1 November 2020
Penulis —  Eireon

Sensasi Bercinta Dengan Dosenku Yang Galak

Tuti Khairani Harahap S. Sos M. Si, Itu nama lengkap berikut gelar akademisnya. Dia seorang perempuan berdarah tapanuli selatan yang mempunyai tubuh yang sintal dan montok. Ke sintalan tubuhnya, walau selalu tertutup balutan busana yang tertutup itu bagai memiliki daya tarik tersendiri, Menggoda setiap pria, mulai dari rekan rekan nya sesama dosen atau bahkan para mahasiswa.

Namun sikap do’i jauh dari kesan ramah bahkan terkesan angkuh saat berbicara, Kalau mendengar cara bicaranya, do’i terkesan merasa paling pintar, walau memang di usianya yang baru 30 tahun sudah meraih gelar magister alias S2.

Sebenarnya sudah banyak lelaki yang mencoba mendekatinya, Terutama dosen-dosen yang masih lajang, Namun sepertinya Buk Tuti memiliki kriteria sendiri dan terkesan susah untuk didekati. Entah pria yang bagaimana yang diidamkannya sebagai pendamping hidupnya, Padahal dengan usia nya yang melewati kepala tiga itu do’i masih belum juga terfikir untuk menikah.

Bahkan sepertinya dia tidak memberi kesempatan pria pria itu mendekatinya. Do’i selalu sibuk dan larut dengan kesibukanya mengajar dan belajar. Membuat dosen-dosen pria sebayanya malas mendekatinya dan bahkan ada yang frustasi karena dosen cantik yang sarat gelar akademik itu amat susah ditakluk kan.

Sikap nya jutek dan merasa pintar ini berlanjut saat do’i memberi perkuliahan. kalau do’i yang memberi materi perkuliahan, banyak mahasiswa baik lelaki maupun wanita yang pada sakit hati mendegarkata-kata judes dan cenderung kasar dan merendahkan kami, para mahasiswa.

Kata kata remehan acapkali meluncur seperti tidak berbandrol dari bibir mungilnya. Seolah tidak memikirkan apa yang dia ucapkan itu akan membuat para mahasiswa dan mahasiswi tersinggung dan jika ada mahasiswa yang mengritik atau meluruskan pendapatnya, do’i langsung memasang wajah tidak senang dan mahasiswa itu akan terus jadi sasaran cibiran nya.

Secara fisik do’i sebenarnya berparas cantik namun dibalik kecantikan itu tersimpan aura jutek dan angkuh. Jika digambarkan kira-kira wajahnya mirip artis sinetron Prisa Nasution, yang sama sama berdarah tapanuli.

Ciri-ciri fisik do’i dapat digambarkan sebagai berikut: tubuh nya sekal padat dengan tinggi kira-kira 158 cm. Wajahnya bulat, tatapan matanya tajam, Do’i selalu mengenakan jilbab dengan ekspresi wajah angkuh yang akan selalu terpasang pada wajahnya setiap hari.

Bibirnya mungil dan merah merekah. Giginya rata dan kecil-kecil. Kulitnya putih bersih dan halus.(bisa dilihat dari wajah, tapak tangannya, bagian tubuhnya yang terbuka).

Walau wajahya tergolong sedang, namun kalo bicara masalah body, do’i bisa dibilang amat montok dan sexy, terutama pada bagian (wooww)… pinggulnya yang bulat serta sepasang pantat yang montok, kencang dan bisa dibilang bahenol..!! apalagi jika do’i memakai sepatu hak tinggi alias highel.

Pantatnya yang bulat padat itu menungging indah melengak lenggok saat do’i sedang berjalan. Walau selalu megenakan pakaian serba tetutup, namun tak dapat menyembunyikan lekukan tubuhnya yang padat dan montok. membuat setiap lelaki menahan ludah bila berdekatan dan berpapasan dengan do’i. Apalagi saat memperhatikan doi saat berjalan dari belakang..

Di kampus kami do’i terkenal sebagai dosen yang killer walau statusnya hanya sebagai asisten dosenSetiap orang yang tidak disukainya harus puas menerina nilai E alias tidak lulus. Karena sikap do’i yang otoriter dan terkesan arogan itu membuat sebagian mahasiswa yang bandel, terutama pria, seperti aku jadi terancam untuk mengulang mata kuliah yang diajarnya karena aku dan teman-temanku yang sama sama mengambil mata kuliah buk tuti masuk kelas tidak beraturan.

Walau do’i selalu mengenakan pakaian tertutup dari kepala hingga ujung kaki, namun tetap tidak dapat menyembunyikan keindahan tubuh do’i yang padat menggoda itu. Hal ini dikarenakan doi selalu mengenakan pakaian yang ketat alias nge press hingga memperjelas setiap bentuk dan lekukan tubuhnya yang padat berisi.

Kisah ini dimulai saat aku terlambat masuk mata kuliah yang dipegang do’i. Sebelumnya aku dan teman-temanku yang terkenal sebagai biang onar di kampus kami sedang mabuk-mabukan di kantin belakang. Ya, aku dan geng ku terkenal sebagai macan kampus di universitasku.

Karena kami adalah para mahasiwa lama yang sering mengulang mata kuliah. Setelah puas ketawa-ketawa aku teringat bahwa hari ada perkuliahan.

“weitss… bro, gua lupa mau masuk mata kuliah ekologi.. shit… udah dua empat kali pertemuan gua gak pernah masuk..” ujarku menepuk jidat sendiri.

“jam brapa ini bro…? Udah pada masuk dari tadi tuh…” ujar temanku.

“gua masuk aja ah… Cuma bikin absen doang kok… sambil cuci mata.. liat dosen nya yang bohay itu kabar kabar nya… abis tu gua kesini lagi.. okey? “bujukku pada mereka.

“alasan lu.. bilang aja mau tongkoring Buk Tuti.. parah lo… terserah lo dah… kami nunggu disini ya.. jangan lama-lama brot… kalo gak kami habisin ni… gimana..? “ejek salah seorang temanku lagi.

“iya broo… tenang.. just ten minute…” ujarku berdiri dan berjalan menuju kelas yang tak jauh dari kantin. Dengan mata merah dan sisa mabuk aku menuju ke ruang kuliahku aku memasuki ruang kuliah dengan santai.

Saat itulah Buk Tuti Khairani, dosen mata kuliah Ekologi sedang berdiri di depan kelas dengan posisimembelakangiku. Sedikit iseng aku melirik pantat montok dosen itu… wowww… terlihat garis celana dalamnya dari balik celana dasarnya yang bewarna hijau tua. Warna yang sama dengan blazer kerjanya.

Aku menuju bangku yang kosong, yakni barisan paling belakang. terlihat Buk Tuti menatap ku tajam dengan raut wajah tidak senang. Namun karena mungkin sudah kesal dan geram, do’i tidak memperdulikan aku dan melanjutkan perkuliahan. Dengan pengaruh ganja yang masih terasa, aku hanya melongo menatap do’i memberikan perkuliahan, fantasi jorok ku mulai bekerja, melihat wajah, body dan parasnya Otakku langsung ngeres.

Setan dalam otak ku langsung berbisik, bagaimana jika dosen itu dapat kuperdaya, disekap dan diperkosa, seperti dalam film2 semi blue yang sering kutonton.

Semakin aku menghayal, semakin bulat tekad ku ingin memperdaya dosen itu!… harus bisa… sepanjang perkuliahan aku menatapnya dalam dalam. otak ku berfikir dan berkhayal bagaimana caranya hariini aku dapat menjebaknya.

Do’i tidak sadar terus aku perhatikan. Sampai perkuliahan selesai. Saat itu aku sudah memikirkan rencana tersebut. Segera aku tinggalkan kelas dan menuju ke kantin tempat semula dan bersiap menjalankan rencana yang tersusun rapi dalam otak ku…

Parkiran kampus… aku berada di dalam mobil, mengawasi orang orang yang akan naik bus kampus. tekad ku sudah bulat, seperti yang aku rencanakan… yaitu menculik Tuti Khairani sepulang dia dari kampus.

Dibalik kaca film yang tak terlihat dari luar, kulihat Buk Tuti melangkah menuju halte bus yang berada tak jauh dari tempat parkiran mobil. Segera aku turun dari mobil dan berlari menghampiri do’i.

“Buk.. Buk Tuti.. tunggu..!!” ujarku menghampirinya. Tampak Buk Tuti berhenti dan menoleh padaku yang berlari kecil menyusul dibelakangnya

“ada apa?” ujarnya dengan nada ketus dan memadang penuh selidik

“ibuk mau pulang ya.. bareng saya aja ..” ujarku padanya

“gak usah, saya pulang sendiri… makasih…” ujar doi ketus dan segera berlalu dihadapanku.

Aku tak putus asa, kali ini dengan berani kuhadang saja langkahnya.

“kita kan satu tujuan Buk, Ibuk ke daerah gobah kan? kita barengan aja, naik mobil saya.. daripadaibuk nunggu bus kampus, lama kan.. kan harus nunggu terisi penuh dulu baru bus nya bisa berangkat “bujukku kembali, berusaha bersikap sesopan mungkin untuk meyakinkanya.

“tumben kamu baik dan ramah.. kamu Brian kan?, mahasiswa semeseter 6 yang sering terlambat masuk itu..?” ujarnya penuh selidik lagi

Aku menangguk, ternyata dosen ini mengingat diriku, namu aku langsung memutar akal,

“lagian gini buk… saya kan sering tertinggal mata kuliah ibuk… saya mau mengejar ketertinggalan saya… ibuk mau kan?” ujarku berusaha meyakinkannya.

“saya mau berubah buk… biar nggak ngulang-ngulang mata kuliah terus.. kan capek juga buk.. harus nunggu tahun besok lagi” tambahku.

“Tumben tumbenan.. yakin kamu?” Ujarnya penuh selidik menatapku tajam.

“Yakin lah buk.. Saya ini memang mau berubah buk..” Ujarku.

”.. hmmm… baiklah.. saya hargai tawaran kamu…” ujar Buk Tuti mangut mangut.

“iya buk… kalo nunggu bus pasti nunggu penumpang penuh baru berangkat…” ujarku meyakinkan nya.

“hm… Iya deh… Dimana mobil kamu?” ujarnya setuju dengan tawaranku. Agaknya dia memang malas naik bus kampus yang penuh dengan sesak mahasiswa itu.

“I’ve got her..” bathinku. Tak berlama-lama aku mengajaknya menuju mobilku yang terparkir tak jauh dari sana. Kubukakan pintu untuk do’i dan mempersilahkannya duduk dibangku depan.

“makasih… ‘ kata do”i memberiku senyuman manis dari mulut mungilnya… sesuatu yang langka…

Perlahan kujalankan mobil keluar dari pekarangan kampus.

Diperjalanan aku sengaja mencari rute jalan memotong, yaitu lewat pintu belakang kampus. tempat yang cukup sepi dilalui kendaraan, dengan alasan menghindari macet. Do’i percaya saja dan terlihat tidak mencurigaiku. Sesampai di jalan yang di kelilingi banyak batang pohon akasia, dan tidak terlihat ada kendaraan melintas, aku mencoba menawarkan minuman kaleng, yang didalamnya telah kumasukan obat perangsang dengan cara memasukan cairan itu melalui jarum suntik dibagian tas kaleng.

“Ibu mau minum?” kataku sambil menyodorkan minuman kaleng yang terletak di dashboard mobil padanya.

“boleh, terimkasih ya Brian…” ujarnya menerima minuman kaleng yang aku sodorkan.

Dari sudut mata, kuperhatikan moment yang mendebarkan itu, Buk Tuti mulai membuka minuman kaleng itu, namun dia belum meminumnya.

“saya minum ya Brian..” ujarnya yang langsung kubalas dengan anggukan.

Terlihat Buk Tuti mulai menempelkan bibirnya ke ujung atas kaleng minuman itu, dan menegaknya. Cukup banyak kurasa, aku berusah bersikap setengang mungkin walau dadaku deg-degan.

Tak lama kemudian Buk Tuti terlihat selesai meminum minuman itu, sisanya dia letakan di bawah handle pintu. Mulanya ekspresi nya biasa saja. Aku mencoba mengajaknya bicara.

“biasanya pulang ke rumah dijemput siapa bu” tanyaku,

“naik bus..” ujarnya pendek.

Aku mengontrol kecepatan mobil di 20 km, untunglah jalan itu kondisinya tidak terlalu bagus jadi Buk Tuti tidak curiga padaku yang membawa mobil dengan pelan.

Terlihat buk tuti mulai menguap beberapa kali.

“AC nya terlalu dingin ya buk… “pancing ku.

“iya nih, mata saya jadi cepat mengantuk dibuatnya” ujarnya sambil kembali menguap

“kecilkan aja AC nya Brian…” ujar Buk Tuti

“ini udah yang paling kecil buk, mungkin ibuk kecape’an mengajar di kelas, kalau Ibuk mau tidur, tidur aja..” pancingku

“ah, nggak lah Brian.. kalau saya tidur emang kamu tau rumah saya..” ujarnya, keliatannya dia masih sadar. Namun suaranya sudah mulai melemah dan matanya sudah mulai terlihat sayu.

aku yakin Buk Tuti sudah hampir tidak sadarkan diri, akibat reaksi obat perangsang itu. Aku pun mulai melajukan mobil dengan kecepatan normal., hingga sampai di ujung jalan dan bertemu aspal, aku mulai memacu mobil dengan kecepatan 40 km.

“pelan-pelan aja Brian.. hoammm.. kok kepala saya berat ya…” ujar Buk Tuti.

Mendengar itu aku menyalakan tape, kupilih lagu instrumen, yang akan membuat do’i makin terlelap. Ternyata benar, do’i mulai terhanyut mendengar alunan musik instrumentalia saxophone itu.

Aku mencoba mengetest sejauh mana tingkat kesadarannya,

“buk, bisa tolong pasang safety beltnya..? kita memasuki keramaian, takutnya nanti dilihat polisi” ujarku

Buk Tuti hanya diam, matanya belum tertutup, tapi setengah terpejam. Aku mengetest lagi dengan menyentuh bagian pahanya, kuusap beberapa kali lututnya yang terbalut celana panjang katun itu, terlihat dia tersentak sebentar.

“kenapa Brian…?” ujarnya dengan suara berat.

“maaf buk, tolong dipasang safety belt nya nanti kita bisa kena tilang” ujarku mengingatkan.

“oh.. pasang safety belt..” ujarnya. Dengan malas-malas do’i mencari tali safety belt yang terletak disebelahnya. Setelah bertemu, do’i terlihat kesulitan memasangnya.

Melihat itu aku mencoba mengambil kesempatan,

“susah masang nya ya buk… saya bantu boleh..” ujarku.

´iya nih, susah memasangnya Brian… bantu dong..”ujar Buk Tuti masih terlihat malas malasan

Kuraih tali safety belt dan saat membantu memasang pada tempatnya sengaja kuremas tangannya dan secepat kilat setelah terpasang kuelus lagi pahanya

“Heii… apa-apaan sih kamu Briann..??!!” ujarnya risih dan memelototiku. Suaranya terdengar sedikit parau dan lemah

Saat itu mobil yang kukendarai sudah hampir sampai ke rumahku yang kosong.

“kenapa buk..?” ujarku pura-pura bodoh

“Kenapa kamu tadi pegang pegang paha saya..?? jangan macam-macam ya sama saya..” ujarnya sedikit marah.

Ternyata alam sadar do’I masih bekerja. Walau matanya sudah sayu menahan beban kantuk

“Sorry, nggak sengaja buk…” ujarku sekenanya. Sementara Mobil sudah sampai didepan pagar rumahku.

“buk, tunggu sebentar di mobil ya.. ada yang mau saya ambil dirumah saya sebentar” ujarku.

“Loh, kok kita bisa kesini Brian…?? antar saya pulang ah..” ujarnya menolak

“Cuma sebentar buk, ini rumah saya… Ibuk tunggu aja dimobil, biar saya aja yang masuk.. sebentaar aja.. ya..” ujarku meyakinkannya

“Tapi jangan lama-lama kamu ya..” ujarnya ketus.

Aku pun keluar dari mobil, setelah memastikan buk tuti mengenakan safety belt, tanpa disadarinya dengan keadaanya yang setengah sadar itu, sulit baginya untuk membuka ikatan safety belt yang menahan tubuhnya.

Aku lalu membuka pagar, lebar-lebar. Berikut membuka garasi mobil. Rumah ini adalah pemberian orang tuaku. Untuk tempat tinggal aku yang kuliah jauh dari kedua orang tua.

Setelah beberapa saat aku kembali ke mobil, kudapati Buk Tuti tengah tertidur. Aku masuk kedalam mobil dan perlahan kumasukan mobil kedalam rumah hingga masuk ke garasi.

Setelah itu aku keluar dari mobil dan menutup pagar berikut pintu garasi, hingga keadaan di garasi menjadi gelap. Lalu aku bergegas membuka pintu samping rumah, yang terhubung dengan garasi.

Setelah pintu rumah terbuka, aku membuka pintu mobil depan, tempat Buk Tuti berada, tampak Buk

Tuti membuka matanya, wajahnya tampak ketakutan melihatku yang datang menghampirinya, mungkin do’i terbangun karena suara saat aku menutup pagar dan garasi, hingga do’i terbangun.

“Briann.. Apa apaan ini …? Katanya cuma sebentar..? kenapa kamu bawa aku kesini…??” Wajahnya terlihat cemas, masih dengan posisi terpasang safety belt.

Aku menyeringai, kutatap lekat lekat dosen montok itu, sekarang berada di cengkaramanku. Siap untuk melampiaskan nafsuku yang menggelegak ke ubun ubun sedari tadi.

Aku mendekat dan melepaskan safety beltnya, Buk Tuti kaget karena aku tiba-tiba aku mengampirinya dengan cepat.

“Hei.. Mau kamu apa sih..??” ujarnya mendelik ketakutan. Namun aku hanya berusaha membuka safety belt dan setelah terlepas aku menggendong tubuh Buk Tuti dengan paksa mengeluarkannya dari mobil.

“lepasin iihh.. Briannn !!!, lepaskannhh!!!, jangan kurang ajar kamuu… Briann.. iihh tolooongg…!!” Teriak Buk Tuti berusaha meronta lemah, tangannya berusaha memukulku.

Terjadi pergulatan sebentar, namun dengan tenagaku aku berhasil mengeluarkan nya dari mobil lalu memapah tubuh montoknya yang lemah itu kedalam rumah.

Karena kondisinya yang setengah sadar itu, buk tuti tidak bisa melakukan perlawanan yang berarti terhadap perlakuanku. Walau terus meronta dan mencoba melepaskan diri, Aku terus memapah Buk Tuti dengan sedikit paksaan hingga sampai keruang tengah, suara jeritan minta tolong Buk Tuti yang lema membuatnya makin tidak berdaya.

Diruangan tengah, didepan TV, aku menghempaskan Buk Tuti diatas permadani. Raut ketakuan dari wajahnya bukan membuat ku kasihan, tapi makin membuatku bernafsu untuk menjamahi setiap lekuk tubuh montoknya itu.

“toloong… apa yang kamu inginkan Brian… Saya mau pulang Briann… lepaskan saya…” ujarnya terisak, air mata ketakutan terpancar dari wajah nya yang menggairahkan.

“He he… Pulang? Nanti kuantar pulang… tapi sebelumnya mari kita bersenang-senang sejenak sayanggg..” ujarku memelototinya. Buk tuti makin ketakutan, kulihat dia coba menghindar ke sudut dinding. Wajahnya tampak panik.

Rumahku cukup besar, jadi suara rontaan buk tuti yang lemah, dalam kondisi seperti itu tidak akan terdengar oleh para tetangga.

Aku mulai membuka baju kaosku, berikut celana jeansku, hingga aku hanya mengenakan underwear saja. Buk Tuti makin ketakutan saat aku mulai mendekatinya.

“Gila kamu Brian… Mau apa kamau haa…???!!.. jangan macam-macam ya !!!.. jangaann… Kamu mau perkosa saya Briannn.??? tolongg… oohhh..!!” jeritnya. Aku tak peduli dan lalu menyeret kaki Buk Tuti mendekat kearahku. Tubuhnya pun terseret. Kondisi nya yang sudah terkena obat perangsang itu melemahkan tenaganya.

Sekarang posisi ku berada diatas nya, Kedua tangannya aku silangkan kan dan kutahan satu-satu dengan tanganku. Kemudian aku mulai menindih Buk Tuti yang masih berpakaian lengkap itu, aku memburu wajahnya dengan ciuman. Hingga buk tuti meronta-ronta

“hahahahha… nikmati aja cantiikk… pasrah aja kenapa..??” sahutku makin beringas menciumi pipi dan sekarang memburu bibirnya. Setelah dapat dengan cekatan kuciumi bibir mungilnya

“Ohh, mmphhh… mmhh… sssshh” bunyi bibirnya yang kuciumi. Aku terus mengulum bibir mungil itu, nafas Buk Tuti terdengar turun naik, saat kulumat bibirnya. Aku terus menggelitik rongga atas mulutnya dengan lidahku, hinggga Buk Tuti sulit bernafas. Kemana bibir nya lari terus kukejar, hingga lama kelamaan Buk Tuti membiarkan saja perlakuanku.

Melihat do’i sudah pasrah aku pun makin gila memburu bibirnya, hanya aroma hangat nafasnya yang tak beraturan kudengar.

“Mpphh.. mmhh.. Ssshhh… uhh.. “kurasa do’i sudah mulai terangsang akibat ciumanku. Setelah puas menciuminya, tanganku mulai ku arahkan di payudaranya yang masih ranum dan tertutup busana. Kuraba tonjolan itu dengan lembut dan Buk Tuti hanya bisa mendesah pasrah.

“Ooouuhhh… Hhmmm…”

Gelora nafsuku semakin membara, saat kurasa Buk Tuti sudah terjerat nafsunya dan kehilangan akal sehatnya akibat dahsyatnya pengaruh obat perangsang yang diminumnya.

“Uuhhhh… Nghhh… Ouwww… hh “desahnya saat payudaranya kuremas, Buk Tuti tampak sudah pasrah dan tak berdaya menuruti apa keinginanku begitu saja, Kemaluanku sudah terasa menegang dan langsung saja kulepaskan jilbab buk tuti, do’i pasrah dan tanpa perlawanan saat jilbab nya kutanggalkan dari kepalanya, tampak rambutnya masih terikat kebelakang, model sanggul.

Aku sekarang dapat melihat buk tuti tanpa jilbab, cantik dan sikap kepasrahan yang tampak sekarang ini makin membuatku bernafsu untuk bercinta dengan dosenku ini, walau dosen cantik ini berada diluar alam sadarnya. Aku kembali mendekatinya dan menciumi sekitar lehernya yang putih.

“uuhhhh…” desah Buk Tuti lirih saat kuciumi lehernya. Malahan sekarang Buk Tuti mengadahkan kepalanya keatas, seolah mempersilahkan ku untuk terus mencumbu nya. setelah puas mencumbui lehernya, ciumanku mulai turun ke dadanya

“Briiaann.. hhh… Ahhh… Ouuhhh…”

Desahan demi desahan begitu jelas terdengar keluar dari mulutnya. Semakin dia mendesah, semakin buas kususuri lekuk tubuhnya dan menciuminya. Setelah kulihat do’i menikmati setiap sentuhanku, mulai ku buka kancing bajunya satu-persatu hingga terlihat BH dan dadanya. Lalu bajunya kulepaskan dari tubuhnya tanpa perlawanan, dari matanya nampak do’i sudah terbakar gairah, yang mengalahkan akal sehatnya, nafasnya terdengar memburu… lalu aku berbaring disampingnya dan tangan ku mulai kumainkan di dadanya.

“enak kan sayang..” godaku.

“AHHHH… SHHH..” desah Buk Tuti yang terlihat menggigiti bibir mungilnya.

Saat tanganku bermain di lingkaran buah dadanya. Pelan-pelan kunaikan cup BH nya keatas hingga kedua buah dadanya yang telah menegang itu terlihat. Aku mulai meremas-remas gundukan bukit indah itu sambil sesekali memainkan remasanku di puting susunya.

“montok banget susumu buk..” bathinku.

\Tubuh Buk Tuti mulai gelisah, menggeliat ke kiri dan kekanan, merasakan nikmat nya pijitan tanganku dibuah dadanya. Napasnya terasa memburu, tiba-tiba saja Buk memutar posisinya menyamping hingga berhadap hadapan dengan wajahku. Mulutnya memburu bibirku, secepat kilat kurasa Buk Tuti mengulum bibirku dengan buas.

“mpphhh.. mmhhh..” terengar desahan penuh nafsu di sela bibir buk tuti yang berpagutan dengan bibirku. Kami berdua saling cium, saling jilat dan aku memburu kemana bibir buk tuti bergerak.

Setelah puas tanganku memainkan tonjolan nan indah itu, kini tanganku merambat kebawah menelusuri bagian selangkangannya. Kurabah-rabah bagian sensitifnya denga lembut.

“Ouuhhhh… hhh… Ahhh… “desahan Buk Tuti semakin menjadi jadi, aku semakin gemas, terus kuelus-elus bagian kewanitaan yang merupakan g spot dari semua syaraf rangsangnya itu dengan gerakan kombinasi, lembut dan kecang.

Desahan Buk Tuti makin menjadi jadi,

“AHHH… OOHHH… SHHH…” desahnya erotis. Setelah puas mengerjai selangkangannya, lalu, kulepaskan pengait depan celana panjangnya dan kuturunkan resleting celananya. Tampak celana dalam Buk Tuti yang berwarna putih mencuat keluar. Lalu dengan tergesa Kuturunkan celana panjangnya hingga lepas dari kedua kakinya.

Sekarang do’i hanya mengenakan celana dalam saja. Masih ada BH nya, namun sudah kubuka kedua cupnya. Wajah pun tuti tampak memerah, antara menahan malu dan nafsu yang melanda nya.

Sungguh sexy dan menggairah melihat tubuh semok buk tuti terlentang dengan erotis di atas permadani dengan posisi menantang, berbeda dengan selama ini kulihat do’i selalu berpakaian tertutup. Wajar saja dia menutup tubuhnya. Karena tubuhnya begitu montok, padat berisi, kulitnya putih bersih, tanpa cacat.

Aku memegangi salah satu pahanya dan Kemudian aku merunduk, menciumi paha putihnya. Terus kuciumi keatas hingga sekarang berada di selangkangannya. Kuciumi bagian itu berulang kali, hingga terdengar do’i mendesah panjang

“OOOOOHHHH… BRIANNNHHH… UGGHHH…!!!” desahnya panjang saat daerah paling sensitifnya yang masih tertutup celana dalam itu kukecup berulang kali. Kedua tanganku mengangkangkan ke dua pahanya agar lebih leluasa mengecup daerah itu.

Buk Tuti menggeliat geliat menahan rangsangan yang melandanya.

Kuraba-raba bagian sensitifnya dan…

“Ahhh…” desahan Buk Tuti semakin menjadi2. Lalu kemudian aku mulai tak sabaran terus mengerjainya aku lalu turunkan celana dalamnya.

“Jangan Briannnhh… gak mauuuhhhh..” Ucapnya lirih berusaha menahan tanganku.

Saat itu aku berhenti melorotkan celananya sambil menatapnya.

“Memang kenapa Buk..?” Tanyaku.

“saya.. takut Brian.. nanti ada yang tau kalau saya beginian sama kamu…” ujarnya menatap ku terbata-bata dengan raut wajah ketakutan namun memerah seperti menahan gejolak nafsunya.

“Tenang aja lah sayang, gak ada yang tau kita berduaan” jawabku tak memperdulikannya.

Tanganku mulai melanjutkan aksi mencopot celana dalamnya. Aksi ku mendapat hambatan tangan Buk Tuti yang berusaha menahan tanganku untuk tidak lebih jauh menelanjanginya, namun itu sia-sia.

Celana dalam berwarna putih itu telah berhasil ku lorotkan ke bawah hingga vagina Buk Tuti yang berbulu lebat itu mencuat.

Ck.. ck.. ck.. Sungguh rimbun bulu-bulu tumbuh di kemaluannya itu. dan kini ku buka celana dalamku dan tampak rudalku yang besar terlihat jelas.

Buk Tuti terkaget menatap rudalku yang begitu tampak mengerikan besarnya. Ku basahi penisku dengan minyak liontin yang sudah kusiapkan dan kini mulai kukangkangkan kedua pahanya untuk memudahkan rudalku bercumbu dengan vaginanya, walau buk tuti merengek-rengek berusaha mencegah ku, namun aku tahu akal sehatnya pasti akan kalah dengan nafsu menggelegak, sekarang pinggulku sudah berada sejajar dengan lobang kawinnya yang menganga indah siap untuk dimasuki.

Benda indah itu tampak telah basah, bulubulu yang keriting hitam cukup lebat, nampak ada cairan cinta diantara bulu-bulu keriting indah itu, pertanda nafsu do’i sudah di ubun-ubunnya.

Aku menahan kedua pahanya tetap pada posisi mengangkang dengan kedua pahaku pula. Sekarang aku bersiap-siap menusukan rudalku ke dalam bagian kewanitaannya.

“Jangan Briaaaaaan..!!! jangan dimasukiinnn.. AHHHHH..” Awwww… Sakiiiittt Briannnhh…” Jeritnya histeris saat aku menyodokan penisku kedalam vagina nya.

Berulang kali aku terus berusaha menembus kemaluannya namun sangat terasa susah. kali ini kubantu dengan ludahku dan kusuap ke mulut vagina Buk Tuti.

“UGGHHHHH.. Briaaaan, Sakiiiiit…!!” keluhnya.

Ku tak pedulikan perkataannya, ku tekan perlahan lahan dan “plooozzz…”, penisku terasa menerobos masuk keliang kewanitaannya.

“AHHHHHHH..!!!” desahan Buk Tuti semakin keras. Wajahnya panik, menahan sakit di selangkangannya.

Kurasakan denyut rongga-rongga vagina Buk Tuti mencengkram erat kepala kombetku, Dan… Ohhh, ternyata vagina Buk Tuti amat sempit. mengeluarkan darah di sela pinggir lobang kawinnya itu. dan tampak do’i meringis kesakitan.

Aku pun mulai mengerakkan penisku maju dan mundur dengan perlahan-lahan guna mengoyak lapisan demi lapisan selaput dara do’i.

Desahan, erangan, keluhan, rintihan mulai terdengar dari mulut dosenku yang super hot itu.

“Awwwhh… Ouuhh.. Ohhh… Ngghhh..”

Aku terus menghujamkan penisku ke bagian yang lebih dalam. Hingga sedikit demi sedikit kurasa 7 lapisan selaput daranya mulai terkoyak.

Sementara Buk Tuti meringis kesakitan, tangannya mencengkram kuat kedua lenganku. Mata nya terpejam menahan sakit bercampur nyeri.

Lama-kelamaan penisku mulai amblas kedalam lobang kawinnya. Cairan nafsunya membantu penisku menerobos kebagian lebih dalam dan secara bersamaan ku peluk dia dan kulumat bibirnya.

“Oohhh… Rapet banget vegy mu Buukk..” Bathinku.

Hanya 5 menitan ku nikmati isi vagina dosenku itu, ku rasa diriku ingin mencapai klimaks. Jepitan dinding vaginanya membuat penisku seperti diremas-remas dari dalam. Kepalaku mendongak keatas menikmati sempitnya lobang kawin Buk Tuti. Ku perbuas ciuman ku dan kuarahkan lidahku ke leher mulusnya. Buk Tuti terlihat masih terus menahan sakit dan nikmat yang menyatu di persenggamaan kami.

“AHHHHH…!! “Akupun mencapai klimaks, akhirnya kusemprotkan lahar ku dalam lobang kawinnya itu.

Kurasa pejuku begitu banyak muncrat dalam lobang vagina Buk Tuti. Ia hanya bisa menatapku dengan kaget, dan menggigiti bibirnya saat merasakan setiap semburan lahar panasku yang kini mulai dirasakannya menembus masuk diperutnya.

Nafas kami berdua terengah-engah, aku memejamkan mata menikmati orgasme yang barusan kurasa. Enggan rasanya melepaskan penisku dari dalam vaginanya. Demikian juga dengan buk tuti, yang tengah memejamkan mata, menikmati hangatnya sprema ku bersemayam dalam rahimnya. Nafasnya turun naik.

Aku masih diatasnya dan memeluknya tanpa peduli kekawatirannya bila nantinya dia hamil. Aku menciuminya dan mulai kubelai dan berkata:

“Ibu masih perawan ya..?” tanyaku

Buk Tuti hanya terdiam dan melihatku. Do’i terlihat terisak sedih. Sekitar 2 menit kami saling menatap, lalu do’i berkata:

“Setelah ini berlalu, gimana kalau terjadi apa2 denganku..?” ucapnya dengan nada menyesal

“Aku akan bertanggung jawab kok sayang, percaya padaku, asal hanya aku yang melakukan ini ke ibu..” jawabku sembari menciumi keningnya yang basah oleh keringat.

Sepasang mata do’I menatapku penuh harap.

Kami pun saling berpelukan

“Kamu janji Brian… mau bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Asal kamu tahu Brian.. Kamulah pria pertama yang menodaiku..” isaknya.

“iya sayang… boleh kan aku panggil sayang..” rayuku.

Buk Tuti terlihat terharu dan mendekapku.

“Jangan tinggalkan aku ya Brian..” ujarnya terisak.

Setelah merasa penisku mulai menyusut, aku mencabut penisku dalam lobang kawin buk tuti dan aku tidur disamping Buk Tuti dan memeluk do’i dengan perasaan puas tak kentara. Akhirnya tujuanku untuk menikmati tubuh dan keperawanan dosen killer ini tercapai juga.

Kemudian kurasa do’i tertidur di pelukanku karena kecape’an. Melihat do’i tidur pulas aku beranjak dari samping tubuh Buk Tuti yang masih bugil. Aku lalu menggendong Buk Tuti yang masih tertidur itu kedalam kamarku dan kubiarkan do’i tertidur pulas.

Aku tinggalkan do’i dikamar menuju ruang tengah sambil merokok dan minum vitamin. Sungguh nikmat sekali bercinta dengan seorang wanita yang masih ting ting, yang belum pernah disentuh oleh pria manapun seperti Buk Tuti. Kadang ada juga rasa kasihan terbesit. Namun semua sudah terjadi, walau usianya lebih tua daripadaku dan walau dia tidak modis.

Tidak seperti gadis – gadis kampus yang sering ku kencani. Namun ada sensasi tersendiri bagiku dapat bercinta dan memerawani dosen ku ini. Rasa penasaranku terobati sudah. Aura kecantikan, kemulusan dan kemontokan tubuhnya memang sungguh mempesona. aku memang tidak akan pernah mau bertanggung jawab, apalagi menikahinya aku hanya berniat menjadikan dia sebagai pelampiasan nafsuku saja.

Setelah selesai mandi aku kembali masuk kekamar dan mendapati Buk Tuti sudah terbangun, saat aku masuk do’i menatapku tajam, penuh kebencian. namun tatapannya akhirnya terlihat kosong dan terus menangisi apa yang diperbuatnya bersamaku beberapa saat yang lalu sambil tergolek diatas ranjang.

Tampaknya pengaruh obat perangsang itu telah habis. Namun fikiran isengku untuk kembali mencicipi lubang cinta yang masih legit itu kembali muncul. Diam-diam aku mengambil sisa obat perangsang tadi.

“Buk Tuti sayang… jangan nangis terus lah…” ujarku mendekatinya.

Sontak dia dengan kasar menepis tanganku yang menyentuh bahunya.

“jangan sentuh aku Brian.. kamu jahat..!! huuhhuu..” terdengar isak tangisnya kembali.

“oke oke… aku minta maaf Buk…” ujarku coba membujuknya.

“Brengsek kamu..!!! kamuu telah menodai sayaa…” ujarnya terbata bata.

“udahlah… kalau Ibuk masih begini, saya tinggalin disini nih…” ancamku

“jangaann jangaan… mana pakaian saya Brian?” ujarnya ketakukan.

Aku mengambil bh dan celana dalam nya yang masih tergeletak di ruangan tengah, lalu melemparkannya ke do’i. Buk Tuti langsung memungutnya. Tubuhnya yang telanjang ditutupinya dengan alas kasur.

“Tuh pakai..” ujarku.

“kamuu keluar dulu Briaann…” ujarnya malu

“halaahh.. pake malu malu.. gua udah liat semuanya kok…” ejekku

Wajah Buk Tuti memerah malu. Akhirnya dipasangkan juga BH nya.

Sementara do’I sibuk memasang pakaian dalamnya diam diam aku memasukan pil obat perangsang ke dalam cerek berisi air putih di meja sebelah ranjang saat Buk Tuti sibuk memasangkan celana dalamnya didalam alas kasur.

“baju saya mana Brian?” ujarnya.

“baju nya udah robek.. aku cari dulu baju lain ya… nih minum dulu, apa gak capek abis bercinta? Ujarku sinis. Watak Buk Tuti ini memang keras. Udah dikasih enak masih juga ketus.

Buk tuti terdiam saja mendengar pelecehan itu. Lalu aku meninggalkannya dikamar. Setelah berada diluar kamar, kuintip kembali tampak Buk Tuti yang hanya berbikini sedang duduk diatas ranjang sedang menuangkan air di cerek ke gelas dan meminumnya… dalam hati aku bersorak karena dosen cantik itu masuk dalam jeratanku kembali.

Lalu aku kembali masuk ke kamar, kudapati Buk Tuti sedang duduk diatas ranjang, menyadari aku mengampirinya cepat-cepat do’i menutup tubuhnya dengan alas kasur. Tampak raut muka cantiknya mulai gelisah dan seperti orang kepanasan. Aku hanya diam dan menatapnya tajam. Melihat itu Buk Tuti tampak risih.

“apa yang kamu lihat..? mana pakaianku Brian? aku mau pulang!!!!!” ujarnya

“aku tahu kamu capek.. istirahat dulu disini, nanti kuantar pulang” ujarku.

“nggak mauuuu..!! saya mau pulang sekarang..!! mana sih pakaian saya?”bentaknya. Aku membiarkan saja dan menunggu reaksinya.

“iya tapi mandi dulu gih… habis mandi baru kuantar, gak mau bersihkan badan apa..?” ujarku tetap tenang.

“Hiihh… dimana kamar mandinya…?!” ujarnya geram.

Buk Tuti bangkit dari tempat tidur dengan alas kasur yang masih dililitkannya guna menutupi tubuhnya. aku membiarkan saja do’i berjalan tertatih tatih, dan aku membuka pintu kamar dan menunjukan jalan ke kamar mandi.

Sesampai di pintu kamar mandi, saat Buk Tuti hendak membukanya dengan cepat kupeluk tubuh do’i dari belakang, Buk Tuti terkejut dan berusaha meronta.

“Briannnhhh.. kenapa lagi siihhh kamu iniii.. lepassiinn sayaaa.. ihhh…” ujar nya, namun rontaanya lemah hingga tubuhnya kembali dalam dekapanku.

“heeh.. heii.. bukk… biar kumandiin kamu ya…”ujarku berusaha menarik alas kasur yang menutupi tubuhnya, dengan kasar kutarik, sempat terjadi pergulatan, namun tenaga buk tuti yang lemah itu tak mampu mempertahankan alas kasur itu hingga Buk Tuti kembali mengenakan BH dan celana dalam lagi.

“ohh… jangann Brian.. oh.. lepasinn.. !!” ujarnya saat tanganku sudah berada di selangkangannya dan kusap usap tanganku disana. Sementara tangan yang satu meremas salah satu buah dadanya yang terasa kembali mengeras.

“buuka.. yaaaa… Kita mandi bareng sayaangg..” ujarku tanpa kesulitan melepas tali BH nya.

“oohh… Briaaan. apa apaaan kammuuu…” ujarnya mendesah seperti bergairah kembali. Lalu setelah BH nya terlepas aku membalikan tubuhnya berhadapan denganku. Mata Buk Tuti dan wajahnya sudah penuh dengan nafsu, seiring irama nafasnya yang ngos ngos an menahan gairahnya yang muncul kembali akibat pengaruh obat perangsang yang diminumnya.

Aku merangkul tubuhnya dan kudekatkan bibirku menyentuh bibirnya, kukecup dan kuciumi beberapa kali, kali ini Buk Tuti yang kembali telah terpengaruh obat perangsang itu membalas melumat bibirku, kurasa nafasnya berpacu membalas ciuman ku di bibirnya, aku menyandarkan buk tuti kedinding lalu kulepaskan ciumanku sejenak.

“Bri aan.. hh.. Kamu apain aku.. hhh..??” Ujar Buk Tuti nampak terengah engah setelah bibirku dan bibirnya terlepas. Aku mulai berjongkok lalu melepaskan celana dalamnya. Kali ini tanpa perlawanan, celana dalam itu dengan mudah kuloroti dari kedua pahanya, kembali vagina mungil Buk Tuti yang berbulu lebat itu terpampang dihadapanku.

Aku kembali berdiri dan membawanya masuk kedalam kamar mandi. Disana terdapat sebuah bak, kloset duduk dan shower. Do’i tampak patuh. Aku pun menyalakan air di shower dan air itu mulai menyirami tubuh kami berdua, kami lalu mandi berdua. Diguyur oleh siraman air

“Cuma mau ngajak mandi berdua kayak gini aja kok gak mau ..” Ujarku.

Buk Tuti tampak menggigil saat air menyirami tubuh bugilnya yang kupeluk dari belakang aku memeluknya dengan erat dari belakang sehingga tangannya tertutup lingaran lenganku.

Aku mengambil sabun cair dan menuangkannya ke tanganku. Ku oles sabun itu ketelapak tanganku hingga rata. Kemudian perlahan kubuka posisi kedua tangannya yang menutupi teteknya yang bugil itu, dibawah guyuran air aku mengoleskan sabun ke susu Buk Tuti, dengan penetrasi lembut. Kedua tanganku mengaduk kedua susunya yang terasa licin karena olesan busa sabun itu.

“Shh… oohh… Gellii Briannhhh… Aduuhh… sshhhh…!!! “rintih Buk Tuti. Do’i mencoba mencegahku.

“Nikmati aja sayanghh…” bisik ku ke telinganya sambil mengulum salah satu daun telinganya. Membuat tubuh Buk Tuti menggelinyang kegelian. Setelah beberapa do’i tampak pasrah dan hanya terdengar rintihan kenikmatan olehku. Aku mulai meremas-remas dan memijat payudara do’i dan memilin putting susunya.

“Ouuhhh… Geli Briannn… ohhhhh… hhhhhh… shhhhhhhhh” rintihan Buk Tuti terdengar terus, mendesah dan mendesis, kedua tangannya bertumpu pada dinding kamar mandi. Mendengar rintihannya sungguh membuat gairahku makin bergelora. saat bersamaan aku mulai menciumi leher dan kuping Buk Tuti sedangkan jariku yang penuh dengan sabun cair mulai menuju lobang surgawi Buk Tuti.

“Oooooooohhhhh…” Buk Tuti melenguh panjang saat jariku bermain mengobel lubang kenikmatannya. Setelah puas meraba lubang kencingnya itu hingga licin dan berbusa, aku lalu mencolokan satu jari tengahku kedalam vagina Buk Tuti.

“Sleeppp.. “Jari tengahku yang telah licin itu masuk tanpa hambatan kedalam vagina Buk Tuti diiringi jeritan panjang Buk Tuti. Jari itu aku keluar masukkan ke dalam liang senggama buk tuti dengan gerakan cepat. Aku juga merasakan penisku itu mulai mengeras sehingga membuatku semakin terangsang.

“Ohhhhhh… Briannn… Ihhhh… Geliiii akuu… shhhhhhh” desah Buk Tuti menggila.

“enak yaa sayang kuu.. uhhh… ayo sayang.. kangkangkan dong dikit pantatnya..” ujarku penuh nafsu. Tanpa persetujannya aku membantu meregangkan kedua pantat buk tuti. Setelah pantat montok itu terkuak, maka kusejajarkan penisku yang telah berdiri mengancung tegak sedari tadi kearah lobang kawin Buk Tuti dari belakang, aku juga ingin menuntaskan birahiku yang sudah sampai keubun-ubun.

Aku mencabut jariku dari liang senggama Buk Tuti dan ku angkat pantat buk tuti sedikit. Setelah itu aku mengoleskan sabun cair dan meratakannya di kontolku dan juga kuoleskan di sekitar daerah vagina Buk Tuti. Tubuhnya menggelinyang. Setelah itu aku mulai menyejajarkan penisku dan kuarahkan pada kemaluan do’i dari arah belakang..

BLESSSSSSSSS… Kontolku masuk tanpa permisi dan kesulitan dalam lobang vagina Buk Tuti. Busa sabun yang kuoleskan di penisku dan di sekitar lobang vagina Buk Tuti memudahkan kontol ku menerobos masuk kedalam nya

“OOOOOOOOOHHHH…” pekik Buk Tuti menyambut masuknya penis ku ke dalam tubuhnya.

“Euhhhhh… euhhhhh… euhhhh… euhhhhhh… euhhhh” desah Buk Tuti membuat nafsuku semakin menggelegak Aku berinisiatif menggerak-gerakkan tubuhku naik turun menggenjot penis didalam kemaluan Buk Tuti sambil berpegangan pada dinding kamar mandi.

Gerakan maju mundur ku makin lama semakin bergolak tak teratur seperti juga gairah kenikmatanku yang terus semakin bergelombang naik.

“Heeeehhhhhh… Heehhhhh… Heeehhhhh… Heeehhhhh…” aku mencoba menaikkan tempo gerakanku seperti gerakan slow motion di filem-filem.

Buk tuti lama kelamaan terasa mengimbangi gerakanku dengan menggoyangkan pinggulnya sedangkan tangannya bertumpu pada dinding kamar mandi. Aku juga semakin gencar meremas-remas payudara Buk Tuti dari arah belakang.

“Oooohhhh… ohhhh… ohhhhh… ohhhh… ohhhh… ohhhhh” desah Buk Tuti seolah berpacu dengan gerakanku yang semakin liar dengan rangsangan dari beliau

“SAYA MAUU Nembaaakk… OHHHH” Buk Tuti menjerit panik saat mendapat orgasme nya.

“cepat kali nembak nya sayangghh.. hh..??? “desahku makin memacu penetrasi pinggulku.

Buk Tuti berhenti menggerakkan tubuhnya, tampaknya do’i ingin menikmati gelombang orgasmenya, walau dengan nafas agak tersenggal-senggal.

Aku masih menggerak-gerakkan pinggulku sehingga penisku tetap naik turun di dalam liang senggama do’i, tanganku ku silangkan di dadanya sambil meremas kedua payudaranya dengan lembut. Kuciumi tengkuk dan punggungnya berulang ulang melengkapi kenikmatan yang kurasakan.

Aku meminta Buk Tuti memutarkan badan supaya posisi kami menjadi saling berhadapan dengan penisku masih ada dalam kemaluannya. Kami berciuman sambil aku memeluknya, sedangkan tangan beliau melingkar dipinggangku. Melihat itu kuangkat sedikit pantatnya hingga kubuat posisi menggendong Buk Tuti.

“Ohhhhhhhh… Saya takut jatuh Briann …” Bisik Buk Tuti Sambil melenguh nikmat

“Belitkan kedua kaki Ibu ke pinggang saya sebagai pengait supaya tidak mudah jatuh” Perintahku.

Buk Tuti segera mengaitkan kakinya melingkari pinggangku dan tangannya memeluk leherku, sedangkan kepalanya dia sandarkan di bahuku. Setelah yakin do’i menempel dengan benar pada tubuhku, aku menyandarkan do’i kedinding kamar mandi sebagai tumpuan.

Sementara kedua kaki do’i mengapit pinggangku, Pelan-pelan pula aku menggerakkan pinggulku sendiri maju dan mundur.

“Blessss… “penisku kembali menemukan lubang cinta nya Buk Tuti.

“Ohhhhh… ohhhhh… ohhhhh… ohhhh… Briaannnn.. aaahhhh… ohhhh… ohhhh… ohhh… enaaak” Desah Buk Tuti menjerit kenikmatan merasakan sodokan kontolku yang keluar masuk lobang senggamanya. Apa yang dirasakannya pasti sama dengan apa yang kurasakan saat ini. Vaginanya terasa licin. Namun jepitan-jepitan oleh rongga senggamanya dari dalam masih terasa meremas kontolku dari dalam.

Aku terus menyetubuhinya yang digendong dalam pangkuanku

“Ahhhh… Mmmmmppphhhhhhh… oohhhhhhh… mmppppphhhh…” Kami meneruskan bersetubuh sambil terus berciuman.

Setelah seluruh batangku amblas, Aku memeluk Buk Tuti dengan kedua telapak tangan pada buah pantat do’i. Kemudian dengan perlahan-lahan aku meluruskan kaki sehingga secara otomatis do’i terangkat ke atas oleh dorongan penisku pada kemaluannya seperti sate dengan tusuknya. Tubuh Buk Tuti tampak terguncang guncang akibat sodokan pinggulku menghajar lubang cintanya.

Makin lama ciuman kami makin panas, bibir kami saling melumat dan permainan lidah yang semakin liar. Penisku dengan gerakan perlahan tapi pasti terus menyodok-nyodok ke dalam liang senggama do’i. Sambil kedua tanganku bertumpu pada kedua pantatnya yang bahenol.

“Ohhhhhh… ohhhhh… ohhhhhh… aaaahhh… ohhhhh… Briaannnn… Enakkk.. Briannnnn… aduuuh hhhh…” Buk Tuti mengerang nikmat tanpa berbuat apa-apa karena aku mengambil alih kendali.

“Buuukk… Saya mau keluarrrrrr.. Oouugghhh…” aku mulai mengerang.

SROOOOOOTTT… SROOOTTT… SROOOTTTT… semprotan demi semprotan air mani ku membanjiri rahimnya

“A.. a.. aahhhh.. a.. a.. aahhhh…” Buk Tuti mengerang tertahan, Aku rasakan tubuh Buk Tuti bergetar keras, semakin memeluk ku dengan erat. Sedangkan vagina nya terasa berdenyut-denyut meremas remas batang pelerku.

“Ohh.. nikmatnyaaaa…” jeritku melepaskan semua kenikmatan yang kurasakan.

Aku lalu menciumi dan membelai-belai wajah dosenku itu yang terlihat cukup kelelahan setelah bersetubuh denganku itu. Otot-otot liang senggama Buk Tuti terasa memijat-mijat penis ku yang juga sedang kelelahan.

Setelah penisku terasa lunglai, aku menurunkan Buk Tuti dari gendonganku dan mulai mengatur nafas menikmati orgasme yang nikmat itu. Sementara Buk Tuti tak sanggup memandang wajahku. Matanya terpejam, mungkin mmenikmati semprotan spermaku dalam lubang cintanya. Kami berdua berusaha mengatur nafas masing – masing.

“mandi yuk sayang” ujarku mesra. Buk Tuti hanya menganggukan kepalanya dengan lemah.

Setelah itu aku melumuri tubuh ku dan Buk Tuti dengan sabun, kami pun mandi membersihkan badan. Buk Tuti diam saja saat kusabuni sekujur tubuhnya, Buk Tuti tampak sedang membersihkan vagina nya dengan sabun. dan setelah itu aku membilasnya kembali. Setelah selesai mandi aku menggiring Buk Tuti kembali ke kamar.

Buk Tuti yang sudah pasrah itu hanya bisa patuh menuruti tiap perintahku, matanya telah sembab, menahan penderitaan. Aku memberinya handuk untuk mengeringkan tubuhnya.

“sekarang saya mau pulang Brian “pintanya memelas.

“ya nanti saya antar, sekarang istirahat saja dulu” ujarku malas-malasan

Buk Tuti terdiam, mau tak mau do’i pasti merasa kelelahan, apagagi percintaan kami hanya selang beberapa jam itu terjadi 2 kali.

“selangkangku sakit brian.. “isak nya menatapku dengan penuh menghiba.

“itu pertama aja sakitnya. Gak apa apa itu… bawa rilex aja” ujarku sekenanya.

“kamu jahat…” ujarnya sedih. Do’i hanya mengenakan handuk saja sat itu.

