang luar biasa. Rasa lemas hilang sejenak diganti rasa nikmat yang makin menggelora.

“Vin, kakak udah ga tahannn…” Erangku. Kurasakan air penuhku semakin mendesak dan sebentar lagi akan keluar.

“Iya kakak sayang, kakak diam aja…” Jawab vina. Ia makin mempercepat gerakan menaikturunkan badannya. Dan “crottttttt… crottttttt… Crotttttt…” Sisa sisa air pejuhku hari itu melumuri lubang vagina Vina yang membuatku melayang ke puncak kenimatan di langit ketujuh.

Sepertinya vina sendiri belum klimaks. Tentu aku tak sampai hati untuk tidak memberinya puncak kenikmatan. Giliran aku untuk memuaskannya. Aku pun mengajak vina untuk berbaring di sampingku. Aku mulai menjilati toketnya yang baru sedikit tumbuh itu. Sementara tanganku mulai meraba vagina mungilnya. Jari tengahku kumasukkan, kucari kelentitnya, lalu kuusap usap dengan halus.

“Kakak… Geli sekaliii… Shhhhhhh…” Vina mengerang. Aku terus mempercepat gesekan jariku di kelentitnya. Sementara lidahku menjilat jilat putingnya.

“Aaahhhh…” Sambil memelukku erat vina menggigit telingaku. Akhirnya ia mencapai puncak kenikmatannya. “Makasih ya kak, meriksanya enak sekali,” ujar vina. “Iya sayang,” jawabku.

Sejenak setelah istirahat aku penasaran menanyakan apakah sebelumnya pernah bercinta atau belum. Dengan jujur ia mengatakan bahwa ia belum pernah bercinta dengan nando, namun ia sudah beberapa kali melakukan hubungan badan dengan kakak laki lakinya di rumah. Yang lebih mengagetkanku, bahkan vina juga pernah melakukan hubungan badan itu dengan dua kakaknya sekaligus, satu kakak laki lakinya itu yang kelas 2 SMA dan satu lagu kakak perempuannya yang kelas 1 SMP.

Setelah merapikan diri, aku pamit ke nando, vina dan eci untuk pulang. Tak lupa aku minta no hp Vina, karena kebetulan eci belum memiliki hp.

Aku pun bergegas ke gramedia untuk membeli buku buku yang sudah aku niatkan. Sepulang dari gramedia, aku mendapat telepon dari boss ku yang cukup menyebalkan. Besok ada rapat penting mendadak di Jakarta pagi pagi yang harus kuhadiri. Padahal besok hari kepulangan istriku Rara ke rumah. Segera kutelepon istriku untuk memberitakuhan kabar itu.

“Rinduku aku tahan sayang. Aa selesaikan dulu tugas kantornya, itu juga kan untuk aku…” Ucapnya.

Sebelum ke rumah, aku pun mampir ke stasiun kereta api untuk membeli tiket eksekutif bandung-jakarta besok jam 5 subuh.

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan