2 November 2020
Penulis — kurawa100
Hai namaku Siti Zubadiyah. Usiaku 17 tahun. Saat ini aku sedang berada di dapur membantu ummi menyiapkan hidangan makan siang. “Kresh… kresh… kreshh…” bunyi daun selada kupotong kecil-kecil. Hari ini aku dan ummi akan menyiapakan gado-gadao untuk makan siang keluarga.
“Kresh… aduh!” pekikku kaget saat pisau yang kugunakan mengiris ujung telunjukku. Darah pun mengalir keluar dengan cepat. Rasanya perih senut-senut.
“Aduuhh.. ummi.. aku kepotong…” ucapku meminta perhatiannya.
“Aduh.. kenapa gak hati-hati…” balas beliau seraya menghampiriku.
“Kan gak sengaja.. ummi…”
“Ada apa ini ribut-ribut” Tiba-tiba abi muncul di dapur memerika apa yang sedang terjadi.
“Jari Siti kepotong tadi…” jawabku cemberut.
“Mana… Sini abi liat…”
“Tuuu… berdarah kan…”
“OO.. ini mah gak apa-apa.. luka kecil.”
Lalu abi menghisap ujung jari telunjukku membuatku langsung deg-degan dan pipiku jadi terasa panas. Aku terbuai masuk ke dalam awang-awang imajinasiku. Isinya aku sensor, cuma untuk yang sudah cukup umur.
“Dah, tuh kan sudah gak keluar darah lagi,” ucap Abi membuyarkan lamunanku.
“AH iyah…” timpalku seraya buru-buru menarik tanganku.
“Gimana dah gak apa-apakan,” tanya ummi dan membelai kepalaku yang berjilbab sambil mengecek keadaan jariku.
“Su.. sudah baik ummi…”
“Ya… selesaikan kan potongnya ya..”
Aku mengangguk dan kembali menyelesaikan pekerjaan memasakku.
Mungkin kalian bingung, kenapa aku deg-degan waktu dihisap jariku oleh abiku. Sebenarnya entah sejak kapan akusudah melihat abi sebagai sosok laki-laki sempurna idaman. Mungkin sejak SMU1? Entah lah… abi itu orangnya rajin beribadah dan menyayangi keluarganya. Itulah yang membuatku… jatuh cinta pada beliau.
Kalau ada kesempatan aku selalu mencoba berada di dekat-dekat beliau, misalnya saat sedang nonton di ruang TV, aku suka bermanja-manja gitu. Terus kalau sampai dia peluk aku dan kepalaku di letakkan di dadanya yang bidang dan jilbabku dibelai-belai, rasanya gimaaa gitu.
Kadang aku sengaja pakai kaos yang agak ketat, biar agak sedikit menggoda abi. Akibatnya Abi jadi suka menegurku dan menasihatiku. Aku sih senyum-senyum saja di dalam hatiku, wong aku sengaja, biar dia lihat. Tappi aku senang ditegur, sebab itu artinya dia memperhatikan tubuhku.
Ssttt… sebenarnya ada lagi yang suka aku lakukan sembunyi-sembunyi terhadap beliau, yaitu kalau abi sampai ketiduran saat nonton TV. Telapak tangannya kuletakkan di dadaku terus kutekan-tekan agar meremas-remas payudaraku. Shhh… asik banget…
Kadang juga aku iseng, kupegang daerah kemaluannya dan kupijit pelan-pelan. Ternata bisa berubah jadi gede juga saat ia lagi tidur. Pernah tuh mungkin karena kelamaan mainin burungnya, sampai keluar cairannya. Langsung celananya jadi basah, licin dan panas. Untung dia tidak bangun.
Selain itu aku juga suka sembunyi-sembunyi mengintip abi sedang bersenggama dengan ummi melalui lubang kunci. Betapa ia begitu gagah dan kuat, membuat ummi selalu lemas lunglai di atas kasur usai bercinta.
Otot tangan dan kakinya beigtu kekar bisa mengangkat dan mengentot ummi dalam posisi menggendong. Bahkan beliau bisa memutar tubuh ummi, hingga mereka melakukan posisi 69 sambil berdiri.
Dan batang abi itu lho… aku suka merinding kalau ngeliatnya. Besar… panjang… berurat. Kalau sampai masuk ke dalam lubangku… mmhh… pasti…
Hingga suatu hari ada satu kejadian di rumah, abi sedang membetulkan meja. Ia bertelanjang dada. Melihat punggungnya yang lebar aku jadi agak srr… sr… gitu gimana… susah jelasinnya dan entah apa yang merasukiku, aku menghampirinya dan dengan nekat mencium tepat di bibirnya.
Tentu hati kecil aku berharap respon yang positif. Tapi apa lacur ternyata kenyataannya sesuai dengan akal sehatku.. beliau sangat terkejut dan langsung menamparku. PLAK!
Perih sekali rasanya pipi kiriku. Sakitnya sih tak seberapa dengan rasa sakit di hatkui. Sakit karena ditolak dan malu.
Aku menangis sejadi-jadinya, membuat abi kebingungan. Aku berlari menuju ke kamarku. Ummi yang melihatku melintas, memanggilku, “Siti! Siti! kenapa kamu!?” Ia mengejarku. Sebelum aku sempat menutup pintu ummi sudah duluan masuk ke dalam kamarku.
Beliau dengan lemah lembt menanyakan apa yang terjadi sambil mengajakku duduk di atas kasur. Tentu saja aku hanya diam saja.
Ummi yang tidak berhasil mengorek keterangan dariku keluar kamar dan menanyakannya kepada abi yang berdiri tepat di depan pintu kamarku. Aku hanya bisa mendengar bisik-bisik.
Sementara aku terisak-isak dan air mata membasahi pipi.
Tak lama kemudian ummi kembali masuk, menghampiriku dan menhela nafas panjang.
“Ummi sudah dengar semuanya dari Abi.”
Aku memeluk ummi. Aku takut ia marah. Umi hanya membelai kepalaku yang terutup jilbab, lalu berkata, “Kemari nak, ikut Ummi…”
Aku diam saja. Tak tahu apa maunya.
Di depan kamar, mataku dan mata abi bertemu. Aku langsung tertunduk tak berani melihat beliau. Aku hanya terus mengikuti ummi yang mengajakku masuk ke kamarnya.
“Duduk disitu,” kata ummi menunjuk kasur, “Ummi mau ganti baju dulu.”
Aku menurut dan duduk tepiannya.
Kuperhatikan ummi mulai mengganti gamisnya dengan baju lain. Lama-lama aku dapat melihat, kalau ia berganti dengan baju seragam SMU dengan jilbab masih ia kenakan.
Aku bingung. Lagipula buat apa ummi menyimpan baju seragam sekolah.
“Ummi ngapain pakai baju sekolah?”
Beliau tak langsung menjawab hingga selesai berganti baju. Lalu ummi duduk di sebelahku dan tersenyum. “Nanti kamu tahu.”
Tiba-tiba abi lalu muncul dari balik pintu. lalu ia menutupnya dan menguncinya.
“Siti! kemari!” perintah abi dengan suara lantang.
Aku agak takut. Nada suaranya begitu keras. Tetapi baru aku hendak bangkit, ummi menahanku dan mengisyaratkan agar aku duduk. Sementara ia bangkit berdiri dan mendekati abi. Aku rada bingung, kenapa umi yang menghampirinya, kan yang dipanggil aku.
“Ya, abi ada apa?” tanya ummi.
Aku bingung kenapa ummi manggil abi dengna sebutan abi? Biasanya, suamiku.
Tiba-tiba abi memeluk ummi dan mengerayanginya payudaranya di depanku. Ada apa ini? tanyaku kebingungan dalam hati. Refleks aku menutup wajahku, tetapi tetap mengintip dari sela-sela jari-jariku.
“Siti sayang…”
“Abi… abi… jangan… siti kan anak abi…”
Abi menarik rok abu-abu ummi hingga seperuti, sehingga daerah kewanitaan dan pahanya kelihatan.
“Abi dah lama ingin entot Siti…”
Lalu abi memasukkan tangannya ke dalam CD ummi dan mengusap-usapa kemaluannya.
“Ahhh… ah… jangan abi… aku kan… anak abi… jangan pegang kemaluan SIti..”
Ummi memberontak dan berlari ke atas tempat tidur. Disana abi menerkamnya dan mengangkanginya.
“Siti… sekarang hisap batang abi ya…”
Aku melongo, saat abi mengeluarkan kejantanannya. Nafasku jadi tak berarturan.
“Ayo nak… hisap batang abi…” ujar abi seraya memasukkan penis raksasanya ke dalam mulut ummi. Ia menggoyang-goyankan pinggulnya, hingga batangnya turut keluar masuk.
Aku terpana melihat kedua orang tuaku begituan di depanku.
Sepeti biasa abi dengan bertenaga menggarap ummi. Lalu ia melihat ke arahku sambil berkata, ""SShhh… ahhh… Siti sayang sama abi kan… kalau memang sayang kulum terus titit abi…”
Aku tak percaya mendengar kata-kata abi kepadaku. Jadi ceritanya ummi sedang berperan sebagai diriku, dan abi sedang meng… aku..
“Shhh… ah… ahhh… dikit lagi… dikit lagi… teruss…”
Pantat abi bergerak semakin cepat. Ia pegang jilbab ummi.
“AKkkhhh… keluar… aku keluar… anakku…”
Saat abi mencapai klimaks ia tekan penisnya masuk. Bibir ummi sampai menyentuh pangkal batangnya. Alis abi mengenyit dan melenguh keras, “AAhhhhh…!” Abi mengejan.
“Uhuk..” ummi terlihat keselak. Penis abi segera dicabut dari mulut ummi. Pada saat dtarik melewati bibir ummi, ujungnya masih menyembur cairan sperma. Akibatnya cairan putih itu ada yang terlontar mengenai wajahku. Aku cuma bisa melongo.
Kedua orang tuaku tampak lelah dan terbaring di kasu. Ummi meraih tanganku.
“Siti… kami itu kalau melakukan hubungan suami istri kadang suka role play… dan abi sukanya berpura-pura sedang melakukan hubungan badan sama kamu. Jadi sebenarnya… abi itu… tertarik kok sama kamu…”
Aku terkejut mendengar pengakuan ummi.
Kamar itu menjadi hening beberapa saat.
Kuhampiri abi yang terbaring di atas kasur yang sudah agak lecek.
“Abi, apakah itu benar?” tanyaku.
Abi mengangguk.
Rasanya waktu itu seperti tertimpa durian, jantung berdebar-debar, senang banget, horni, pokoknya serba campur aduk kayak gado-gado.
“Boleh Siti cium abi?”
Beliau mengangguk lagi.
Kudekatkan kepalaku dengannya. Kulekatkan bibirku ke bibirnya. Hatiku terasa beigtu berbunga. Tidak ada penolakan. Bahkan ia membalas setiap kecupan-kecupanku.
“Kasih lihat abi, kemaluan Siti…”
Jantungku deg-degan mendengar permintaan abi.
Aku berdiri dan kuturunkan celana panjangku. Peralhan aku kangkangi wajah abi dan kubuka lebar kedua pahaku di hadapannya. Pipiku langsung terasa panas, mungkin sudah seperti memerah kepiting rebus.
“Kok CDnya gak dibuka?” bisik Abi seraya mengesampingkan pinggir celana dalamku. Birahiku benar-benar bergejoak saat itu. Apalagi… deg… dapat kurasakan jari abi meraba-raba labiaku. Lalu sebuah jari menembus masuk ke dalam lubangku.
Aku langsung mengadah ke atas sambil menggigit bibir. Inikah kenikmatan yang selalu dirasakan ummi setiap kali bercinta dengna abi.
Abi menarik kedua pahaku dan meletakkan bibir vaginaku di bibirnya.
“AAAAhhh…” lenguhku saat kurasakan lidah tak bertulang menyapu-nyapu kemaluanku.
“Owh abi.. Siti sayang ABIII…” teriakku sambil menggoyang-goyankan pinggulku.
Tiba-tiba ummi memelukk dari belakang dan menangkup kedua buah dadaku dari balik gamisku.
“Enak sayang dijilat abi?”
“Enak ummi, dadaku diremas ummi juga enak…”
Di telingaku ummi berbisik, “ummi jadi terangsang ngeliat Siti sama abi..”
Aku menengok ke samping dan memadang raut wajah ummi yang terlihat birahi. Kuselipkan tanganku ku belakang dan menyentuh vaginanya yang berbulu di balik rok abu-abunya.
“Owhh… Siti…” Raut wajah ummi berubah. Kuusap-usap bibir vaginanya.
“Ummi mau lesbian sama Siti?”
“Iyah… lesbian ibu anak…” langsung ummi melumat bibirku dan payudaraku diremas dengan gerakan berputar.
Seumur hidup aku gak pernah berpikir akan melakukan hal ini dengan kedua orang tuaku. Tapi kami bertiga sedang dilanda nafsu, dan rasanya sangat mengasyikkan. Merasakan bercumbu dengan ummi dan membiarkan daerah paling privatku dijilat oleh abi.
Abi tiba-tiba berhenti dan bilang ke kami ia mau berdiri dari tempat tidur.
“Siti…”
“IYa abi?”
“Ingat waktu kecil abi suka gendong kamu?”
“Ingat…”
“Ayo kemari abi gendong seperti dulu…”
Aku tersenyum dan bangkit berdiri. Aku lompat ke pelukan abi dengan tangun bergelayut di lehernya dan kaki merangkul tubuhnya. Akku kembali bernostalgia masa-masa dulu sambil memejamkan mata.
Saat aku sedang merasakan masa lalu. Tahu-tahu Kemaluanku merasakan sebuah batang yang besar dan keras menembus lubang senggamaku.
Aku mebelalak. Abi dengan keras menghentakkan pinggulnya. Aku merasakan rasa sakit, karena aku masih perawan.
Akibat daya tarik gravitasi dengan kekuatan hentakan abi. Dua kali hentak, selaput daraku langsung robek.
“Sakiiit abiiii.”
“Sabar… sedikit lagi pasti enak…”
Abi sungguh kuat menggendongku, dan dengan kekuatan kaki dan pinggul, disentak-sentaknya batangmua di dalam lubangku. Tubuhku sampai melompat-lompat naik turun. Sakit pun berubah jadi kenikmatan.
“Shhh… ahhh.. ahhhh.. shhh…”
“Anak abi sudah dewasa sekerang… dah bisa memberikan kepuasan seks..”
Aku bangga mendengar pujiannya.
“Enakkah kemaluan Siti?”
“Enak… legit… legit banget” seraya bicara seperti itu abi mempercepat hentakan2 pinggulnya. “Clep! clep! clep! clep!” Vaginaku benar-benar dibuat basah oleh abi, aku hanya bisa pasrah bergelantungan di lehernya, sementara kedua kaki terbuka lebar dan ditahan oleh tangannya. Gerbang pertahananku yang ditengah, diserangnya bertubi-tubi.
Semakin lama gesekan batang abi dengan didnding vaginaku dan klitorisku menggiring kenimkatan ke arah puncak.
“AAAhhh… Abi… Siti… Siti… Akhhh!”
Tubuhku kelojotan beberapa kali mencapai orgasme.
Abi membawa tubuhku ke atas tempat tidur. Lalu ia menarik ummi dan mengangkat rok abu-abunya hingga seperu. Lalu ia menyuruh ummi untuk menungging dengan kemaluannya tepat di diatasku
“Istriku, bikin aku tuntas ya…”
“Iya suamiku…”
Abi memasukkan batangnya ke dalam lubang kemaluan ummi dan mereka bersenggama di atasku. Aku dapat melihat dnegan jelas penis abi yang panjang dan besar itu keluar masuk melewati bibir vagina ummi.
“Siti, lihat abi setubuhi ummi yah..”
“Iyah…” jawabku sambil menelan ludah
Abi tidak buang-buang waktu ia langsung memompa tubuh ummi dengan kecepatan penuh. “Owhh.. owh sayang…” lenguh ummi. Buah zakar ayah bergoyang-goayng maju mundur.
Kadang cairan mereka berdua menetes di mulutku. Kujilat saja.
5 menit mereka begituan, Ummi berteriak, “AAAAHHHhhh!!”
Rupanya abi masih bisa bikin ibu orgasme. Cairan pun menetes makin banyak ke wajahku. Luar biasa, beliau memang perkasa.
“Istriku kocok penisku, cepaat!”
Ummi membalikan tubunya dan meraih kontol abi serta mengocoknya. Sementara beliau mengarahkan batangnya ke arah wajahku.
“AAhh.. ahh.. yeah… terus… terus…”
batang yang mengkilap itu begitu dekat dengan wajahku. Cairan-cairan putih tampak semakin sering dan banyak keluar dari ujungnya. Makin lama makin mulai menetens… tahu-tahu Crot! Crot! Crot!. Cairan kental seputih susu menyembur dari ujung penis Abi membasahi mukaku. Banyak sekali.
“AAhhh… akhirnya…”
Abi lalu membenamkan penisnya di mulutku.
“Bersihin sayang…”
Dengan lidah kujilat bersih batang abi.