Aku mencoba mendekatinya, lalu merangkul nya. Buk Tuti tidak lagi meronta namun hanya membiarkan aku mendekapnya.

“antar saya pulang Brian… “rengeknya di pelukanku.

Aku pun mendegus, tapi tidak apa-apa lah diantar dia karena kulihat jam sudah menunjukan jam delapan malam. Aku keluar kamar dan mengambil pakaian do’i yang kusembunyikan di luar.

“Ini pakaiannya..” ujarku datar sambil memberikan baju, celana dan jilbab do’i.

Buk Tuti segera mengambilnya dari tanganku lalu dengan segera pula do’i memasangkan kembali BH dan celana dalamnya. Semua nya do’i lakukan didepanku, tanpa malu-malu dan risih lagi. Mungkin do’i sudah tidak malu lagi karena sudah dua do’i kubuat orgasme hari ini.

Setelah itu Buk Tuti mengenakan celana, blazer dan jilbabnya, sungguh cantik dosen ini. Mirip artis lawas yang juga jadi incaranku, Marissa Haque. He He He…

Akhirnya aku dapat melihat bahkan menikmati tubuh padat nan mulus itu, yang selama ini selalu aku khayalkan saja karena do’i selalu mengenakan pakaian yang menutup auratnya.

Terlihat Buk Tuti merapikan jilbabnya di cermin, wajahnya masih terlihat lelah, mata nya sembab menahan air matanya yang mungkin sudah mengering.

“sudah ..? ayo kita berangkat, mau makan dulu..?”

“gak usah..” ujarnya ketus. Aku nyengir saja mendengarnya. Wanita ini memang menggemaskan. Galak tapi memikat.

Kami pun keluar dari rumah, menuju garasi mobil dan aku meluncurkan mobil meninggalkan rumahku.

Hari sudah gelap. Sepanjang perjalanan Buk Tuti hanya diam termenung meratapi nasibnya yang kuperdaya dan kuperkosa hari itu. Do’i hanya duduk diam seribu bahasa dalam perjalalanan, do’i hanya bicara saat aku menyanyakan arah menuju rumahnya

“disini saja Brian.. saya nge kost, mobil gak bisa masuk di gang itu.” Ujar Buk Tuti saat kami berbelok di sebuah simpang. Aku pun menghentikan mobil. Memang simpang yang dimaksud adalah sebuah gang kecil yang hanya pas untuk satu atau dua motor saja.

“aku antar ke rumah mu ya” ujarku membuka central lock pintu mobil

“ngg, nggak usah.. saya bisa sendiri” ujar Buk Tuti menolak tawaranku. Tapi aku tak tinggal diam. Karena aku ingin tau dimana tempat tinggal do’i.

“saya antar saja lah..” kebetulan di dekat simpang itu ada orang berjualan nasi goreng.

“Saya mau beli nasi goreng itu, ibu mau?” Tanyaku mengalihkan pembicaraan.

“Nggak.. Saya udah kenyang.. Sudahlah Brian biarkan saya pulang..” Ujarnya menatapku kesal.

“Sudahlah.. Pokoknya kita makan nasi goreng dulu” tegasku padannya

Aku keluar dari mobil dan menghampiri tukang nasi goreng dan memesan 2 bungkus nasi goreng untuk ku dan Buk Tuti, karena aku pun merasa lapar sehabis bercinta dengan do’i dua ronde tadi. Buk Tuti pun mengikutiku keluar dari mobil dan kami pun berdiri di gerobak abang penjual nasi goreng itu.

“Nasi goreng nya 2 dibungkus ya bang” ujarku pada abang penjual nasi goreng

“Baik dek.. Ditunggu ya..” Kata nya.

“tunggu sampai selesai ya.. saya tahu Ibu pasti lapar” bisik ku sambil menggenggam tangan Buk Tuti. Do’I kaget dan buru-buru melepaskannya

“Brian..! gak enak diliat orang ‘ tepisnya setengah berbisik, Aku hanya nyengir. Yang penting dia patuh menunggu sampai abang nasi goreng itu selesai membungkus nasi.

“pacarnya ya Neng Tuti..?” goda tukang nasi goreng itu pada buk tuti.

Buk Tuti agak kikuk mendengarnya dan bingung harus menjawab apa.

“i iya bang..” ujar Buk Tuti akhirnya menjawab malu-malu.

“cocok ya.. neng Tuti nya cantik, mas nya ganteng ‘ ujar tukang nasi goreng itu menggoda kami.

“ah abang bisa aja..” ujar Buk Tuti salah tingkah. Karena mungkin saat aku menggenggam tangan Buk Tuti abang nasi goreng itu memperhatikan kami.

“akhirnya neng Tuti punya pacat juga ya… selama ini abang liat gak ada yang ngeapelin ‘’ ujar tukang nasi goreng itu lagi.

“masak iya sih bang..?” tanyaku

“iya dek.. neng Tuti ini sibuk kerja terus kayaknya” sambungnya.

“ah.. abang ini kepo deh …” tukas Buk Tuti cemberut.

“tapi saya senang kalau neng Tuti ini punya pacar, sayang aja cantik cantik, pintar lagi… jangan belajar terus neng.. nanti cepat tua..” kelakarnya selesai membungkus nasi goreng itu. Aku pun tertawa mendengar guyonannya.

“denger tuh sayang..” tukasku. Sengaja aku katakan kata “sayang” agar menegaskan bahwa do’i memang pacarku. Buk Tuti melotot padaku. Aku dan si abang nasi goreng tertawa geli melihat ekspresinya. Setelah membayar nasi goreng kami pun berjalan ke gang itu menuju kost an buk tuti, di sela perjalanan abang nasi goreng masih sempat juga menggoda.

“mantap dek… lanjutkan” teriaknya dari kejauhan.

“kamu bikin saya salah tingkah saja Brian” ujar Buk Tuti bersungut sungut kesal.

“ah.. nyantai aja.. gak dengar abang nasi goreng aja bilang kita cocok ha ha ha” ujarku.

“kamu gak tinggal disini, nanti saya yang digunjingkan oleh mereka pacaran sama anak yang lebih muda” tukas Buk Tuti. Sambil terus melewati gang itu kami terus berdebat.

“ngapain dipikirin…” potongku menjawil pantatnya, yang disambut pukulan ringan Buk Tuti ke bahuku.

“jangan macam-macam disini Brian… ini jalan umum tau..?!! “ujanya marah bersungut sungut. Sebenarnya aku senang melihat do’i marah dan melotot, makin cantik wajahnya.

Akhirnya kami sampai di kostan Buk Tuti.. Sebuah rumah petak kecil yang berdempetan dengan tiga rumah lainnya. Saat itu suasana sedang sunyi. Mungkin tetangga Buk Tuti lagi berada didalam rumah, atau lagi ngamar dengan pacar nya.. maklum anak kost..

Kami memasuki kostan Buk Tuti,

“siapa yang sering bertamu disini bu..?” tanyaku.

“Nggak ada, paling teman – teman kamu lah.. dan beberapa mahasiswa.. kamu sih, bilang-bilang kita pacaran. Kalau ditanya tetangga nanti bilang kamu mahasiswa saya lagi bimbingan proposal ya..” tuturnya.

“ya deh… pencitraan kali..” sungutku.

Aku duduk diruang tamu buk tuti, disitu terdapat sebuah sofa sederhana dan meja tamu. Ada dua kamar dan satu lorong menuju dapur di sini. Buk Tuti tampak bingung harus berbuat apa.

“nah, kamu sudah tau kan tempat tinggal saya.. “ “sekarang pulanglah.. nanti menimbulkan fitnah lagi” ujarnya mencoba mengusirku

“nanti dululah sayang.. aku capek.. mau duduk dulu.. bikinin dong kopi atau apa kek..” ujarku menyandarkan kepala di sofa.

“atau ambil kek piring biar kita makan tu nasi goreng.. kan sengaja kubeli 2 .. buat kamu dan aku..” ujarku

“kamu ya.. memang punya seribu satu alasan Brian.. Please… saya capek.. mau istirahat ..” sahutnya berkeras menyuruhku pulang.

Setelah kami berdebat sebentar, Akhirnya Buk Tuti mengalah juga segera dia beranjak menuju kebelakang. Aku mengintip dari sudut mata, do’i menuju ke arah belakang. Ke ruang yang dibatasi dengan kain pintu. Diam- diam aku mengunci pintu depan kost an Buk Tuti dan diam-diam aku mengendap menuju kebelakang.

Aku masuk sampai kedapur, menyibak pelan-pelan tirai pembatas pintu, dan kudapati posisi Buk Tuti membelakangiku, seperti sedang membuat atau mengaduk minuman. Ternyata do’i sedang menyiapkan gelas dan mengisinya dengan bubuk kopi dan gula. Fikiran kotor ku muncul. Akhirnya aku memutuskan mendekatinya, tampaknya buk tuti tidak menyadari kehadiranku hingga aku sudah ada dibelakangnya dan memeluknya dari belakang.

“Kamu terus bikin kopi ini. Anggap saja tak ada siapapun di belakangmu,” bisiku

“Brian.. Sudahlah… cukup.. aku capek… kamu gak puas-puas ihh..” ujarnya masih berusaha melepaskan diri. namun aku tetap tidak melepaskannya. Malah sekarang kedua tangan ku meremas-remas lembut kedua payudaranya yang masih tertutup pakaian kerja itu. Belum sempat Buk Tuti bereaksi Salah satu tanganku dengan cekatan membuka resluiting buk tuti, hingga celana panjang berbahan katung lunak itu melorot kebawah.

“Uhh… Shhhh… sudahlah briannhh… mphh…” desah Buk Tuti berusaha mengatupkan pinggulnya saat selangkangan nya kuelus. Tanganku terjepit oleh kedua pangkal pahanya. Aku makin mengganas, kutekan jari tengahku sambil mencolek colek selangkangan nya dengan buas. Akhirnya Buk Tuti tak dapat menolak lagi.

“Udahhh Briannn… Janganhhh lakukannhh… Lepaskan akuuuu… Mmmmm mm” terdengar rintihan Buk Tuti. Aku itu tidak mempedulikannya dan terus mengelus elus selangkangan dosen motok itu itu tanpa dapat dicegahnya.

Secepat kilat kemudian aku berlutut di belakang Buk Tuti. Aku menjulurkan tanganku merogoh lewat bagian bawah. Buk Tuti menggigil ketika tanganku menarik turun celana dalamnya. Mungkin Buk Tuti merasakan angin meniup pantatnya yang telanjang kini.

“Kakimu direnggangkan… Aku ingin lihat memek mu…” perintahku pada nya, menahan nafas melihat kemaluannya yang indah itu sambil jongkok.

Buk Tuti kelihatannya sudah menyerah, ia merenggangkan kakinya. Dari bawah, aku menyaksikan pemandangan menakjubkan. Di pangkal paha dosen montok itu tumbuh rambut yang rimbun kemaluannya.

Tanganku menguakkan bongkahan pantat Buk Tuti yang bulat dan lidahnya hingga menyentuh anusnya. Buk Tuti menggeliat, air di termos tumpah sedikit keluar gelas. Lagi-lagi tumpah ketika ia merasakan lidahku sekarang itu menyusuri celah di pangkal pahanya.

Aku menguakkan bibir vaginanya, menampakkan lorong sempit berwarna merah jambu dan lembab. Buk Tuti berhenti mengaduk kopi saat lidah ku menyeruak ke liang vaginanya. Tubuhnya bergetar ketika lidah itu menyapu klitorisnya. Do’i tak kuasa menahan erangannya ketika bibir ku mengatup dan menyedot-nyedot klitorisnya.

“Uhhhhh… Briiyyaannhhh…” pinta nya memohon.

“diam.. pelan-pelan suaramu!!!” bisiku sambil berdiri. Namun, tangan kiriku tetap terus mengucek-ngucek kelamin Buk Tuti.

“Ayo, terus aduk kopinya. Aku mau ngaduk punyamu juga…” lanjutku, merasakan sensasi gila ini.

“Aihhhh… eungghhhh… mmhh…” Buk Tuti mengerang, saat jari jari ku itu menusuk jauh ke pusat kewanitaannya.

“enak ya sayangghh.. nikmatin aja yahhh… “deru nafasku memacu menahan gemas, sambil menggerakkan jariku dengan cepat menggesek belahan vagina Buk Tuti yang terasa mulai basah dengan napas terengah-engah.

“Mmmfff… nnghhh…” terdengar desahan lirih dari mulut do’i membuatku makin bersemangat mengaduk vaginanya dengan tanganku.

Kelihatan nya do’i telah pasrah… menyerah.. sementara lenguhan dan erangan lirih keluar dari bibirnya yang mungil “eemmhh… ouummhh..”persis erangan anak kucing.

Tangan kiri ku membekap pangkal paha Buk Tuti, lalu sekarang giliran jari tengahku yang beraksi menekan klitoris dosen sexy itu. Gerakan memutar di atas bagian paling sensitif itu membuat Buk Tuti berteriak teratahan. Nampak sekali do’i tak kuasa menahan sensasi yang menekan dari dasar kesadarannya.

Buk Tuti terus mendesah, apalagi sekarang aku kembali berdiri di belakangnya dan menyibak kain jilbab putihnya dan melepaskan jilbab itu, lalu melepaskan pengikat rambutnya sehingga rambut tuti menjadi tergerai. Lalu tangan kiriku menyusup ke balik pakaian Buk Tuti, lalu ke balik cup BH-nya dan memilin-milin puting susu BukTuti, yang telah tegang itu…

“Ayo sayanghh… ahhhh… jangan bohongi dirimu sendiri… nikmati… ahh… nikmati…” bisiku ke telinganya,

“Ennghhhh.. Ohhhhh…!!!”

Buk tuti memohon agar aku menghentikan perlakukanku itu namun kemudian berganti menjadi rintihan keenakan saat dia kukerjai seperti itu.

Aku terus memaju mundurkan jari ku yang terjepit vagina Buk Tuti. Do’i menggeleng-gelengkan kepalanya, mencoba melawan terpaan kenikmatan di tengah tekanan rasa sakit dan ngilu. Tapi ia tak mampu. Akhirnya do’i mendesah dan akhirnya menjerit kecil saat ia meraih puncak kenikmatan. Tubuhnya langsung lunglai, tapi aku terus beraktifitas di belakangnya.

Mataku terpejam menikmati indahnya sensasi ini. Gigiku gemelatuk menahan indahnya fantasi itu. Aku menggeram panjang, tanpa sadar aku menekan jariku dalam dalam ke vagina Buk Tuti. hingga do’i terpekik lirih karena merasakan nyeri bercampur kenikmatan. tangan kananku makin mencengkeram payudara Buk Tuti yang terasa padat dan makin megeras.

Kulihat Buk Tuti masih dibuai gelombang kenikmatan, dan aku makin kencang mengobok vagina nya yang terasa basah hingga memudahkan jariku keluar masuk didalamnya.

Tak lama kemudian terdengar Buk tuti menjerit tertahan.

Aku sendiri merasakan sensasi aneh dan aku baru merasakan saat bagian dalam vagina dosen cantik itu serasa menyemburkan cairan.

Buk Tuti merintih, mirip suara anak kucing, Otot vaginanya megejang, serasa bagai lahar yang akan menyemburkan magma yang panas. Diiringi rintihan panjang sambil mengigit bibirnya Buk Tuti merasakan orgasme yang hebat. Melihat do’i sudah orgasme, aku tersenyum puas, perlahan kutarik keluar tanganku yang basah oleh air kewanitaan milik Buk Tuti yang mengucur dari sela kewanitaan nya.

Aku menarik jariku dari dalam vagina Buk Tuti dan menyodorkanya ke hidung do’i

“wanginya pejumu sayang…” ujarku. Buk tuti terlihat mengatur nafasnya

Aku kemudian menjilat jariku yang penuh dengan lendir peju buk tuti yang terasa asin namun gurih itu.

Begitu gelombang kenikmatan berlalu, aku mengatur nafasku begitu pula Buk Tuti, kesadaran kembali memenuhi ruang pikirannya. Do’i terisak dengan tangan bertumpu pada meja dapur.

“Sudah, nggak usah nangis! Kamu harusnya berterima kasih karena kuberitahu nikmatnya seks. Sudah, cepat selesaikan kopi itu dan bawa ke kamarmu. “perintahku.

“Dan… Kamu harus pakai pakaian dalam saja, biar tambah sexy” ujarku dengan tekanan keras. Usai berkata itu, aku tersebut melepaskan blazer dan baju, pakaian yang terisa di badan Buk Tuti. Jadilah kini dosen berparas cantik, berbody montok itu hanya mengenakan bh dan celana dalam berwarna putih yang sudah kupasangkan kembali menutupi pantat montok nya.

Buk Tuti diam saja saat kupreteli pakaiannya. Mungkin nafsunya sudah tersulut dan ingin merasakan sensasi yang lebih jauh lagi bersamaku malam itu.

Buk Tuti melanjutkan mengaduk kopi, dengan seggugukan tangisan. Tapi apa daya ia hanya seorang wanita yang terperangkap antara kerakutan dan sensasi sex yang dialaminya sekarang bersamaku. Buk Tuti membiarkan aku mencumbui tubuhnya dari belakang.

“tunggu lah di kamar Brian.. nanti saya susul .. ‘ ujarnya pelan.

Aku pun bergegas ke salah satu kamar Buk Tuti. Disana terdapat sebuah kasur berikut dipan nya. Aku menunggu do’i datang dan membayangkan akan bercumbu. Memadu cinta dan nafsu lagi dengan Tuti Khairani, dosenku yang cantik, montok dan menggairahkan itu kembali… Ohhhh…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan