1 November 2020
Penulis —  bramloser

Ochi, kakakku yang seksi

“Adeeeekkkk!”

“Kena nih baju kakaaaak!” teriak kak Ochi memekakkan telinga.

“M-maaf kak”

“Dasar kamu ih, ngecrotnya sembarangan ajah… lihat nih jadi belepotan kemana-mana gini!” katanya mengusap kemejanya yang terkena ceceran spermaku, bahkan sampai berceceran ke pahanya yang putih mulus.

“Ish, jorooookkk…” Rengeknya manja. Dia lepaskan kaos kakinya dan menggunakannya untuk membersihkan pahanya dengan ekspresi jijik, lalu melemparkan kaos kaki itu ke arah ku.

“Ini juga kotor, malas ah kakak pake terus,” katanya dengan santai membuka sisa kancing lalu melepaskan kemeja itu dari tubuhnya. Dia juga melemparkan kemejanya itu padaku.

Aku tidak percaya apa yang aku lihat, Kak Ochi Bugil! Akhirnya aku dapat melihatnya bugil lagi. Mataku tidak bisa lepas dari tubuhnya. Tubuh nakal kak Ochi kini tidak tertutup apa-apa lagi, begitu putih, mulus dan terawat. Posenya juga menggiurkan dengan paha dirapatkan dan tangan menyilang di dada seperti berusaha menutupi buah dadanya yang ranum, tapi tetap saja aku masih bisa melihat puting merah mudanya yang mancung tegak itu.

“Adek! Malah bengong kamunya… Cuci tuh semua! Kamu kira apa emang?! Malah ngelamun lliatin kakak… Rese!” katanya dengan wajah dicemberutkan, membuatku tersadar dari lamunan cabulku.

“Eh, i-iya kak,” kataku terbata memungut kemeja dan kaos kakinya itu. Lagian melihat ulah dan keadaan dirinya saat ini siapa juga yang tidak bakal horni dan mikir jorok.

“Ayooo… Ngelamun apa kamu barusan? Ngayal gitu-gituan sama kakak? Iya? Iya kan? jujuuuurrrrr…” katanya menatapku penuh selidik, membuat aku jadi grogi.

“Iya kak, upss…” duh, aku keblablasan ngomong terlalu jujur.

“Rese kamu dek, udah sana bobo! Gitu-gituan sama kakaknya dalam mimpi kamu aja sana, hihi… Malam ini sampai di sini aja. Gak apa kan? udah dua kali ngecrot juga kamunya”

“Ngmmm… tapi kapan-kapan boleh lagi kan kak kaya tadi? Hehe” tanyaku harap-harap cabul.

“Huuu… Seenaknya aja kamu ngomong, dasar!” jawabnya. Meski tidak mengiyakan tapi dia juga tidak menolak, aku anggap saja dibolehkan.

“Jangan lupa tuh dicuci sampai harum lagi. Pokoknya yang bersih! Udah ah, kakak mau bobo,” Ujarnya sambil berlari kecil ke kamarnya, masih dalam keadaan telanjang bulat tentunya.

“Nngg… Kak…” Panggilku.

“Hmm? Apa lagi dek?” sahutnya menoleh ke arahku.

“Tidur bareng?” tawarku. Dia tersenyum manis, lalu menyuruhku mendekat ke arahnya dengan isyarat telunjuk. Dengan cengar-cengir kesenangan akupun segera mendekat ke arahnya.

“Jtak!”

“Aduh… aw.. sshh” Keningku dijitak olehnya, sakit T. T

“Rasain! Sakit dek? Hmm? Mau lagi? Udah kakak bilang udahan… sana-sana hush hush…”

“Iya iyaaaaah”

Yah… aku tidur sendiri malam ini. Ya sudahlah, lagian tadi aku sudah dua kali ngecrot, bisa mati lemas aku nanti. Ku periksa kemeja yang tadi dipakainya. Ternyata memang banyak ceceran spermaku di sana, dan ternyata baunya memang menyengat. Terpaksa aku nyuci dulu malam-malam, daripada besok aku kena sembur olehnya.

Beberapa hari berlalu, kakakku tidak pernah lagi menggodaku secara sadis seperti waktu itu. Pernah aku mencoba memintanya lagi pada kak Ochi, tapi ditolaknya. Ya.. aku tidak mau juga sampai terlalu memaksanya, termasuk mengulangi perbuatan kurang ajar menyemprot wajahnya diam-diam seperti waktu itu.

Bila aku betul-betul tidak tahan melihat penampilannya, terpaksa aku hanya onani sendiri di kamar atau di kamar mandi T. T Sampai saat ini juga masih kak Ochi yang menjadi prioritas objek onaniku, soalnya masih belum ada yang lebih hot dari dia sih, hehe..

Seperti saat sekarang ini, aku sedang onani tiduran di kamarku sambil memandang fotonya di hapeku. Foto-foto dirinya yang sudah aku edit abis sedemikian rupa pake photoshop. Ada yang seperti dia lagi megang penis, ada yang seperti sedang disetubuhi ramai-ramai dan lain-lainnya.

“Adeeekk…” katanya nyelonong masuk ke kemarku tanpa mengetuk pintu. Aku terkejut bukan main sekaligus panik dipergoki olehnya sedang onani.

“Ups… lagi asik yah? Sorry sorry… kakak cuma mau minta satu sms, pulsa kakak habis nih…” dia lalu mendekat dan dengan santainya mengambil ponsel dari tanganku.

“Hah! Apaan nih dek?!” Mati deh, aku belum sempat nge-close foto-foto itu.

“Kamu ngebayangin kakak kaya gini?” tanyanya lagi sambil terus memperhatikan foto-foto editanku itu. Aku tidak dapat mengelak, aku bersiap-siap saja bakal kena sembur olehnya.

“Rapi banget editnya dek… kaya asli” Heh? Dia malah memuji ternyata.

“Hiiiii gak kebayang deh kalo betulan kaya gitu, masa kakak gituan sama orang negro sih? Digituinnya rame-rame lagi, hahaha… Dasar kamu… fantasinya ada-ada aja. Ya udah, minta satu sms bentar”

Dia tidak marah! Malah dia ketawa melihat editanku!

Aku hanya terdiam di atas tempat tidurku tanpa tahu harus berbuat apa, tanganku menutup penisku yang sedang tegang-tegangnya itu. Sedangkan dia cuek saja berdiri di sebelahku sambil ngetik sms dan… makan pisang? Pikiranku langsung ngeres. Seharusnya tidak ada yang aneh melihatnya lagi makan pisang, tapi aku yang saat ini lagi horni-horninya malah menghayal yang tidak-tidak.

“Nih dek… makasih” katanya meletakkan hapeku ke dadaku setelah selesai mengirim sms.

“Asik benar kayanya kamu dek… Napa dek? Ada yang salah kalau kakak makan pisang? Kamu mau juga?”

“M-mau kak” kataku kesenangan.

“Nihhhh” katanya sambil menyodorkan pisang itu ke mulutku. Yah.. aku kira dia bakal memakan ‘pisang punyaku’, ternyata malah menyodorkan pisang di tangannya itu, aku gigit dan makan juga sedikit.

“Enak?” tanyanya, aku hanya senyum kecil saja. Dia lanjutkan memakan pisang itu lagi, bahkan sekarang sengaja memancing birahiku lebih lanjut dengan menjilati dan mengemutnya.

“Hihi.. Napa dek? senang banget kayanya kamu lihat kakak makan pisang, mikirin apaan sih?” godanya. Aku hanya cengengesan saja. Aku rasa dia sendiri pasti tahu apa yang aku pikirkan.

“Dasar mesum, adekku ini makin gede makin porno aja… hihi” katanya sambil mencubit hidungku.

“Ya udah, lanjutin deh ngocoknya…” katanya beranjak keluar dari kamarku. Yah… kok udahan? protesku dalam hati. Tapi dia seperti tahu saja kalau aku lagi nanggung, saat hendak menutup pintu dia menoleh lagi padaku.

“Dek… kalau kamu perlu bantuan kakak, kakak ada di teras belakang yah…” bisiknya sambil mengedipkan mata kirinya lalu menutup pintu kamarku, membuat darahku berdesir karenanya. Apa itu isyarat kalau aku boleh pejuin dia lagi? Yuhuuuuuu… Jantungku jadi berdebar-debar kesenangan.

Aku keluar kamar tidak lama setelah itu, aku nekat saja keluar kamar tanpa memakai dulu celanaku. Ku lihat di halaman belakang dia lagi asik olahraga lompat tali. Kakakku ini memang rajin olahraga, pantas saja badannya tetap indah dan kencang. Beruntungnya aku punya kakak seperti dia, hehe… (Agan2 jgn ngiri yah..

Kak Ochi tersenyum saja melihatku yang tidak pakai celana menuju ke arahnya. Tapi dia teruskan lagi olahraganya tanpa menghiraukanku. Seolah sengaja memuaskan mataku dengan menunjukkan tubuh indahnya yang sudah mulai berkeringat. Aku duduk di kursi kayu yang ada di dekatnya. Dari sini saja aku dapat mencium aroma tubuhnya yang khas, apalagi sekarang dia penuh keringat seperti ini, membuatku semakin horni karenanya.

Aku mulai mengocok penisku sendiri di dekatnya. Tampak beberapa bagian tanktopnya sudah basah, dia betul-betul bermandikan keringat. Kulitnya jadi terlihat mengkilap menambah keseksiannya yang hanya dibalut pakaian minim seperti itu. Apalagi saat melompat buah dadanya berayun-rayun bebas karena dia tidak memakai bh.

“Haaaaahh… capek kakak dek, kamu juga capek ya dek? Hihihi,” katanya yang melihat aku juga ikut-ikutan olahraga, olahraga tangan tepatnya. Kak Ochi duduk di lantai sambil mengibas-ngibaskan tanktopnya itu. Sesekali dia menyeka keringat di keningnya dengan tangan. Bahkan dia malah sengaja mempercikkan keringatnya itu ke arahku lalu ketawa-ketawa kecil.

“Udah selesai aja kak?” tanyaku.

“Kenapa dek? Masih belum puas lihat kakak keringat-keringatan? Bentar yah… istirahat dulu, capek…”

“Tolong ambilin minum dong dek.. panas niiiih,” pintanya manja sambil masih sibuk menyeka keringatnya.

“Iya nih kak, panas, hehe.. kalau panas dibuka aja kak bajunya,” selorohku.

“Weeek… maunya kamu banget itu! Cepat sana ambiliiiin! ntar gak kakak terusin lagi lho,” perintahnya.

“Iya kak iya, bentar” Aku lalu pergi ke dapur untuk mengambilkannya minum.

“Dek, sekalian tolong ambilin kakak handuk dong untuk lap keringat” pintanya lagi berteriak. Ku turuti saja permintaannya itu, ku pergi mengambil handuk di kamarnya.

“Nih kak…” kataku menyerahkan botol pocari swe*t dan selembar handuk kecil padanya.

“Makasih deeekkk” ujarnya ketika menerimanya.

Dia sepertinya sangat kehausan, minuman itu sampai berleleran ke dagunya dan jatuh ke dadanya, membuat tanktop yang dipakainya semakin basah.

“Nih, handuknya buat kamu aja deh dek… kayaknya kamu lebih kepanasan dibanding kakak, hihihi…” katanya melempar handuk kecil itu padaku. Wah, sepertinya dia mengerti kalau aku tidak mau dia cepat-cepat mengeringkan keringatnya.

“Lanjut lagi?” tanyanya dengan tatapan menggoda padaku.

“B-boleh kak, hehe…”

Sambil tersenyum diapun bangkit dan mulai melompat lagi, memancing keringatnya untuk keluar lebih banyak dan makin membasahi tubuhnya. Aku juga memulai lagi aksi cabulku, mengocok penisku sendiri sambil menikmati pemandangan indah di depanku. Mukanya sudah memerah karena kepanasan, aku yang menyaksikannya juga jadi ikut-ikutan panas.

“Tok tok tok” kami dikejutkan suara ketukan pintu dari depan. Membuat kami sama-sama menghentikan aktifitas kami.

“Kak ada orang…” kataku pelan pada kak Ochi.

“Siapa yah dek? Kamu buka giiiih” suruhnya.

“Aku kan gak pake celana kak, kayaknya orang minta sumbangan deh kak… biarin aja,” kataku.

“Jangan pelit dek… udah, biar kakak aja yang bukain,” katanya.

“Hmm.. Sekalian wujudkan satu lagi khayalan nakalmu tentang kakak,” sambung kak Ochi berbisik sambil mengedipkan matanya dengan nakal, membuat darahku jadi berdesir. Dia lalu menuju pintu depan, namun Kak Ochi terlebih dahulu mengambil uang lima ribuan yang ada di atas kulkas.

Aku hanya mengintip saja dari sela-sela pintu belakang, rumah ini memang tidak telalu besar, dari tempat ku berdiri saat ini aku bahkan bisa dengan jelas melihat keadaan ruang depan. Duh, jantungku berdebar dengan kencangnya memikirkan kakakku akan membukaan pintu pada orang yang tidak di kenal dengan pakaian sembarangan seperti itu, apalagi keadaannya begitu berantakan dengan wajah memerah dan keringat bercucuran.

“Iya bentar…” sahut kakakku. Pintu depanpun terbuka.

“Sumbangan anak yatim non…” kata orang itu, seorang pria tua kulit gelap terbakar matahari dengan baju koko yang tampak lusuh, rambutnya juga sudah banyak tumbuh uban yang tidak bisa disembunyikan dari balik peci hitam tuanya. Ku lihat ekspresi pria itu yang tampak terkejut saat melihat penampilan kakakku.

Meskipun sudah berumur, tapi dia tetaplah laki-laki yang pasti juga bakal konak melihat wanita berpenampilan seperti itu di depannya. Badanku jadi panas dingin melihat kakakku sedang dipelototi begitu, oleh pria tua tidak di kenal lagi. Kini bertambah satu orang lagi yang pernah melihat penampilan kakakku yang asal-asalan selain aku dan teman-temanku.

“Ini Pak.. maaf Pak cuma segini” kata kak Ochi menyerahkan uang lima ribu.

“Iya non, gak apa. Makasih banyak yah non… semoga rezeki non makin lancar dan non makin cantik”

“Amin…” sahut kakakku sambil tersenyum manis pada orang itu. Aku jadi konak luar biasa melihat pemandangan beauty and the beast ini. Kak Ochi, gadis muda yang cantik putih dengan pakaian terbuka sedang bersama pria tua hitam, dekil, jelek yang entah siapa.

“Gak masuk dulu Pak? Bapak pasti haus kan? minum dulu pak…” tawar kak Ochi. Apa-apaan sih kakakku ini, sembarangan aja ngajak orang tidak dikenal macam dia masuk ke dalam rumah.

“Eh, gak usah non… gak usah repot-repot” tolak Bapak itu halus.

“Udah pak… masuk aja. Istirahat aja dulu, gak ada siapa-siapa kok di rumah” tawar kakakku lagi. Ku lihat bapak itu seperti menelan ludah mendengar omongan kakakku, khususnya saat kak Ochi bilang tidak ada siapa-siapa di rumah. Kali ini kak Ochi menarik tangan pria tua itu ke dalam. Beruntunglah pria tua itu dapat merasakan halusnya tangan kakakku ini.

“I-iya deh non, permisi…” kata pria itu berusaha sopan. Mereka lalu masuk ke dalam.

“Silahkan duduk Pak…” kata kak Ochi mempersilahkan duduk.

“Mau minum apa Pak?” tanyanya lagi.

“Duh, gak usah repot-repot non”

“Gak repot kok pak. Panggil Ochi aja Pak gak usah pake non segala… kalau boleh tau nama bapak siapa?” tanya kak Ochi ramah tanpa merasa risih sedikitpun, padahal dia sedang dipelototi dari tadi.

“P-panggil aja Pak Ahmad,” jawab Bapak itu grogi.

“Oh… Pak Ahmad. Ya udah, Ochi buatin teh manis aja yah pak,” kata kakakku. Bapak itu hanya angguk-angguk saja.

Aku masih bersembunyi di sini, dengan dada berdebar menantikan apa yang akan terjadi selanjutnya. Kakakku lalu menuju dapur untuk membuatkan teh manis untuk mereka berdua. Ku lihat mata bapak itu memandangi bongkahan pantat bulat kakakku dari belakang, dia juga tampak membetulkan celananya. Nafsunya sudah terpancing, gawat nih.

Saat di dapur, Kak Ochi tersenyum ke arahku yang masih bersembunyi di sini. Dia menempelkan telunjuk ke ujung bibirnya sebagai tanda agar aku jangan berisik, lalu mengedipkan mata kirinya padaku dengan nakal. Duh, bikin gregetan banget, makin panas dingin badanku dibuatnya.

Kak Ochi kembali lagi ke depan sambil membawakan dua cangkir teh manis hangat. Ada-ada aja kakakku ini, padahal hari panas gini, tapi malah disuguhi teh hangat.

“Silahkan pak diminum tehnya…” kata kak Ochi sambil meletakan minuman di tas meja di depan bapak itu. Saat meletakkan teh itu badan kak Ochi sedikit merunduk, membuat isi dari balik tanktopnya bisa saja terlihat. Sepertinya bapak itu memang melihatnya karna dia terlihat menelan ludahnya lagi. Dia menyadari kakakku tidak pakai bh!

“I-iya, Makasih non…”

“Ochi pak, Ochi… Kan udah dibilang tadi, hihi..”

“Hehe, maaf non, eh Ochi. Ngomong-ngomong Ochi habis ngapain? Kok keringatan gini?” tanya Bapak itu penasaran melihat kak Ochi bermandikan keringat.

“Habis olahraga Pak, kan biar tetap sehat dan cantik.. hihi” jawab Kak Ochi dengan wajah diimut-imutkan.

“Iya, non Ochi cantik benar” kakakku tertawa renyah mendengar pujian bapak ini.

“Hihi, makasih Pak. Paaakk… ayo diminum dong tehnya…” Masih bisa saja kakakku ini ramah tanpa risih sedikitpun, padahal dari tadi mata bapak itu sudah kelayapan kemana-mana. Bahkan kini tidak segan lagi memandangi paha putih mulus kakakku. Hatiku merasa tidak karuan. Takut juga aku kalau kakakku sampai diapa-apakan olehnya, tapi aku juga horni melihat tingkah binal kakakku ini.

Melihat Pak Ahmad tidak juga minum, Kak Ochi inisiatif duluan meminum teh manis yang masih tampak beruap itu. Jadilah tubuh kakakku makin berkeringat karenanya, sepertinya dia memang berniat menunjukkan tubuhnya yang keringatan dengan pakaian minim itu pada pak Ahmad. Tentu saja membuat Pak Ahmad makin grogi dan makin sering membetulkan celananya.

“Panas ya pak? Mau Ochi tiupin teh nya?” tawar kak Ochi, aneh-aneh aja.

“Eh, gak usah Chi..” Diapun akhirnya meminum teh hangat itu. Bapak itu jadi ikutan berkeringat karenanya. Sebenarnya tanpa minum teh itupun bapak itu juga sudah keringatan dari tadi, pemandangan didepannya kayak gitu sih.

Perasaanku makin tidak karuan saja melihat kakakku yang cantik bening lagi keringat-keringatan berdua dengan pria tua itu. Melihat pemandangan ganjil ini aku dari tadi hanya mengelus-ngelus anuku sendiri. Duh… Kak.. adekmu udah gak tahan nih, udahan dong… T. T

“Non Ochi, Bapak permisi ke kamar mandi yah…” kata pak Ahmad.

“Silahkan Pak… tuh Pak di belakang, terus aja… udah gak tahan yah pak?” goda kakakku sambil tersenyum manis pada bapak itu. Aku jadi geleng-geleng kepala. Binal amat kakakku ini, diperkosa baru tahu rasa dia.

Bapak itupun masuk ke kamar mandi, sedangkan kakakku masih menunggu disana. Kak Ochi lagi-lagi menoleh ke arahku dan mengedipkan matanya lagi dengan nakal. Apa yang aku lihat kemudian membuat aku berhenti bernafas, kak Ochi menanggalkan tanktopnya! Kini dia telanjang dada disana! Gila! Sungguh nekat.

Sungguh nakal kakakku ini. Apa jadinya kalau Pak Ahmad tiba-tiba keluar dari kamar mandi dan menemukan Kak Ochi sedang telanjang dada. Aku yakin pasti langsung diperkosa tuh kakakku tanpa ampun.

Ternyata cukup lama juga bapak itu di kamar mandi, mungkin dia sedang menuntaskan birahinya. Bagus deh, dari pada kakakku yang jadi korban. Setelah sekian lama, gagang pintu kamar mandi tampak bergerak, dengan secepat kilat kak Ochi mengenakan kembali tanktopnya. Fiuuhh… nafasku betul-betul sesak, hampiiiiir saja.

“Non Ochi.. bapak pamit dulu yah.. ntar keburu malam,” kata Pak Ahmad ketika kembali ke depan.

“Ohh.. ya udah kalau gitu Pak,” kata Kak Ochi sambil berdiri lalu mengantar bapak itu ke depan. Aku tidak dapat melihat mereka berdua karena kak Ochi mengantar sampai keluar rumah, ada sekitar sepuluh detik aku tidak melihat dan mendengar apapun. Aku panik dan hatiku tidak karuan. Aku sampai berpikir yang tidak-tidak.

“Makasih banyak yah non,” kata Pak Ahmad terdengar kemudian.

“Iya pak, sama-sama” tampak Kak Ochi masuk kembali ke rumah. Pintupun tertutup. Akhirnya berakhir juga. Aku betul-betul lega karena tidak sampai terjadi hal yang tidak diinginkan, tapi itu tadi betul-betul nekat, pake acara telanjang dada lagi. Tapi yang bikin aku penasaran itu apa yang dilakukan mereka berdua selama sepuluh detik di luar.

Akupun keluar dari tempat persembunyianku. Aku sudah tidak kuat lagi menahannya. Setan dalam pikiranku berteriak-teriak “Exe kak Ochi! Exe kak Ochi! Exe kak Ochi!” Segera ku hampiri Kak Ochi dan memeluknya.

“Adeeeeekkkk… apaan sih, kontrol diri! Adeeeeekkk!” teriaknya sambil mendorong-dorong tubuhku.

“S-sorry kak” Akhirnya ku lepaskan pelukanku. Untung aku masih bisa kontrol diri, kalau tidak sudah ku exe dia.

“Dasar kamu… Gimana dek? Puas? Suka gak liat pertunjukan barusan?” godanya.

“I-iya kak…” jawabku sambil mengocok penisku dengan cepat di depannya. Dia tertawa kecil melihat tingkahku yang nafsunya sudah di ubun-ubun ini.

“Pengen ngecrot yah? Dah gak nahan yah dek?” godanya melirik nakal ke arahku.

“I-iya. Kak… boleh lagi yah kali ini?” pintaku memelas.

“Hmm? Boleh ngapaiiin? Ngepejuin muka kakak lagi?” tanyanya dengan masih memasang wajah yang dibuat semenggoda mungkin.

“Iya kak… Plisssss… mau yah? Mau yah?” desakku.

“Dasar” Diapun duduk bersimpuh di lantai, tepat di hadapanku. Yuhuuu… dia mau!

Wajah cantiknya yang masih berkeringat menengadah ke atas memandangku, tentu saja dengan senyuman super manis andalannya itu. Sungguh menggoda dan membuatku tidak tahan. Apalagi dari atas sini aku dapat melihat buah dadanya dari sela lubang leher tanktopnya. Ku kocok penisku di depan wajahnya itu. Tidak butuh waktu lama memang karena aku sudah menahannya mati-matian dari tadi.

“Croooottt… Crooooot… Crooooot” Pejuku muncrat-muncrat tidak karuan ke wajah kak Ochi yang masih keringatan.

“Kak Ochiiii… Arggghhhhhh…” Aku melenguh kuat karena sensasi kenikmatan yang luar biasa, soalnya dari tadi sudah kutahan-tahan, akhirnya lega juga.

“Ngmmmhhhh…” Dia ikut-ikutan mengerang dengan mulut tertutup, mungkin terkejut dengan banyaknya spermaku yang tumpah di wajahnya. Aku yang mendengar lenguhannya itu makin membuatku horni, rasanya tidak ingin saja aku berhenti menyemprotkan spermaku ke wajahnya itu. Jadilah wajah kakakku makin berantakan karena pejuku.

“Iiihhh… banyak amat giniiii” rengeknya manja setelah ejakulasiku berhenti.

“Makasih yah kak… hehe… Enak bener,” kataku puas.

“Tisuuuuu… cepetaaaaannn… bau nihhhhh” teriaknya.

“Iya iyaaaahhh” Segera aku berlari mengambil tisu dan menyerahkannya pada kak Ochi.

“Ish… Please deh dek… peju kamu itu gak bau dan gak banyak bisa gak?” katanya dengan wajah dicemberutkan, lalu membersihkan wajahnya itu yang begitu belepotan pejuku.

“Hehe.. gak bisa kayanya kak, kakak sih cantik dan seksi gini…”

“Rese kamu.. gom-bal,” katanya sambil melempar tisu bekas itu ke arahku.

“Udah sana pakai celanamu! kakak mau mandi, gerah banget…” katanya.

“Kan seksi kak keringat-keringatan gitu, bau badan kakak juga lebih menggoda, hehe…” godaku karena masih ingin melihatnya seperti itu.

“Lama-lama kan gak enak juga dek, lengket banget rasanya kulit kakak” katanya sambil mengusap-ngusap lehernya.

“Udah yah adekkuuu,” katanya lagi sambil mengelus pipiku.

“Lain kali lagi yaaaah…,” sambungnya sambil tersenyum manis. Luluh deh hatiku, akhirnya aku iyakan juga. Lagian aku juga sudah keluar banyak amat barusan sampai lututku lemas. Akupun terduduk puas di kursi terdekat, makin lama makin luar biasa saja yang dia berikan dan tunjukkan padaku. Entah apa lagi selanjutnya.

“Dek…” panggilnya lirih sebelum masuk ke kamar mandi.

“Ya kak?”

“Mau mandi bareng?”

JEDAR! Apalagi ini!? Sebuah penawaran yang tentunya membuat penisku kembali bangun dan bersorak gembira \:v/

“Adeeeeekkkk? Kok bengong sih? Mau nggaaaak?” tanyanya sekali lagi dengan nada merdu.

“Eh, b-beneran kak? M-ma-mau…” aku tergagap kesenangan. Siapa juga sih yang gak mau diajak mandi bareng cewek secantik kakakku.

“Ber-can-da kok”

… Sialan.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan