1 November 2020
Penulis — mamahlover
Namaku Erlan umur 42 tahun, istriku bernama Afreny umur 31 tahun tinggi 160 cm berat 58 kg. Aku telah mempunyai anak satu orang putra umur 13 tahun dan putri 8 tahun. Kehidupan rumah tanggaku baik-baik saja tanpa ada hal- hal yang membuat kami berselisih faham. Cuma ada sedikit keanehan dalam diri istriku.
emosi kalau ada masalah yang membuatnya tidak senang. Tetapi sekarang sedikit agak diam, lembut dan bawaan tenang. Aku sebenarnya ingin mengetahui apa sebab yang terjadi, tetapi aku kurang ingin tahu lebih banyak masalah keadaanya. Hal itu aku biarkan dan seolah tidak terjadi apa-apa. Suatu ketika aku melihat anaku yang paling besar pulang dari sekolah.
Anakku yang besar sudah SMP kelas 1 di sekolah negeri. Anaku pulang bersama temannya dari sekolah, kulihat badannya sama tinggi dengan anakku kira-kira 158 cm dan perawakan tubuhnya agak berisi dibanding anakku, kira- kira berat badannya 48-50 kg. Kulit anak tersebut sawo matang namun bersih. Sepertinya anak tersebut adalah kawan akrab anakku.
Dan baru kuketahui anak tersebut bernama Budi dan sudah sering main ke rumah ketika aku sedang bekerja. Dan kalau aku lagi dinas keluar kota atau ada pelatihan ke luar kota, anakku sering mengajaknya tidur di rumah. Bedanya si Budi anaknya ramah, supel, mudah bergaul dan pandai mengambil hati orang dan lebih dewasa dan mandiri.
Lain dengan anaku, sikapnya cuek, belum dewasa, belum bisa mandiri, kurang bergaul dengan teman- temanya, dan tidak dapat mengambil hari orang. Sehingga kalau Budi main ke rumah atau tidur di rumahku, seperti gak ada apa-apa dan seolah masa bodoh. Mungkin Budi tau sikap anak lelakiku dan tau kalau ada sedikit kekurangan atau juga tidak suka mengganggu orang lain jadi Budi senang bermain dengan anakku.
Dengan sikap Budi tersebut membuat istriku Afreny simpatik, apalagi Budi sering membantu dirumah entah itu menyapu halaman, membersihkan kamar anak lelakiku bahkan belajar bersama dan mengajari anak perempuanku belajar. Karena sikapnya itu Budi seolah sudah dianggap istriku sebagai anaknya sendiri. Bukan hanya itu, karena sikap kedewasaanya membuat istriku seolah ada tempat curhat mengenai sikap anak lelakiku.
Dan kalau aku perhatikan malah si Budi justru lebih sering dekat dengan istriku ketimbang anak lelakiku, entah itu duduk atau nonton TV, makan, bahkan istriku masak, Budi selalu ada di dekatnya. Hal itu membuat istriku semakin simpatik pada Budi dan senang sekali dibuatnya. Dari pengamatanku itu, aku seperti melihat keanehan dalam diri Budi.
Sepertinya ada sesuatu yang ia inginkan atau yang rencanakan. Tetapi apa? aku tidak dapat mengetahuinya. Malah persahabatannya dengan anaku, sepertinya biasa-biasa saja tidak ada yang istimewa, malah dengan istriku Budi seolah menemukan teman wanita yang dianggapnya istimewa atau paling spesial. Dari keanehan-keanehan itu membuatku menjadi penasaran ada apa dibalik kebaikan Budi selama ini?
anakku berangkat ke sekolah, sedangkan aku masih di rumah dengan rencana telah disiapkan. Kubilang pada istriku. Mi… kalau mau ke pasar, pergi saja dan bawa kunci. Nanti aku bawa kunci serep Perginya jam berapa Pi? tanya istriku Bentar lagi, kira-kira jam 7 jawabku. Oh… iyalah kalau begitu aku ke pasar dulu ya Pi sahut istriku.
Ya jawabku yang lagi di kamar mandi. Setelah istriku pergi, aku telah menyiapkan keperluan seperti sarung, baju trening, racun nyamuk, makanan ringan buat persiapan. Sebab aku bukanya ke luar kota, tetapi bersembunyi di atas loteng rumahku sebagai tempat pengintaianku. Di atas loteng aku tiduran, karena sudah aku persiapan terlebih dahulu untuk mengintai dan tak lama kudengar pintu rumah dibuka, dan rupanya istriku telah pulang dari pasar.
Kira-kira pukul 12.30 siang, anak- anakku sudah pulang dari sekolah. Dan samar-samar kudengar ada suara yang sudah hafal di telingaku yaitu suara Budi. Ternyata Budi datang lagi ke rumahku. Setelah makan siang anak- anakku disuruh belajar siang setelah usai makan siang, karena kalau malam jam 22.00 wib sudah wajib tidur.
Setelah belajar siang kurang lebih satu jam setengah, anak-anaku wajib tidur siang. Dalam pengintaianku di atas loteng, kulihat Budi yang tidak tidur siang. Memang perumahan di mana tempatku tinggal kalau siang agak sepi, sehingga suasana lingkungan menjadi tenang. Dari atas loteng di mana plafon rumahku telah aku lobangi sebesar uang seratus rupiah.
rumah rusak karena bocor oleh hujan sehingga tidak perlu
aku lobangi. Kulihat Budi duduk di sofa ruang tamu sendirian sambil membaca buku pelajaran
sekolahnya.
Selang beberapa menit aku melihat istriku datang dan duduk di dekat Budi lalu berbicara. Lagi baca apa Bud? Ini Bu, Budi lagi belajar pelajaran Biologi, minggu depan kata Bapak guru ada ulangan harian, jadinya Budi mesti menghafal tentang tumbuh- tumbuhan, sifatnya dan lainnya. Bud, Rio sudah kamu kasih tau kalau ada ulangan minggu depan?
tanya Istriku. Sudah Bu jawab Budi, makanya Budi ngajak Rio belajar bersama, karena Budi perhatikan Rio susah sekali memahi hampir semua mata pelajaran Bu. Karena Rio sudah Budi anggap sebagai saudara, jadi Budi kasihan saja takut nanti Rio tidak dapat naik kelas. Jelas Budi sembari tetap fokus akan buku pelajaran yang ia baca Tak lama kulihat istriku terdiam.
Tampak matanya sedikit memerah dan tak lama butir-butir air menetes di kedua pipinya. Istriku kulitnya putih agak kuning langsat, tinggi kurang lebih 160 cm, berat 58 kg. Rambut lurus dan hitam sebahu, hidung mancung, mata bulat, dan bibir sedikit tipis. Wajah cantik meski usia sudah berkepala empat.
Bentuk payudaranya 36B dan pinggul bulat dan besar dengan ukuran celana 34. Budi terkejut melihat istriku sesegukan, istriku menangis. Bu, ada apa? suara Budi lembut bertanya kenapa Ibu menangis? Lalu istriku menjawab Bud, Ibu minta tolong kepada kamu Ya Bu, minta tolong apa? Tanya Budi sambil mulai memfokuskan dirinya kepada perkataan istriku.
Ibu berharap kepadamu, tolong bantu Rio dalam belajar. Rio, kalau Ibu lihat bayak kekurangan, baik dalam belajar, kemauan, kemandirian, pergaulan dan kedewasaan. ujar istriku dengan mata mulai berkaca-kaca dan melawan emosinya, Jadi hanya kepadamu, Ibu berharap Bud! Karena kamu teman dekatnya yang bisa diajak ngobrol.
Selama ini Ibu merasa kuatir, bagaimana perkembangan Rio ke depannya tambah istriku sambil mengusap airmatanya yang mulai menetes turun dari kedua matanya, tapi syukurlah ada kamu teman yang dianggapnya baik kepadanya. Dengan berlinang air mata istriku menyampaikan keluh kesah kepada Budi. Mungkin dengan anak itu dia dapat menyampaikan isi hatinya.
Dan Budi seolah memahami apa yang dirasakan istriku. Dan dengan rasa ibanya tangan kiri Budi merangkul pudak kiri istriku kemudian Budi memeluk istriku sambil berkata, Bu, Budi janji akan membantu Rio sesuai keingan Ibu. Tidak hanya kepada Rio, kepada Icak juga Budi akan bantu dalam belajar. Sambil dirangkul Budi, pipi istriku diusap, menghapus air mata istriku yang jatuh dipipinya.
Kepala istriku terjatuh di pundak Budi. Budi terus membelai pipi dan rambut istriku. Seolah ada tempat mencurahkan isi hatinya, istriku memejamkan matanya. Tidak hanya itu, Budi sedikit mulai berani mengecup kening istriku. Istriku hanya diam saja atas kelembutan sifat Budi. Budi berkata lagi, Bu, Budi janji akan membantu Ibu, tidak hanya mengajari kedua anak Ibu.
Tetapi apapun perkejaan di rumah Ibu, Budi akan bantu mengerjakannya. Istriku berkata, Terima kasih Bud atas kebaikan kamu. Ibu tidak dapat berkata apa - apa kecuali terima kasih kepadamu. ujar istriku sambil memeluk tubuh budi. Tidak apa-apa Bu, dengan di ijinkannya Budi main kesini, Budi sudah senang.
balas Budi sambil membelai belai rambut panjang istriku yang tergerai. Bu… Ucap budi dengan ragu tanpa melanjutkan kalimatnya. Ada apa Bud, Budi mau bicara apa? jawab istriku Anu Bu, selama ini Bud, kurang deket sama orang tua Budi, terutama sama Emak. Emak Budi, sering marah saja. Ndak tau sebabnya, Mungkin keluarga Budi kurang mampu, jadi mamak sering marah- marah.
Entah kenapa kalo sama Ibu, Budi merasa nyaman, bahagia sekali. Mungkin Mamamu, ada masalah jadi kurang mood terhadap anak-anaknya. Nanti juga baik lagi Ibu yakin. Jawab istriku sambil tersenyum. Tapi jujur, bu. Ibu orangnya baik, ramah tidak pemarah jadi Budi sangat suka dan senang kepada Ibu.
Bahkan Budi begitu sayang kepada Ibu. Ujar budi kepada istriku. Aaah… Kamu bisa saja Bud !, Ibu juga sering marah-marah juga kok! jawab Istriku. Kamu saja yang belom tau tambah istriku lagi. Bu… Iya Bud?, Boleh Budi mencium Ibu?, Kenapa Budi mau mencium Ibu? tanya Istriku.
Karena Budi sangat sayang kepada Ibu, Budi juga menganggap Ibu sebagai ibu kandung Budi!!! jelas budi kepada istriku dan membuat istriku tersenyum manis. Bud, Kamu menganggap Ibu sebagai Ibu kandungmu dan Ibu juga menganggap kamu sebagai anak Ibu. Ibu tidak keberatan kamu mencium Ibu jawab istriku dan Budi membuat Budi ikut tersenyum.
Dari atas loteng tempat aku mengintip kulihat dengan pelan Budi mulai mencium kening istriku, Istriku pun memejamkan matanya. Tidak hanya kening, ciuman Budi berpindah-pindah. Mata, hidung, dan kedua pipi istriku. Masih dalam rangkulan tangan kiri Budi, dan kepala istriku juga masih tersandar di bahu Budi.
Sedangkan tangan kanan Budi juga membelai wajah, rambut dan leher Istriku. Kulihat juga bibir istriku agak sedikit terbuka, entah menandahkan apa. Apakah suka atau rasa cinta terhadap anak atau perasaan yang lain. Tapi dengan jelas, ciuman Budi mulai merambat turun keleher putih istriku. Di daerah sekitar leher putih istriku itu ciuman Budi cukup lama.
beralih naik kepipi dan kening terus hidung istriku.
lanjud gan?