1 November 2020
Penulis — Eireon
PART 2
KEMBALI BERCINTA DENGAN BU TUTI
Seminggu setelah kejadian aku berhasil memperdaya dan memperkosa Tuti Khairani, dosenku yang montok itu, Ada rasa kangen dalam diriku untuk dapat mencicipi tubuh montoknya.
Hasrat itu tak terbendung, bayangan tubuh telanjang nya yang montok, rintihan dan desahannya saat orgasme membuatku nekat ingin merasakan indahnya tubuh dosen itu.
Maka pada hari itu, pagi – pagi aku sudah datang ke kantor akademis kampus, dengan harapan bisa bertemu dengan Buk Tuti yang biasa datang pagi-pagi sekali ke kampus. Dan… Aku mencarinya ke ruang jurusan, tepat dugaanku, do’I sudah berada di sana!. aku mendapati do’I tengah membetulkan jilbabnya di depan cermin.
Buk Tuti sedang tertunduk saat mataku mengintip saat ia tengah mengancingkan bajunya. Perempuan sintal bertinggi 160 cm ini amat montok. Bagiku Buk Tuti terlihat makin menggairahkan, walau dengan pakaian tertutup seperti ini sekalipun. Pantatnya yang bulat dan sekal itu amat menonjol, apalagi saat do’i memakai sepatu hak tinggi.
Wajahnya yang galak membuatku makin bergairah dan bernafsu terhadapnya. Keinginanku mencicipi kemaluannya pada pagi itu jadi semakin menggebu.
Tampak Buk Tuti menyadari kehadiranku dengan sudut matanya. Buk Tuti langsung pucat ketakutan melihatku sudah berada disana dan hanya berdua tanpa ada orang lain… Tubuh nya langsung berbalik kea arahku.
“Brian! ngapain kamu pagi-pagi kemari??? Ada urusan apa??” bisiknya panik.
“Aku kangen kamu sayang” ujarku
“Gila kamu.. Kamu tahu kan ini kampus!! Jangan sampai orang lain tahu hubungan kita!” bisiknya lagi.
Aku mendekatinya, Buk Tuti pun mundur beberapa langkah.
“Gak usah ketakutan gitu sayang… suasana masih sepi… Gak bakal ada yang melihat kita” ujarku.
Wajah do’I makin ketakutan saat aku terus mendesaknya.
“Ta.. Tapi jangan disini Brian..” tolaknya.
“jadi dimana? “desak ku
“Ayo ikut saya… mari kita bicara di ruangan sidang saja.. di lantai 3” ujarnya
“Tapi kamu nyusul saya aja dibelakang, jangan sampai ada yang tahu kamu mengikuti saya ya..!! “tambah nya sambil memelototkan matanya yang indah
“Lebay deh kamu, ya sudah.. mari kita ke ruanganmu” ujarku.
Buk Tuti pun bergegas keluar dari kantor jurusan dan menaiki tangga, aku pun mengikutinya dengan jarak beberapa meter dibelakang.
Saat do’i naik tangga jelas kali betapa sexy dan bohay nya body do’i saat pinggul indahnya melenggok dari belakang. aku menikmati dan membayangkan akan mencicipi body montok itu. Sungguh sempurna bodynya.. gumamku, ‘ gak sia-sia aku aku jadi orang yang pertama mencicipi wanita ini”
Tiba tiba Buk Tuti berhenti beberapa tangga di atasku, hingga aku bisa mengintip dari bawah rok panjangnya. tampak betisnya yang putih. Saat itu doi’i memakai rok panjang namun ada belahan dibagian belakang. Cukup panjang juga belahannya. Hingga aku dapat melihat celana dalamnya berwarna putih itu dari bawah.
“Ck.. ck ck.. “gumamku dengan jantung berdebar, hal ini makin merangsangku. Buk Tuti tak sadar selangkangannya kuintip. Kurasa pagi itu Buk Tuti makin merangsangku.
Tiba-tiba entah mengapa do’i kembali berhenti dan melihatku ke bawah. Tanpa disadarinya dia telah melebarkan kakinya hingga 2 batang paha super mulus teronggok menantang.
Buk Tuti menatapku beberapa saat. Kontolku mengeras. Kutarik risletingku, lalu kukeluarkan kontolku, hampir mengintip dari celah celanaku. Saat itulah Buk Tuti membalik memalingkan muka, bergegas menuju ruangannya dengan sedikit mengomel kesal. Jalannya yang tergesa membuat kainnya terangkat, betisnya yg mulus tersingkap, hingga pahanya yang mulus tampak jelas bagiku yg berada di bawahnya.
Buk Tuti membawaku masuk ke ruangan yang biasa dipakai untuk sidang skripsi. Letaknya di lantai 3 kantor akademis. Ruangan ini jarang dipakai karena dipakai hanya pada saat ujian skripsi atau seminar.
Sesampai didalam ruangan, Aku memburunya masuk kedalam. kudapati Buk Tuti berdiri menatapku dengan sorot mata memendam birahi. Namun do’I berbalik memunggungiku, berjalan menuju jendela. Langsung kuburu dia dan Kupegang tangannya dan sekali sentak seluruh tubuhnya jatuh dalam rengkuhanku. Buk Tuti menggeliat.
“Brian.. Kenapa kamu pagi pagi sudah minta…” Ujarnya memelas takut.
“Udahlah… Sebentar aja.. Aku lagi kepengen nih..” Ujarku.
“Kamu tu gak sabaran ya… Kenapa, pagi pagi begini… please.. jangan dimasukin yahhh” pintanya coba berontak, namun dengan kuat kupegangi tubuhnya agar tidak lepas.
Perempuan berjilbab ini memang wangi tubuhnya. Dalam dekapanku do’i meronta kuat hingga kusudutkan do’i ke tembok. Kubuka resleting celanaku berikut kukeluarkan kontolku dan kutekan kontolku tepat pada selangkangnya hingga membuatnya jengah akibat peting yang kulakukan.
“Briaan.. Kamuu.. Uhh…”
Kupaksa Buk Tuti menatapku tapi ia memalingkan muka dengan mata terpejam & bibir terkatup. Tak ada suara keluar dari mulut tipisnya. Hanya tarikan nafas tertahan menahan malu karena birahi dengan lelaki yang sudah mendidurinya. Tiap kutekan kontolku tepat pada selangkangnya, kupastikan kontolku terasa olehnya.
Buk Tuti menunduk, melihat itu perlahan kuangkat roknya keatas dan tanganku menjalar di pahanya. hingga berlabuh tepat di liang kewanitaannya. kuelus selangkangannya dengan lembut.
“Oohhh…” Rintihnya sambil memicingkan mata. rontaannya mulai melemah, ia terlihat mempersilahkan tanganku menjamah selangkangannya. kurasa semakin lama selangkangnya makin melebar. Ia membiarkan jari ku masuk melalui karet celana dalamnya, terdengar desahan lirih pertanda dia menikmatinya dari mulut Buk Tuti..
“Ouuuuhh.. Briaann.. hhhhh…” Desahnya mesra.
Tubuhnya makin terangkat tinggi, kaki kirinya mengangkang hingga sepatu hak tingginya hampir lepas, menampakkan tumitnya yg montok dengan jari kaki bulat lentik dan kuku terawat. Membuat kontolku mengejang makin keras cepat pada selangkangnya. Seperti bersetubuh tapi masih berbaju. Saat mata Buk Tuti mulai merem melek merasakan permainan jariku mengobok selangkangnya, mendadak kutarik rok bawah nya ke atas sampai pinggulnya.
Buk Tuti tiba-tiba menamparku saat kucoba memasukkan kontolku pada kelaminnya yang mulus. kuraba kelaminnya yang terasa ditutupi bulu jembut yang lebat itu.
“Jangan dimasukin Briaaaan!, Gila kamu !!” kata Buk Tuti dengan ketus.
“Hei, kamu harus mau melayaniku pagi ini sayang!, bentaaar ajaa…” kataku seenaknya tapi penuh gairah terhadap dosen hot ini.
“Jangannn Ihhh…” bisiknya dengan nafas terengah engah.
Buk Tuti mengatupkan paha kuat-kuat. Kuremasi belakang pantat montoknya, hingga merabai pahanya. Buk Tuti menarik nafas, selangkangnya terbuka langsung kuhunjam kontolku dalam vaginanya.
“Ouuuuhhhh…” Desahnya tak berdaya membendung kontolku masuk ke dalam vaginanya, Buk Tuti terlihat telah pasrah kuentot pagi itu. Kudorong kontolku ke memeknya, agak susah dan terasa sesak sebab memek do’i masih seret dan sudah seminggu tidak dikasih jatah. Selama ini Buk Tuti memang belum pernah pacaran dengan siapa pun.
Makin lama sodokanku makin cepat. Buk Tuti masih menahan malu meluapkan birahinya. Kupegang kain jilbabnya, kutarik kuat kepalanya ke belakang. Kubenamkan kontolku dalam-dalam di liang kemaluan Buk Tuti, lalu maniku muncrat deras.
“Iiiihhhh…!!!” Buk Tuti merintih. Kusemburkan maniku beberapa kali, lalu pelan kucabut kontolku sambil menggerakkan kontolku keluar masuk dalam kemaluan dosenku ini, memberi Buk Tuti sensasi nikmat sexual.
Saat kutarik lepas kontolku, Buk Tuti jatuh terduduk lemas. Dia jongkok, berusaha mengeluarkan tumpahan maniku mengaliri vaginanya. Tuti menatapku tajam dg pandangan marah. Dilemparnya celana dalamnya yg ternyata telah robek.
‘ Gilaaaaaa kamuuuu!!” jeritnya tertahan dengan tatapan penuh kebencian. Aku cuek memungut celana dalamnya yang dilempar ke aku lalu melipatnya dan kumasukan kesaku celana.
“Ntar kubeliin lagi deh celana dalammu.. kalau perlu yang lingering!! yang mahal.. biar kamu makin sexy” ujarku terkekeh
Buk Tuti tak menjawab, dia terlihat terisak sambil mengatur nafas. Aku tersenyum penuh kemenangan.
“Nanti kita pulang bareng ya sayang… kita ke Mal, beliin pakaian dalam dan baju kamu… atau sekarang… bolos aja kita” bujukku lagi.
Buk Tuti masih tidak menjawab,
“peduli amat”, yang penting aku sudah merasakan orgasme pagi ini, bathinku.
Aku segera berkemas. Sebab, sudah terdengar suara ramai orang yang datang. Sebelum pergi tak lupa kukecup bibir tipis dosenku ini. Sambil membantunya berdiri dan merapikan kembali pakaiannya.
“Nanti malam kita ulangi lagi ya sayang..”kataku. Buk Tuti tidak menjawab dia hanya terisak sebelum kutinggalkan.
“Kutunggu telfonmu ya.. kalau nanti bolos kabari aja ..” ujarku mengedipkan mata pada do’i.
Aku melangkah meninggalkan ruangan itu, baru aku sampai dilantai bawah, tiba-tiba nada masuk sms hanphone ku berbunyi. Kubuka pesan tersebut ternyata dari Buk Tuti
“kamu bawa mobil? Tunggu saya di mobil kamu “bunyi pesan itu
Aku terseyum girang dan membalas sms itu
“oke sayang. Kutunggu di parkiran mobil “ Kemudian aku bergegas menuju parkiran mobil. Suasana di kampusku saat itu masih sepi, masih sedikit mahasiswa dan dosen yang datang.
Saat berada didalam mobil, tak lama kemudian buk tuti datang menuju ke mobilku dengan tergesa gesa Akupun membuka kunci otomastis dan Buk Tuti masuk ke mobilku dan duduk dibangku depan.
“Gila kamu ya Brian… kalau sampai ada yang tahu tadi bisa kena kita berdua..!!!, saya kenak pecat kamu di DO” ujarnya melotot.
“santai sayang.. buktinya kita gak ketahuan kan” ujarku sekenanya.
Buk Tuti yang kesal itu segera mencubitku. Namun dengan cepat kutangkap tangannya dan mengarahkan tangannya ke selangkanganku.
“Nih, cubit …” ujarku menahan tangannya di selangkanganku sambil tersenyum geli
“Ihh.. kamu ini.. Sempat sempatnya.. Dasar genit..!! lepasin ah…!!” ujarnya mencoba menjauhkan tangannya yang berada di selangkanganku sambil mengomel kesal.
Namun aku malah membuka resleting celana dan mengeluarkan kontolku dan memaksa tangan Buk Tuti itu menggengam kontolku
“Heii, Brian…! Jangan gila kamu ya…! nanti nampak sama orang nggak mau ahhh..” ujar Buk Tuti panik sambil berusaha melepaskan tangannya yang kupegang
“tenang sayang.. pegang aja kataku. Gak bakalan nampak dari luar” ujarku. Karena memang mobil ku ini sengaja kupasangi kaca film yang hitam hingga orang tidak dapat melihat orang yang berada di dalam mobil.
Aku mengarahkan tangan Buk Tuti untuk mengocoknya pelan-pelan.
Buk Tuti terlihat menyerah dan mulai terbiasa mengocok kontolku
“Dasar..! Kamu ini… Stress…!!” Ujarnya kesal, namun tangannya terasa mengocok kontolku dengan ritme cepat.
“Eehh.. pelan pelan aja say.. nanti aku muncrat lho..” godaku melihat Buk Tuti sudah patuh dan mulai menikmatinya.
“jangan mucratin dulu… Awas ya kamu.. kalau mau muncrat tu bilang-bilang” ujarnya ketus sambil terus mengocok kontolku. Aku tertawa mendengarnya. Buk tuti bersungut melihat aku menertawainya.
“punya kamu gede banget ya brian… kok bisa segede ini?” ujar Buk Tuti penasaran sambil terus mengocok kontolku dengan penetrasi lambat.
Aku hanya tertawa mendegarnya
‘ tapi kamu suka kan.. hayoo jangan bilang nggak..” godaku dibalas senyuman yang dipaksa Buk Tuti
“Nah sekarang kita jalan ya.. pegangi aja itu terus.. biar saya nyaman nyetir nya” ujarku
“Stress kamu.. hati-hati tuh kamu nyetir nya…” ujar buk Buk Tuti
Tampaknya do’i sudah mulai menikmati setiap sensasi bercinta yang kuajarkan padanya.
Aku mulai memundurkan mobil dan meninggalkan parkiran kampus, sementara Buk Tuti terus menggenggam kontolku.
Matanya clingak clinguk dan was was memandang ke luar kaca. Do’I tidak melihat tapi tangannya terus mengocok, membuatku makin terbakar gairah.
“sayang.. kita hotel dulu yuk.. ‘ ajak ku.
“ke hotel mana..? nanti kelihatan sama orang lain, jangan ah.. kerumah kamu saja..” tolak nya.
“ke hotel ajalah.. biar sambil istirahat.. sambil berduaan” ujarku sambil terus mengemudi
“terserah kamu lah..” ujarnya datar.
“tapi nanti dulu.. kamu janji mau beliin celana dalamku, aku risih gak pake celana dalam Brian…” ujarnya protes. Membuatku tertawa terpingkal.
“kamu sih, kasar… sampai celana dalamku robek” sungutnya kesal.
“ha.. ha.. ha.. ya deh sayang. Aku beliin. Tapi Mal kan belum buka, tapi aku tahu kok toko tempat jual bikini yang bagus” ujarku terkekeh
“terserah kamu, pokoknya saya mau celana dalam ..!!” ujarnya tegas.
Aku pun melajukan mobil mencari toko pakaian dalam. Sepanjang perjalanan kadang aku menciuminya. Saat terkena lampu merah, kami bercipokan menunggu datang giliran lampu hijau. Sebuah sensasi yang membuat Buk Tuti terlena dan menikmatinya. Begitu lampu hijau kami menyudahinya, kulihat Buk Tuti tersipu malu, tapi hal inilah yang makin membuatku penasaran dan gemas pada wanita yang baru kuperawani beberapa hari yang lalu ini.
Sikapnya yang pada awalnya menolak namun lama-lama mau ini membuatku gemas pada dosen yang resmi jadi pacar atau pelampiasan nafsuku itu.
Akhirnya aku memarkirkan mobil di toko pakaian dalam yang cukup terkenal, kami menyudahi aktivitas sex in drive. Aku kembali memasang celanaku dan Buk Tuti merapikan pakaiannya.
Di sana aku membelikan Buk Tuti 3 pasang pakaian dalam, yang sengaja kupilihkan, BH dan celana dalam. Satu berwarna putih, warna kesukaan dan permintaan do’i, dipilihnya yang berenda. Lalu kupilihkan warna hitam, karena menurutku warna itu sexy, bentuknya transparan dan berenda. Sungguh sexy. Terakhir kupilih warna motif macan tutul, yang model g string kecil.
“Bagus kan pilihan ku.. dipake ya Bu.. jangan sampe nggk.. model terbaru tuh.? ujar ku pada nya
“iya.. iya…” sahutnya.
“sayang.. kamu pernah gak nonton film blue?” tanyaku saat perjalanan ke hotel
“pernah lah… tapi gak sering cuma beberapa kali aja..” ujar Buk Tuti malu.
“kenapa emang nya..?” ujarnya.
“walah.. kukira kamu selama ini benar-benar alim sayang” ujarku sambil merangkulnya. Kepala Buk Tuti disandarkannya ke bahuku sambil aku terus menyetir mobil.
“sebenarnya aku penasaran setelah nonton itu “cerita Buk Tuti, mengakuinya dan sambil tertawa kecil
“kayak apa sih rasanya.. ternyata awalnya sakit juga ya Brian?” ujarnya melanjutkan
“setelah itu… ‘ pancingku sambil tanganku meremas satu susunya
“aw. ww… gatal ..! ‘ujarnya kaget. Aku tertawa melihat ekspresi dosen montok itu.
Muka do’i merah dan tiba-tiba balas meremas selangkangku.
“eitsss.. siapa yang gatal sekarang..? “balasku.
Kami berdua sama-sama tertawa menikmati moment itu.
“kamu pernah nonton film blue yang ceweknya ngisap punya cowoknya” tanyaku lagi.
“pernah.. tapi gimana ya rasanya” ujar Buk Tuti polos.
“Kamu mau coba sama punyaku say..?” pancingku lagi
“ih… jorok…” ujar Buk Tuti melengos
“jorok..? tapi coba ibu perhatiin, cewek di film itu gimana? Menikmatinya kan?” ujarku.
“iya..” ujarnya polos. Tangannya masih tetap di selangkanganku dan mulai meremas-remasnya.
“nanti kuajari ya sayang..” ujarku lagi
“kita kemana brian?” tanya Buk Tuti mengalihkan pembicaraan
“ni udah mau sampai ke hotel nya” ujarku mantap.
Mobilku memasuki sebuah hotel bintang lima. Setelah sampai diparkiran aku mengajaknya turun,
“ayo turun.. “ajaku
“ngg.. saya takut Brian.. saya gak pernah begini beginian” ujar Buk Tuti terlihat risih saat kuajak keluar dari mobil.
“nanti kalau teman-teman saya sesama dosen melihat kita berdua disini gimana ..? jangan disini deh ..” rajuknya.
“gak bakal sayangku” bujuk ku mendekat ke wajahnya dan menciumi pipinya.
“ini hotel besar. Atau gini aja, kalau Ibu risih, kita berpisah aja dulu. Saya check ini, Ibu jalan aja duluan dan pura-pura duduk di lobby. Kita masuk hotelnya gak usah barengan. Nanti kalau saya udah check ini kamar dan udah tahu di kamar nomor berapa baru ibu susul.. gimana?” ujarku menjelaskan.
“iya lah brian” ujar buk tuti mengangguk pasrah.
“tapi jangan kabur ya..” ujar memperingatkan.
“gak.. lagian mau kabur kemana saya.. kan saya kesini sama kamu.. “sungut nya.
“gitu dong cantik..” ujarku senang karena Buk Tuti ini menjadi patuh padaku. Kembali kudaratkan ciuman di pipi dan bibirnya.
Kami keluar dari mobilku. Sesuai yang kurencanakan tadi. Begitu aku sudah check in Buk Tuti mengikuti ku masuk ke lift, sesampai di lantai 8 aku dan Buk Tuti keluar dari lift dan menuju kamar yang di booking tadi.
Kamar ini sengaja kupesan type VIP dengan single bed.
Sekarang aku dan Buk Tuti berduaan saja di dalam kamar. Setelah mengunci pintu, kami langsung berpelukan. Kurasa Buk Tuti memeluk ku erat.
“tenang sayang..” bisik ku.
“aku takut Brian.. tapi aku percaya kamu..” sahutnya.
Setelah beberapa saat aku melepaskan pelukannya,
“buka jilbabnya dong sayang..” perintahku.
“kamu mau langsung main sayang..” ujarnya tersipu malu. Aku hanya tersenyum kecil, Namun Buk Tuti patuh membuka jilbabnya hingga sekarang do’i tidak mengenakan jilbab lagi. Rambut nya dicepol kebelakang
“ibu sadar gak sih… ibu itu cantik banget “pujiku mengagumi kecantikan dosen ku itu.
“ah.. kamu.. bisa aja.. banyak sih yang bilang he he.. tapi aku cuma kamu yang punya Brian sayang” jawabnya tanpa kusangka sangka.
“gitu dong, Ibu panggil aku sayang juga..” ujarku. Kembali Buk Tuti menghempaskan tubuhnya di pelukan ku. Aku mendekap nya erat, kami tenggelam dalam perasaan sayang dan nafsu.
“mari kita tidur-tiduran sayang.. capek juga ya, tadi pagi” ajaku membawanya ke ranjang.
“mari sayang..” ujar Buk Tuti manja.
“ee.. tunggu.. “tambahku, aku merasa ada yang kurang, setelah kufikir aku baru mengerti.
“ibu pake dong pakaian dalam tadi.” ujarku
“nanti lah Brian.. kita istirahat dulu” ujar do’i malas-malasan
“gini, maksudku kita tidur-tiduran, tapi ibu pakai pakaian dalam aja, pakaian kerja nya dilepas aja” ujarku lagi
“ih.. kamu genit.. maunya..” ujarnya gemas
“mana ..” ujar nya. Aku memberikan bungkusan berisi pakaian dalam yang kami beli tadi padanya.
“kamu mau aku pake yang mana sayang” ujarnya sambil membuka bungkusan itu dan memperlihatkan 3 bungkusan plastik pakaian dalam padaku.
“yang hitam ya..” kataku sambil mengedipkan mata.
“oke deh sayang.. tapi cium dulu..” ujarnya nakal, memberikan pipi nya untuk kucium. Kurasa dosenku ini sudah benar-benar tergila gila padaku.
Aku pun menciuminya. Setelah aku mencium nya secepat kilat Buk Tuti mengarahkan kepalaku berhadapan dengan nya. Dan langsung mengajak ku bercipokan. Kembali bibir dan mulut kami saling hisap, saling jilat dan saling mengejar satu sama lain shh, ooh… mphhh.. mhhhh…” desah Buk Tuti, mulutya memburu kemana mulutku pergi. Sepertinya doi makin kecanduan permainan seksual.
“sayanggghh… udahh… nanti gak jadi ganti bajunya” ujarku mengingatkan.
“ohh iya… kamu sih…” ujarnya terengah mengatur nafas.
Buk tuti melepaskan kulumannya di mulutku dan menuju kamar mandi.
Melihat itu aku pun menghela nafas, ternyata Buk Tuti telah kecanduan bercinta denganku. Akupun tak memungkiri begitu liarnya dan penuh gairah bercinta dengan Buk Tuti yang selama ini membuatku penasaran dengan pakaian nya yang tertutup dan sikapnya yang galak.
Aku rasa setelah beberapa kali bercinta nya sikap galak do’i menular saat bergumul di atas ranjang. He he he.. bodynya yang padat, putih bersih, mulus dan montok berisi itu seolah menjerat nafsuku untuk terus bercinta dengannya. Membuatku nyaman dalam dekapan tubuh montoknya. Aku amat beruntung dapat bercinta dengan do’i.
Kurasa selama ini libidonya tidak tersalurkan hingga datang seorang pria, yakni aku, yang berhasil menjamahinya tubuhnya yang konon, tidak pernah disentuh pria lain itu. Selain itu caranya yang pertama menolak namun akhirnya malah membalas dengan liar menjadi suatu sensasi yang dahsyat memancing birahiku.
Aku membuka seluruh pakaianku hingga hanya mengenakan underwear saja. Lalu aku berbaring ke atas kasur hotel yang empuk itu. Menunggu si dosen molek itu menyerahkan tubuh montoknya agak bisa kuremas, kujilat, kucumbu dan kujamahi setiap jengkal tubuh indahnya itu.
Tak lama kemudian Buk Tuti muncul dari kamar mandi, rambutnya diikat kebelakang. Tubuh montok itu hanya mengenakan bra hitam dan celana dalam bewarna sama dan juga berenda dan agak transparan, menampakan selangkangannya. Dari balik celana dalam hitam transparan itu nampak selangkangannya yang indah itu.
Wajah do’i memerah menahan malu, melihat mataku yang melotot mengaggunmi keindahan bodynya.
“kesini dong sayang.. duh… sexy banget …” ujarku takjub.
Buk Tuti malu-malu mendekat dan kemudian naik keatas ranjang.
“Brian.. kenapa kamu suka sama saya? Bukannya usia saya terpaut jauh diatas kamu?” tanya nya. Jarak usia ku dengan Buk Tuti sekitar 7 tahun, aku berusia 23 tahun, Buk Tuti berusia 30 tahun.
“banyak wanita sebaya kamu yang jauh lebih menarik dari aku. Kenapa kamu memilih aku?” tambahnya memberondongku dengan pertanyaan.
Aku mengela nafas,
“ke sini sayang.. tidur disebelahku dulu” peritahku agar dia berbaring disampingku.
Buk Tuti pun membaringkan dirinya disebelahku. Aku menatapnya hingga kami bertatapan dalam posisi menyamping
“Kamu itu cantik… laki-laki mana yang menyangkal.. kalau ada pasti mereka gila” ujarku.
“kamu tidak berniat merusak saya saja kan Brian” ujar Buk Tuti, rona wajahnya tiba-tiba berubah menjadi sebuah keraguan
“sayang… walaupun kamu lebih tua dariku, aku tidak malu berpacaran denganmu” ujarku mencoba menenangkan do’i.
“pacar..? sejak kapan kita pacaran?” Tukas Buk Tuti heran, tapi sambil tertawa sinis
Aku pun mencoba menghiburnya
“Ibu sudah pernah pacaran? “pancingku
“dulu.. udah lama waktu sekolah SMA, kata orang itu cuma cinta monyet. Saya orangnya serius Brian, dari dulu saya belajar, belajar dan belajar hingga saya dapat meraih prestasi.”
“jadi bagi saya belajar dan pendidikan itu segalanya, mana sempat pacaran, ada sih, beberapa pria yang coba mendekatiku, tapi aku tidak tertarik dan menganggap mereka teman” ceritanya lagi.
“jujur, aku penasaran bagaimana rasanya pacaran. Aku berharap keperawanan yang sudah kujaga selama bertahu tahun ini akan kuberikan pada suami ku di malam pertama kelak. tapi aku tidak menyangka. Harus berakhir seperti ini.” ujarnya mulai sedih.
“kamu pria pertama yang menyentuhku Brian, bahkan merenggut kesucianku” tambahnya.
Aku sadar dia mulai larut dalam fikiran sedihnya.
“tapi pacaran kan gak mengenal tua muda sayang..” ujarku berusaha menenangkan. Aku merangkul tubuhnya.
“ aku tahu perbuatan yang kita lakukan ini dosa dan terlarang Brian. Tapi kamu… kamu… menjeratku.. hingga aku tak kuasa… “terdengar do”i mulai terisak. Aku memeluk dan mencium keningnya. Aku biarkan dia mencurahkan perasaannya, karena mau tak mau dia sudah menjadi milik ku. Setidaknya untuk saat ini.
“udahlah kamu istirahat saja dulu.. gak seru suasananya. Aku pingin kita berduaan roamtis romatisan disina, kamu nya malah curhat” ujarku ketus.
Buk Tuti hanya diam. Tatapannya hampa dan menerawang.
“kalau masih bicara kayak tadi, aku pergi saja lah..” ujarku pura-pura kesal dan beranjak dari ranjang.
Tapi secepat kilat Buk Tuti meraih tanganku dan menahanku
“” mau kemana kamu..? jangan tinggalkan aku Brian..” rajuk nya memelas padaku
“kalau ngomongnya seperti itu tadi aku gak suka ya…” ancamku
“iya iya.. aku gak bicarakan itu lagi ..” jawabnya
“bilang dulu, iya Brian sayang..” ujarku
Do’i tersenyum nakal
“iya Brian sayang..”
“gitu dong” ujarku senang mengusap pipi nya.
Buk Tuti kemudian mendekatiku, Kurasa saat itu do’i mendekatkan wajahnya ke wajahku. Segera aku mencium aroma wangi dari tubuhnya hingga membuat jantungku berdetak.
Bahkan kemudian ia melanjutkan dengan mendekatkan bibirnya ke bibirku, membuat detak jantungku menjadi kencang. Sesaat kemudian kusadari bibirnya dengan lembut telah melumat bibirku. Kedua tangannya dilingkarkan ke leherku dan semakin dalam pula aroma wangi tubuhnya terhirup napasku, yang bersama tindakannya melumat bibirku, kemudian mengalir dalam urat darahku sebagai sebuah sensasi yang indah.
Buk Tuti terus melumat bibirku. Lalu tangannya pelan-pelan mengusap pundak ku dengan lembut, aku balas memeluk tubuhnya yang terasa montok dan padat. Kemudian tangan ku menelusuri setiap lekuk tubuh Buk Tuti dengan membelai dan mengelus kulitnya yang halus. Semakin lama tanganku merambat kebawah dan sekarang menuju selangkangannya.
Aku menengok ke bawah, jantungku berdetak kencang. Tubuhnya begitu mulus dan putih. Saat tanganku menyentuh selangkangannya. Buk Tuti melenguh pelan, saat kuelus selangkangannya itu dengan ujung jariku.
“Mpphhhh… Briaaannnhhh…” desahnya manja disela mulut kami saling berpagutan. Terasa mulutnya menggingiti bibirku. Di balik celana dalam berwarna hitam berenda yang indah itu kurasa tersembul bongkahan bukit yang menggairahkan. Di tepi renda celana itu, tampak rambut yang menyembul indah melengkapi keindahan yang sudah ada.
Kulihat Buk Tuti tersenyum, saat kuelus selangkangannya. Do’i menatap lonjoran tegang di balik celana dalamku. Tangannya yang lembut mengelus pelan lonjoran itu. Sensasi yang menjelajahi aliran darahku kemudian menggerakkan tanganku mengelus bukit rimbunnya. Do’i tampak memejam sesaat dengan erangan yang pelan ketika tanganku menyentuh daging kecil di tengah bukit rimbun itu.
Kemudian Buk Tuti mendorong tubuhku hingga berposisi berbaring di ranjang. Do’i lalu memposisikan diri berada diatasku.
“Brian… aku mau mencoba memuaskanmu ..” ujarnya manja.
Dadaku berdegup kencang mendengarnya, seluruh syaraf rangsangku terpacu melihat Buk Tuti yang cantik itu berubah menjadi begitu binal seakarang.
“ya sayang..” ujarku datar, dan menunggu apa yang akan dilakukannya padaku.
Buk Tuti yang berada diatas ku itu mulai menyelusuri leherku dengan bibirnya. Napasnya membelai kulit leherku sehingga terasa geli namun nikmat. Kadang-kadang ia menggigit leherku namun rupanya ia tidak ingin meninggalkan bekas. Aku hanya memejamkan mata menikmati cumbuan do’i padaku.
Kemudian do’i turun ke dadaku dan mempermainkan puting susuku dengan mulutnya, yang membuat aliran darahku dialiri perasaan geli tapi nikmat.
“Ohhh.. Buuukk..” desahku merintih menahan nikmatnya jilatan lidahnya di tubuhku. Aku tak menyangka do’i pandai menyervisku seperti ini.
Semakin ke bawah do’i diam sesaat menatap batang yang tersembunyi di balik celana dalamku. Sesaat ia mempermainkannya dari luar sambil menatapku dengan tatapan mupeng dan penuh birahi. kemudian kulihat do’i menarik celana dalamku. Buk Tuti tersenyum ketika menyaksikan penisku yang tegak dan ngaceng, seperti mercu suar yang siap memandu pelayaran gairah libido kewanitaannya.
Tanpa kuduga tiba-tiba do’i kemudian mengulum penisku. Maka aliran hangat yang bermula dari permukaan syaraf penisku pelan-pelan menyusuri aliran darah menuju ke otakku.
“Ahhhh…” desahku. Aku serasa diterbangkan ke awan pada ketinggian tak terukur. Buk Tuti terus mempermainkan lonjoran daging kenyal penisku itu dengan kelembutan yang menerbangkanku ke awang-awang. Caranya mempermainkan barang kejantananku itu seperti orang yang sudah berpengalaman. do’i i dengan sangat lembut seolah tak ingin melewatkan seluruh bagian syaraf yang ada di situ.
Ketika perjalananku ke awang-awang kurasakan cukup, kutarik penisku dari dekapan mulut lembutnya. Giliran aku yang ingin membuat dia terbang ke awang awang. Maka kubuka bra yang menutupi payudara indahnya. Semakin terperangahlah aku dengan keindahan yang ada di depan mataku. Di depanku bediri dengan tegak bukit kembar yang indah sekaligus menggairahkan.
Aku hanya mengelus putingnya sebentar. Itupun aku sudah menangkap desah halus yang keluar dari bibir indahnya.
“SShhhh… Oowwwwhh… Briannhh… Sayannggh.. Terusssa sayanggh.. enakkk..” desahnya
Aku mulai menggeser posisiku dengan bersandar ke kepala kasur dan diikuti oleh Buk Tuti. Dengan posisi berada dibawah tubuhnya, Kumulai mengecup lehernya. Kulit lehernya yang halus licin seperti porselen dan wangi kususuri dengan bibirku yang hangat. Buk Tuti mendesah terpatah-patah. Tanganku tak kubiarkan menganggur.
Jari-jariku memijit lembut bukit kenyal di dadanya dan kadang-kadang kupelintir pelan puting merah kecoklat-coklatan yang tumbuh matang di ujung buah dadanya itu. Kurasakan semakin lama puting itu pun semakin keras dan kencang. Setelah puas menyusuri lehernya, aku turun ke dadanya. Dan segera kulahap puting yang menonjol merah coklat itu.
“Oohhhhh… “desahnya tertahan.
Kusedot puting itu dengan lembut. Ya, dengan lembut karena aku yakin gaya seperti itulah yang diinginkan do’i. Mulutku seperti lebah yang menghisap kemudian terbang berpindah ke buah dada satunya. Tapi tak kubiarkan buah dada yang tidak kunikmati dengan mulutku tak tergarap. Maka tangankulah yang melakukannya.
Setelah puas aku turun bukit dan kususuri setiap jengkal kulit wanginya. Aku menurunkan posisi tubuh ku semakin turun kebawah. Lidahku mejelajahi perutnya hingga wajahku tepat berada si selangkangannya hingga kucium aroma yang khas dari barang pribadi seorang perempuan. Aroma dari vaginanya.
Semakin besarlah gairah yang mengalir ke otakku. Tapi aku tidak ingin langsung menuju ke sasaran. Cara Buk tuti membuatku melayang rupanya mempengaruhiku untuk tenang, sabar dan pelan-pelan juga membawanya naik ke awang-awang. Maka dari luar celana dalamnya, kunikmati lekuk bukit dan danau yang ada di situ dengan lidah, bibir dan kadang-kadang jari-jemariku.
“Ooocccchh… Briaannn.. Hhhh… Oooohhh… Sayanggghh.. hhh..” jerit nya megap megap.
Setelah cukup puas, baru kutarik celana dalamnya pelan-pelan. Aku tersentak menyaksikan apa yang kulihat. Bukit yang indah itu ditumbuhi rambut yang lebat.. Meski lebat, rambut yang tumbuh di situ tidak acak-acakan tapi merunduk indah mengikuti kontur bukit rimbun itu. Walaupun aku pernah beberapa kali mecicipinya, walau belum pernah menjilatinya, tapi aku tidak mengira seindah itu.
Suasana hotel yang tenang ini menambah fantasi liarku. Segera berkelebat pikiran dalam otakku, betapa menyenangkannya tersesat di hutan teduh dan indah itu. Maka aku segera menenggelamkan diri di tempat itu, di hutan itu. Lidahku segera menyusuri taman indah itu dan kemudian melanjutkannya pada sumur di bawahnya.
Maka Buk Tuti menjerit kecil ketika lidahku menancap di lubang sumur itu. Di lubang vaginanya. Bau khas vagina yang keluar dari lubang itu semakin melambungkan gairahku. Dan jeritan kecil itu kemudian di susul jeritan dan erangan patah-patah yang terus menerus serta gerakan-gerakan serupa cacing kepanasan.
“AHHHH.. BRIANNNNNHH.. OOHH.. ENAKKK… OOHH..” Jerit Buk Tuti.
Aku menikmati jeritan itu sebagai sensasi lain yang membuatku semakin bergairah pula menguras kenikmatan di lubang sumur vaginanya. Lendir hangat khas yang keluar dari dinding vaginanya terasa hangat pula di lidahku. Kadang-kadang kutancapkan pula lidahku di tonjolan kecil di atas lubang vaginanya. Di klitorisnya.
Kemudian pada suatu saat ia berusaha membebaskan vagina nya dari sergapan mulutku. Ia menarik tubuhnya dari atas tubuhku.
“Briann.. aku gak tahan sayangghhh… masukinn… yahh.. “rengeknya manja. Buk Tuti sekarang berbaring disebelahku dan menarik tubuhku berada diatas tubuhnya.
“kenapa sayang.. gak tahan yahh..” godaku.
“kamu jahat.. kamu harus tanggung jawab Brian..” ujar Buk Tuti menatapku dengan pandangan yang penuh nafsu membara
‘ tanggung jawab apa ..?” godaku kembali.
Do’i tak menjawab, ronanya wajahnya memerah. kurasa do’i memegang penisku yang sudah tidak sabar mencari pasangannya itu.
Buk Tuti membimbing daging kenyal yang melonjor tegang dan keras itu masuk ke dalam vaginanya. Aku pun pelan-pelan menyodokan batang penisku kedalam lobang cintanya.
“Ugghhh.. tahan sayannngg, masih nyerii…” bisiknya tertahan. Aku mengangkangkan kedua kakinya lebar-lebar guna memudahkan batang pelerku kedalam bukit indah itu.
Terasa kepala kombet ku sudah mulai tertelan black hole nya. Aku terus menekan pinggulku kedalam,
“masukkin sayannggg ahhhhh…” desah buk tuti mencengkram lenganku. Do’i memajukan pinggulnya seolah mau melumat batang pelerku. Dan..
“Blesss…”
“Aaaaaaaaggghhh…”
Diiringi teriakan Buk Tuti, akhirnya penisku bablas ke dalam vaginanya, terdengar jeritan kecil yang menandai kenikmatan yang ia dapatkan. Aku juga merasakan kehangatan mengalir mulai ujung penisku dan mengalir ke setiap aliran darah. Ia memegangi pundakku dan menggerakkan pinggulnya yang indah dengan gerakan serupa spiral.
“Uuuhh… Ugghh.. Hhh.. Ooohh.. Ahhhh..” Desah Buk Tuti saat vagina nya kugenjot dari atas.
Suara gesekan pemukaan penisku dengan selaput lendir vaginanya menimbulkan suara kerenyit-kerenyit yang indah sehingga menimbukan sensasi tambahan ke otakku. Demikian juga dengan gesekan rambut kemaluannya yang lebat dengan rambut kemaluanku yang rapi.
“Ssshhhh… Hhhhh… Owwwwhh.. Mmmpphh..”
Suara-suara erangan dan desahan napasnya yang terpatah-patah, suara gesekan penis dan selaput lendir vaginanya serta suara gesekan rambut kemaluan begitu nikmat sekali.
Matanya yang terpejam kadang-kadang terbuka dan tampak sorot mata yang aku hapal seperti sorot mata yang tidak biasa kulihat saat bercinta dengan do’i. Sorot matanya seperti itu. Sorot mata nikmat yang membungkus perasaannya. Mungkin karena aku dan do’i melakukan ini dengan sama sama menikmati. Tidak seperti yang sebelumnya.
Sekian lama kemudian ia menjerit panjang sambil meracau..
“Briaaannhh Oooocchh Briannn Ahhh… Aku.. Aku akuu mau keluarr, Briannhhh… !!!”
teriak nya suara nya terdengar berubah menjadi parau.
Sesaat ia terdiam sambil menengadahkan wajahnya ke atas, tapi matanya masih terpejam. Kemudian Buk Tuti melanjutkan gerakannya. Barangkali ia ingin mengulanginya dan aku tidak keberatan karena aku sama sekali belum merasakan akan sampai ke puncak kenikmatan itu. Sebisa mungkin aku juga menggoyangkan pinggulku agar dia merasakan kenikmatan yang maksimal.
Jika tanganku tidak aktif di buah dadanya, kususupkan di selangkangannya dan mencari daging kecil di atas lubang vaginanya, yang dipenuhi oleh penisku. Aku terus menghujamkan kejantananku keluar masuk lobang vagina nya yang sudah terasa makin licin, melancarkan penisku untuk menyeruak ke bagian lebih dalam.
Lobang vagina do’i memang masih terasa rapat dan singset. Otot vaginanya seakan mencengkeram dengan kuat otot penisku. Maka gerakan pinggulnya untuk menaik turunkan vaginanya menimbulkan kenikmatan yang luar biasa. Membuat penisku ditelan dan dipelintir di dalam kemaluannya itu. Dan sejauh ini aku belum merasakan tanda-tanda lahar panasku akan meledak.
Bu Tuti memang luar biasa, aku heran do’i seperti tahu menjaga tempo permainannya agar aku bisa mengikuti caranya bermain. Ia seperti tahu menjaga tempo agar aku tidak cepat-cepat meledak. Memang sama sekali tidak ada gerakan liar. Yang dilakukannya adalah gerakan-gerakan lembut, tapi justru menimbulkan kenikmatan yang luar biasa, Sekian lama kemudian aku mendengar lagi ia meracau..
“Ah.. Ah.. Akuu kelluuarr lagiihh… Ugggghhhh…!” Di susul jeritan panjang melepas kenikmatan itu.
Aku yang belum mencapai orgy terus melanjutkan permainan cinta yang lembut tapi panas itu. Aku mulai menggenjotnya dengan cepat dan bertenaga. Tapi sesaat kemudian ia berbisik dengan mata yang masih terpejam..
“Pelan-pelan saja, Brian. Aku masih ingin orgasme”. ujarnya
Aku tersadar apa yang telah kulakukan. Maka kini gerakanku pelan dan lembut seperti permintaan Buk Tuti. Kini erangan dan desahan patah-patahnya kembali terdengar. Do’i menarik punggungku agar aku lebih dekat ke badannya. Aku maklum. Tentu ia ingin mendapatkan kenikmatan yang maksimal dari gesekan-gesekan bagian tubuh kami yang lain.
Dan memang benar, begitu dadaku bergesekan dengan buah dadanya, semakin besarlah sensasi kenikmatan yang kudapat. Kurasa demikian juga dengannya, karena jeritannya berubah semakin santer. Apalagi saat aku juga melumat bibir merahnya yang menganga, seperti bibir vaginanya sebelum aku menusukkan penisku di situ.
“Mmmhh.. Hhh.. Oowwwhh..”
Meskipun jeritannya agak bekurang karena kini mulutnya sibuk saling melumat bersama mulutku, tapi aku semakin sering mendengar ia mengerang dan terengah-engah kenikmatan. Hingga beberapa saat kemudian aku mendengar ia meracau seperti sebelumnya..
“Aku.. Aaaah.. Aku.. Uhhh… Aku keluarr laggiii.. Ahhhh…!!!!!” jeritnya
Setelah jeritan panjang itu, matanya terbuka. Tampak sorot matanya puas dan gembira. Kemudian ia berbisik terengah-engah..
“Aku.. Aku.. kamu kok belum keluar sayanghh.. ayo sayang.. semprot aku… genjot akuuuhh… terus sa… yaangg hhhh…” ujarnya dengan nafas terengah-engah. Do’i mencoba mengimbangi sodokanku yang semakin lama semakin cepat keluar masuk lobang kawinnya.
Sekian lama kemudian kurasakan lahar panasku ingin meledak. Penisku berdenyut-denyut enak, menandai bahwa sebentar lagi akan ada ledakan dahsyat yang akan melambungkanku ke awang-awang. Maka aku membenamkan penisku kedalam lubang vaginanya yang nikmat itu.
”.. Uhhh.. Uhh. Uhhhhhh…!!!!! ”. jeritnya.
Maka ketika lahar panas dari penisku benar-benar meledak, kubiarkan ia mengendap di sumur vagina milik Buk Tuti, dengan diiringi teriakan nikmatku.
“Oouuhhhh…!!!!” jeritku panjang saat merasakan seluruh persendian ku seperti mengeluarkan semua tenagaku.
Buk Tuti begidik dan berteriak panjang pula saat kutumpahkan sperma ku dalam lobang kawinnya.
“adduhh… enakkk sayannngghhh… Ouuhh..” rintihnya tertahan merasakan gelombang kenikmatan di seluruh tubuhnya.
Setelah itu kami mengatur nafas. Sekujur tubuhku terasa berkeringat. Buk Tuti memintaku untuk tetap berada di atas tubuhnya barang sesaat. Dengan lembut ia menciumi bibirku dan tangannya meremas-remas rambut ku. Aku juga melakukan hal yang sama dengan mengusap-usap buah dadanya yang saat itu basah karena keringat.
Aku sudah sangat dekat dengan Buk Tuti. Aku merasa dosenku ini seperti kekasihku yang sudah sering dan sangat lama bermain cinta bersama. Aku merasa sangat dekat. Maka begitu aku merasa sudah cukup, aku menarik penisku yang sebenarnya masih sedikit tegang dari lubang vaginanya. Tampak air muka Buk Tuti sedikit kacau.
Sambil bergurau, aku menggodanya..
“Ibu.. Justru kelihatan cantik setelah bercinta” godaku.. Do’i hanya tertawa mendengar gurauanku.
“iya sayang enak banget bercinta denganmu.. aku kecanduan sayang… Aku sedikit capai tapi merasa segar…”, jawabnya dengan berbinar.
“I love you Brian “tambahnya mengecup pipiku.
Dosen killer itu sekarang resmi menjadi kekasihku. Sikapnya yang ini galak, akibat fikirannya yang terus menerus serius, terobati dengan kehadiranku. Yang akan selalu memberinya kenikmatan dan sensasi – sensasi kenikmatan seksual yang belum pernah dia rasakan selama 30 tahun dia hidup.
Begitulah, kini hampir setiap akhir pekan aku selalu bercinta dengan dosen ku Bu Tuti Khairani ini. Wanita perawan tua yang semula hanyalah seorang wanita yang terobsesi dengan karir dan menuntut ilmu hingga berubah menjadi wanita haus akan pelajaran-pelajaran seksual dariku. Pemerkosaan yang kulakukan ternyata membuka jalan ku mendapatkan apa yang ku mau dari Buk Tuti yang montok ini.
Buk Tuti tetap menjadi dosen yang dihormati oleh semua orang di kampus. Aku sedikitpun tidak ingin merusak citranya. Dan ia pun sekarang seorang yang professional, meskipun di luar kami sering bercinta, do’i pintar menutupi hubunganku dengannya. sebagai mahasiswanya dan ia membimbing bahkan mengejarkan tugasku dengan serius. Sesuatu yang sangat aku sukai. Bercinta dengannya bukan sekedar mendapat kepuasan libido, aku merasakan sesuatu yang lain. Entah apa itu.