31 Oktober 2020
Penulis —  Mekiver

Kampung di tepi hutan jati

Pagi yang cerah, dirgo menikmati kopinya dengan duduk di teras depan rumahnya, sesekali melambai dan menyahuti sapaan orang orang yang melintas di jalan depan rumahnya, jalan desa kecil yang hanya ramai bila pagi dan sore hari ketika warga kampung berangkat dan pulang dari sawah, maklumlah desa itu hanyalah desa kecil di tepi hutan jati.

“lukamu sudah sembuh go” tanya darsono bapaknya di tanganya tampak menenteng sebuah cangkul, rupanya akan berangkat ke sawah.

“sudah pak” jawab dirgo, dirgo masih ingat betul peristiwa naas 2 minggu lalu, siang itu panas terik, dirgo sedang menyiram halaman rumahnya yang berdebu ketika sebuah truk pasir melintas kencang dan melindas sebuah botol kratingdaeng “dokk!!” dirgo yang berdiri tegak di pinggir jalan semula tak begitu perduli sampai akhirnya ada rasa perih di selangkanganya ketika menengok ke bawah celana kolor yang dipakainya telah bersimbah darah.

Sontak ia berteriak minta tolong ibunya. Lebih parah lagi ibunya langsung pingsan melihat anaknya berdarah darah, untunglah ada 2 orang tetangganya yang melintas dan memberikan pertolongan, alhasil 4 jahitan harus diterima burung dirgo dan untungnya lukanya juga tak terlalu dalam, kalau di posisi tegang lukanya tepat di bawah kepala karena memang dirgo ga pernah pake cd dan pas ketika beling itu menggoresnya burungnya sedang menggelantung ke bawah.

“bapak ke sawah dulu go” pamit bapaknya yang sudah keluar dari halaman rumahnya.

“ya pak.” jawab dirgo singkat, dipandangnya punggung bapaknya yang bergerak menjauh dari pandanganya, darsono berkulit hitam legam dengan otot otot kekar khas orang desa, tapi tubuhnya kecil dengan tinggi hanya 160cm, beda sekali dengan dirgo anaknya di usia 18 tahun dirgo sudah 173cm dengan kulit sawo matang dan atletis.

Mungkin dirgo mewarisi gen ibunya, atikah sendiri adalah wanita bongsor dengan tinggi 168, dan berat 65, dengan pantat dan dada nampak besar dan kencang, kulit kuning langsat, mata hitam lebar dan bening, hidung sedang gak terlalu mancung tp jauh dari pesek, bibir penuh dengan deretan gigi putih rapi. Dirgo sendiri sangat bangga dengan kecantikan ibunya karena memang di desanya hanya beberapa saja yang mampu sejajar dengan ibunya, baik itu kecantikan maupun kemolekan tubuhnya.

“lukamu dah kering go” tanya atikah ibu dirgo dari ambang pintu dan sapu lidi di tanganya.

“sudah kok bu” jawab dirgo singkat. Atikah terdiam sesaat sebenarnya ada ganjalan dalam hatinya yang ingin diungkapkan. Berawal dari percakapan dengan suaminya semalam. Darsono rupanya khawatir kalau luka itu akan mengganggu kinerja dari burung anaknya.

“kamu liat buk burung anak kita, masih normal apa tidak” kata darsono malam itu.

“liat bagaimana pak, lha wong tak bantu bersihkan lukanya dia tidak mau, tak paksa juga tak mau” jawab atikah.

“ya dibujuk pelan pelan buk, aku lho kuatir, kalo burungnya tidak bisa dipake, trus siapa yang akan memberi kita cucu?”

kata kata darsono masih terngiang di telinga,“trus siapa yang akan memberi kita cucu? “dan dirgo adalah anak satu satunya, sudah beberapa kali sejak musibah itu atikah meminta untuk membantu merawat lukanya tapi dirgo dengan tegas menolak, dan rasanya percuma membujuk dirgo karena atikah tau betul sifat anaknya, kukuh, ngotot dan keras kepala.

