2 November 2020
Penulis — Kusumawardhani
Kugerakkan batang kemaluanku perlahan-lahan. Mundur dulu, lalu kudorong lagi, tarik lagi dan… ooooh… ternyata memek Bunda ini enak sekali…!
Dan tiba-tiba Bunda melenguh, “Dududuuuuhhh…”
“Kenapa Bun?” tanyaku heran, “sakit?”
“Nggak Sayang…” sahutnya, “Justru ini… mmhhhh… enak sekali… mhhhhh…”
“Justru barusan aku yang mnau ngomong gitu Bun… gak nyangka… memek Bunda ini sa… sangat enak,” ucapku terengah, karena sudah mulai mengentotnya.
“Sttt… jangan keras-keras… nanti kedengaran tetangga… ayo lanjutin aja… entot terus Od…”
Aku tidak bicara apa-apa lagi. Bunda juga sama, hanya desah-desah nafasnya saja yang terdengar.
Dan aku mulai menikmatinya. Bahwa segala yang kusentuh pada saat seperti ini membuatku nikmat… nikmat sekali. Awalnya Bunda sendiri yang membisikiku, agar pentil toketnya diemut seperti bayi tengah menetek.
Aku jadi seolah kembali ke masa kecil. Mengemut-ngemut pentil toket Bunda. Tapi beda rasanya. Kali ini aku merasakan pentil toket Bunda jadi sangat sensasional.
Sebenarnya ini bukan pengalaman pertama menyetubuhi wanita bagiku. Karena sebelumnya aku pernah menyetubuhi wanita lain. Tapi tak terlalu mengesankan, karena wanita pertamaku dahulu jauh lebih tua daripada Bunda.
Namun rasanya mengentot Bunda ini jauh lebih nikmat. Membuatku sulit mengatur nafas. Karena pergesekan kontolku dengan liang memek Bunda ini, makin lama makin enak…!
Bunda pun tidak berdiam diri seperti patung. Pinggulnya mulai bergoyang-goyang, sehingga kontolku terasa dipilin-pilin dan dibesot-besot. Tentu saja aku jadi keenakan dibuatnya.
Cukup lama aku mengentot Bunda di siang bolong ini. Sampai akhirnya aku berbisik ke deklat telinganya, “Bun… boleh dilepasin di dalam?”
“Iya, nggak apa-apa. Aman…” sahutnya.
Akhirnyha aku berkelojotan di atas perut Bunda. Lalu menancapkan kontolku sedalam mungkin, sambil menyemprot-nyemprotkan air mani di dalam liang memek Bunda yang aduhai ini. Crotttt… crottttt… crotttttttt… crooottttt… crotttt… crottttt… crot… cret.. cret…!
Ternyata dugaanku benar. Setelah ngentot Bunda, aku bisa melukis dengan tenang dan nyaman. Tak terpengaruh lagi dengan keadaan Bunda yang sedang telanjang bulat di depanku. Pada hari itu aku bisa menyelesaikan dua buah lukisan yang tadinya mangkrak tak terselesaikan.
Bunda pun menyadari hal itu. Dia menatap kedua lukisanku yang telah selesai itu dengan sorot kagum. “Waaah… kedua lukisan ini sudah selesai, Od?”
“Iya Bun… ini berkat bantuan Bunda… kedua lukisan ini tinggal menunggu kering saja. Sudah bisa diserahkan kepada orang bule itu.”
Bunda yang sudah mengenakan daster kembali, memelukku dari belakang, “Berarti memek bunda ada gunanya juga buat pekerjaanmu, ya Od?”
“Iya Bun. Pokoknya kalau kontolku ngaceng, harus dientotin dulu ke memek Bunda. Supaya aku bisa memusatkan pikiran pada lukisan-lukisan yang sedang kukerjakan.”
“Tapi wajah bunda di lukisan itu… rasamya terlalu mirip wajah bunda… nanti bisa bikin heboh nggak Od?”
“Nggak Bun. Lukisan-lukisan itu akan dibawa ke Eropa semua. Setelah kering, lukisan-lukisan itu akan dilepaskan dari spanramnya, lalu digulung dan dibungkus secara rapi. Dan diterbangkan ke negara si bule itu. Aman Bunda… takkan ada satu pun lukisan yang dipajang di negara kita ini.”
“Syukurlah kalau begitu, “Bunda mengangguk-angguk sambil tersenyum.
“Bule itu akan membeli seberapa banyak pun lukisan yang sudah selesai kukerjakan. Harganya jauh lebih mahal pula, Bun. Yang penting, lukisannya harus lukisan wanita telanjang semua.”
“Waaah… kalau begitu, kamu bakal cepat kaya dong.”
“Kita akan banyak duit. Bukan hanya aku. Kan aku sudah janji, duit hasil penjualan lukisan-lukisan itu akan kubagi dua secara adil. Jadi Bunda juga bakal banyak duit nanti.”
Ketika malam tiba, biasanya aku dan Bunda tidur di atas bed yang terpisah. Tapi malam itu Bunda mengajakku tidur di atas bednya.
Tapi setelah aku merebahkan diri di samping Bunda, telingaku dibisiki olehnya, “Sebenarnya ngentot itu lebih enak malam lho.”
Pada saat berbisik begitu, tangan Bunda pun menyelinap ke balik celana pendekku. Dan meremas-remas kontolku perlahan. Maka kontolku pun menegang dibuatnya…!
“Masa sih?” tanyaku sambil meraba-raba paha Bunda di balik dasternya. Lalu kurayapkan tanganku ke pangkal pahanya. Ternyata Bunda tidak mengenakan celana dalam. Dan aku bisa menggerayangi kemaluannya yang tadi siang memberikan kenikmatan padaku.
Bunda memegang tanganku, lalu mengarahkan ke satu titik sambil berkata, “Ini nih itilnya yang harus dielus-elus… naaah… iya itu elus aja terus… iya… enak Od… enak…”
Ketika tanganku sedang mnengelus-elus itil Bunda, kontolku pun semakin ngaceng. Karena Bunda mengelus-elus puncak dan leher kontolku.
Akhirnya Bunda menyingkapkan dasternya tinggi-tinggi sampai perutnya pun terbuka. Sambil berkata, “Ayo masukin lagi Od…”
Aku pun melepaskan celana pendekku, lalu merayap ke atas perut Bunda sambil memegang kontolku yang sudah sangat ngaceng ini.
Bunda memegangi kontolku, lalu mencolek-colekkan moncongnya ke bagian yang sudah basah di memeknya. Mungkin mengarahkan supaya tepat letaknya.
Lalu Bunda memberi isyarat agar aku mendorong kontolku yang sudah ngaceng berat ini.
Dengan sekuat tenaga kudesakkan kontolku dan… membenam sedikit demi sedikit ke dalam liang memek Bunda.
“Oooooh… “Bunda mendesah sambil memejamkan matanya. Lalu dasternya pun dilepaskan lewat kepalanya sambil berkata, “Kalau nggak telanjang kurang sip.”
Aku pun ikut-ikutan melepaskan kaus oblongku, supaya sama-sama telanjang bulat.
Lalu kurapatkan dadaku ke dada Bunda, sambil memeluk lehernya. Bunda tidak mau dicium bibirnya, tapi aku bisa menciumi leher dan mengemut puting payudaranya. Sementara kontolku mulai mengentot liang memek Bunda yang aduhai… enak sekali rasanya…!
Kali ini durasinya jauh lebih lama daripada tadi siang. Aku dan Bunda sampai bersimbah keringat. Tapi kami tak peduli lagi dengan keringat kami. yang penting kontolku cukup lama mengentot liang memek Bunda yang luar biasa enaknya.
Esok paginya aku bangun ketika Bunda sudah masak di dapur. Aku pun mandi sebersih mungkin. Badanku pun terasa segar kembali. Kemudian kuhampiri Bunda yang sedang membuatkan nasi goreng untuk sarapan pagiku.
Setelah sarapan pagi, aku pun mengajak Bunda untuk bekerja sama lagi. Kali ini aku ingin posisi Bunda membelakangiku. Karena aku ingin membuat lukisan Bunda telanjang, tapi hanya bagian belakangnya yang kelihatan. Wajahnya sama sekali tidak kelihatan di lukisan yang akan kubuat ini.
Bokong Bunda yang gede memang memenuhi syarat untuk menjadi fokus lukisanku.
Ada dua lukisan baru yang akan kubuat. Yang satu, lukisan Bunda sedang rebahan sambil membelakangiku. Lukisan yang satu lagi adalah lukisan Bunda sedang berkaca di depan cermin, juga sambil membelakangiku, tapi bayangan wajahnya di cermin besar itu kelihatan.
Pada lukisan Bunda yang sedang rebah membelakangiku itu, kubuat sedemikian rupa, agar kemaluan bunda tetap kelihatan “nyempil” di antara kedua pangkal pahanya. Terkadang aku iseng, menghampirinya dan mencolek memeknya dari belakang. Katruan saja Bunda tersentak geli. “Odiii… Geli tau… jangan mancing-mancing bunda dong…
“Gampang Bunda, “Kalau Bunda horny, ya ngentot aja dulu. Aku kan orang bebas. Boleh bekerja semauku.”
“Kalau bisa sih begituannya malam aja Od. Siang hari mendingan juga dipakai melukis seserius mungkin. Jangan mikirin memek bunda dulu.”
“Iya Bunda. Nasehat Bunda akan aku camkan di dalam hati,” sahutku dengan nada serius, tapi sekali lagi aku mencpolek memek Bunda, membuat Bunda tersentak lagi. Dan aku kembali ke depan kanvasku sambil ketawa cekikikan.