31 Oktober 2020
Penulis —  king2001

Petualangan q

Rencana kedatangan nenek ke rumahku membuat seluruh keluargaku mempersiapkan segalanya. Maklum saja, sebagai anak perempuan satu-satunya, ibuku yang merupakan orang cukup terpandang di kampungku, merasa memiliki tanggung jawab moral untuk merawat nenek setelah meninggalnya kakekku.

Rumah yang kami huni hanya memiliki 4 kamar tidur.

Kamar utama ditempati ayah ibuku, satu kamar untukku, satu lagi untuk adikku dan sebuah kamar yang dialihfungsikan sebagai kamar semi gudang-lah. Akhirnya ayah memutuskan untuk membangun satu kamar ukuran 3x3 meter di tanah kosong ukuran 3x8 meter di samping rumah. Sisa tanah kosong dijadikan teras yang hanya bisa diakses dari kamar tersebut.

Dan sepertinya ayah merencanakan ruangan tersebut untuk kamar saya, karena dibangun juga pintu tembus ke halaman depan. Kamar ini walaupun menyatu dengan rumah utama, namun terpisah jauh dan tidak digunakan untuk lalu lintas orang. Dari ruang keluarga, harus melalui ruang makan, kamar semi gudang, gudang dan harus melalui lorong yang cukup panjang. Sehingga otomatis kamar ini terasa sunyi dan senyap. Namun menyenangkan untuk sekedar melepas lelah. Pasca kedatangan nenekku, situasi rumah berjalan seperti biasanya. Aku mulai terbiasa dengan kamar baruku, walaupun jarang sekali aku berlama-lama di kamar tersebut.

Teras kamarku ini berbatasan langsung dengan rumah tetanggaku yang berarsitektur lawas, Pakde Narto. Rumah lawas tersebut berbentuk L dan teras kamarku mempunyai akses ke halaman belakang rumah Pakde Narto yang digunakan sebagai jemuran. Dari teras tersebut bisa melihat jelas kamar pakde dan jalan kecil akses dari ruang utama ke kamar mandi dan gudang. Pakde Narto berusia sekitar 56 tahun, tinggal bersama istrinya De Lilis, putra beliau mas Edo, serta mbah Sir, ibu de Narto. Usia De Lilis menginjak 50 tahun dan mas Edo akan segera menikah di usianya yang ke 25 tahun. Aku walaupun akrab dengan keluarga ini, namun tidak begitu dekat, karena aktifitas sekolah dan organisasiku dan beberapa aktifitas sosial kemasyarakatan di kampungk yang lumayan padat.

Sebagai tetangga yang baik, pada saat pernikahan mas Edo, aku membantu di rumah pakde Narto mulai sebulan sebelum pesta pernikahan. Mulai dari mencari persewaan sound sistem, alat-alat pesta, ijin keramaian hingga menyebarkan undangan pernikahan.

Nak Adit. Ibu minta tolong nak Adit membuat undangan-nya Edo ya. Masalahnya ini waktunya Cuma kurang 2 minggu. Bisa kan nak Adit? ujar De Lilis suatu sore sewaktu aku membantu mengecat rumahnya.

Eeee.. iya de. Nanti malam saya desainkan undangannya, jawab saya.

Malam itu, sekitar pukul setengah delapan malam, aku konsentrasi di depan komputerku mendesain undangan milik mas Edo. Setelah utak-atik sana sini, ada beberapa teks penting yang tidak aku ketahui. Seperti Nama lengkap calon istri dan calon mertua mas Edo. Akhirnya aku beranjak keluar melalui pintu terasku menuju bagian belakang rumah pakde Narto.

Tok.. tok.. tok.. Pakde Narto. Ini Adit pakde, ucapku dari pintu belakang.oooo sebentar nak Adit, jawab suara perempuan dari dalam. Pasti de Lilis, pikirku. Setelah pintu terbuka, mataku disuguhi pemandangan yang menyesakkan dadaku. De Lilis memakai daster u can see batik dan terlihat tali beha hitamnya yang menggairahkan. Tubuhnya terlihat menggemaskan di temaram cahaya lampu. Ukuran payudaranya yang cukup besar, seakan menyesaki daster itu dan ingin meloncat keluar. Selama ini aku memang tidak begitu memperhatikan tubuh tetanggaku yang seksi

*****

Adikku sudah mulai mengeras dan aku tetap terdiam menahan tanganku yang ingin sekali meremas payudara yang sungguh menggelorakan nafsu itu.

Lho nak Adit. Kok diam? Ada apa nak..? pertanyaan yang akhirnya membuyarkan lamunanku.

Ooooo eeee ndak budhe. Cuma mau Tanya nama lengkap calon istri dan calon mertuanya mas Edo jawabku gelagapan. O ya sebentar nak Adit ya. Saya tuliskan dulu. Nak Adit membuat undangannya sekarang? Tanya de Lilis. Iya budhe, jawabku singkat.

Aku masih terdiam di pintu menunggu de Lilis yang masuk kamar dan akhirnya keluar membawa sesobek kertas.

Ini nak Adit, ujar de Lilis.

Makasih de. Kok sepi pada kemana? tanyaku. Pakdhe dan Edo lagi ke rumahnya pak Rudi untuk dimintai tolong menjadi pembawa acara pada resepsi nanti. Mungkin pulangnya sekitar jam 1 malam, karena tadi mau sekalian mampir dan ngobrol sama pak lurah ujarnya.

Akhirnya aku pamit kembali ke kamarku, walaupun sangat menyenangkan berdekatan dengan de Lilis yang sintal

Jujur saja, selama ini aku tidak memperhatikan tubuh de Lilis. Dan walaupun pergaulanku luas di organisasi dan di kampong, masalah sex aku nol. Aku tidak pernah melakukan hubungan seksual dengan siapapun. Aku pacaran dengan gaya konvensional, apel malam minggu, pegang tangan dan sun pipi. Hanya itu, tak lebih. Apalagi ayahku adalah seorang tokoh yang dihormati di kampungku, sehingga aku tak bisa berbuat seenak udelku sendiri.

Aku akhirnya tak konsentrasi mendesain undangan, masih terbayang-bayang bodi de Lilis yang aduhai itu. Tiba-tiba.. Tok.. tok Nak Adit. Ini bude bikinkan kopi, seperti suara de Lilis mengetuk pintu. Kubuka perlahan pintu kamarku, tampak de Lilis yang masih menggunakan daster u can see-nya membawa secangkir kopi panas.

Biar gak ngantuk nak, Aku hanya bisa tersenyum. Karena masih menahan nafsuku, otakku berfikir keras bagaimana caranya agar aku bisa berlama-lama berdekatan dengan de Lilis. O ya de, ini saya lagi mendesain undangannya mas Edo. Mungkin bude bisa melihat dulu desainnya nanti bila ada yang kurang sreg bisa diubah ujarku.

Tanpa curiga bude Lilis mengiyakan permintaanku. Karena komputerku di lantai, akhirnya aku dan bude duduk bersila di lantai. Akupun memperlihatkan desain undangan tersebut. Budhe melihatnya dengan cermat dan meneliti satu persatu. Ini salah nak Adit. Tanggalnya bukan 16 tapi 15. ujar budhe sambil menunjuk dan lebih mendekat ke layar. Dengan sedikit lirikan, aku melihat buah dada bude yang putih mulus nan menantang.

Aku segera meraih mouse dan tangan kiriku meraih keyboard. Tanpa sengaja tangan kiriku menempel ke lengan budhe. Terasa serrr serr serrr, jantungku dan adikku langsung saja tegak. Namun budhe sepertinya merasakan itu sebagai hal biasa. Kulama- lamakan sentuhan yang nikmat itu, apalagi aku hanya mengenakan kaos singlet.

Perlahan-lahan kugesek-gesekkan lenganku ke lengan budhe, dengan berbagai cara dan alasan. Apalagi saat itu suasana yang cukup dingin dan sunyi, dan sepertinya seluruh keluargaku sudah terlelap. Begini gimana budhe? tanyaku. Sepertinya kok kurang cerah ya warna dasarnya, ujarnya. Akhirnya kubuka file contoh- contoh warna dan desain undangan, dengan masih menggesek-gesekkan lenganku ke lengan budhe, bahkan dengan tubuhku sudah agak condong ke arahnya sembari mengintip isi mangkuk bra-nya yang berukuran sekitar 38.

Setelah sekian lama melihat-lihat desain, Nah ini bagus.. ujar budhe, sembari mengarahkan tangan kanannya menunjuk ke layar monitor. Dan aku yang sejak tadi asyik melakukan aktifitas gesek-gesek, kaget dan segera menarik tubuhku agak menjauh.

Namun yang terjadi setelahnya yang sungguh menyenangkan aku. Budhe menarik lengannya dan meletakkannya agak ke belakang, digunakan sebagai sandaran. Sehingga payudaranya terlihat menantang, dan aku menatapnya dengan hanya menelan ludah. Agar tidak mengundang curiga berlebihan, aku ijin budhe menutup pintu kamar, karena udara cukup dingin. Setelah kututup dan kukunci perlahan agar budhe tidak curiga, akhirnya aku duduk kembali di samping budhe, namun lebih mendekat.

Sembari mendesain permintaan budhe, kutempelkan lagi lenganku ke arah lengan budhe. Sedikit-sedikit, dan kumajukan lenganku perlahan dan akhirnya lenganku sudah menempel daging empuk di dada budhe. Namun yang terjadi, budhe terdiam dan masih memperhatikan layar computer.

Seperti mendapatkan persetujuan, akhirnya kuberanikan diri sedikit lebih menekan payudara sekal yang menantang itu.

Apalagi tali daster budhe sudah agak jatuh dari pundaknya.

Namun tali beha hitamnya masih mengikat kuat. Lama kelamaan aku semakin asyik dengan aktifitas itu. Budhepun hanya terdiam tanpa reaksi, dan tatapan matanya terus tertuju ke monitor.

Tiba-tiba bude berdiri dan berkata, Dit, budhe sudah ngantuk. Budhe tidur dulu ya. Kamu selesaikan itu dulu nanti kalau sudah selesai budhe lihat lagi. Kulirik jam masih pukul delapan malam. Tak ingin kesempatan ini lari, aku berkata ke budhe. Budhe bubuk sini dulu saja, nanti kira-kira jam sepuluh sudah selesai nanti budhe Adit bangunkan, ujarku. Tampak buhde agak ragu-ragu menjawab ajakanku. Tapi aku segera berkata, Mari, ndak apa-apa kok budhe. Nanti budhe tidur di kasur dan kalau sudah saya print budhe saya bangunkan, bujukku.

Akhirnya dengan sedikit kupaksa, dengan menarik tangan budhe yang akan segera beranjak, budhe menuruti ajakanku, dan segera kubimbing menuju tempat tidurku yang hanya selembar kasur di lantai.

Lampunya Adit matiin saja ya budhe. Biar budhe cepet istirahatnya.. tanpa menunggu jawaban budhe, aku segera mematikan lampu kamarku. Aku segera menuju komputerku dan mengatur intensitas cahaya monitorku agak tak terlampau terang. Setelah sekitar 15 menit di depan komputer, kulirik budhe di atas kasurku.

Tampak budhe tidur terlentang dengan kedua tangan yang diletakkan disamping kepalanya. Sepertinya budhe sudah memejamkam matanya, nafasnya belum teratur, terlihat buah dadanya yang naik-turun. Sepertinya budhe belum tidur.

Akhirnya dengan keberanian yang kukuatkan, segera aku cetak contoh undangan milik mas Edo. Setelah itu, kumatikan komputerku dan menuju jendela, mengintip ke rumah de Lilis, memastikan tidak ada suara tanda kepulangan pakde Narto dan mas Edo. Setelah itu aku menuju kasurku.

Kupandangi tubuh indah nan montok di depanku Celana dalamku sepertinya sudah tak kuat menahan sesak adikku yang berdiri menantang. Aku segera mengambil posisi tidur di samping budhe. Kuambil selimut dan kuselimutkan ke tubuhku dan tubuh budhe. Kulirik kembali budhe, masih tetap terdiam dan belum tertidur sepertinya.

Di dalam selimut berdua, membuat hasratku semakin tak tertahankan. Aku menggeser tubuhku dan menempel di tubuh budhe, kuturunkan sedikit tubuhku sehingga wajahku tepat berada di bawah ketiak budhe yang ditumbuhi rambut tipis. Kecium harum bau tubuh budhe.

Aku miringkan tubuhku, dan dengan jarak kurang dari 5 cm, sudah terpamtang payudara yang siap dikenyot. Namun aku masih berfikir, jangan-jangan budhe nanti terbangun dan marah- marah kepadaku wah bisa berabe urusannya. Akhirnya tanpa piker panjang, kurangkul tubuh budhe di perutnya.

Aku deg-degan luar biasa. Baru pertama kurasakan memeluk tubuh wanita di atas ranjang .

Menunggu beberapa saat, dan tidak ada reaksi dari budhe, perlahan-lahan kubelai perut budhe yang sudah cukup banyak ditumbuhi benjolan lemak, maklum wanita berumur. Bergeser sedikit ke atas, dari luar daster kurasakan jemariku sudah berada di pangkal payudara budhe yang sekal. Kuelus perlahan-lahan kedua bukit kembar nan menantang itu Hingga akhirnya budhe berdehem lirih dan menarik tangannya dari atas kepala dan meletakkannya di samping tubuhnya mengagetkanku Kuangkat tanganku beberapa saat.

Namun karena sudah tidak kuat lagi Akhirnya perlahan kucium lengan budhe dan menarik tali dasternya dengan tanganku Setelah itu kulepas pelahan tali beha hitamnya dan akhirnya tampaklah payudara kiri budhe yang berisi namun sedikit kendur.

Kuremas perlahan dan akhirnya aku lepas kontrol Kuraih tali daster kanan budhe, kulepas perlahan bersamaan dengan tali beha budhe Akhirnya tampaklah dua payudara menantang milik budhe. Karena baru pertama aku langsung memegang kedua payudara itu dengan gemas dank keras kurasakan dada yang sekal nan menantang. Budhe yang kurasa belum tidur, sepertinya kaget dan agak menarik tubuhnya ke atas.

Tak ingin menyakiti budhe, kupraktekkan cara yang kulihat di film bf milik kawan-kawanku yang sering kutonton.

Kujilati perlahan pangkal payudara kiri budhe, setelah puas menjilati pangkal payudaranya, kukulum puting susu budhe yang berwarna kehitam-hitaman karena gelap, dan hanya ada temaram lampu teras yang masuk menerobos masuk ke kamarku melalui ventilasi udara.

Aku pindah ke payudara kanan budhe.. kuhisap dalam- dalam dan kulihat budhe menahan nafas yang cukup berat.

Kuciumi dada leher dan dengan keberanian yang kuhimpun, kicium bibir budhe sedikit tergesa-gesa. Kukulum mulut mungil itu dan kumasukkan lidahku ke dalam mulutnya menjilati apa yang ada di dalamnya. Reaksi budhe hanya terdiam dan menahan nafasnya Kuturunkan mulutku ke arah perut budhe, kusingkap dasternya ke bawah pusarnya.

Aku menjitat-jitat pusarnya hingga penuh dengan ludahku.

Karena sudah tak tahan, kubuang selimut yang kukanekan berdua dengan budhe. Kulepas kaos singlet dan celana pendekku, sehingga aku hanya menggunakan celana dalam.

Kubelai paha mulus budhe, perlahan dan samar terlihat celana dalam budhe berwarna merah. Kucolek-colek sedikit, tampak rambut yang keluar dari pinggir celana dalamnya.

Perlahan-lahan kuangkat daster budhe ke atas dan kutarik celana dalam merah itu, namun agak kesulitan karena harus melewati pantat budhe yang cukup besar. Akhirnya dengan segala kekuatanku, kuangkat perlaan tubuh budhe dan berhasil kutarik celana dalam merah berenda itu hingga ke lutut budhe. Terlihat vagina budhe yang indah, kucium harum baunya yang khas. Kukocok vagina itu perlahan sembari memilin punting budhe dengan mulutku. Nafas budhe mulai tidak teratur, dan vagina budhe mengeluarkan air yang cukup banyak.

Tak ingin kehilangan momentum, mulutku kutunkan ke vagina budhe, kujilati hingga lidahku terasa kelu. Pokoknya menjilat, tak peduli enak atau tidak Slruuupppp .

Slruuuppppp. suara sedotanku di vagina budhe. Budhe sedikit menggelinjang setiap kusedot vagina yang indah itu.

Mulut budhe mengejan perlahan ehhh uuhhh ahhhh menambah indah suasana malam itu Selain mulutku kumainkan jemariku di sela-sela vagina budhe kujilat dan kukucek-kucek vagina yang semakin basah itu. Setalah beberapa menit kulihat budhe mengejang hebat disertai cairan yang deras keluar dari vaginanya dan mulut budhe terucap eluhan panjang. uuuhhhhhhhh.. Akhirnya budhe terkulai lemas diatas kasurku.

Sepertinya budhe sudah mencapai klimaksnya.

Aku segera melepas celana dalamku yang sudah basah karena besarnya dorongan hasrat, dan membuka perlahan selakangan budhe. Aku segera naik di atas budhe. Namun sebelum kulakukan hal itu, budhe tiba-tiba berucap Dit! .

Duaaaarrrr. Aku kaget bukan kepalang. Aku tak bisa berkata-kata lagi. Diantara perasaan takut, cemas, gelisah dan menahan konak, aku terdiam melihat wajah budhe. Di kegelapan tidak jelas budhe marah, tersenyum atau pasrah.

Namun Apa yang ingin Adit lakukan? tanya Budhe.

Eh anu budhe.. Maaf budhe aku tak bisa menjawab pertanyaan budhe, namun segera menarik selimut yang tadi kulepas untuk kukenakan menutup tubuhku.

Hasratku langsung hilang berganti ketakutan yang sangat.

Takut budhe marah besar.

Adit pingin begituan ya .? Tanyanya.

Eeeeehh iya budhe.

Tiba-tiba budhe tersenyum dan meneruskan perkataannya. Adit sudah pernah melakukaannya sebelum ini belum? tanyanya.

Belum pernah budhe

Tapi kenapa Adit ingin melakukannya dengan budhe?

Aku menjawab, Tadi Adit terangsang hebat melihat budhe dengan pakaian budhe jadi Adit tak tahan melihatnya. Budhe perlahan berkata; Tapi kenapa harus sama budhe. Budhe sudah tua dan sudah tidak seksi dan cantik lagi. Coba lihat payudara budhe sudah kendor khan? Ehhh tidak budhe, susu budhe masih menantang kok Malah Adit ingin ngemutsusu budhe lagi, ujarku.

Benar Adit masih mau? tanya budhe lagi. Tanpa menjawab segera kuserbu susu budhe yang agak kendor namun berisi Eh sabar Dit pelan-pelan. Sini budhe pegang punya kamu. Tangan budhe segera meraih penisku yang sudah terkulai. Dielus-elus perlahan, dan akhirnya penisku mulai tegak lagi. Kuserbu kembali susu budhe. Sebentar Dit ., ujar Budhe. Kuhentikan aktifitasku mengulum pentil susu budhe. Adit pingin lihat budhe telanjang tidak? tanyanya. Em budhe tidak apa-apa? ujarku.

Reaksinya, budhe bangkit dari tidurnya dan berdiri.

Adit saja yang melepasnya budhe ucapku.

Akhirnya, aku berdiri di hadapan budhe, Setelah itu, kudekap tubuh budhe. Kurasakan tangan budhe juga memelukku, kulihat payudara budhe yang besar menempel di dadaku dan terhimpit tubuh kami. Seperti mencuat mau keluar.

Benar-benar sensasi wanita yang berumur yang hangat. Dengan tetap pada posisi berdiri, kulepas daster budhe yang masih terkumpul di sekitar perutnya. Kutarik ke atas dan kubuang di lantai. Setelah itu kukenakan lagi beha hitamnya yang berenda serta kukenakan kembali celana dalamnya yang terlepas dan jatuh di kakinya. Loh katanya mau melihat tubuh budhe? Kok malah dipakaikan lagi? tanya budhe.

Tanpa menjawab pertanyaaan budhe, kulihat budhe yang hanya mengenakan beha hitam dan celana dalam merah.

Ah betapa merangnyangnya. Akhirnya kupeluk tubuh budhe, dan kuciumi mulut budhe. Slrupppp .

Ahhhhhh Kuremas pantat budhe. KUhujuani mulut budhe dengan ciumanku. Dan kami saling berpagutan saling meremas, hingga akhirnya terlepas cd dan beha budhe Akhirnya, budhe tidur terlentang di kasurku, dan aku perlahan membuka selakangan budhe. Tampak vagina budhe sudah berlendir, tanda nafsunya mulai bangkit lagi Kumasukkan penisku perlahan ke dalam vagina budhe.

pelan-pelan Dit sakit, ujar budhe. Dengan dibimbing budhe, penisku masuk perlahan-lahan ke liang kenikmatan budhe Blesssss… Kuhunjamkan seluruh penisku hingga pangkalnya ke vagina tetanggaku yang kuhormati ***** Plup plup clep cleppp. suara bertemunya penisku ke dalam vagina budhe. Diiringi desahanku dan desahan budhe ah ah eh uh Kubenamkan wajahku ke dalam susu budhe, sembari kujilati dan kukulum dengan kasar. Kuremas-remas payudara itu satu persatu Seteleh beberapa waktu, sepertinya penisku tidak kuat lagi menahan derasnya air yang akan keluar. Jepitan vagina budhe juga semakin kuat, dan vagina budhe kurasakan basah yang sangat Budhe Adit sudah gak kuat ujarku.

Sebentar Dit budhe juga mau keluar. Ujar budhe. Akhirnya budhe mengeluh panjang dan mendekapku dengan erat serta sedikit mencakar punggunggku. Budhe kembali terkulai Ku terus memompa penisku dan. aaaahhhh Aku keluar ujarku. Akhirnya aku terkulai lemas dan ambruk diatas tubuh budhe.

Kulihat jam di sudah jam sepuluh seperempat.

Terima kasih budhe ujarku. Aku segera mengambil tisu dan membersihkan penisku. Budhepun sibuk membersihkan vaginanya. Setelah itu, kami segera mengenakan pakaian kami masing-masing.

Budhe pulang dulu ya Dit Sudah malam.

Kujawab dengan senyuman. Setelah membuka pintu, budhe keluar kamarku, namun kupanggil kembali. Budhe, ini ketinggalan kataku. Budhe menoleh ke arahku. Apa Dit..? Aku berlari mengambil gelas yang berisi kopi yang dibuatkan budhe tadi. Budhe menerimanya dan segera berbalik menuju belakang rumahnya. Namun sebelum melangkah, kuremas pantat budhe budhe hanya tersenyum dan berkata; Sudah mulai nakal ya uajrnya.

Akhirnya setiap ada kesempatan, budhe seringkali main ke kamarku. Aku terkadang juga sering main ke tempat budhe.

Bahkan saking kebeletnya, pada suatu sore, sepulang sekolah aku melihat budhe menuju ke kamar mandi hanya menggunakan selendang yang dililitkan ke tubuhnya seperti kemben. Kupanggil budhe, dan kutarik ke teras kamarku.

Ternyata budhe sudah tidak memaki celana dalam.

Kusingkap saja selendang itu dan terlihat vagina budhe.

Aku hanya membuka resleting celanaku dan kukeluarkan penisku. Kumasukkan penisku dalam vagina budhe. Pada saat pakdhe Narto sedang menonton televisi di rumahnya. Setelah keluar aku ejakulasi, budhe segera berlari menuju kamar mandinya .

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan