31 Oktober 2020
Penulis — perjoko
Hari ini hari Sabtu. Pagi yang indah sekaligus menyenangkan karena sabtu artinya aku libur kerja. Sedangkan kedua adik iparku Icha dan Rara tetap sekolah. Kini di rumahku hanya tinggal Sari. Mungkin ia tengah sibuk di dapur.
Besok Minggu, istriku yang cantik Rara bakal pulang ke rumah. Meski dalam dua hari ini aku telah melakukan petualangan seks dengan adik iparku Icha dan Cinta serta pembantuku Sari, namun itu tidak menghapus kerinduanku pada istriku. Justru, entah mengapa, semua kejadian itu membuatku malah semakin membuatku menggebu-gebu bertemu dengan isteriku.
Karena sudah tak tahan dengan rasa rindu segera aku ambil hp ku dan kutelepon isteriku.
“Hal sayang… apa kabar aku kangen banget nih… gimana kuliah lapangannya lancar? besok jadi kan pulang?”
“Waduh suamiku sayang… ampe bertubi tubi nih pertanyaannya. Iya sayang, aku juga kangen banget… kuliah lapangannya lancar… iya dong besok pulang… udah ga tahan nih…”
“hayo nggak tahan apa…?” tanyaku menggoda.
“ngga tahan pengen segera melahap kont*lmu sayang…”
“hehehe… aku juga sama pengen segera menghujam mem*kmu…” ucapku segera.
“oh ya sayang… aku lupa, hari ini mamahku mau dateng dari Mando, beliau ada urusan dengan Tante Shanti sekalian mau ke klinik kecantikan langganannya di Bandung,” ucap Rara. Tante Shati adalah adik ibunya Rara alias mertuaku, Mamah Dina.
“Oh gitu.. ya sudah aku di rumah kok hari ini, nanti aku suruh Sari untuk menyiapkan makanan buat mamah.”
“Ok sayang, aku sudah bilang ke mamah, aku baru pulang besok. Tapi kamu ga usah cape jemput kok, mamah pake travel dari Cengkareng langsung dianter ke rumah,” ucap Rara.
“Ok sayang. Ya udah cepet pulang yah… aku kangeeennnnn banget… hati-hati di pangandaran dan besok waktu pulang… muachhhhhh…”
“Muachhhhhhh…” jawab Rara.
Selepas menelepon, sejenak pikiranku dirasuki rasa bersalah. Dalam dua hari ini aku telah menghianati kepercayaan istriku, ia yang begitu menyayangiku. Sungguh, aku juga sangat mencintainya. Tapi alih-alih aku berniat menghentikan petualanganku, pikiranku justru berimajinasi semakin liar. Bagaimana jika aku mampu mereguk kenikmatan vagina yang lebih mungil dari Icha?
“Kring… kring…” lamunanku buyar saat bel rumahku berbunyi. Aku segera bergegas ke ruang depan untuk membuka pintu.
“Halo Andi, apa kabar?”
“Eh mamah, silahkan masuk mam. Udah dikasih tau Rara kan, rara baru datang besok?”
“Iya An, mamah udah tau kok.”
Ternyata yang datang mertuaku, Mamah Dina. Hari itu mamah tampil begitu cantik dengan balutan baju casual. Bawahannya kuning selutut, sedangkan atasannya kaos casual warna putih. Kaos putih yang agak transparan menyebabkan bra di dalamnya selintas membayang terlihat.
Meskipun usianya mencapai hampir 39 tahun, tapi mertuaku ini masih tetap cantik. Paduan sunda-manado memang luar biasa. Kulitnya putih mulus seperti anak-anaknya. Rambutnya sengaja dipotong sepundak sehingga terkesan segar. Toketnya terlihat berukuran sedang, tapi aku belum bisa memastikan apakah masih cukup kenyal atau tidak, tapi dari luar bentuknya tetap indah.
“An, mamah laper nih belum makan. Ada makanan kan?”
“ada dong mam, udah disiapin spesial tuh ama sari. Andi juga kebetulan belum makan juga, kita makan bareng ya mam”
“hayu..” ucap mertuaku.
Kami pun segera bergegas ke ruang makan. Tidak berhadap-hadapan, aku dan mertuaku duduk bersebelahan.
“udah dua hari ya rara pergi. Kesepian dong An kamu di rumah sendirian?”
“mhmmm begitu lah mam. Tapi ngga juga sih mam, kan ada icha dan cinta. Mereka rame-rame kalau ngobrol.”
Sambil ngobrol aku curi-curi pandang ke arah mertuaku. Entah jin apa yang merasuk pikiranku, kecantikannya telah membuatku berimajinasi untuk melakukan sesuatu seperti terhadap anak-anaknya. Vagina rara yang indah sudah kunikmati berulang kali, demikian pula dengan vagina mungil milik Icha. Kini giliran kunikmati vagina ibunya…
Otakku mulai diliputi birahi hingga tak mampu lagi menyusun strategi. Dengan refleksku aku mendekatkan kursi makanku hingga kini benar benar berimpit dengan kursi mertuaku. Aku yang duduk di sebelah kanan, sedangkan tangan kiriku langsung kuhunggapkan di atas rok mertuaku. Kuletakkan dengan sangat halus sehingga tidak mengagetkan mertuaku.
“eh ada apa nih An?”
“mamah cantik sekali mam… boleh andi melakukan ini?”
“melakukan apa?”
“mengelus paha mamah yang indah…”
“aduh kamu bercanda yah?? Aku ini mertuamu An, jangan aneh-aneh!”
“iya, mamah memang mertuaku, dan mertuaku ini cantik sekali…” ucapku merayu.
“udah deh jangan gombal, hentikan!”
Alih-alih aku menghentikan aksiku, aku justru memperas elusanku hingga kini yang terjadi bukan lagi mengelus tapi memijit-mijit paha mertuaku. tiba-tiba tangan kanan mertuaku hinggap di tangan kiriku yang sedang beraksi itu, tapi ia bukannya menghentikan aksiku melainkan memegang tangannku itu.
“aduh… gimana nih An…” ucap mertuaku dengan wajah mulai tak karuan.
“tenang aja mam… nikmati aja… andi ga akan bilang siapa-siapa… bole yah mam aku singkapkan sedikit roknya…?” bisikku
Mertuaku tidak menolak dan tidak mengiyakan. Masih dalam posisi semula duduk di kursi makan, di bawah meja makan tanganku mulai menyingkapkan rok mertuaku. Kini aku dapat mengelus dan menyentuh pahanya tanpa penghalan. Kuelus dan kupijit perlahan-lahahan.
“Shhhhh… An… Gimana ntar rara dan adiknynya…”
“tenang mamah mereka tidak ada… mereka tidak akan tau…”
“Sari di mana?”
“ia sedang sibuk setrika baju gak akan tau…” Ucapku sok tahu. Padahal aku tidak tau apa yg sedang dikerjakan sari. Tapi aku tak peduli dia akan melihat aksiku kali ini atau tidak, toh dia juga sudah tau kelakuanku dan juga membutuhkan kenikmatan dariku. Dan benar saja di balik dinding ruang makan diam-diam sari sedang menyaksikan apa yang sedang kami lakukan.
Tanganku bergerak semakin nakal. Kini ia mulai menyentuh vagina mertuaku dari luar cd.
“ahhhh… Geli sayang…” Mertuaku mengerang pelan.
“iya mamah… nikmati aja…” ucapku. Sembari itu, tangan kananku membimbing tangan kiri mertuaku untuk membuka resleting celananku.
“kocokin ya mah…” Pintaku berbisik.
“iya an…”
Kont*lku yang besar menyebul dari balik cd. Dengan cekatan mamahku mulai mengocoknya. Birahi yang semakin memuncak kini menjelma menjadi kenikmatan yang perlahan lahan semakin mengacak ngajak urat uratku.
“mam bolehkah aku masukkan kont*lku ke mem*k mamah?”
“di mana an?”
“di sini aja mam sambil berdiri…” pintaku.
Tanpa perlu menunggu jawaban aku langsung menarik tangan mamaku. Dan segera kusandarkan tubuh mamahku di dinding ruang makan. Lalu kulucuti rok dan cd nya. Dan benar sekali… vagina mertuaku ditumbuhi bulu yang begitu lebat sehingga lubangnya pun hampir tak kelihatan.
Aku mulai memainkan bulu bulu itu dengan perlahan sambil kucari di mana lubangnya.
“duh an… enak sekali… tapi ini dosa an… Mamah ga sampai hati sama anak anak” mertuaku meracau bimbang di antara kenikmatan yang kuberikan sambil memejamkan matanya.
“manusia ini tidak sempurna mam… tak lepas dari dosa… nikmati saja mam,” ucapku sekenanya sambil tanganku terus mencari dinding vagina mertuaku. Dan kini kelentitnya sudah kutemukan dan segera kuelus elus perlahan.
“shhhh… ahhhh… enak sekali an…”
Sepetinya mertuaku semakin diliputi kenikmatan, aku pun tak tahan untuk menunda terlalu lama menghujamkan senjataku ke vagina mertuaku. Segera kulucuti celanaku dan pelahan mulai kucentuhkan ke bibir vagina mertuaku. Sementara itu sari yang sedang mengintip kejadian itu mulai terangsang. Ia mulai meraba vaginanya sendiri dengan tangannya.
“burungmu besar sekali an… beda sekali dengan punya mertua lelakimu…” Puji mertuaku.
Sambil tersenyum aku segera memperdalam penetrasi kont*lku. Aku mulai maju mundurkan pantatku samakin lama semakin kencang. Sementara tanganku menggenggam erat tangan mertuaku. Kulumat keras bibir mertuaku, kusedot, kukulum. Sementara kont*l tak henti hentinya menghujam..
“ahhhh… shhh…” mertuaku terus mengerang. Sari yang tengah masturbasi juga makin mempercepat gesekan tangannya di kelentit sendiri.
“annn terus an…” Pinta mertuaku…
Aku terus menghujam vagina mertuaku. Sesekali bibirku yang tengah berciuman kualihkan semtara ke susu mertuaku. Ternyata toket meruaku masih cukup kenyal untuk seukuran umurnya.
“an… mamah ga tahannnn… an… mamah mau orgasme… ahh… An… ga tahan…” mertuaku meracau tak karuan.
“mamah dulu klimaks yah… ntar andi keluarin di luar aja…”
“jangan an… ah… keluarin di dalam aja… Mamah udah disteril kok ga akan hamilll…”
Ah sungguh kebetulan pikirku. Kini aku bisa klimaks bersama sama dan kutumahkan seluruh pejuhku di vagina mertuaku..
“Annnnn… Ahhhh…”
“mamahhhh… shhhhhhh…”
Crot… crotttt… crottttttttt… air pejuhku yang begitu banyak meluburi vagina mertuaku…
Kami pun saling berpelukan.
“enak sakali an… makasi yah…” Bisik mamah
“iya mamah… andi juga enak banget… Makasih mamah…” bisikku.
Sari yang dari tadi mengintip juga sudah tak tahan. Ia mempercepat gerakan masturbasinya. Dan serrrrr… Dinding-dinding vaginanya meluber basah dan bersenyut kencang tandanya sudah mencapai puncak kenikmatan. Ia segera merapikan cd nya dan kembali ke kamar untuk menyetrika.