31 Oktober 2020
Penulis — Mekiver
Dirgo membuntuti ibunya yang membawa kopi untuk suami dan kedua tamunya, ia tak ikut duduk di ruang tamu, dirgo berjalan ke luar rumah dan memperhatikan buleknya dari jendela kaca.
“silahkan diminum dek jarwo, dek likah mumpung masi panas” kata ibu dirgo mempersilahkan kedua tamunya sembari duduk di samping suaminya.
“mbakyu ini repot repot saja, saya gak lama lama, lha simbok sudah pikun takutnya gak ada orang malah kluyuran kemana mana” jelas jarwo pada kakak iparnya dan simbok yang dimaksud adalah ibu jarwo yang memang sudah berumur 90 tahun.
“tapi ya dihabiskan dulu dek, ayo dek likah kok diam saja dari tadi”
“iya mbakyu, kepikiran simbok terus dari tadi” ucap sulikah beralasan, padahal sejak kejadian yang dilihatnya tadi, pikiranya masih kacau, sungguh dia tak menyangka kakaknya melakukan hal tabu dan menjijikan itu.
“mbakyu sum, kang darsono saya minta pamit dulu, gak enak ninggalin simbok sendiri” ucap jarwo ketika kopi yang dihidangkan kakaknya itu telah habis.
“eh iya, hati hati di jalan, likah mbok ya sering sering dolan kemari, mbakyumu itu gak punya teman kalo siang hari, dirgo kerjanya keluyuran saja” kata darsono pada kedua tamunya.
“iya kapan kapan saja kang, aku malah gak punya teman di rumah, pamit dulu kang dar, mbak sum”
darsono dan istrinya mengantar kedua tamunya sampai di halaman dimana sepeda motornya di parkir di situ.
“loh.. Bannya kok kempes dek jarwo” ucap darsono, jarwo yang sudah naik buru buru turun dari motor dan memijit ban depan motornya.
“waduh iya kang, kecoblos paku ini masih nancap pakunya, waduh piye iki kang..”
“ditambal dulu dek jarwo, di tempat kang guno”
“lha simbok ini kang, yang jadi pikiranku, tadi juga lupa pintu gak tak kunci” kata jarwo kuatir sambil berpandangan dengan istrinya yang kelihatan jengkel dengan kejadian itu.
“bagaimana kalau bulek saya antar dulu lek jarwo” tawar dirgo yang sedari tadi duduk diam memperhatikan dari sudut gelap teras rumahnya.
“kamu gak repot ta go” tanya jarwo pd ponakanya.
“gak pak lek” jawab dirgo singkat sambil menurunkan motornya yang diparkir di teras. “ayo bulek, kasian simbok sendirian di rumah.”
“gak papa to pak, tak tinggal dulu” kata sulikah pada suaminya.
“gak pa pa nanti biar ku tambal dulu di tempat kang guno,”
“ya sudah saya pamit dulu mbaksum, kangdar”
“iya hati hati”
motor dirgo berjalan pelan di jalanan desa itu, sudah hampir 1 km dan mereka hanya diam, jalan kecil di tengah sawah itu tampak temaram dengan penerangan bulan sabit, dirgo nampak gelisah sedari tadi, ingin bicara tapi bingung mulai darimana.
“bulek..” ucap joko cukup keras agar terdengar oleh wanita yang diboncengnya. Tak ada sahutan, hanya gerakan tubuh yang gelisah dari wanita di boncengnya.
“bulek jangan bilang bapak ya” ucap joko agak keras. Tetap tak ada sahutan. Sulikah sendiri sebenarnya jelas mendengar tapi dia sendiri gundah harus bersikap bagaimana. Sumini kakak kandung satu satunya yang sangat ia sayangi tp perbuatanya selingkuh dengan anak kandungnya sungguh tak dapat diterimanya, apalagi saat itu dirjo menjilati vagina kakaknya, saru, tabu, memalukan, tapi aneh bayangan itu begitu lekat di pikiranya, mungkin karena seumur hidup suaminya tak pernah melakukan itu.
“bagaimana rasanya?” pikir sulikah, ada rasa hangat dalam tubuh sulikah mengingat kejadian yang begitu tabu di dapur kakaknya tadi.
“gila.. Memalukan saja” pikir sulikah, tapi tak dapat dipungkirinya ada sesuatu yang asing dan liar muncul dalam dirinya, sampai akhirnya motor itu tiba tiba berhenti. Sulikah tersadar, ini bukan berhenti di rumahnya, tempat itu gelap di kiri kanan hanya semak belukar dan motor yang dinaikinya kini berhenti di tengah tanah lapang 4x4meter dengan semak semak tinggi di sekelilingnya.
“kita di.. dimana go?” tanya sulikah gemetar, tanganya mencengkram bahu dirgo kuat2. Dirgo tersenyum misterius, semua sudah direncanakanya sejak dari rumah tadi. Dari mencoblos ban motor sampai mengantar bulek likah naik motornya, kalau memang bulek likah tadi bisa diajak bicara, tak akan dirgo membawa buleknya ke tempat ini, tempat yang jauh dari rumah penduduk, tempat di tengah sawah yang tak pernah digarap pemiliknya, tempat dimana ia dan teman temanya bersembunyi untuk coba coba minum minuman keras.
“dirgo ini dimana, kamu jangan macam macam!! Antar bulek pulang !!” jerit sulikah jengkel dan takut sambil mengguncang bahu ponakanya yang masih duduk di sepeda motor. Dirgo tak menjawab dengan santai ia turun, dan melepaskan cengkraman tangan buleknya di bahunya.
“salah sendiri kenapa tadi bulek diam saja, bulek kan pasti dengar ucapan dirgo” ucap dirgo tenang, berdiri di samping motornya sambil memandang bulan sabit yang bersinar redup.
“i.. I.. Iya bulek dengar, bulek akan jaga rahasia kamu dan ibumu” ucap sulikah gemetar, dia buru buru ikut turun dan memeluk lengan dirgo erat erat.
“apa jaminannya kalo bulek bohong” bisik dirgo di telinga sulikah yang tertutup kerudung, perlahan ia lepaskan lengannya dan memeluk sulikah dari belakang.
“dirgo kamu.. kamu jangan kurang ajar aku bulikmu nak” ucap sulikah parau.
“memang kenapa bulek? Dirgo saja bersetubuh dengan ibu, kakakmu itu”
“dirgo jangan.. Atau aku akan berteriak” sulikah gemetar, tanganya menahan jari jari dirgo yang kini bergerak mengusap usap susunya.
“teriak saja, gak akan ada yang dengar.. Maaf bulik dirgo harus lakuin ini sebagai jaminan agar bulik jaga rahasia”
“jangan dirgo, bu.. Bulik janji akan jaga rahasiamu”
“dirgo juga gak akan memaksa bulik kalo gak mau, kita akan disini semalaman sampai bulik mau, mungkin sampai lek jarwo menemukan kita berduaan disini.” ucap dirgo pelan. Sulikah terdiam, otak takutnya berusaha mencerna apa yang baru saja dikatakan ponakanya. Sulikah tersudut, smakin lama disini semakin besar kmungkinan suaminya tau dan itu adalah masalah lagi.
“baiklah ayo cepat lakukan anak setan!” ucap sulikah ketus. Dirgo terpana melihat adik ibu kandungnya berdiri di depanya dengan menggulung roknya hingga ke perut, paha mulus putih itu seakan bersinar tertimpa cahaya bulan.
“jangan terburu buru bulek, tambal bannya kan jauh, waktu kita masih lama” ucap dirgo menenangkan buleknya, dan memang rumah kang Guno tukang tambal ban itu cukup jauh dari rumah dirgo, akan butuh setengah jam jika berjalan kaki.
Dirgo memeluk sulikah dari belakang tanganya menyusuri halus paha buliknya dan rimbunan rambut yang tumbuh di selangkangan itu.
“bulek masih ingat kan posisi dirgo dan ibuk di dapur tadi, tapi bajunya di lepas dulu” sulikah tersentak, ia ingat betul kakaknya berdiri dengan kaki terpentang lebar, tubuhnya membungkuk dengan tangan bertumpu di meja dapur dan kepala anaknya berada diantara selangkanganya. Sulikah bergidik dan seperti tersihir perlahan ia melepas bajunya dan tanpa disuruh kutang dan kerudungnya juga dilepas.
Kini dia berdiri seperti bayi baru lahir tanpa sehelai benangpun. Dirgo yang sedang melepas celananya melongo mupeng melihat aksi buliknya yang tak terduga, tanpa disuruh kontol berbulunya langsung tegak berdiri, buru buru ia melepas celananya sementara buleknya telah memosisikan tubuhnya persis dengan posisi ibunya di dapur tadi bedanya tanganya bertumpu di jok sepeda motor.
“jangan buru buru bulek” dirgo menciumi punggung buliknya yang putih di temaram cahaya bulan, tangannya menjangkau susu sulikah yang menggantung bebas, tak sebesar susu ibunya tapi lebih kenyal dan padat. Sulikah menggelinjang, smua ini terasa asing, aneh, menakutkan tapi perlahan remasan lembut di susunya, lidah basah dan hangat di punggungnya membawanya dalam pusaran birahi yang misterius.
“cepat go.. Bulek takut” bisik sulikah lirih dan parau. Dirgo tak terlalu menggubris ketakutan buliknya, tubuh buliknya yang mulus itu diciuminya dengan rakus jari jarinya kini mulai asik merayapi vagina buleknya, vagina yang belum pernah terlewati jabang bayi, vagina yang begitu gemuk dan tebal dengan jembut yang terpotong rapi, dirgo menguak lobang nikmat itu dan ia tersenyum menang, lobang itu telah basah kuyup, perlahan ia merosot dan kini mulutnya telah siap di depan selangkangan sulikah.
“jangan macem macem go.. Cepetan.. Auuh.. Jorok kamu nak.. Itu kotor.. Ohhh… Ssstt “sulikah laksana tersengat listrik ketika lidah dirgo melumat itilnya dalam jilatan dalam dan panjang..
“oucch begini rasanya.. Anak setan pantesan ibukmu mau.. Ouhh enaknya… Jangan jangan disedot itilku., auuhh ampun enaknyahh.. “sulikah menceracau tak karuan, perempuan desa yang tak pernah merasakan oral seks itu kini telah lupa bahwa tadi dia menolak dan mengutuk perbuatan itu. Dirgo pun semakin bersemangat mengerjai vagina buliknya, dua jarinya kini keluar masuk di lubang nikmat itu, sementara lidahnya menjilati itil yang semakin bengkak mengeras.
“ohhh.. Kamu apain bulek go.. Aduuuhh enaknya.. Jangannh.. Jangannh.. Disedot lagi.. Ampunn go.. Bulek keluarr.. Ouuuhhh” dirgo merasakan getaran hebat di paha buleknya kepalanya dijepit dengan kuat oleh kedua paha itu, dirgo gelagapan tak bisa bernafas, tapi ia bertahan dengan menghisap kuat itil bengkak buliknya untuk memaksimalkan orgasme yang dirasakan buleknya.
Sulikah menggelepar seperti ayam disembelih, vaginanya berkedut ribut menyemprotkan cairan yang mengalir melalui jari jari dirgo. Tubuh mulus itu kini lemas telungkup diatas jok motor. Dirgo bangkit dari jepitan paha buleknya, sejenak ditunggunya agar badai orgasme buliknya mereda. Setelah yakin buleknya siap pun memposisikan kontolnya di lobang basah itu.
“sleep..” sulikah merasakan kontol dirgo memasuki dirinya, “besarnya pasti sama dengan punya kang jarwo, “pikir sulikah, tapi tunggu dulu.. Kontol itu sangat panjang hingga menjangkau bagian yang belum pernah di jelajahi kontol suaminya dan ada rasa yang geli sekali begitu kontol itu mulai bergerak keluar masuk.
“ouuuhc geli.. Geli.. Aduuh.. Enak tenan kontolmu le.. Teruss.. Ouhh” sulikah sudah lupa penolakanya tadi, mulutnya menceracau dengan kata kata kotor yang dalam sehari hari tak pernah terucapkan, dirgo takjub dengan perubahan pada buliknya ini.. Ia pun semakin bersemangat memompa vagina buliknya yang rapat menggigit.
“uenak’e tempekmu lek.. Ouhh”
“terus go.. Yang dalem.. Entot bulek ya.. Itu.. Terus yang kenceng bulek mau keluar.. Ouuuhh”
Dirgo merasakan kedutan di vagina buleknya makin liar dan seiring lenguhan panjang dari mulut buleknya vagina itu berkedut cepat, dan menyedotnya kuat disertai guyuran kental hangat yang menyirami kepala kontolnya, dirgo menggeram panjang, menancapkan kontolnya dalam dalam dan membombardir rahim buleknya dengan rudal rudal sperma miliknya, iapun jatuh tertelungkup memeluk buleknya diatas motor itu.
“ayo kita pulang” bisik sulikah pelan, dirgo bangkit, kontolnya yang telah layu perlahan dicabutnya, ada aliran cairan putih ikut keluar bersamanya. Sulikah dengan cepat memakai bajunya, dan ketika tinggal memakai kerudung motor itu juga sudah dinyalakan.
Sepanjang perjalanan mereka hanya diam, tapi dirgo lega tubuh buleknya menempel erat di punggungnya, beda sekali dengan ketika berangkat jangankan menempel berpegangan saja tidak.
Rumah itu sepi sekali ketika dirgo menghentikan motor di halaman. Sulikah turun ada kesan canggung ketika ia harus berdiri berhadapan dengan dirgo.
“kamu langsung pulang saja ya go” ucap sulikah pelan sambil menunduk, entah mengapa sekarang ia merasa malu sekali seperti abg yang baru mengenal pacaran.
“iya bulek, makasih ya, “dirgo memutar motornya iapun tak mau dalam suasana canggung terlalu lama.
Bulan sabit menerangi jalan desa itu, ketika akan keluar dari batas desa dirgo melihat kerlip cahaya lampu motor di kejauhan, dirgo berhenti dan bersembunyi dibalik gelap rimbunya pohon, dan tak lama lek jarwo suami sulikah melintas. Bulan sabit masih bersinar, dirgo melanjutkan perjalanan dengan riang dan bersenandung..
’ aku anak sehat, tubuhku kuat’
’ karena ibuku rajin dan cermat’
’ semasa aku bayi, selalu diberi ASI, hingga gede gini’
“masih suka ASI”
*****************************