“kamu mandi dulu sana” kata atikah dan mulai rutinitasnya membersihkan halaman rumahnya yang kotor oleh daun2 kecil yang terbawa angin. Dirgo masih duduk di kursi kayu dengan santainya tp sepintas atikah tahu kalau anaknya memperhatikanya, yang sedang menyapu, atikah tersenyum dalam hati, akhirnya ia tahu apa yang harus di lakukan.

Dirgo nampak gelisah duduk di kursi, bekas jahitan di burungnya terasa gatal, biasanya dia akan mengelus elus bekas jahitan itu bila dia sendirian di kamar, tapi ini di teras rumah dan ada ibunya. Mungkin karena melihat ibunya rasa gatal itu muncul, wanita matang yg sedang menyapu itu telah lama menarik perhatian dirgo, meski dibalut daster panjang semata kaki tp bulatan dari buah pantat ibunya begitu menggoda, dadanya yang montok dan terlihat berat menggantung menambah rasa geli di burungnya, dan perlahan burung itu bangun dari tidurnya, dirgo menaikan kedua kakinya ia tak mau ibunya melihat tenda di celana kolor yang dipakenya karena memang dia tak memakai celana dalam.

“hehhh.. “dirgo bernafas berat ketika ibunya sudah masuk rumah, dengan cepat ia membetulkan letak burungnya yang tersangkut di kolornya, sejak luka itu mulai sembuh seminggu lalu ada yang aneh dengan burung dirgo, sering kali tiba tiba gatal dan tegang bila melihat wanita dan sialnya di rumah ini ada wanita cantik yang selalu membuat gatal bekas luka itu.

“go.. Bantu ibuk nyuci ya” ujar atikah dari ambang pintu. Dirgo menoleh dan “plass..” jantung dirgo seakan berhenti berdetak, ibunya telah berganti baju dan kini hanya mengenakan daster dengan potongan leher rendah, nampak sedikit belahan dadanya yang sesak berhimpitan ditampung oleh beha yang talinya terlihat berwarna hitam.

“kok malah bengong, ayo bantuin ambil air” ujar atikah lagi, terselip rasa bangga dalam hati atikah melihat betapa anaknya yang muda dan ganteng tampak begitu terpesona melihat tubuhnya. “i.. Iya bu, duluan deh tak habiskan kopi dulu” jawab dirgo beralasan. Dia hanya tidak ingin ibunya melihat tenda besar di celana kolornya.

“aman deh, kalo gini kan ngaceng gak begitu kliatan” pikir dirgo sambil tersenyum mesum. Bergegas dirgo ke belakang, nampak ibunya sedang merendam baju baju kotor ke dalam sebuah ember plastik besar. Halaman belakang rumah dirgo sudah dipagar tembok setinggi 2 meter, dan sebuah sumur dengan kerekan ada di sudut kanan dimana atikah ibunya sedang mencuci baju disitu, rimbunan pohon mangga membuat tempat itu selalu sejuk walaupun matahari mulai bersinar terik.

“ini diisi penuh go” kata ibunya sambil mengangsurkan 2ember plastik besar ke arah dirgo yang sudah memegang tali kerekan sumur. Dirgo mulai menimba air, ibunya tepat disampingnya hanya terhalang 2 ember plastik, atikah sendiri duduk diatas dingklik (bangku kecil dari kayu) dasternya yang rendah tentu saja tidak dapat menutupi paha mulusnya, kuning langsat dengan bulu bulu halus, bahkan beberapa kali dirgo dapat melihat kearah celana dalam yang sedang dipakai ibunya.

“sudah go, jangan terlalu penuh, bantu ibuk ngucek ya” kata atikah.

“ya buk” jawab dirgo singkat sambil menyeret dingklik dan duduk di depan ibunya, ia lalu mengambil kaos kotor di rendaman, dan mulai menguceknya dengan sabun, mereka duduk berhadapan, atikah duduk didepan anaknya dengan kaki terbuka lebar, paha mulusnya tampak berkilau karena beberapa kali terpercik air sabun.

“ini gila.” bisik suara hati atikah, ia tahu anaknya bahkan bisa melihat rimbunan rambut dimemeknya karena memang celana dalam yg dipakainya juga tipis, ini tabu dan memalukan.. tapi ada perasaan aneh membuainya dalam birahi yang memabukkan.

“sekolahmu kapan masuk go” tanya atikah sambil menunduk mengucek gamis yang kemarin dipakainya buat arisan PKK.

“masih seminggu lagi buk” jawab dirgo, sekolah memang sedang libur panjang kenaikan kelas. Dirgo begitu terpukau dengan paha paha mulus di depanya, begitu halus, begitu mulus, begitu dekat hanya sejangkauan tangan dan hebohnya atikah ibunya tak berusaha menutupi auratnya yang terbuka. Burung joko menggeliat geli dan perlahan mengeras kokoh.

Atikah melirik sepintas ke selangkangan dirgo, tampak senyum kecil disudut bibirnya, “anakku masih bisa ngaceng, tapi apa iya sebesar itu” pikir atikah karena melihat bayangan mentimun besar di selangkangan anaknya.

“kamu pacaran sama dini ya” tanya atikah sambil meneruskan ucekan yang tinggal 2 buah sarung milik suaminya.

“gak buk, memang ibuk dengar dari siapa?” jawab dirgo balik bertanya, mata ibunya yang selalu tertunduk pada cucian, membuat mata dirgo berpesta pora menikmati mulusnya bagian bawah tubuh ibunya.

“dari ibu ibu pas belanja di depan” jelas ibunya, depan rumah dirgo tiap jam 5pagi memang ada penjual sayur keliling yang selalu ramai dengan ibu ibu. Dini sendiri adalah adik kelas dirgo dan juga tetangga berselang 5 rumah.

“halah cm isu buk, eh sarungnya biar dirgo ucek, ibuk yang bilas.”

atikah menyerahkan sarung yang baru mau diuceknya, berdiri dan mulai membilas pakaian yang telah diucek dengan sabun, ember yang rendah membuatnya harus membilas dengan posisi menunduk rendah, dirgo terkesiap potongan daster yang rendah itu membuat buah dada ibunya seakan mau loncat keluar, kutang hitam itu seakan tak cukup muat untuk menampung buah dada atikah yang menggelembung indah, dirgo mengernyit, ada sedikit nyeri di bekas luka karena kontolnya sudah tegang setegang tegangnya.

“hadeuh gila bener mulus dan guede susumu buk..” bisik dirgo dalam hati.

“buk dasternya baru ya?” celetuk joko tiba tiba. Atikah terkejut dan sekejap merah mukanya karena malu.

“gak nak, daster jelek gini, bapakmu yang gak suka kalau ibuk pakai siang hari..” jawabnya.

“bapak katrok sih, ibu pantes dan cantik kalo pake baju ini” jawab dirgo sebenarnya dia ingin bilang sexy tapi takut nanti ibunya tersinggung.

“sebenarnya ibuk juga suka daster ini, gak ribet juga isis adem, malah ibuk punya 2, yang ijo ini sama merah di lemari, kainnya juga halus.. “jelas atikah

“masa sih..” ucap dirgo setengah tak percaya, ia mengelap tanganya yang berlumur sabun dengan bagian belakang celana kolornya. Kemudian dengan berani menjangkau sisi samping buah dada ibunya dengan pura pura merasakan kehalusan bahan kain daster itu.

Atikah terkesiap, darahnya berdesir, anak kandungnya berani dan dengan sengaja menjamah susunya, meski hanya bagian samping luar tapi tetap sensasi itu terbawa ke memeknya yang mendadak geli dan mengeluarkan cairan kental hangat, atikah tahu celana dalamnya telah basah dibagian depan.

Dirgo sendiri sudah tak kuat lagi, selesai ucekan terakhir sarung bapaknya dirgo langsung mengakhiri acara mencuci penuh nafsu itu, pergi ke kamar dan mengocok burungnya sambil menghayal ngentot dengan ibunya.


“dirgo gimana buk?” tanya darsono pada istrinya, malam telah larut diluar hanya terdengar suara jangkrik dan belalang, darsono sendiri telah berada di atas dipan memeluk tubuh montok istrinya.

“aku mesti gimana pak.. Aku bantu merawat lukanya, dia gak mau” jawab atikah lirih, entah kenapa dia berbohong, padahal ia yakin betul bahwa kontol anaknya normal bahkan lebih dari normal untuk ukuranya.

“ya bu’e usaha gimana gitu, biar hatiku tenang kalau tahu anak kita masih normal itunya” jawab darsono sambil meremas remas lembut susu istrinya.

“usaha gimana pak caranya?” tanya atikah pura pura bodoh, sambil menikmati tangan kasar suaminya yang menjamah susunya.

“mosok kalau dirgo bu’e pameri susumu gimana? Kalo gak ngaceng berarti anak kita impoten”

atikah sejenak kaget dengan ucapan suaminya,

“pak’e ini ngawur saja, aku ini ibunya, wes gak mau aku” jawab atikah beralasan.

“lha gimana lagi buk” darsono menggumam lirih, atikah terdiam ia membuka kakinya ketika darsono menarik ujung bawah dasternya, suaminya menindih dapat dirasakanya ujung kontol darsono mencari jalan kepintu lembab memeknya dan “sleeb” rasa nikmat menjalar dari selangkanganya ketika suaminya mulai mengayuh perahu cinta mereka, namun tak lama semua berakhir dengan guyuran kental hangat di lobang peranakanya.


“gak gerah buk, pke baju kaya gitu?” tanya dirgo pada ibunya yang berdiri di ambang pintu, bayangan bapaknya yang pergi ke sawah baru saja menghilang di telan rimbun pohon pohon di pematang sawah.

“gerah juga, bapakmu sukanya gini kok” jawab ibunya sambil memandang daster panjangnya yang menutupi mata kaki.”kamu dah sarapan go?” tanya ibunya.

“belum buk, ibuk sudah?”

“belum juga, yuk sarapan bareng.” jawab atikah sambil menggamit tangan anaknya agar berdiri, sekilas dilihatnya guncangan benda besar di kolor anaknya ketika bangkit berdiri.

“sambelnya ambil dulu di dapur, ibuk tak ganti baju yang enak” ujar atikah, dirgo sendiri kemudian melangkah ke dapur, mengambil sambil dan duduk menunggu ibunya di ruang makan. Dia sampe terbelalak ketika ibunya muncul di ruangan itu, dengan daster mini seperti kemaren, hanya sekarang warna merah, rambutnya hitam, panjang yang tadi diikat ala kadarnya kini terurai, rambut atikah lurus alami, joko baru menyadari betapa indah rambut ibunya, biarpun tak pernah kesalon untuk rebonding tapi rambut ibunya begitu lurus indah alami.

“kamu kenapa nak?” tanya atikah yang melihat anaknya ternganga. Sengaja ia tadi melepas kutang karena ingat saran suaminya semalam.

“ibuk cantik banget” jawab dirgo spontan. Atikah merasa melambung bangga, ia tahu anaknya memperhatikan susunya yang tak berkutang, tatapan dirgo seakan menyusuri setiap inchi demi inchi tubuhnya, atikah tahu, putingnya mengeras, dan sekarang tonjolan puting itu begitu kentara membayang dibalik kain dasternya.

“biar dirgo yang ambilin buk” tawar dirgo ketika melihat ibunya akan mengambil nasi. Dirgo bangkit sontak kontolnya yang ngaceng tegak berdiri membuat tonjolan tenda besar di kolornya yang tipis. Atikah terbeliak kaget, dan dengan mulut menganga matanya memandang lekat tenda besar di kolor anaknya, atikah yakin kontol anaknya ini 3x lebih besar dari milik suaminya.

“ada apa buk?” tanya dirgo ada perasaan bangga memamerkan kontol 17cm miliknya, meski masih di balik kolor.

“gak da pa pa.” jawab atikah singkat, mukanya merah karena malu.

Mereka berdua sarapan dengan diam karena larut dengan pikiranya masing2. Dirgo masih takjub dengan penampilan ibunya pagi ini, ia seperti melihat gadis umur 20tahun dan bukan ibunya yang sudah 35 tahun.

Selesai sarapan atikah memulai aktifitasnya di dapur untuk memasak buat makan siang, dirgo yang sudah ngaceng berat melihat penampilan ibunya mengekor dari belakang.

“kamu kok ikutin ibuk terus, gak maen sama sobatmu joko itu?” tanya ibunya, joko adalah teman sekelas dirgo dan juga tetangga mereka.(baca: Ibu Pura Pura Diam the series)

“joko juga jarang kluar buk, kalo tak ajak kluar, mals katanya”

“ya maen sama dini pacarmu itu”

“mals, enakan di rumah sama ibuk”

“kok bisa?” tanxa atikah, sambil mencuci beras.

“abis sekarang ibu cantik dan sexy” jawab dirgo sambil tersenyum mesum.

“berarti dulu gak cantik donk” jawab ibunya cepat.

“ya gak juga, dulu juga cantik tapi kan ibuk dulu tertutup terus pakaianya.”

“kamu suka ya ibuk pake begini?”

“suka banget buk, dirgo janji kalau ibuk pake sexy, dirgo gak akan keluyuran lagi” janji dirgo karena ingat ibunya selalu marah jika ia kluyuran gak jelas.

“tapi kalau bapakmu tau ya pasti marah go” ucap ibunya sambil menyalakan kompor, dirgo dengan cepat mengambil panci yang sudah berisi air, posisi mereka yang berdempetan dan kompor yang agak tinggi membuat sikut joko menempel di susu ibunya, dan ia berlama lama memegang panci itu.

“kamu ngapain nyikut nyikut susu ibu” tanya atikah tapi juga tidak berusaha menghindarkan susunya dari sikut anaknya.

“habis susu ibuk gede banget” jawab dirgo polos. Kontolnya sudah tegak tegang dan mencucuk cucuk pantat ibunya. Dirgo sudah tidak tahan lagi tanganya lalu meraih susu besar ibunya dan meremas remas lembut. Atikah kaget dengan keberanian anaknya tapi ia berusaha berlaku sewajar mungkin tanpa menepis tangan dirgo, ataupun menghindar dari mentimun besar yang menempel di pantatnya.

“sudah ah, ibuk repot, kamu ini pegang pegang ibuk, sedang kontolmu sakit ibuk gak boleh liat” ujar atikah

“owh itu, habis dirgo malu buk, tapi sekarang sudah gak buk, kan ibuk juga boleh susunya dirgo pegang”

“aku kan ibukmu go, masa sama ibuk sendiri malu, ibuk kan jadi sedih”

“iya maaf buk..” jawab dirgo sambil memeluk ibunya dari belakang, hidungnya dibenamkan di leher ibunya yang sedikit berkeringat, sementara kedua tanganya menangkut gundukan lembut nan kenyal di dada ibunya.

“sudah go, sibuk ini” ucap ibunya pelan sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan anak kandungnya.

“sekarang sudah gak malu lagi buk” kata dirgo sambil melepas celana kolornya.

“astaga” pekik atikah spontan, kontol dirgo kini terbuka dengan gagahnya, coklat tua panjang 18cm dengan diameter hampir 4cm.. Sehingga kontol itu terlihat panjang sekali. Atikah melongo teringat kontol suaminya yang kcil mungil.

“sebenarnya sudah gak sakit, tapi gatal sekali buk bekas jahitanya. “dirgo kemudian duduk di meja dapur, atikah blank.. Dia hanya diam terlongong, di depanya kini tegak menjulang kontol muda yang kokoh dan menggiurkan. “pegang donk buk..” perintah dirgo dan membawa tangan ibunya ke arah kontolnya. Atikah masih terkesima kontol itu kini dalam genggamanya, terasa hangat dan berkedut, bekas jahitan itu terasa sedikit kasar, dan reflek jari jari atikah mengocok kontol anaknya.

“enak buk.. Terus” lenguh dirgo yang merasa nikmat, atikah seakan sadar dan melepas genggamanya tapi dirgo dengan sigap menggenggam tangan ibunya agar tetap melingkari kontolnya.

“kalo sudah sembuh ya sudah nak, mau apa lagi” ucap atikah sambil mengocok pelan pelan kontol anaknya, dadanya bergemuruh oleh nafsu.

“buk dirgo boleh liat susu ibuk” pinta dirgo, tapi tanganya sudah meremas remas lembut susu ibunya. Atikah diam tapi tangan kirinya bergerak menjangkau leher bajunya yang rendah dan ternyata molor, menariknya ke bawah dan meloncat dua gunung lunak nan empuk, padat dan halus, putingnya tegak dan sedikit panjang.

“susumu gede dan montok buk” puji dirgo sambil mengusapi dada ibunya, atikah menggelinjang tangan itu begitu halus beda sekali dengan tangan darsono suaminya yang kasar karena tiap hari bergelut dengan cangkul.

“buk dirgo boleh pegang memek ibuk” pinta dirgo polos seakan tanpa dosa.

“jangan nak, aku ini ibumu, sebenarnya ini sudah terlalu jauh” tolak atikah tapi tetap membiarkan tangan anaknya yang terus meremas dan mengusapi susunya.

“sudah ya nak, nasinya mau tumpah tu” kata atikah sambil melepaskan genggaman di kontol anaknya karena melihat beras yang direbusnya sudah mendidih dan sebagian tumpah membasahi kompornya. Dirgo terlihat sedikit kecewa, dia turun dari meja dapur dan keluar dari dapur, masih dengan tanpa celana ia menuju ruang tamu dan mengunci pintu depan trus kembali lagi ke dapur, dilihatnya ibunya masih sibuk menanak nasi.

“ibuk masih sibuk nak” keluh atikah tapi juga membiarkan tangan anaknya bermain di bokongnya. Dirgo tersenyum ketika tanganya menyelinap masuk di daster ibunya dan merabai pantat bulat itu, ibunya tak pakai celana dalam.

Atikah menggelinjang jari jari anaknya kini hinggap dipermukaan vaginanya dan merabai jembutnya yang rimbun dan lembab.

“dirgo sudah dong, ini ibu nak” pinta atikah tapi juga tak ada gerakan yang menolak perlakuan anaknya yang menjamahi aurat paling terlarangnya.

“gak adil buk, ibuk kan sudah pegang pegang kontol dirgo” jawab dirgo bergetar suaranya oleh nafsu, dengan lembut dia menarik pantat ibunya kebelakang dan mendorong pelan punggung ibunya agar menunduk, kini atikah sudah berdiri dengan posisi nungging dan tangan berpegangan pada meja dapur.

“jangan nak.. Aku ini ibumu” ucap atikah lemah ketika kaki dirgo menggeser kaki kananya agar mengangkang lebih lebar, nanar dirgo memandang vagina itu, jembut ibunya begitu lebat hingga menutupi pintu nikmat itu, dirgo menyibakkan jembut dan membuka vagina ibunya, merah dan basah itilnya tegak runcing dan kaku seakan menanti sentuhan jari jari dirgo, lembut ia mengusap itil itu, atikah menggeliat lututnya seakan lumpuh oleh sentuhan itu tubuhnya melorot jatuh dan kini ia telungkup bertumpu lutut yang terpentang lebar, mengekspose vagina dengan vulgar di depan wajah anak kandungnya.

Seumur hidup dirgo baru kali ini melihat dan memegang vagina.. Jari jarinya gemetar ketika perlahan jarinya menyusup ke dalam panas lobang vagina itu, dirgo takjub dari lobang ini ia lahir ke dunia, tapi kenapa begitu kecil dan sempit. Vagina itu juga sangat basah, dirgo perlahan mendorong jarinya keluar masuk.

“owwh enaknya..“lenguh atikah parau, sensasi bahwa yang mengerjai vaginanya adalah anak kandungnya membawa atikah ke gairah tertinggi yang pernah dirasakan olehnya. Sampai sebuah sensasi aneh membawa gelombang nikmat yang belum pernah dirasakan oleh atikah.

“aarggh.. Enaknya tempekku” atikah terhentak hentak oleh gelombang nikmat itu, sesuatu yang hangat, basah, kasar tapi lembut dan hembusan udara panas terasa membuai selangkanganya bahkan terasa juga menggelitik lubang anusnya.. Atikah mengernyit nikmat dan penasaran dengan sensasi yang baru dirasakanya seumur hidup, ia mengangkat kepalanya untuk melihat apa yang telah dilakukan anaknya..

“astaga.. Dirgo jangan nak tempek ibu kan kotor.. “ceracau atikah berusaha menghindari mulut anaknya yang memporak porandakan vaginanya. Tapi dirgo sudah siap dengan menahan punggung ibunya agar tetap pada posisi itu.. Atikah mengerang panjang itilnya terasa pecah oleh nikmat ketika dirgo menghisapnya..

“aaarggh.. Ibuk ke.. luarrr.. Uuughh” atikah menggapai berusaha mencari pegangan.. Aliran air maninya seperti bendungan yang tiba tiba ambrol, dan dirgo terus menghajarnya dengan sedotan kuat di itil ibunya.. Atikah merasa ada angin dingin yang ikut tersedot dari ubun ubunnya mengalir lembut dan nikmat sampai ke vaginanya yang terus menyemprotkan cairan nikmat..

Dirgo memandang takjub pada tubuh ibunya yang telungkup di lantai dapur, suara desis air mendidih menyadarkanya, segera dimatikanya kompor, ibunya sudah berbalik terlentang, matanya sayu dengan tatap mata seribu arti, dirgo menunduk dan melumat bibir ibunya yang disambut dengan lumatan lemah bibir kenyal itu. Dirgo membopong tubuh ibunya ke kamar dan membaringkanya di ranjang, lemah dan pasrah, bajunya awut awutan, kakinya terbuka lebar, dirgo bergerak menindih ibunya.

“ibuk masih ngilu nak” ucap atikah parau.

“kontolku gatel buk.. Pingin ngrasain tempekmu” bisik dirgo di telinga ibunya. Kontolnya diarahkan ke vagina ibunya, dirgo yang memang belum pernah bersanggama nampak kesulitan mencari jalan nikmat di vagina ibunya. Atikah lalu membantu mengarahkan kepala gundul itu ke lobang peranakanya.”sleep..” kepala gundul itu telah masuk ke lobang nikmat atikah, mata membeliak, vaginanya seakan mau robek, kontol itu terlalu besar baginya karena memang kontol yang biasa menyusuri lorong vaginanya cuma milik darsono yang sangat kecil.

“pelan pelan nak.. Kontolmu gede banget” bisik atikah sambil menahan ngilu di vaginanya. Dirgo merasakan betapa jepitan kuat, tapi lembut dan hangat terasa di kepala kontolnya, perlahan dia mendorong kontol panjangnya di peranakan ibunya. Atikah merintih lirih vaginanya terasa penuh sesak sensasinya sungguh memabukkan jarinya mencengkram erat sprei kasur itu dan serr.. Serr.. Gelombang orgasme kedua melandanya dengan cepat.. Tubuhnya berkelojotan dan terhentak hentak, dirgo merasakan betapa jepitan itu semakin kuat tapi juga lobang itu semakin licin, dengan sekali hentakan ia mendorong masuk sampai semua terbenam di vagina ibunya. Atikah merintih pelan, matanya terbeliak hingga hanya terlihat putihnya saja, perutnya terasa sedikit mulas karena kontol itu terlalu jauh masuk di rahimnya.. Atikah lemas, rasa nikmat memabukkanya, Pasrah.

“tempekmu uewnake buk” bisik dirgo di telinga ibunya, perlahan ia mencabut kontol di benaman vagina ibunya yang kuat menjepit, mendorongnya lagi, sekali, dua kali, tiga kal, berkali kali sampai dirgo merasa lancar dan semakin licin, dirgo terus menggenjot dengan kecepatan tinggi, cepat dan kasar tanpa jeda.. Ia seperti gila dengan lobang vagina yang begitu nikmat. Atikah sendiri sudah tak berdaya.. Bombardir kontol di vaginanya membawa atikah ke alam nikmat yang tak pernah dirasakanya selama ia berumah tangga, tubuhnya lemas dengan hentakan hentakan kecil orgasme panjangnya. Sampai akhirnya tangan anaknya erat mencengkram pantatnya dan menghunjamkan kontol itu sedalam dalamnya.. Atikah menjerit, dirgo menggeram gumpalan lengket dan panas meluncur menerpa dinding dinding rahim ibunya.. Bertubi tubi cairan itu membombardir rahim atikah.. Atikah menggigit pundak anaknya, memeluknya erat. Orgasme yang panjang benar benar melumpuhkanya tubuhnya lemas. Dirgo mencabut kontolnya yang terasa ngilu di jepitan vagina ibunya. Keduanya terdiam meresapi sisa sisa nikmat. Lelah. Lelap.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan