31 Oktober 2020
Penulis —  perjoko

Rumah dosa

Apartemen yang kami tinggali berada di tingkat dua sebuah gedung apartemen yang tingkat pertamanya digunakan untuk lahan bisnis. Tepat dibawah kami adalah toko yang menjual barang-barang dari kulit, seperti tas, jaket, sepatu dan barang-barang lainnya. Dimalam hari cahaya lampu jalan yang temaram sampai juga kedalam kamar-kamar kami.

Tata letak apartemen yang kami tinggali melebar, dengan kamarku dan kamar saudari perempuanku berada di sayap utara, bagian tengah terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan dan dapur, sedang sayap selatan terdiri dari kamar ibuku. Di kedua ujung sayap juga terdapat kamar mandi.

Sedangkan pintu masuk kedalam apartemen juga ada dua, yaitu yang satu dari ruang lobby, ini merupakan pintu utama dan terhubung pada jalan raya di depan apartemen kami, disana terdapat lift dan tangga yang menghubungkan setiap tingkat dari gedung apartemen, menggunakan jalan ini kita akan sampai pada pintu ruang tamu apartemen kami.

Pintu kedua adalah menggunakan tangga darurat yang berada disamping apartemen kami serta terhubung pada gang disamping gedung apartemen. Jika kita menggunakan jalan ini kita akan sampai pada pintu darurat yang terletak didalam dapur. Dapur itu sendiri berada dekat dengan sayap selatan, sehingga begitu kita keluar dari dapur kita akan keluar pada lorong depan kamar ibuku.

Tata ruang yang seperti ini juga memberi kebebasan pada ibuku saat dia berkencan dengan beberapa orang relasinya. Aku tahu persis bahwa ibuku terkadang memberi pelayanan seksual kepada relasi-relasinya tersebut, baik dengan tujuan memperlancar usahanya, maupun sekedar kencan biasa untuk kesenangannya.

Saya ingat salah seorang teman kencan ibu adalah seorang salesman mobil bekas dengan istri dan dua anak yang berusia remaja. Aku tidak tahu apa yang membuat ibu tertarik padanya, mengingat meskipun ibuku menikah diusia muda dan telah memiliki tiga orang anak dari hasil pernikahannya dengan ayahku, tapi ibuku adalah seorang wanita cantik yang awet muda, dengan bentuk tubuh yang masih tetap menggiurkan bagi laki-laki, bahkan aku yakin jika ibu mau ibu masih mungkin mendapatkan jodoh seorang perjaka.

Aku ingat saat pertama kali aku melihat ibuku telanjang, kejadian itu setelah kurang lebih satu bulan sejak aku dan Marta berhubungan seksual. Suatu hari seperti biasa aku kuliah dan pulang lebih awal dari biasanya, rupanya keluargaku termasuk ibuku menyangka bahwa aku yang biasanya sampai kerumah jam 10 malam, masih belum lagi akan pulang, karena hari baru menunjukkan pukul 7 malam.

Setelah aku masuk dan keluar dari dapur, kulihat pintu kamar ibuku terbuka, dan terdengar bunyi yang tak asing lagi suara decit batang penis yang keluar masuk di lubang vagina serta suara kepala ranjang yang mengenai dinding berulang-ulang. Penasaran aku langsung mengintip kedalam, meskipun saat itu lampu di kamar dipadamkan, tapi cahaya lampu jalanan mampu menerangi kamar ibuku melalui jendela kamar, walaupun temaram.

Disana kulihat ibuku tengah bersenggama dengan si Salesman mobil bekas, saat itu mereka tengah pindah posisi dari posisi misionaris menjadi posisi doggy style. Dan aku baru tahu apa yang menarik dari diri si Salesman tadi, rupanya penisnya besar dan panjang melebihi ukuran normal. Aku melihat batang penisnya keluar masuk vagina ibuku dari arah belakang, mereka bersetubuh dengan serunya, sementara ibuku berulang-ulang merintih nikmat, berpadu dengan geraman si Salesman yang juga merasakan kenikmatan gesekan penisnya dengan dinding vagina ibuku.

“Okhhh… hery… akhh…” rintih ibuku, sambil memanggil si Salesman, kulihat ibuku menggoyangkan pantatnya secara bervariasi, kadang didorong kebelakang menyongsong batang penis Hery yang tengah di dorong kedepan, kadang bergoyang kekiri dan ke kanan secara mendadak. Membuat Hery menggeram tak henti-hentinya “Hemmm…

“Kocok lebih keras Her… akhhh…” pinta ibuku pada Hery, yang segera menjawabnya dengan memompa ibuku lebih cepat lagi, “Okhh… Lin… Linda… lubang vaginamu sangat seret dan nikmaatt uugh…” ceracau Hery pada ibuku. Mereka tetap memacu birahi mereka tanpa mempedulikan keringat yang membanjiri tubuh Hery dan menetes pada pantat ibuku.

Lalu dengan sebuah geraman yang keras, “hemmm… ehm…” tiba-tiba tubuh Hery menggigil, ditancapkannya batang kemaluannya dalam-dalam di lubang vagina ibuku, tubuhnya sejenak mengejang, sedangkan ibuku kalang kabut menggoyang-goyangkan pantatnya dengan keras “Akhh… sialan kau Her… aku hampir sampai kau duluan keluar, uh…

Rupanya meskipun ibuku telah menggoyang pantatnya kalang kabut, tapi puncak kenikmatan bersetubuh yang kedua tidak dapat diraihnya. “Maafkan aku Lin… habis makin sini goyanganmu makin yahud saja aku benar-benar tidak tahan menerimanya” jawab Hery meminta maaf sambil merayu ibuku.

Aku sadar ibuku pasti segera keluar dari kamar, maka aku segera menyelinap dibelakang pintu dapur yang sedikit terbuka bekas aku masuk tadi. Dari celah pintu yang terbuka segera kulihat ibuku keluar dari kamar dengan telanjang bulat, sementara wajahnya masih menunjukkan raut kecewa, sedang tangan kanannya ditangkupkan pada selangkangannya lewat celah pantatnya untuk mencegah air mani Hery berceceran kelantai.

Kulihat payudara ibuku yang besar berayun dari kiri kekanan, sementara mount pubicnya tampak melentung kedepan, dengan rambut kemaluan yang lebat menutupinya, kupandangi tubuh mulus ibuku sambil menelan ludah, paha bulat panjang, pinggang yang ramping, pantat besar membulat, dan buah dada yang besar, ditambah dengan wajah yang cantik.

Saat itu juga aku sadar, bahwa aku sangat ingin menyetubuhinya, terbayang dalam benakku, kalau ibu bisa menyukai Hery si Salesman hanya karena batang penisnya yang lebih besar dan panjang dari ukuran normal laki-laki, maka ibuku pasti akan menyukai aku juga yang memiliki batang penis tidak kalah besar dan panjangnya dari Hery.

Ibuku rupanya langsung mandi, karena kudengar suara orang mandi dari balik pintu kamar mandi tersebut, sementara Hery yang telah mengenakan pakaiannya, kemudian keluar dari kamar ibuku. Diketuknya pintu kamar mandi, dan terdengar suaranya “Linda… aku pulang ya” katanya. “He eh…” jawab ibuku pendek, rupanya ibuku masih kecewa.

Hery segera keluar dari apartemen kami lewat ruang tamu, aku sendir segera pergi keluar dengan menggunakan tangga darurat. Dibawah kulihat beberapa temanku yang tinggal di apartemen yang sama, bergerombol di halaman. Rupanya mereka merencanakan main bilyard. Aku ikut dengan mereka main bilyard, tapi hanya satu game setelah itu aku pulang ke apartemen kami.

Kali ini aku pulang lewat jalan depan, sengaja kubuat beberapa suara yang cukup berisik, agar ibuku tahu aku telah pulang, sambil bernyanyi dengan suara sumbang aku mengunci pintu keluar dari ruang tamu. Lalu aku beranjak masuk ke ruang keluarga. Disana kulihat ibuku tengah duduk menonton TV disofa dengan mengenakan daster yang tipis transparent mempertontonkan keindahan tubuhnya.

“Malam Ma… ada acara yang menarik untuk ditonton” tanyaku pada ibuku, “tidak ada acara yang benar-benar menarik untuk ditonton” jawabnya sambil meraih sebungkus rokok Dunhill Light. Diambilnya rokok sebatang dan dinyalakannya, sambil menghembuskan hisapannya yang pertama, ibuku menepuk-nepuk sofa disampingnya, menyuruhku duduk disana.

“Rokok?” tawarnya padaku sambil menyodorkan bungkus rokok Dunhill Light nya, “tentu” jawabku sambil duduk disampingnya dan mengambil sebatang rokok. Saat menyulut rokok, diam-diam aku merasa aneh, karena aku ingat saat pertama aku dating kemari setelah ayahku bunuh diri, aku pernah ketahuan olehnya sedang merokok di tangga, dan ibuku saat itu memarahiku sambil berceramah tidak baik seorang pemuda merokok, meskipun dia sendiri perokok.

“Don, Mama sudah berpikir tentang kamu” katanya memulai percakapan, sambil matanya tetap terarah pada TV, meskipun aku tidak yakin dia bisa menikmati tontonannya. “Memangnya kenapa Mam?” tanyaku sambil melirik ibuku dan menghembuskan asap rokok.

“itu, tentang insiden di acara kamp gereja” katanya perlahan sambil berpaling padaku. “Mam, aku sangat menyesal atas kejadian itu, aku tahu aku telah membuat malu mama dan keluarga kita, aku tidak tahu harus berkata apa, yang jelas aku hanya ingin tahu bagaimana tubuh gadis-gadis jika tidak memakai baju, itu saja tidak ada maksud lain” jawabku mencoba menjelaskan posisiku.

“Kau memang laki-laki normal, karena itu wajar jika kau punya rasa penasaran tentang bagaimana sich tubuh wanita jika tidak mengenakan baju, mama tidak terlalu menyalahkanmu…” mama terhenti sejenak lalu lanjutnya sambil memandang TV kembali.

“Don… kau tahu bahwa dari dulu kamu adalah anak kesayangan mama, tapi karena sudah terlalu lama kamu tidak tinggal dengan mama, maka terkadang sekarang ini sulit bagi mama untuk menganggapmu sebagai anak mama, bukankah ini suatu hal yang logis?, bisakah kau memahami apa yang mama maksudkan?”

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan