31 Oktober 2020
Penulis — Mekiver
Malam itu angin bertiup kencang, dingin menusuk tulang. Atikah menemani suaminya menonton tv di ruang tengah, keduanya tampak mesra duduk berdua di sofa dengan tangan darsono membelai paha atikah, diam tanpa kata kata, keduanya larut dengan tontonan sinetron di tv.
“ciee.. Pacaran nih..“celetuk dirgo tiba tiba dan langsung bergabung duduk di samping ibunya, darsono langsung menarik tanganya dari paha istrinya.
“di kamar terus ngapain go” tanya atikah
“gak ngapa ngapain buk, smsan aja ma temen temen” jawab dirgo.
“kata ibumu kamu pacaran sama dini, apa sudah kebelet kawin go?” celetuk darsono bapaknya.
“boro boro kawin pak, lagian siapa yang pacaran” jawab dirgo sambil mencubit bokong ibunya. Atikah terlonjak kaget dengan cubitan itu karena memang dari tadi hanyut dengan cerita sinetron.
“kenapa buk?” tanya darsono heran.
“nyamuk pak, gigit kakiku” jawab atikah sambil pura pura menggaruk kakinya.
“kamu jangan macem macem go ma dini, kamu taukan biarpun jauh dini kan masih kerabat juga” kata darsono lagi.
“pacaran aja gak, kok macem macem pak” jawab dirgo sewot, dini teman sekelasnya, bapak dini adalah sepupu bapak dirgo, jadi memang dia dan dini masih ada hubungan darah yang dirgo sendiri tidak tahu apa namanya. Dan seperti dirgo dan joko, dini dan murni juga sahabat karib, bedanya murni lebih agresif sedang dini cewek alim yang pendiam.
“kulonuwun…(salam dalam bahasa jawa)“lamunan dirgo buyar seketika ketika suara salam itu begitu keras terdengar dari teras rumahnya.
“monggo” jawab mereka bertiga serempak, tergopoh gopoh darsono keluar diikuti istrinya, dirgo tampak mengekor di belakang.
“dek jarwo, dek likah.. Waduh kok tumben mari mari silahkan masuk” ucap darsono kepada tamunya yg ternyata adalah adik iparnya. Jarwo adalah suami likah adik atikah ibu dirgo. Mereka tinggal di desa sebelah, lumayan jauh juga, ada 10 km dari rumah dirgo. Jarwo berbadan gempal agak pendek wajahnya tergesan galak dengan bibir tebal dan hidung besar, sulikah atau biasa dipanggil likah adalah foto kopi dari atikah kakaknya hanya saja tubuhnya lebih kecil, mereka sudah 15 tahun menikah tapi sayang belum juga dikaruniai momongan.
“ada perlu apa dek jarwo kok malem malem tumben dolan kesini?” tanya darsono membuka pembicaraan.
“anu kang, cm mau tanya soal sapi kang margono yang katanya mau dijual, aku dengar kang darsono yang disuruh jual” jawab jarwo mengutarakan maksud dan tujuanya.
“bakalan lama nih” pikir dirgo, jarwo pakleknya itu memang blantik atau maklar sapi dan biasanya kalau urusan begini pasti akan lama karena pembicaraan akan melebar kemana mana, dirgo melihat ibunya bangkit dari duduknya, sedari tadi hanya dirgo yang diam tak ada yang diajak ngobrol, karena atikahpun sejak duduk sudah ngerumpi dengan likah adiknya entah apa yang dibicarakan dan begitu ibunya masuk dirgo langsung mengekor dari belakang.
“loh kok ikut ke dapur go, temanin bulekmu sana di depan” ucap ibunya yang melihat dirgo yang ikut ke dapur.
“males buk, gak tau mau omongin apa ma bulek.” jawab dirgo sambil duduk di kursi kayu di sudut dapur itu. Ibunya rupanya akan membuat kopi untuk suami dan kedua tamunya.
“kamu mau kopi juga?” tawar ibunya.
“iya buk, belum ngopi tadi”
Dirgo memperhatikan ibunya yang sedang menyalakan kompor, perempuan matang yang selalu jadi hayalan hayalan jorok dirgo setiap hari. Rambutnya yang tebal, hitam legam selalu jadi daya pemikat bagi dirgo. Perlahan didekatinya ibunya yang sedang mencari gula di rak atas. Lembut diusapnya susu ibunya yang terbungkus kutang.
Atikah sejenak kaget, tapi tak menghindar, matanya dengan waspada mengawasi pintu dapur dimana sinar lampu ruang tengah meneranginya dan bila ada orang yang mendekat maka bayangannya akan lebih dulu sampai di depan ambang pintu. Atikah menggeliat kecil jari jemari anaknya lembut meremas remas susunya, atikah sadar dengan usia muda dirgo maka akan sulit baginya menahan nafsu birahi, dalam hitungan detik atikah merasakan tonggak keras dan hangat menggesek gesek pantatnya.
“sudah nak, banyak tamu di depan” ucap atikah pelan, tp jg tak berusaha melarang dirgo yang terus memberi rasa nikmat di susunya.
“kalau tamunya pulang, mana bisa buk” bisik dirgo di telinga ibunya. Bisikan itu begitu hangat dan basah di telinga atikah, dan atikah berpikir memang anaknya benar kalau tidak ada tamu akan sulit untuk bisa bermesraan dengan anaknya.
“sudah nak.. Ehh” rintih atikah, ia memang mudah terangsang bila susunya diremas remas, apalagi dirgo juga memilin milin putingnya yang mulai mengeras.
Tak sampai disitu jari jari dirgo kini merayap di selangkangan ibunya, daster bawahnya kini telah naik karena dirgo ingin mengusap dan menikmati vagina ibunya tanpa penghalang apapun
“buk, celananya lepas ya..”
“jangan nak..” cegah atikah lemah hampir tak terdengar, dirasakanya jari jari anaknya bergerak liar di balik celana dalamnya, menguak lubang nikmatnya yang mulai basah oleh rembesan lendir nikmatnya, atikah menggelinjang celana dalamnya kini telah melorot di lututnya, dirgo dengan santai mengait celana dalam itu dengan jari jempol dan menariknya kebawah hingga menjubel di mata kaki ibunya, lalu dengan lembut dibukanya kaki ibunya agar lebih lebar, kini atikah berdiri dengan kaki terbuka lebar, badanya sedikit condong ke depan dengan tangan bertumpu pada meja dapur.
“sudaaah nak… Jangann” bisik atikah melarang lemah. Naluri ibunya mengatakan ini tak boleh dan berbahaya, tapi disisi lain perasaan was was takut ketahuan membuat birahinya ibarat gelombang pasang, dalam sekejap vaginanya telah basah kuyup cairan putih lengket nampak meleleh di ujung ujung jembutnya dan menetes di lantai dapur.
Dirgo merosot turun duduk di lantai dapur aroma khas dari vagina basah ibunya membuat lidahnya terasa gatal ingin menikmatinya
“buk besok jembutnya dicukur ya” ucap dirgo pelan, jari jarinya sibuk menguak rimbun jembut ibunya yang menutupi jalan surga itu.
“kamu apain ibu nak.. Esstt” atikah menggelinjang ketika lidah dirgo anaknya terasa panas menjilati itilnya yang tegang memerah, nikmat yang memabukan, nikmat yang tak pernah dirasakanya dari darsono suaminya, atikah kelojotan oleh mulut anaknya, sendi sendi kakinya sebenarnya sudah sangat lemas, tapi ia bertahan dengan bertumpu di meja dapur.
“anak kurang ajar.. Km apakan tempek ibuk nak” rintih atikah pelan, nikmat yang tak tertahan, nikmat yang tak pernah ia rasakan dari suaminya. membuat atikah lupa dimana dia berada dan dengan siapa mengayuh perahu birahi itu.
“mbbakyu… Kau..”
Sulikah adik kandung ibu dirgo berdiri di ambang pintu dapur, terpana dengan mulut terbuka dan mata membeliak tak percaya dengan apa yang dilihatnya, begitu terkejutnya ia hingga sekejap hanya bisa mematung, di dapur itu kakak kandungnya yang selalu dihormati dan dibanggakanya berdiri setengah telanjang dengan kepala anak kandungnya berada di antara kakinya.
Sejenak sunyi suasana di dapur, atikah dan dirgopun tak kalah terkejutnya, suasana itu seakan sebuah film yang tiba tiba di pause, dan seluruh adegan berhenti tiba tiba, sampai akhirnya desis suara air mendidih menyadarkan mereka bertiga.
“dek likah.. Sa.. Saya bisa menjelaskan” ucap atikah terbata, tp sulikah hanya memandang dengan bingung kemudian berbalik kembali ke ruang tamu.
“bagaimana buk” tanya dirgo bingung. Atikah masih diam wajahnya nampat kalut, air didalam teko sudah mendidih ribut dan dengan gemetar dituangkanya kedalam gelas berisi kopi dan gula.
“bulekmu sudah terlanjur tahu, tapi ibuk yakin dia akan jaga rahasia.. Sudah gak papa nanti biar ibuk yang bicara” ucap sulikah pelan, dari nada suara itu dirgo tahu ada ketakutan besar disana.
“aku harus melakukan sesuatu” pikir dirgo, ia menghempaskan pantatnya di kursi di sudut dapur, terdiam dan berpikir keras.