2 November 2020
Penulis —  unwell

Kakakku Tersayang

Halo, panggil aja gue Tomy, umur gue 22 tahun. Gue mo cerita tentang hubungan gue dengan kakak kandung gue sendiri. Istilahnya Incest. Jelas menyimpang dan tidak lazim, cuman yang gue mo tekanin bahwa inilah kenyataan hidup yang bukan tidak mungkin terjadi.

Thanks buat bung Wiro dan rekan-rekan dibelakangnya. Hubungan kami sudah berlangsung selama 3 tahun, sekitar tahun 1997 lah. Waktu itu gue masih kuliah tingkat satu, masih culun banget. Kakak gue juga masih kuliah, cuman udah tingkat akhir. Kita beda 4 tahun. Sekarang gue udah tingkat 4 dan kakak gue sudah bekerja disuatu instansi swasta.

Mungkin gue kasih dulu deskripsi kakak gue itu seperti apa. Dia tinggi, langsing, kulitnya putih banget, pokoknya potongan peragawati. Rambutnya lurus sebahu, wajahnya… nah ini, bukannya gue nepotisme, tapi dia cakep banget deh, suerrr, ini pandangan objectif cowok terhadap cewek.

Gue sendiri cuman sekuping dia, dan kulit gue gak seputih dia. Kadang2 gue suka mikir, jangan-jangan waktu lahir gue ketukar dirumah sakit. Sifatnya pun ramah, cepat akrab sama orang, nggak sombong mentang2 cakep. Sejak dari dia SMA sampe sekarang, udah nggak kehitung deh jumlah cowok yang nekat datang kerumah gue, apalagi kalo pas malam minggu.

Dia seperti kakak sekaligus orang tua bagi gue, soalnya bokap nyokap jarang dirumah, maklumlah produk metropolitan, semua orang harus sibuk bekerja. Paling mereka ada dirumah pagi-pagi sekali atau malam hari, itu pun juga kalo gak ada dinas ke luar kota. Jadi dia yang ngurus rumah kalo Bo’ Nyo’ gak ada.

Mungkin karena umur kami beda cukup banyak dan gue adek satu-satunya, dia perhatian banget dan lebih banyak ngalah ke gue, walaupun kadang-kadang penyakit jahilnya suka kumat. Hubungan kami cukup akrab dan kompak, saling melindungi kalo lagi diomelin Ortu. Walaupun kadang-kadang berantem itu kan biasa.

Temen-temen gue langsung kocar-kacir pulang, meninggalkan gue sendirian bersama kaset video terkutuk itu, padahal bukan punya gue, gue yang ketiban sial. Dia ngomelin gue habis-habisan, gue takut banget waktu itu. Semalaman gue gak bisa tidur, memikirkan bencana apa yang besok bakal menimpa gue, soalnya besok Bo’ Nyo’ pada pulang nih, gue pasti dilaporin.

Besoknya gue langsung minta maaf sama dia, disuruh ngapain juga gue rela deh asal nggak dilaporin. Ternyata dia gak marah, gue cuman dinasehatin, filmnya juga gak disita, disuruh balikin ke temen gue. Ohhh indahnya dunia. Rasanya pengen gue cium dia waktu itu, dia cuman senyum-senyum aja ngeliat wajah gue gak seputih mayat lagi.

Mungkin karena pengawasan orang tua kurang, gue berdua agak bebas dalam bergaul. Yah… gue akuin lah kakak gue tuh nggak alim-alim amat orangnya, gue bisa bacalah sedikit-sedikit. Habisnya temennya banyak, mereka seneng banget jalan, kalo libur pulangnya tengah malam terus, bahkan kadang2 gak pulang.

Kalo soal cowok, dia sih nggak tipe suka gonta-ganti cowok. Waktu itu dia punya cowok, mereka udah cukup lama berhubungan. Kayaknya mereka udah dekat banget. Kemana-mana jalan selalu bareng cowok itu. Sering kepergok sama gue dirumah mereka lagi pelukan, kadang-kadang lagi ciuman hot. Kakak gue nih termasuk cewek yang nafsu seks nya tinggi, kalo udah naek, desahan dan rintihannya kayaknya gak bisa ditahan lagi, padahal kan dia tau gue ada dikamar.

Gue jadi hoby ngintipin kakak gue itu kalo lagi pacaran dirumah. Biarpun kakak, horny juga gue ngelihat dia kalo lagi in action begitu. Gue rasa sih mereka pasti sudah sering make love. Gue pengen banget mergokin dia lagi make love, siapa tau dia sering make love dirumah kalo gue gak ada, tapi niat gue gak pernah kesampaian.

Nah awalnya sekitar 3 tahun yang lalu. Kakak gue berantem dan putus sama cowoknya. Wah… dia sress berat, berhari-hari gak keluar kamar, gak mau makan, gak mau kuliah, kerjaannya cuman nangis doank dikamar. Terpaksa gue ikutan diruman, nemenin dan jagain dia, gimana coba kalo sampe bunuh diri. Kalo udah bosen sendirian, dia minta ditemenin, terus dia curhat dan ujungnya pasti nangis lagi.

Kalo udah gitu paling gue cuman bisa meluk dia dan menjadi pendengar yang setia. Pernah waktu dia lagi curhat begitu terus gue ketiduran karena udah bosen denger ceritanya yang itu-itu aja. Begitu ketauan dia langsung marah besar dan ngambek, gak mau ngomong lagi. Terpaksa gue seharian merayu dia biar mau ngomong lagi.

Seminggu setelah itu hobynya pergi ke cafe kumat lagi, mungkin sebagai pelarian buat melupakan penderitaannya. Pulangnya selalu after midnight, nafasnya udah bau alkohol, terus langsung ke kamar dan tidur sampe siang. Malamnya pergi lagi. Lama-lama gue jadi sebel, habisnya gue udah kayak hansip aja, bukain dia pintu tengah malam.

Kalo gue bilangin dia langsung nangis, “Habis gue mesti gimana donk, Tom? ,” kalo udah nangis gitu gue jadi ikutan bingung. Malam itu dia pulang larut banget, kali ini dia keliatan agak mabok. Matanya merah dan jalannya agak sempoyongan. “Dari mana aja sih?” kata gue galak. Dia diam aja terus langsung masuk kamar.

Gak lama dia keluar lagi dan langsung lari ke kamar mandi. Gue denger dia nembak disana. Gue samperin aja, takut kenapa-kenapa. Gue lihat dia lagi berlutut didepan WC. Kasihan juga gue ngeliat dia, terus gue pijat pundaknya biar muntahnya keluar semua. Habis itu gue bantu dia cuci muka dan membopongnya kekamar.

Gue rebahkan dia diranjang, tapi dia minta didukukin menyender ke tembok. Waktu itu dia masih mengenakan jins dan kaos hitam ketatnya. Dadanya jelas membayang naik turun seirama nafasnya yang mulai teratur. Dia diam aja, teru mulai nangis lagi, sambil mulutnya mulai ngomong tentang mantan cowoknya lagi, rupanya malam ini adalah hari jadi mereka.

Aduhh… pusing deh gue kalo udah begini. Akhirnya karena gak tau mo ngapain, gue peluk aja dia, dan membiarkan dia menangis dibahu gue. Dadanya menempel erat di dada gue. Terus terang gue horny jugalah dalam kondisi begitu. Dia terus aja menceracau, tentang cowoknya yang jahat, semua cowok didunia jahat, terus gue bilang gue kan gak jahat.

Terus pipinya mulai menempel dipipi gue, dia mulai berbisik ditelinga gue, tambah horny aja gue ngerasain bibirnya menyentuh telinga gue. Masih jelas tercium nafasnya yang berbau alkohol. Gue peluk dia makin kencang, tangan gue meraba-raba punggungnya. Dia juga makin kencang memeluk gue. Nafasnya makin memburu ditelinga gue, kemudian dia berbisik, “Tom, tolongin gue Tom, tolongin gue, sekali ini aja,” tau-tau dia mencium bibir gue, gue kaget banget, gue cuman bisa bengong, kemudian dia berhenti dan menatap gue lekat-lekat, matanya mulai sayu, wajahnya saat itu bukan seperti wajah kakak gue yang selama ini gue kenal, “Tom, please, tolongin gue” dia berbisik lagi dengan nafas memburu, kemudian langsung melumat bibir gue, ciumannya panas, lidahnya langsung mencoba masuk kemulut gue, damn she’s like a pro.

Antara sadar dan nggak, gue mulai membalas ciumannya, pikiran sehat gue waktu itu masih bisa mikir, tetapi naluri seorang cowok berkata lain, antara bingung dan ragu gue mulai merespons ciumannya. Gue gak tau, mungkin karena efek alkohol dan sudah lama tidak make love yang membuat tegangannya tinggi begini.

Sambil tetap mencium, dia mendorong dan merebahkan badan gue, tubuhnya tepat menindih tubuh gue. Ciumannya semakin mengganas, erangan dan rintihannya mulai terdengar, dan kesadaran gue semakin hilang. Bayangan dia ketika bermesraan dengan cowoknya dan keinginan gue yang terpendam mulai menari-nari didepan mata.

Kemudian dia menghentikan ciumannya, mengangkat tubuhnya dan duduk diselangkangan gue, lalu dia membuka kaosnya dengan terburu-buru, sekilas terlihat tubuh putihnya yang selama ini belum pernah gue lihat, bra hitam masih membalut dadanya. Hanya sekejap, sebab dia langsung merebahkan tubuhnya kembali dan mencium gue.

Gue masih memeluk punggungnya yang telanjang, belum berani meraba dadanya. Sambil tetap mencium, dia mulai menarik-narik kaos gue keatas, gue bantu dia dengan menggerak-gerakkan badan, dan zap… secepat kilat kaos gue udah nyangsrang di karpet kamarnya. Kemudian dia mulai mencium leher dan dada gue.

Ciuman ganasnya, erangan dan rintihannya, dadanya yang hanya ditutupi selembar kain tipis dan menekan dada gue, dan pinggulnya yang bergoyang erotis mendesak selangkangan gue, mulai memburamkan pikiran sehat dan keraguan gue. Dan begitu bibir dan lidahnya menghisap puting kanan gue, disanalah kesadaran gue hilang sama sekali.

Kakak, kakak deh, bodo amat, lagian bukan gue yang memulainya, begitu pembelaan batin gue. Gue langsung membalikan badannya dan menindihnya. “Aahhh… ,” terdengar rintihannya lepas begitu berat tubuh gue menimpa tubuhnya. Sekarang giliran gue. Gue cium bibirnya mungil merekah habis-habisan, kemudian bibir gue mulai merambati leher jenjangnya, terus menggelitik daun telinganya, sementara tangan gue meremas-remas dadanya.

Lenguhannya semakin keras. Tangan gue mulai meraba punggungnya mencari kait bra hitamnya. Agak susah memang, soalnya gue biasa dibukain… hehehe. Begitu terlepas langsung gue renggut branya, dia membantu mengangkat tangannya. Dan… terpampang lah buah dadanya didepan mata gue, putih mulus dan kencang, dengan puting kecil yang sudah mencuat, ukurannya sebenarnya tidak seberapa besar, tetapi proporsional dengan tubuhnya yang ramping.

Dengan cepat gue langsung menghisap dan menjilat kedua puting itu. Efeknya luar biasa, dia langsung melenguh keras dan mengangkat tubuhnya. Terus gue hisap, jilat, gigit-gigit sedikit, remas, dan tubuhnya mulai bermandikan keringat, diiringi rintihannya, sekilas gue lihat wajah kakak gue itu, kepalanya gak mau diam, matanya terpejam, rambutnya sudah berantakan, wow…

Akhirnya gue bantu dia membuka jinsnya. Sekarang terpampang tubuh kakak gue hanya berbalut celana dalamnya. Wow.. indahnya. Gue langsung menubruk dan menindihnya dan kembali kita berciuman panas. Pinggul gue langsung menekan-nekan selangkangannya. Pasti dia bisa merasakan penis gue soalnya gue cuman pake celana pendek buat tidur.

Rintihan dan erangannya semakin keras, matanya tinggal putihnya, terutama ketika gue dengan keras menekan selangkangannya, sambil ciuman tak pernah lepas dari bibirnya. Karena udah gak tahan, dia dengan kasar membalikan tubuh gue, dalam posisi setengan menindih tubuh gue, dia mulai membuka celana dalamnya sendiri, menendangnya hingga terlepas, kemudian mulai memelorotkan celana pendek sekaligus cd gue.

Zap… sekarang gue dan kakak gue telanjang bulat berdua dikamar ini. Dalam mimpi pun gue gak pernah membayangkan seperti ini. Gue lihat bulu kelaminnya, gile nih kakak gue, lebat bo’. Penis gue langsung mencuat keatas. Sambil mencium gue, dengan agak ragu dia mulai meraba-raba adek kesayangan gue, jarinya yang lentik dan lembut jelas beda dengan tangan gue yang kasar, sesak nafas gue dibuatnya.

This is the point of no return. Gue tindih tubuhnya, penis gue menekan keras perutnya. Tubuh kami sudah bersimbah keringat. Gue tatap wajahnya, matanya sayu, nafasnya memburu, bulir-bulir keringat muncul diwajahnya, rambutnya kusut masai, beberapa menempel dikening karena keringatnya. Gue memandang matanya meminta persetujuannya.

Dia hanya memejamkan mata dan mengalungkan tangannya di leher gue. Gile gimana nih, waktu itu kesadaran gue balik sedikit, sedikit aja jangan banyak-banyak. Biar bagaimanpun dia kan kakak gue, gila apa gue mau melakukan hal itu sama dia. Lagian gue belum pernah melakukannya, peting-peting doank sih sering, tapi belum pernah sampe penetrasi begini.

Ditengah keraguan begitu, kakak gue membuka matanya dan berbisik, “Tom, please,” kemudian dia mencium gue penuh perasaan, terbias jelas perasaan sayangnya ke gue, sambil tangannya tambah erat memeluk leher gue. Dan keraguan yang tadi langsung hilang. “Kak, gu.. gue belon pernah,” kata gue jujur. Dia lalu menjulurkan tangannya menggengggam lembut penis gue, kemudian dibimbingnya menuju vaginanya.

ia mengangkat sedikit pinggulnya dan gue mulai memposisikan diri, kepala penis gue tepat berhenti dibibir vaginanya. Sentuhan pertamanya seperti sengatan listrik. “Pelan-pelan ya,” bisiknya. Kemudian sambil tetap menatap wajahnya, gue mulai menekan penis gue masuk sedikit demi sedikit. Kakak gue mengangkat wajahnya dan menggeliat, sambil membisikkan nama gue, “Toomm..

hhhhh… ”, ekspresi seorang wanita yang dilanda kenikmatan. Gilaaaa banget rasanya, tak terlukiskan, rasa hangat dan jepitan di penis gue, menatap wajah seorang wanit cantik menggeliat tepat dibawah gue, dan kenyataan bahwa wanita itu adalah kakak gue sendiri, benar-benar suatu paduan yang sukar diungkapkan, efek psikologisnya berbeda dengan apabila gue sedang bermesraan dengan cewek laen.

Gue mulai memompa pelan-pelan, kakak gue mulai menggoyangkan pinggulnya menyatukan irama, seiring dengan meningkatnya tensi, sambil tetap mencium bibirnya, goyangan semakin gue percepat. Derit ranjang, suara pergesekan dua tubuh, suara erangan, rintihan, dan desahan kenikmatan memenuhi kamar. Kemudian semakin lama, kakak gue semakin tidak terkontrol, dia memutar-mutar pinggulnya, tangannya mencakar-cakar punggung gue, tubuhnya menggeliat kesana kemari, kepalanya digoyang-goyangkan kekiri-kekanan, selalu lepas kalo gue cium, bibirnya menceracau memanggil-manggil nama gue, desah nafasnya semakin memburu, erangan dan rintihannya semakin keras, sampe gue takut kedengaran orang laen.

Mungkin karena dia udah horny berat, cuman sebentar, hanya beberapa menit saja, dia udah orgasme. Tiba-tiba dia memekik histeris, sambil memeluk gue keras banget sampe gue gak bisa nafas, tubuhnya kaku, wajahnya menggambarkan dia tengah dilanda kenikmatan amat sangat, cantik sekali, dan vaginanya itu…

ampun-ampunan, mendenyut-denyut teratur, semakin basah, dan jepitannya makin keras. Gileee gue jelas gak tahanlah, untung baru kemaren gue coli, kalo gak gue udah KO dari tadi-tadi, namanya juga baru pertama kali. Gue gak sempat mikir lagi, langsung keluar, rasanya banyak banget dan gak berenti-berenti, wah..

Begitu gelombang kesadaran perlahan-lahan kembali, berjuta rasa penyesalan, takut, bingung, malu, dan entah apa lagi berkumpul menjadi satu. Gue maluuuuuu banget waktu itu. Setan apa yang ada dibenak gue sampe gue tega menyetubuhi kakak sendiri, kakak yang gue sayangi, darah daging gue sendiri, walaupun dia duluan yang mulai, tapi dia kan lagi agak mabok dan sedang labil emosinya, ya tetap aja gue yang salah.

Tanpa ba bi bu, gue langsung bangkit, buru-buru pake celana, dan memungut baju gue, sebelum pergi gue lihat dia masih berbaring sambil berusaha menutupi tubuhnya dengan kain seadanya, dia menutupi wajahnya dengan tangannya. Gue tarik selimut yang terjatuh dibawah, gue selimutin dia, dan tanpa ngomong sepatah kata pun, gue kabur dari situ, masuk kekamar gue sendiri.

Waktu itu udah sekitar jam 3.00 pagi, pengen rasanya gue packing ransel gue dan langsung kabur dari rumah ini, gak tau kemana pokoknya pergi jauhhhhhhh banget. Gak ada muka gue buat ketemu kakak gue besok paginya. Mau taro dimana nih muka hhhiiiiiii, ngebayanginnya aja udah gemeteran gue. Gimana kalo hamil, aduhh aduhhh, mendingan gue bunuh diri aja deh.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan