3 November 2020
Penulis —  UcihaJhony

Akay dan UMI indah

**part 3

Umi Indah

**

“Umi”, Akay bersuara perlahan, hampir berbisik kepadanya.

“Hmmmm…”. Indah tersadar dari lamunan.

Barisan perkebunan dan sawah di sisi jalan yang dilalui oleh bus Patas, terlihat sunyi pada dini hari itu.

“Kapan kita balik lagi ke Jakarta?”. “Eh baru aja balik, nyampe rumah juga belum, sudah pengen ke Jakarta lagi, blum puas ya?, padahal seminggu lho kita di Jakarta ”. Akay hanya tersenyum. Melihat ke arah uminya yang masih menyandar ke sisi jendela Bus.

“Belum puas Umi, kurang lama! Akay coba bercanda. Indah tertawa kecil. jemarinya yang agak kasar karena menjalankan tugas seharian sebagai ibu rumah tangga dan membuka warung makanan di kampung mereka, Indah segera mencubit paha Akay. Dia pun tidak tahu mengapa tiba2 mencubit paha Akay, mungkin reaksi spontan sebagai seorang wanita.

Akay memegang tangan Uminya. Terasa dingin tangan Indah. Tangan itu diusap-usap secara perlahan. Indah membiarkan perlakuan Akay, malah dia ikut menggenggam pula tangan anak lelakinya itu. Tangan mereka menjadi satu.

“Akay rasa, satu hari nanti Akay akan kerja di Jakarta”.

“IYa kah?”.

Akay mengganggukkan kepalanya. Dalam keheningan dia tersenyum.

“Akay tak kasian ama Umi, berarti Umi bakal tinggal sendirian di kampung?” Indah seolah-olah merajuk.

Akay tidak dapat menjawab. Dia merasa kesal karena topik untuk bercanda denga Uminya malah membuat uminya sedih. Tangan Indah ditariknya. Tubuh Indah kembali rapat ke arah Akay.

Kepala Indah kembali bersnandar ke bahu Akay.

Raungan mesin bus jelas terdengar di pagi yang hening itu.

Akay melihat sekeliling memperhatikan penumpang lain di dalam bus. Terlihat hampir semuanya tertidur karena perjalanan yang lumayan jauh ditambah lagi AC bus yg cukup dingin sangat memungkinkan untuk tertidur sangat nyenyak.

Akay memperhatikan Uminya. Tubuh wanita separuh baya itu masih bersandar pada dirinya. Dia melihat dengan bergairah buah dada Uminya yang turut bergerak-gerak senada dengan hentakan pergerakan bus yang mereka naiki. Dari gerak-gerik Uminya, Akay meyakinkan dirinya sendiri bahwa Uminya tidak menyadari apa yang telah dilakukannya barusan terhadap dirinya.

“Umi”.

“Mmmmm…”.

“Akay sayang Umi”.

Akay menunduk mencium kening Uminya yang berjilb itu.

Gairah nafsu mulai meresap mengalir di dalam tubuh Indah. Dia meremas-remas secara perlahan tangan Akay, anak bungsu kesayangannya. Temannya selama ini sejak kematian suaminya, yang slalu menemani keseharian Indah di kampung, di saat anak-anak yang lainnya pergi merantau untuk bekerja dan belajar.

Buah dada Indah terasa mengeras, Buah dada yang telah lama tidak dibelai oleh tangan lelaki setelah kematian suaminya. Celah di selangkangannya mulai terasa tidak nyaman lembab dan basah. Meskipun telah berusia 40 tahun tetapi gairah dan nafsunya tetap normal sebagai seorang wanita, apalagi setelah lebih dari tiga tahun menyendiri.

Akay menyondongkan kepalanya ke kepala Uminya yang bersandar lunglai di atas bahunya. Kepala mereka bersisian di antara satu sama lain. Wangi perfum yang dipakai oleh Uminya kembali merangsang hidung Akay. dalam keheningan dinihari dan keremangan dalam bus karena lampu yang sejak berangkat dari terminal tidak di nyalakan.

Akay melirik wajah Uminya. Baginya uminya cukup caantik, ayu, berkulit putih, berwajah Imut dengan dihiasi sebutir tahi lalat kecil di antara hidung dan pipi kanan.

Bibir Uminya terlihat lembab, sesekali terlihat juga lidah Uminya menjilat bibir itu, mungkin Uminya ingin membasahi bibirnya yang kering.

Dari pandangan Akay, Uminya tidak terlihat seperti wanita berumur 40an. Ditambah pula dengan tubuh Uminya yang sederhana, mungkin orang akan menyangka usia Uminya hanya awal 30an.

Memang keluarga dari Uminya tidak terlihat dari usia karena kakek dan nenek serta saudaranya yang lain kelihatan lebih muda dari usia mereka.

“Sayang Umi”, Akay mencium pipi Uminya.

“Hmmmmmmm… Indah tersenyum saat terasa bibir hangat Akay mencium pipinya. Matanya terpejam. Walaupun itu hanyalah sebuah ciuman seorang anak terhadap ibunya, tetapi jantung dan hati indah tetap berdegup dan berdebar. Kedua pahanya mengapit dirapatkan. Basah dicelah selangkangannya membuat dia merasa tidak nyaman.

“Sayang Umi lagi”.

Sekali lagi Akay mencium pipi Uminya. Ciuman kali ini hampir begitu dekat dengan bibir Indah.

Akay memperhatikan bibir Uminya. Lembab dan basah. Muncul rasa di hatinya ingin menikmati bibir itu.

Ditambah lagi dengan desah nafas hangat Uminya yang begitu dekat dengan wajahnya membuat dia benar-benar terangsang.

Dari teman-temannya terutama Bedu dan Iwan, Akay selalu mendengar mereka bercerita tentang nikmatnya mencium bibir wanita. Mereka dengan bangga memberitahu langkah demi langkah sehingga dapat berciuman dan beradu lidah dengan wanita.

Akay hanya tersenyum mendengarnya, karena dia tidak pernah mencoba. Bagaimana hendak mencoba jika pacarpun tak punya!.

Degup jantung di dada Akay bertambah kencang. Dia akan mencobanya. Ya! Dia akan mengecup bibir Uminya. Tiba-tiba, rasa takut muncul menghampiri, Bagaimana kalau Uminya menamparnya karena kurang ajar? Namun sejak dia kecil Uminya tidak pernah menamparnya. Lagi pula, sewaktu dia meraba buah dada Uminya di dalam ruang bioskop, Uminya tidak marah.

Akay nekad, nafsu dan keinginannya juga tidak dapat dikontrol. Di Usia remajanya yang di penuhi rasa ingin tau dan dalam keadaan tubuh yang berhimpitan dengan seorang wanita yang bertubuh lebih kecil daripada dia membuat dia terangsang. Walaupun wanita itu adalah Umi, ibu kandungnya sendiri.

Satu ciuman lagi Akay berikan kepada Uminya, kali ini hampir menyentuh bibir Indah. Kemudian dengan perlahan-lahan dia menekan bibirnya ke atas bibir uminya.

“Uhhhhhhhh…”. Perlahan Indah melenguh saat terasa bibir hangat

Akay menekan bibir lembut dan lembabnya.

Dia menggenggam kuat tangan Akay karena terangsang. Dia merasa berada di alam khayal, tetapi yang dirasakannya nyata. Matanya terpejam. Akay begitu senang karena Uminya tidak membantah dan menolak ciumannya. Malah membiarkan dia melakukannya.

Kemudian Akay tersadar tangannya digenggam kuat oleh Uminya itu seolah-olah ditekan ke celah paha Uminya. Keadaan tubuh Uminyaa yang menghimpit ke arahnya membuat sikunya menggesek-gesek buah dada Uminya. Wajah sayu dan bibir lembut Uminya, serta wangi pafum yang dipakai oleh Uminya membuat Akay tenggelam di dalam kenikmatan.

Indah melenguh lemah saat bibirnya yang lembab itu dicumbu oleh anaknya. Panas membara mulai menjalar di dalam tubuhnya saat terasa lidah anaknya mulai mencari ruang untuk masuk ke dalam mulutnya. Lidah anaknya itu terasa menekan-nekan giginya.

Akhirnya Indah pasrah, dia membuka sedikit ruang bibirnya dan lidah anaknya lolos, masuk ke dalam mulutnya. Mata Indah tertup rapat. Malah dia terangsang, sudah begitu lama dia tidak merasakan ciuman dari seorang lelaki.

Lenguhan dan desahan nafas Indah perlahan terdengar saat lidah anaknya bergerak kasar dan masih kaku. Indah tahu Akay bukanlah seorang yang berpengalaman tetapi sudah cukup untuk mendatangkan rasa gairah di dalam dirinya yang telah lama gersang dan kespian.

saat saling berpagut, air liurnya dan air liur anaknya itu saling tertaut. Indah bagaikan terhenyak. Tersadar bahwa perbuatan yang mereka lakukan itu telah melampaui batas. Dia menarik wajahnya dari cumbuan Akay. Dia bersandar di kursi, coba menenangkan dirinya sendiri sambil menarik nafas panjang.

“Umi”. Akay memanggil Indah, setengah berbisik.

Indah terdiam, kehangatan ciuman tadi membuat bibirnya kelu serta dadanya bedegup kencang. walaupun itu hanya ciuman dan percumbuan yang sebentar. Indah tidak menjawab panggilan Akay itu. Perasaan malu, menyesal dan nikmat berputar2 di kepalanya.

Tangan anaknya itu tetap digenggam di atas pahanya.

Dan Bus pus masih terus berjalan melaju meneruskan perjalanan, menjadi saksi percumbuan sesaat antara ibu dan anak di antara alam mimpi penumpang laiinya, di kesunyian dan keheningan menjelang munculnya sang fajar

To be contiCroot…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan