1 November 2020
Penulis — qsanta
Esoknya Bu Bambang memakai kaos berkerah lebar dan rok yang pendek. Belahan dadanya terlihat jelas. Pak Bambang terlihat murung, lantas cepat keluar dari rumah tanpa bicara. Bu Bambang lantas ke halaman belakang, duduk santai di kursi malas namun aku tetap di dalam rumah. Aku takut Pak Bambang kembali.
Setelah sejam atau lebih Pak Bambang tak kembali. Aku keluar, ke halaman belakang dan duduk di sambil Bu Bambang yang lagi membaca. Menyadari aku yang duduk di sebelahnya, Bu Bambang menaruh bukunya dan mulai mengoles kakinya. Entah dengan hand body atau apa aku tak tahu.
Apa yang Bu Bambang lakukan sungguh erotis di mataku. Terlebih aku menyadari Bu Bambang melakukannya untukku.
Aku ingin menyentuhnya.
Aku ingin mengoleskan lotion itu pada kakinya.
Tapi keberanianku tak ada.
Selesai dengan kaki, kini Bu Bambang mengoleskannya di tangan. Setelah tangan, Bu Bambang memasukan tangan ke dalam baju dan mengoles tubuhnya yang terbalut kaos. Bu Bambang terlihat tak peduli pada satu - satunya orang yang memperhatikannya.
Bu Bambang mengejutkanku saat kakinya menyentuh kakiku lantas menatapku. Meski aku tak memiliki keberanian, namun tatapanku tak beranjak dari matanya.
“Ibu lapar nih. Mau makan gak?”
Aku mengangguk.
Tak ada lagi godaan dari Bu Bambang hingga malam saat Bu Bambang kembali melakukan aksinya di sofa. Pak Bambang terlihat tak senang tapi saat aku beranjak ke kamar, ternyata tak ada obrolan sama sekali.
Malam ini, saat Bu Bambang membungkuk mencium selamat malamku, kucium agak lama, bahkan kuberanikan diri memengang bahunya saat Bu Bambang mencoba bangkit. Efeknya tentu dadaku merasakan tekanan dari payudara Bu Bambang.
“Ali suka gak mencium Ibu?”
“Iya bu.”
“Ali suka gak liat kaki Ibu?”
“Iya.”
“Papanya Eri gak suka lho.”
“Ali tahu.”
“Tapi Ali tetep liat?”
“Habisnya gimana lagi.”
“Gak apa - apa kok. Lagian ibu juga gak keberatan.”
“Benarkah?”
“Iya. Ibu jadi merasa cantik dan senang.”
Bu Bambang kembali membungkuk dan menciumku. Kali ini tekanan payudaranya makin meningkat di dadaku.
“Ali senang liat kaki Ibu?”
“Iya.”
“Tapi gakkan Ibu kasih liat lagi kecuali Ali melakukan sesuatu untuk Ibu.”
“Melakukan apa Bu?”
“Beliin ibu sesuatu ke minimarket.”
“Sendiri?”
“Iya, sendiri. Mini market yang deket rumah. Ali mau kan, demi Ibu?”
Bibir Bu Bambang kembali menyentuh bibirku.
“Iya,” jawabku lirih.
“Bagus,” katanya terdengar senang, lantas menciumku agak lama lagi.