31 Oktober 2020
Penulis — arifroziqi
Menjelang subuh, ia pamit untuk kembali ke kamarnya.
“Kalau kamu suka, aku siap melakukannya setiap waktu. Tetapi tolong jaga erat-erat rahasia kita ini,” ujarnya berpesan.
Aku mengangguk setuju. Bahkan sebelum keluar dari kamarku ia kuhadiahi ciuman panjang. Pantat besarnya kuremas-remas gemas dan nyaris punyaku bangkit kembali.
“Sudah ah, besok malam bisa kita sambung lagi. entar si nastiti keburu bangun dan Kamu kan, harus kuliah kan,” katanya.
Bergegas ia menyelinap keluar dari kamarku. Takut dengan gairahnya yang kembali terpancing. Perselingkuhanku dengannya terus berlangsung. Di setiap kesempatan, kalau tidak aku yang mengajaknya, ia yang mengambil insiatif. Bahkan di siang hari, kalau aku lagi ngebet, sengaja bolos dari kampus. Mampir ke warungnya dan memberi kode, lalu ia akan pulang menyempatkan melayaniku di kamarku atau di kamarnya.
Seperti siang itu, karena hanya ada satu mata kuliah, aku pulang agak siang dari kampus. Aku langsung ke warung untuk makan siang dan bermaksud memberi kode pada ibu kostku. Tetapi ia tidak di sana.
“Ibu baru saja pulang, mungkin untuk istirahat,” kata Yu Narsih, pembantunya yang ada menunggu warung melayani pembeli.
Jarak antara warung dengan rumah memang dekat tak lebih dari 50 meter. Maka setelah menyantap makan siangku, aku langsung ngabur ke rumah. Dia tidak sedang tidur seperti yang kusangka. Ia sedang melipati pakaian yang telah diambilnya dari jemuran duduk di ruang tengah. Maka dasar sudah horny, kudekati ia dan kupeluk dari belakang.
“Kuliahnya bebas Tris,” katanya.
“Cuma satu mata kuliah kok,” jawabku.
Ia berkeringat, mungkin karena kesibukannya melayani pembeli sejak pagi. Baunya khas, bau wanita dewasa. Tetapi tidak mengurangi gairahku untuk memesrainya. Ia mulai menggelinjang ketika tanganku menyelusup ke balik dasternya dan mencari gundukan buah dadanya. Kuremas-remas susunya dan kupilin putingnya.
Aku jadi gemas karena ia tak bereaksi. Tetapi melanjutkan pekerjaanya memberesi pakaian-pakaian yang telah dicucinya. Maka sambil menciumi lehernya, tanganku terus merayap dan merayap sampai kutemukan vaginanya yang masih tertutup CD. Baru ketika hendak kutarik CD nya ia berontak.
“Kamu pengin Tris?,”
“Iya. Habis vaginanya enak sih,” kataku.
Celana dalamnya berhasil kulepaskan tanpa membuka dasternya. Sebenarnya ia mengajakku untuk main di kamarnya. Tetapi kutolak, aku ingin ia melayaniku di sofa. Apalagi Nastiti tengah camping di sekolahnya sejak dua hari lalu. Jadi aku tidak perlu takut ketahuan anak gadisnya itu. Dan lagi aku cuma butuh pelepasan hajat secara singkat karena harus menyelesaikan makalah yang harus jadi besok pagi.
Jadilah setelah sebentar menjilati vaginanya dan meremasi susunya, hanya dengan menyingkap dasternya aku mulai menyetubuhinya. Dengan posisi duduk di sofa ia kangkangkan kakinya hingga memudahkanku memasukkan penis ke liang nikmatnya. Kugenjot pelan lalu mulai cepat, karena nafsuku memang sudah naik ke ubun-ubun.
Namun pada saat aku memuncratkan sperma ke lubang vaginanya, samar-samar kulihat seseorang melihati perbuatan kami. Ia adalah Yu Narsih, pembantu aku. Kulihat ia mengintip dari balik gorden di pintu dekat kamar mandi. Rupanya ia masuk dari pintu belakang rumah yang memang tidak terkunci. Aku langsung berdiri dan melangkah ke arah dapur.
“Dasar anak muda, kalau lagi ada mau nggak sabaran,” katanya tersenyum melihat tingkahku.
Dibersihkannya sperma yang berleleran di sekitar kemaluannya dengan daster yang dikenakannya. Ia tidak tahu bahwa sebenarnya aku tengah mencoba mengejar Yu Narsih yang langsung menyelinap keluar setelah perbuatanku dengan ibu kostku. Aku jadi panik, takut Yu Narsih akan menceritakan peristiwa yang dilihatnya kepada para tetangga.
Selepas sore kutemui Yu Narsih di rumahnya. Jarak rumah Yu Narsih hanya sekitar 500 meter. Terpencil di tepi sawah. Aku memang sering main ke rumahnya dan kenal baik dengan suaminya, Kang Sarjo yang berprofesi sebagai tukang becak. Wanita berusia sekitar 30 tahun dan berkulit agak gelap itu dan mereka belum di karuniai anak padahal sudah menikah 10 tahun
“Kang Sarjo mana Yu?”
“Oh, baru saja berangkat narik. Ada perlu dengan dia?”
Plong, lega rasa hatiku. Aku memang ragu, takut permasalahan yang ingin kusampaikan ke Yu Narsih di dengar suaminya. Aku dipersilahkannya duduk di balai, satu-satunya perabotan yang ada di ruang tamu rumah berdinding pagar itu. Yu Narsih pun duduk menyebelahiku.
“Tidak. Aku malah perlu sama Yu Narsih kok,” kataku.
Dengan pelan kusampaikan maksud kedatanganku. Aku meminta Yu Narsih tidak menceritakan apa yang dilihatnya siang tadi kepada orang-orang. Kasihan ibu kostku akan jadi bahan gunjingan orang. Dan sejauh ini Dia tidak tahu kalau Yu Narsih sebenarnya telah memergoki perbuatan itu hingga aku memintanya pula untuk tidak menegur ibu kostku.
“sebenarnya saya enggak apapa mas, tapi saya ada permintaan yang harus dilaksanakan sama mas tris?
“lha trus permintaan sampeyan apa yu”
“begini loh mas kami berumahtangga sudah lama tapi kok belum punya momongan,”
“gimana tho yu maksudnya”
Gini loh mas hamper disetiap pertengkaran mas sarjo selalu menyebut saya mandul, saya pengen membuktikan bahwa saya tidak mandul jadi saya butuh bantuan mas?
Jadi maksud yu narsih saya harus menghamilin yu narsih?
Iya mas, biar mas sarjo enggak menyebut saya mandul lagi”
Ooo gitu ya yu”
Jadi gimana mas tris mau kan”
Baik yu saya sanggup ”, lha trus kapan maunya yunarsih”
Katanya bu bidan masa subur saya sekitar 3 hari lagi den. jadi enaknya pas itu saja”
Baik yu “klu gitu saya tak langsung pulang saja”
Ooo iya mas tapi jangan bilang2 pada ibu yam as”
Beres yu”
Saya langsung pulang dan mengerjakan makalah saya.
setelah 3 hari dia pun menghampiri saya ketika saya pulang dari kampus
“mas entar sore tak tunggu loh”
Iya yu”
Sekitar jam 4 sore dia sudah siap2 mau pulang. sekitar jam 5 aku sudah berada disana.
“yu”
Ehh mas tris masuk mas”
Maaf yu mas sarjo sudah berangkat narik kan”
Tenang mas dia kalau narik biasanya sampai pagi
Saya pun mendekatinya Kucium bibrnya, hangat, dia menerimanya. Kucium dia dengan lebih galak dan dia membalasnya, lalu tangannya merangkul pundakku.
Kami berciuman dengan cukup ganas lalu aku turun ke lehernya, yu narsih pun mendesah “aahh.” Mendengar itu kuberanikan meremas payudaranya yang montok. Dia mendesah lagi, dam menjambak rambutku. Setelah beberapa saat kulepaskan dia. dia sudah terangsang, kulucuti pakaiannya, kaosnya kulepas, bra-nya, tampaklah gunung kembar yang pas dalam genggaman tanganku, dengan punting merah-coklat cerah yang telah mengeras.
Kubasaahi telunjukku dan mengelusnya, dia hanya memejamkan matanya dan menggigit bibirnya. Kulanjutkan melucuti celananya, dia memakai CD berenda putih sehingga tampak sebagian rambut kemaluannya yang lembab. Dan WOW, ternyata jembutnya tidak terlalu lebat dan rapi, rambut di sekitas bibir kemaluannya besih, hanya di bagian atasnya.
“Kamu rajin mencukur ya,” tanyaku, dengan wajah memerah dia mengiyakan.
Kupangku dia dan mulai menciuminya lagi, dan sapuan lidahku mulai kukonsentrasikan di puntingnya, ku jilati, kutekan bahkan kugigit kecil dengan gigiku, yu narsih menggelinjang keasikkan, dan mendesah-desah merasakan rangsangan kenikmatan. Tangan kananku mulai memainkan clit-nya, ternyata sudah banjir, kugesek klitorisnya dengan jari tengahku, perlahan-lahan, desahan dan lenguhan makin sering kudengar.
“mas yuk ke kamar saja”
Diapun menuntun kekamar, Kucium lagi mulutnya yang sangat becek oleh air liurnya. kurebahkan dia dan. Kulebarkan selangkangannya kugenggam penisku dengan tangan kananku, lalu kugosok-gosok kepala penisku pada permukaan kemaluannya.
“Oh… terus… aahh… nikmat sekali… sshh”, erang yu narsih. Akupun mempercepat gesekannya, dia menggeleng gelengkan kepalanya.
Lalu dengan tiba tiba kutancapkan penisku ke dalam vaginanya yang sudah banjir itu dengan satu hentakan keras, masuklah 3/4 nya penisku dengan leluasa. Bersamaan dengan itu dia berteriak sambil badannya sebatas bahu terangkat seperti hendak berdiri matanya membelalak menghadapi tikamanku yang tiba-tiba itu.
“oohh mas… enaak… terus… terus… lebih cepat ., ayo, terus… aahh”, erang yu narsih sambil menghempaskan kembali bahunya ke kasur.
Kedua tangannya membelai wajahku sambil menggigit bibirnya yang bawah matanyapun menunjukan bahwa saat ini sedang merasakan nikmat yang tiada tara. Akupun semakin cepat memaju-mundurkan penisku. Nikmat yang kurasakan tiada bandingnya. Vaginanya masih boleh dibilang sempit karena masih belum punya anak
Tanpa diduga kucabut penisku, hanya tinggal kepalanya saja yang masih tenggelam. Novi seperti ingin protes, tapi terlambat. Karena aku telah menekannya lagi dengan sekali tancap masuklah semua penisku.
“mass!”, teriak yu narsih keras sekali sambil tangannya memukul-mukul tempat tidur.
Aku semakin percepat gerakanku, walaupun aku sudah merasa sedikit lelah dengan pinggangku yang sejak tadi maju mundur terus.
“Terus mas ., oohh… terus… teruss… oohh… oohh… aahh. Aku hamper sampai”.
Tahan yu aku juga hampir
kami pun mengerang bersamaan dengan tercapainya pada puncaknya, sambil tangannya meremas-remas sprei tempat tidur di kanan dan kirinya, badannya tersentak-sentak hanya putih yang kulihat di matanya. Aku langsung tergeletak di samping nya. Kemudian keadaan membisu, hanya detak jam dinding yang mengingatkan akan kenikmatan yang baru saja kami alami. jam dinding menunjuk angka 7 malam jadi sudah sekitar kurang dari 2 jaman aku ber setubuh dengan dia. Kulihat dia tertidur lalu kuselimuti dia dan kutinggal pulang kembali ke kost2an