1 November 2020
Penulis —  halu_halu

Tidur Seranjang dengan Adikku

Namaku Hardi, usiaku 22 tahun, sudah bekerja di salah satu perusahaan swasta. Tinggi 170. brt 65 kg, wajahku standar aja alias pasaran, tp cewek2 bnyak yg suka dengan parasku ini. Aku akan menceritakan awal kisah ini yang terjadi 2 tahun yang lalu (sampe sekarang masih berlanjut), saat usiaku 20 tahun.

Adikku wajahnya lumayan manis, tinggi sekitar 155cm, berat kira2 45 kg, pantat sudah mulai membentuk bulat indah, dan tampak kencang banget. Buah dada sudah nampak mulai tumbuh ranum-ranumnya, sering aku jadi curi2 pandang ke balik tanktop putihnya yang tanpa bra, saat dia mau ganti pakaian sepulang sekolah atau saat bersantai nonton tv.

Kadang muncul dalam benakku keinginan untuk bisa meremas tetek adikku yg baru mekar itu, sungguh menggemaskan dan amat mengundang birahiku. Apalagi lingkaran coklat muda terlihat samar-samar dan putingnya yg menonjol kecil, nampak indah dan menggiurkan. Ku hanya bisa menelan ludah, untuk membasahi kerongkonganku yg mengering terbakar panas birahi yg tersembunyi.

Kadang ku bertanya dalam hati, “Kapan ya ada kesempatan aku bisa menikmati tubuh adikku?”

“Pasti ada cara untuk itu, kamu pasti bisa! Kamu punya akal.” bisik setan dalam otakku.

“Jangan kau lakukan itu. Itu dosa besar. Apalagi itu kan adik kandungmu sendiri! ”, sisi baikku mengingatkanku. Bisikan itu selalu datang silih berganti, tapi si otong kecilku ini tak bisa di ajak kompromi, dia begitu kelojotan ingin keluar dari persembunyiannya manakala pemandangan yg syur tampak lagi di depan mataku.

Kala itu, aku tengah menikmati kopi panas sambil nonton film remaja pada sebuah stasiun tv swasta. Adikku yg baru datang sekolah langsung menyimpan tas di meja belajarnya dan terus membuka baju seragam SMP nya tanpa malu-malu di depanku, karena memang sudah terbiasa seperti itu. Mungkin juga karena tidak ada orang lain, selain keluarganya sendiri.

“Judulnya apa, mas?” tanya adikku tanpa melirik ke arahku, sambil membetulkan bantal untuk alas tidurnya.

“Gak tahu, mas aja baru nyetel.” jawabku. Sambil mataku tak terlepas dari tonjolan dada adiku yg aduhai, terpampang depan mataku. Gundukan gunung kembarnya tampak naik turun, seiring tarikan nafasnya, makin membuat “otong” ku perlahan-lahan berdiri di balik celana dalamku. Kalau sudah begitu, hanya sabun mandi yg sering nuntasin permasalahan seperti ini.

“Gak makan dulu Ti?”, tanyaku sambil mata tak lepas dari bukit kembarnya.

“Nanti aja lah belum lapar.”, balasnya.

“Nanti masuk angin lho, jangan dibiasakan telat makan gitu.”

“Yang masuk angin tuh mas Har. Ngopi mulu tiap hari, bikin perut kembung tuh?”, ledeknya sambil nyengir.

“Ehhh, ni anak sok tahu nih. Kucubit ntar baru nyaho luh.”

“Cubit aja, tapi jangan keras-keras.”, jawabnya makin ngeledek.

“Gini!“sambil kucubit pipinya yg mulus tanpa bintik jerawat satupun tumbuh di pipinya.

“Aaooww! sakit tahu.” katanya sambil bibirnya agak di manyunin berlagak marah.

“Habis mas gemes sama kamu, adik kakak yg paling imut-imut.”

“Yeyy, imut-imut apa amit-amit.” katanya sambil tersipu.

“Imut, tahu arti imut?”

“Apa?” tanyanya sambil menengadahkan kepalanya melirikku.

“Imut itu… artinya Ingin ngemut.” Jawabku sambil tertawa.

“Ihh! jorse… mas Har nih.” kata Titi sambil ninjuk ke arahku.

“Apa tuh jorse?”

“Jorok sekali tahu!”

“Ah masa gitu aja jorok, yg jorok tuh yg belum mandi, kaya yg lagi tiduran, bau.”

“Biarin, yang penting kan manis. Wek!” cibir adikku ngeledek

“Yang manis apanya?” balasku sambil kudekatkan wajahku ku ke wajahnya sambil ku balas mencibir.

“Ya wajahnya dong, sama senyumnya.”

“Mana?” sambil kucium pipinya gregetan. “ah… bau…” ledekku.

“ih, mas Har genit deh.” cemberut adikku sambil ngusap pipinya dengan telapak tangannya.

“Biarin, sama adiknya ini. Mau di cium lagi…?’

“Gak mau !!” spontan kedua tangannya menutup wajahnya yang memerah.

Aku iseng, kukelitik pinggangnya yang terbuka karena tanktop yg dikenakannya agak terangkat ke atas.

“Aahhh… massss… geli !!“tangannya menepis tanganku dari pinggangnya sambil terus bangkit lantas mencubit tanganku.

“Aduuhh! Nyubitnya beneran, sakit nih. Tuh kan lecet deh, Ti.”

“Biarin! Lagian ngeledek aja.” sambil berbalik mau tiduran lagi.

Saat dia membelakangiku, kuraih pinggangnya dan kududukkan di pangkuanku.

“Kubalas kamu, nih!” sambil kucubit pahanya yg putih mulus, kiri dan kanan. Titi meronta -ronta sambil cekikikan karena geli.

“Gak mau gak mau, mass! Udah udah! geli!” sambil tangannya mencubit lenganku.

Ada rasa nikmat menjalari tubuhku, saat senjataku ditekan-tekan pantatnya yg kenyal karena meronta-ronta. Sesekali telapak tanganku menyentuh setumpuk daging empuk di dadanya, saat tubuh Titi menggelinjang kegelian. Tak ingin rasanya kulepaskan dekapan ini, tapi ku takut nanti adikku malah jadi marah dan menganggap kakaknya cabul.

“Sudah ah, mau mandi dulu ntar diledek lagi sama masku yg ganteng tapi cerewet.” kata Titi sambil bangkit dari dekapanku.

“Eh… malah ngeledek lagi ni anak.” kataku sambil bangkit dari dudukku seolah hendak menangkapnya. Titi langsung lari menjauh.

“Ti, mas mandiin nggak?” candaku.

“Emang balita, gak bisa mandi sendiri.” jawabnya dari dalam kamar, saat ambil handuk.

“Alah, dulu aja mas Har sering mandiin kamu. Malu ya sekarang sudah punya pacar?”

“What !?? pacar? sekolah dulu kaleeeee.” teriak adikku sambil mencibir, terus berlalu ke kamar mandi.

Tak lama kudengar guyuran air dari kamar mandi, sementara anganku melayang membayangkan betapa nikmatnya jika ku bisa leluasa mencium bibir adikku yg merah alami, laksana mawar nan merekah dan kubelai lembut tetek ranum yg mengkel serta kukulum puting mungilnya yg coklat kemerahan itu.

“Ah!!! gila! Kenapa pikiran seperti itu selalu timbul?! bener2 kakak tidak waras aku ini!” batin ku menghardik diriku sendiri.

Aku beranjak dari kursiku dan ngeloyar ke dapur sambil membawa gelas, setelah kopi nya kutenggak habis membasahi kerongkongan yg terasa kering karena panas birahi atas adikku barusan.

“Mandinya sudah belum, Ti?” teriakku saat sudah tak terdengar suara guyuran air dari gayung bak mandi.

“Sudah, lagi handukan. Mas mau mandi juga?”

“Iya.”

“Kenapa nggak bareng Titi barusan? Sambil mandiin Titi.” katanya setelah berada di luar kamar mandi.

“Ya udah sini, mas pangku lagi ke kamar mandi.” kataku seolah hendak membopongnya. Titi lari sambil cekikikan, hanya berbalut handuk bergambar “Snoopy,” sangat menggairahkan.

Ku buru-buru ke kamar mandi, sebenarnya ingin cepat menuntaskan permainan rahasiaku selama ini. Saati birahi tengah memuncak, dengan onani lah kuselesaikan hasrat dan libidoku.

Jam 5 sore, ibuku pulang dari pasar, semenjak ayahku tiada, ibulah yang selama ini menafkahi keluarga yang kini ku bantu juga dari gaji yang kuperoleh tiap bulan dari hasil kerjaku. Kebetulan ibu memiliki kios pakaian di pasar, walau tidak besar tapi cukuplah untuk biaya hidup kami sehari-hari.

“Kok sore pulangnya, bu, rame ya kiosnya?”

“Ya lumayan rame juga, Har. Ini kan tanggal muda. Mana adikmu, Har?

“Tidur Bu.”

“Oh iya! Har, lusa kan budhemu mau hajatan, nikahin sepupumu, si Reni. Jadi besok ibu mau ke Wonogiri, paling dua hari. Kamu kan masih cuti, jadi tolong jagain dulu kios. Sayang kalau tutup, siangnya biar Titi bantuin kamu sepulang sekolah. Nggak enak kalau ibu nggak ke sana.”

“Emang berangkat jam berapa, bu?” tanyaku

“Sekitar jam 7 pagi, biar sampai sana tidak terlalu sore. Soalnya angkutan ke dusunnya agak susah kalau sore.”

“Iya bu, biar besok Hardi yg jagain kiosnya.”

Ibu terus ngeloyor ke kamarnya, ambil handuk terus mandi.

Besoknya sekitar jam 7 pagi, aku mengantarkan ibuku ke terminal. Setelah ibu mendapatkan bisnya, aku langsung cabut menuju pasar untuk menunggui kios pakaian untuk dua hari ke depan.

Sambil menunggu pembeli datang, iseng ku buka internet dan mencari-cari situs porno dan cerita2 dewasa.

Terbersit di anganku, “indah juga kayaknya bila aku bisa bercinta dengan adikku yg masih polos.”

Begitu pikirku setelah tadi sempat membaca cerita incest yg sangat membangkitkan nafsuku dan rasanya aku ingin mencoba bercinta dengan Titi, adik kandungku sendiri, yg sering membuatku jadi bernafsu.

Lama ku berangan dan mencari cara, agar bisa lebih dekat dan bisa mencumbunya.” Kalau dia tidak mau? Ahh.. peduli amat, si amat aja gak peduli sama gue, yg penting aku berusaha”, pikirku dalam hati.

Akhirnya, di saat ibuku tak ada di rumah, aku temukan cara agar aku bisa bercumbu dengannya, paling nggak ku bisa merasakan hangat bibirnya atau merasakan empuk kedua tetek mungilnya yg selalu menggoda hati. Berhasil atau tidak terserah nanti, ku jalankan rencananya dulu aja.

Sekitar jam 1 siang, saat aku tengah terhanyut dalam khayalan. Tiba-tiba…

“Hayoooo… siang bolong gini menghayal. Lagi ngayalin apa tuh?”

Adikku mengagetkan dan membuyarkan lamunanku.

“Eeehhhh… ni anak ganggu orang lagi asyik aja.”

“Siapa yg main selonong. Mas aja terlalu asik bengong gitu. Ayam tetangga aja kebanyakan bengong gitu langsung tewas lho mas.”

“Eh, songong ya, Doain cepet mati ya?”

“Hehe..“adikku cuma nyengir, sambil terus meletakkan tas sekolahnya dalam kios.

“Sudah makan belum mas?” Tanya Titi setelah berada di sampingku.

“Belum, emang kamu mau makan apa, Ti?”

“Beli nasi soto aja mas, di tempat bude Ginah. Enak sotonya.”

“Ya udah, sana beli dua, mas juga belum makan.” kataku sambil ngodok dompet dan memberikan beberapa lembar uang pada adikku, yg terus berlalu setelah menerima uang dariku.

Selesai makan, aku bilang hendak keluar sebentar mencari sesuatu pada adikku dan terus ngeloyor mencari toko kaset, dan membeli kaset DVD, untuk ku stel nanti di rumah, sebagai awal rencanaku.

Malam minggu yg biasanya jam 7 aku sudah pergi ke rumah pacarku, Mira. Namun karena di luar hujan dan karena di rumah tak ada ibuku, jadi tak ada yg nemenin adikku yg penakut itu, akhirnya aku malam Mingguan di rumah. Ditambah lagi aku punya satu rencana kotor sama adikku, jadi klop lah situasinya dan sangat mendukung.

Setelah kami selesai makan malam, aku ngeloyor ke ruang tengah untuk sekedar menikmati sebatang rokok kretek kesukaanku, sambil nonton acara televisi. Titi, adikku, masih di dapur membereskan piring kotor bekas kami makan. Tak berapa lama nongol dan duduk disampingku, sambil nonton tv. Hujan masih deras, terkadang diiringi guntur yg bergemuruh di angkasa.

“Kok dimatiin sih mas?” protes adikku yg tengah asyik nonton acara di stasiun tv swasta, tiba2 tv nya ku off.

“Takut ada petir, Ti. Bahaya atau mending kita nyetel kaset film aja di dvd ya, mas punya film baru nih.”

“Film apaan, mas?” tanyanya sambil menoleh ke arahku.

“Kayaknya seru sih, film laga indonesia” jawabku sambil terus bangkit dari kursi dan mengambil casset yang tadi kubeli di pasar di rak kaset.

Kupasang kabel penghubung dari dvd ke tv, lantas kunyalakan lg tv untuk memutar filmnya, setelah program kupindah ke Vhf. Di awal film, tampak adegannya biasa saja, namun lama kelamaan jadi sedikit mencekam, apalagi setelah terjadinya pembunuhan terhadap kekasih peran utama oleh sekumpulan genk, disitu adegannya mulai menakutkan.

Adikku tampak tegang menyaksikan film yg ternyata sebuah film horor, kadang kedua telapak tangannya digunakan untuk menutupi matanya, saat hantu menyeramkan muncul hendak menuntut balas pada orang2 yg mencelakainya. Terkadang juga Titi teriak kaget dengan kemunculan hantu seram itu yg tiba-tiba dan diiringi dentuman keras dari instrumen horor yg mengejutkan.

“Sudah lah mas, jangan nyetel film itu. Ngeri ih..” katanya sambil nyengir seraya mengangkat bahunya.

“Ntar dulu Ti, seru nih.” jawabku, padahal sengaja agar dia semakin merasa takut dan selanjutnya tentu agar apa yg kuharapkan dan kurencanakan bisa sukses total.

“Ahh… masss. tak matiin nih.” katanya hendak beranjak dari duduknya.

“Nanti dulu Ti.” seraya tanganku meraih tangan adikku, mencegah agar jangan mematikan tv nya.

“Kalau kamu takut, tidur aja sana, biar nanti di kamar ditemenin hantu seram itu.” kataku menakut-nakuti

“Tuhhh kaann, malah nakut-nakutin lagi. Iihh !!!“sungut adikku sewot kayak mau nangis.

“Sorry canda. Masa gitu aja takut, udah perawan gitu masih penakut aja kayak dulu sih, Sini kalau takut tiduran sini aja, jangan nonton.”

“Sama aja! Nggak lihat tapi denger. hhuuhhh…” rutuk adikku lagi

“Yaudah volumenya mas kecilin. Tiduran aja sini.” kataku agar adikku tiduran di sampingku.

Walau masih cemberut, akhirnya adikku tiduran di sofa di sampingku. Setelah selang beberapa lama, kuraih remot dan meng-off tv dan dvd nya walau film horor yg kuputar belum usai tapi itu cukup untuk membangkitkan rasa takut pada diri adikku.

“Mas ngantuk mau tidur. Udah.. tidur di kamar sana atau mau tiduran di situ, ntar ada yg keluar dari kaset itu tuh.” kataku sambil nunjuk ke dvd.

“Maaassss!!!” bentak adikku seraya cemberut.

“Hiii… takuuutttt…” kataku terus lari kecil ke arah kamar sambil ngeledek adikku.

“Mass!!!” jeritnya sambil sontak bangkit dari tidurnya.

“Maksud mas takut sama kamu, abiss cemberut gitu. Udah, kalau takut tidur sini aja sama mas, atau berani sendiri?”

Tanpa menjawab masih sambil merengut Titi ngeloyor ke kamarku terus duduk di tepi ranjang.

“Lho kok malah bengong gitu. Ayam tetangga aja mati karena sering bengong gitu lhoo.” kataku membalas ledekan adikku tadi siang di pasar.

Titi jadi tersenyum mendengar ledekanku, tapi sejenak terus bibirnya dimanyunin lagi seolah bener2 jengkel.

“Sudah naik sana, mas yg sebelah pinggir sini. Gak ambil selimut dulu, Ti?”

“Gak…” jawabnya ketus.

“Ya udah. kalau dingin pake selimut mas aja. Tidur sana..”

Akhirnya Titi naik juga terus tidur miring menghadap tembok, memunggungiku. Akupun nyusul merebahkan tubuhku, di sebelah kanan adikku, yg diam membisu, mungkin merasa jengkel dengan ulahku.

Masih menatap langit kamar, kubuka pembicaraan untuk mencairkan suasana.

“Mas jadi ingat waktu kecil dulu Ti.” sebentar hening menunggu reaksinya.

“Dulu saat kamu masih umur 3 tahunan sampai masuk TK suka minta tidur bareng dengan mas, padahal dulu sering mas isengin ya. Eee… kini tidur bareng lagi ya. Waktu itu mas Hardi sudah sekolah dan masih kelas 3 SD kalau gak salah, sampai mas Har kelas 5 SD masih suka tidur bareng kamu. Kamu masih ingat nggak Ti…?

Sekilas kulihat dari sudut mataku. dia tersenyum kecil, kemudian…

“Iyaa, Titi jadi ingat. Sebelum tidur suka minta naik ke punggung mas Hardi, main kuda-kudaan.” katanya sambil sunggingkan senyum, mengenang masa kecilnya.

“Sippp!!” teriakku dalam hati, adikku sudah mulai cerah dan tak diam lagi.

“Lhooo, masih ingat to?” kataku senyum seraya kumiringkan tubuhku, menghadap adikku.

“Ingat sebagian, tapi banyak lupanya, bahkan saat mandi bareng nyemplung bak mandi pun Titi masih inget. Waktu itu mas dimarahin ibu karena bak mandinya jadi kotor.” katanya diiringi tawa.

“Iya iya, mas juga ingat. Kalau gitu mandi bareng lagi yuk sekarang, kayak dulu.” candaku makin mencerahkan suasana kamar tempat kami berbaring bersama, agar adikku tak kaku dan tak canggung lagi.

“Ihhh!! malam-malam gini. Dingiiin!” Katanya sambil menggerakkan bahunya seolah kedinginan.

Di luar hujan masih mengguyur menghadirkan malam yang berudara dingin, terasa sunyi dan senyap, orang-orang tak lagi keluar rumah, mereka memilih diam di rumahnya masing-masing. Malam makin merangkak jauh, kulihat Titi, adikku sudah berkali-kali menguap, tanda kantuknya mulai datang. Tapi aku yg tengah diganggu oleh pikiranku sendiri sulit untuk merasakan ngantuk.

Karena walau bagaimanapun, tidur seranjang dengan gadis abg yg baru mekar dan sering menjadi bahan imajinasiku saat beronani ria sungguh membuat jiwaku bergetar, walau dia adikku sendiri. Apalagi, di depan mataku tercetak jelas di balik piyama tipisnya, sepasang bukit kembar tanpa bra ataupun tanktop, tersembul membangkitkan gairahku.

itu. Masih mungil, namun sudah berbentuk, tampak putingnya yg masih kecil, mencetak di balik baju tidurnya. Tak sabar rasanya ingin segera membelai dan meremas tetek mungil itu. Namun aku tak berani ambil resiko, bisa-bisa malah jadi hancur rencanaku.

“Ti…” dia tak menjawab, hanya menoleh menatapku.

“Boleh gak mas peluk kamu, kayak dulu waktu kecil?” tanyaku agak berat, dan kurang yakin adikku yg sudah abg ini mau kupeluk kaya dulu.

Diam sejenak, lantas

“Boleh. Tapi… ada tapinya lho mas.” katanya bikin penasaran

“Tapi apa, Ti?”

“Tapi… jangan diitik-itik kaya dulu, dulu kalo meluk suka gelitikin pinggang Titi.”

“Oh itu… ya nggak lah…” kataku serasa mendapat angin segar.

“Titi masih ingat ya.” Kataku sambil melingkarkan tanganku di atas perutnya.

Titi lantas miringkan tubuhnya lagi seperti semula, membelakangiku yang tengah memeluknya. Ada rasa yg indah menyelimuti jiwaku. Ada suka, deg-degan dan gairah yg menggebu jadi satu, anganku yang selama ini kuhayalkan telah membuka pintunya untuk hal-hal selanjutnya.

“Pake selimut gak Ti?”

“Nggak ah.”

“Gak dingin apa?”

“Nggak, kan dipeluk mas. Jadi anget.”

Ku tak banyak bertanya lagi, biar dia cepat tidur. Tubuhku makin kurapatkan lagi memeluk Titi, kebetulan udaranya makin terasa dingin, namun kini mendapatkan penawarnya, yg kini tengah dalam pelukanku. Titi entah sadar atau tidak, bahwa penisku yang sejak tadi mengeras, kutempelkan di pantatnya yang bulat dan padat menggoda.

Adikku memejamkan matanya, entah ngantuk atau apa, namun tak ada reaksi untuk melakukan penolakan, mungkin dianggapnya sebagai rasa sayang abang terhadap adiknya saja. Padahal diriku merasakan hal yang lain, sesuatu yg kotor, menginginkan adikku untuk menuntaskan birahi yg kian menggebu-gebu. Kuusap lgi rambutnya sejenak, lalu kulingkarkan lagi tanganku di tubuhnya yg masih menempel erat ditubuhku, kali ini tanganku agak melingkar ke atas lagi hingga lenganku terasa menyentuh penggiran teteknya yg menonjol, terasa di kenyal di lenganku.

Penisku semakin bekedut-kedut. Ada rasa khawatir juga dengan hal ini, takut kalau adikku merasa tengah jadi korban nafsu kakaknya, tapi lama tak ada reaksi dari adikku, membuatku makin ingin meningkatkan aksiku lebih jauh lagi. Tangan kiriku yg sedari tadi diam, kini ikut membelai-belai lembut rambutnya, dan tangan kananku kini tak mau beranjak dari segumpal daging tumbuh di dada adikku, aku agak beringsut lebih ke atas lagi dan sedikit kugeser tanganku makin menekan teteknya, dengan nafasku yg tak beraturan dan jantungku berdegup kencang menahan gejolak nafsu.

Aku makin blingsatan menahan gejolak birahi yg kian membara dan dengan makin berani kukecup rambutnya. Kini kubiarkan bibirku lebih lama menempel dikepalanya sambil kuhembuskan nafasku yang pasti kian panas menyentuh rambut dan kulit kepalanya. Dia masih diam, seolah membiarkan aku untuk melakukan hal yg lebih jauh lagi.

Perlahan kugerakkan tangan kananku, kini ku tekan bukit kembar yang masih sebesar cangkir kopi itu, bukan dengan lenganku lagi tapi kugunakan telapak tanganku untuk menekannya dengan hati-hati. Karena ku yakin Titi adikku ini belum pernah terjamah tangan laki-laki manapun, jadi ku khawatir bila ku tergesa-gesa akn menimbulkan rasa geli yang akhirnya bisa merusak aksiku.

Lantas kutelungkupkan telapak tanganku, kutekem tetek kirinya yg pas dengan ukuran telapak tanganku. Ku belum berani meremasnya, walau nafsuku hampir meledakkan kepalaku. Ku biarkan dia menikmati dulu sensasi yg kuberikan dan agar bisa merasakan gelora birahi yg datang perlahan, untuk menumbuhkan nafsu seksnya, sebagai gadis yg sudah menginjak akil baligh.

Kemudian perlahan telapak tangan kuremaskan di tetek kirinya, pelan dan pelan, namun semekin lama remasanku makin mengeras lagi, hingga…

“EEhhh… sshh…“lenguhan adikku terdengar pelan sekali, tanda terhanyut oleh buaian birahi.

Mendengar itu hatiku berteriak..”YES!” Berarti usahaku tak sia-sia, adikku terhanyut dan tak ragu lagi aku untuk mencumbu adik kandungku ini.

Lantas remasan tanganku berpindah ke tetek kananya, sambil aku agak mengangkat tubhku, dengan bertumpu pada sikutku. Kucium pipi kananya yg tepat di bawah wajahku.

kuremas lagi teteknya dengan makin berani, gantian kuremas kiri kanan, tak tahan dengan gejolak nafsuku, sambil terus kuciumi pipinya, kumasukkan tanganku ke balik baju tidurnya yg longgar. Tanpa susah payah, langsung jari-jariku dapat menyentuh bukitnya yg kenyal tanpa penghalang. Kuremas gemas kedua teteknya silih berganti, terasa halus halus dan lembut kulit payudaranya di telapak tanganku.

Kini Titi tak malu lagi mendesah dan mengerang karena nikmat yg menjalarinya.

“Eehhhhmmm sshhhh… maasss… aaahhhh… ggeeellliii… mmaassss…”

Erangannya makin membuat gairahku membara, tak sabar lagi lantas kutarik tubuh adikku agar terlentang, kusingkap baju tidurnya yang longgar dengan mudahnya, blaarrr… Tersembul sepasang bukit indah nan bulat, putih bersih dihiasi lingkaran coklat muda kemerahan mengelilingi puting mungil yg imut menawan dan telah tegak berdiri.

Tetek yg masih orisinil, bulat menentang, masih padat dan kenyal… terhampar jelas depan mataku. Sesaat ku terpesona dan terus kutatap bukit indah milik adikku, yg selama ini hanya kulihat dibalik tanktopnya. kini betul-betul bebas terbuka dihadapanku. Lantas dengan penuh nafsu, kuhisap puting susu kiri yg sudah mengeras itu dengan lahapnya, tangan kiriku meremas teteknya yg kanan dengan agak keras karena dorongan nafsuku yg menggelegak.

“Aooowww… maassss eeehhmmm ssaaakkiitt…” rintih adikku disela gelinjang tubuhnya menahan geli dan rangsangan yg membakar jiwanya. Aku jd tersadar, kalau remasan ku terlalu keras, sementara payudaranya masih peka menerima sentuhan tangan lelaki dengan teteknya yg baru tumbuh itu. Remasan kukendorkan dan putingnya kupermainkan, tanganku yg kanan kucoba mengelus -elus pahanya yg masih terbungkus celananya, merambat naik kedaerah sensitifnya, kuelus-elus permukaan memeknya yang terasa keras menggembung di telapak tanganku.

“Ahh… maasss… jjaaanngaannn… ituu… mmasss… “seraya tangannya menarik tanganku. Namun telapak tanganku tak mau beranjak dari permukaan memeknya yg kian lembab, tangannya yg lemah akhirnya membiarkan tanganku tetap mengelus-elus lembut memeknya. Pantatnya sedikit diangkat menerima elusanku di memeknya, kenikmatan menjalarinya seiring serangan bibir dan tanganku mengelitik nafsunya.

Sudah tak tahan lagi ku menahan birahiku, lantas kubuka celana kolor dan cd ku, dengan tangan kananku.. Titi masih memejamkan matanya menerima ciuman dan jilatan lidahku di mulutnya, sesekali terdengar erangannya yg tertahan oleh lumatan bibirku.

Kini rudalku telah berdiri tegak dengan bebasnya, lantas kini kaosku kulepas dan kulemparkan ke lantai, kubuka kedua kaki Titi agak melebar dan kualih posisi merangkak diantara kedua kakinya. Kutindih tubuh mulusnya, sambil kutekan batang penisku kepermukaan memeknya yg masih terbungkus celananya. Tanganku kiri kanan terus meremas gemas di kedua teteknya, sambil kugesek-gesekan Mr.

“Massss… aahhhh… masss…” rintih nya

“Yaaa… sayaangg… ooohhhh… eenaaakkk.. Tiiii…?”

“Eeehhhmmm… geelii… eennnnaakkk… mmasssss…” racaunya terbata-bata.

Kugesekan terus penisku yang makin berkedut, sudah tak kuat lagi menahan dorongan sperma dari dalam kontolku. “Ahhh… Tiii… mas mau keluar… Sayaannggg…?” sambil terus kupercepat gesekan penisku yang makin terasa panas bergesekan dengan celana adikku.

“Titi juga ppenngginn.. pipiiiss… masss… aahhhhh… “Titi mengejang, tubuhnya seketika meliuk-liuk, bibir bawah digigitnya menerima gejolak nikmat yg hampir mencapai puncak, Pantatnya diangkat semakin menekan penisku yg maju mundur di atas vaginanya… selang berapa lama tubuhnya ambruk tergeletak lemas tak berdaya..

Saat itu pula pertahananku sudah tak kuat lagi, sambil kudekap erat tubuh Titi, dan kubenamkan mukaku di lehernya yg basah oleh peluh kenikmatan, kutekan keras penisku ke memeknya dan…

“Croooottt… ccrrrooottt… ccrrooottt… “berkali -kali kusemburkan spermaku diatas memeknya hingga membasahi celana yg dikenakan adikku. Lendir kental bau amis.. begitu banyak keluar dari penisku yang juga membasahi perut mulus Titi, adikku. Hampir bersamaan kami mencapai puncak terindah. Terasa nikmat namun amat melelahkan, tubuhku terasa lemas masih menindih tubuh adikku yg juga nampak lemas dan loyo.

Setelah didera pergumulan birahi yg membawanya melayang ke alam yg indah.

Diluar hujan mulai reda, hanya sisakan udara malam yg kian dingin mnembus kulit, tapi bagi kami yang habis bertempur dalam birahi, tak merasakan dingin itu, bahkan bulir-bulir keringat pun masih belum mengering.

Kumiringkan tidurku menghadap adikku, kubelai rambutnya yg acak-acakan dan basah oleh keringatnya, seketika matanya terbuka menatapku sayu, seraya tangannya menurunkan baju tidurnya yg masih tersingkap, menutupi kedua buah dada ranumnya.

“Cape.. sayang… kok loyo gitu…?”

“Mas Har ssiihh… nakal..” katanya sambil mendelik manja dan malu-malu.

“Tapi… nikmat kann… ayoo. ngaku. ayo.. ngaku…“ejekku sambil menjawil hidung mungilnya.

“Iiihhhhh…” katanya sambil tersenyum malu sambil memiringkan tubuhnya menghadapku dan membenamkan wajahnya di dadaku.

“Mas Har… sayang kamu Ti… sayaaangg banget…“sambil kukecup keningnya yg masih lembab oleh keringat.

“Titi sayang mas nggak?” Dia diam saja dalam dekapanku.

“Jawab dong Ti. Sayang gak?” tanya sekedar menguji perasaannya.

Titi hanya menganggukan kepalanya.

“Kok cuma ngangguk, artinya apa tuh?” tanyaku menggoda “Sayangg gakk?”

“Sayang..!” jawabnya singkat..

Aku tersenyum simpul, mendengar pengakuannya, ku maklum anak abg seumuran dia belum bisa mengukir kata puitis nan merayu.

“Syukur deh kalau Titi sayang juga sama mas Har, tapi ini rahasia berdua, jangan sampai ada yg tahu, termasuk mama. Kalau mama sampai tahu bisa2 kita diusirnya dari rumah…”

“Iya mas.. Titi juga malu.. kita kan sodara…”

“Baguslah kalau begitu, mas jadi tenang sekarang.” Kataku sambil kupererat pelukanku ditubuhnya, sambil kuelus elus punggungnya.

Gak begitu lama kehangatan tubuh Titi membakar lagi birahiku, dengan ditandai mulai berkedutnya batang penisku yg kubiarkan bebas terbuka, dan menempel di perut adikku.

Perlahan tapi pasti, dongkrakannya semakin terasa di perutnya, dan…

“Mas, ada yg bangun tuh..” ucap adikku sambil mendongakkan kepalanya menatapku seraya tersenyum manis..

“Iya nih, kagak tahan kayaknya kalau terus-terus deket gini. Bikin mas nafsu teruuuss dehh. Kayaknya burung mas minta dielus-elus sama cayangku. Nih, Elusin dong..”

“Gak mauu…” jawabnya manja, sambil tersenyum melirik ke arah penisku yg makin tegang saja.

Kuraih tangannya dan kugenggamkan ke batang kontolku, mulanya diam aja agak malu-malu, namun setelah kusuruh terus akhirnya jari jemarinya mulai menggenggam batangku dan meremas-remasnya.

“Aduh enak sayaang… sambil dikocok naik turun dong, biar tambah nikmat…” pintaku

“Gini?” katanya sambil menaik-turunkan genggamannya di batang kontolku.

“Nah… begitu Ti… tapi jangan keras-keras sayang genggamnya. Nah gitu… uuuhhhh… nikmat banget… Tii… pinter kamu sekarang Ti… “Titi kini semakin asyik mengocok mainan barunya, sementara sambil merasakan nikmatnya kocokan tangan Titi di penisku, kusingkap baju yg menghalangi dadanya, lantas kuraih dua gundukan yg ranum itu dan kuremas dengan tangan kananku silih berganti.

Namun posisi itu tak berlangsung lama, ku bangun dari tidurku, dengan bertumpu pd kedua lututku dengan posisi merangkak, kini kedua tanganku meraih satu-satu buah dadanya. Tangan kiri meremas tetek kanannya dan yg kanan kupakai memilin puting kirinya. Kusosor bibirnya yg tengah mendesah lirih dengan bibirku, kugigit bibir bawahnya perlahan.

“Ssssshhhhhh… uuuhhhh…” desahannya mengiringi tangannya yg terus bermain dengan penisku, sesekali kepalanya didongakkan ke atas menerima rasa nikmat yg menggelitik birahinya.

Aku yang makin terbakar nafsu, kubuka dua kancing baju tidurnya dan kutarik ke atas. Titi seakan ngerti maksudku, lantas membantunya dengan menaikkan kedua tangannya dan sedikit mengangkat kepalanya guna mempermudah tanganku melepas bajunya. Tubuh atasnya kini terbuka bebas, semakin terpesona aku melihat kemolekan tubuh adikku, leher yg jenjang, kulit putih mulus dihiasi bukit kembar yg ranum, membuat ku langsung menyambar lagi bukit kembar itu dengan mulutku.

Sambil mendesah dan menggelinjang, titi mencari dan meraih lagi batang penisku yg tegak menggantung dengan gagahnya, lantas seperti tadi dikocoknya dan terkadang diremasnya dengan keras, hingga kurasakan sakit-sakit nikmat yg kuterima di batang kontolku. Kini tangan kananku beralih ke bawah meraba selangkangannya, yg masih tertutup celana pendek dan cd nya.

Kuusap lembut permukaan memeknya yang sesekali jari-jariku menekan lobang kewanitaannya, diiringi dengan gelinjang tubuhnya yg kegelian tapi nikmat. Tak puas hanya sampai disitu, kususupkan tanganku kedalam cd nya dan mencari lobang vaginanya yg sudah lembab karena rangsangan yg bertubi-tubi datang menyerang.

“Aaaaooooww… mass geliii.. jannggaaannnn… mass…” rintih adikku sambil menggerakan pinggulnya menghindari sodokan jari tanganku yg bermain di belahan memeknya.

“Mass… aahhh… jangan… geeelliii… maaaasss…”

Rengeknya tak kuhiraukan lagi, malah telunjukku kutekan dan kusentuh sentuh di daging kecil yg sebiji kacang pada bagian atas memeknya.

Mulutku kini beralih ke puting kirinya, tangan kiriku meremas makin keras di susu kanannya. Kurasakan di jemari tanganku, memek Titi kini makin licin oleh pelumas yg keluar dari lubang vaginanya. Namun aku tak berhenti sampai di situ, kini kutarik celan kolor dan cd nya ke bawah, menuruni kedua kakinya, Titi seakan protes, namun ku tak hiraukan lagi.

Terpampanglah kini segunuk daging belah, berhiaskan bulu-bulu halus yg masih jarang-jarang, dihapit oleh kedua pangkal pahanya yg mulus tak bercela. Ooohhh, sungguh indah lembah kenikmatan adikku ini yg sekian tahun tak pernah kulihat, semenjak tak pernah mandi bersama lagi seperti masa kecil dulu. Bentuknya sangat membangkitkan rasa penasaran untuk segera mencicipi nya.

“Maaassssss… eehhhmmm… ooohhhhh… mmmaasss… ggeeellliii… oohhhh…” erangannya makin membuat ku terhanyut oleh bahtera nafsunya yg disertai dengan gelinjang tubuhnya yg tak terhalang sehelai benang pun, kekiri dan ke kanan, kadang membuat lidahku terlepas dari klitorisnya dan kedua tanganku tak henti-hentinya menyerang sekwilda (sekitar wilayah dada) yg makin memerah karena remasanku yg tak henti-hentinya.

Terkadang juga hidungku tak dapat bernafas, saat pinggulnya diangkat ke atas menekan mukaku yg tenggelam di dalam jepitan kedua pahanya, saat kuhisap dan kusedot dengan keras biji kacangnya. Aroma khas kewanitaannya, makin membuatku tak tahan lagi untuk segera menuntaskan hasratku yg menggelegak. Kubergerak naik lagi, bibirku mencari landasan pada sepasang bibirnya yg merah merekah, setengah terbuka keluarkan desahan desahan nikmat, sementara kedua matanya nyaris tak pernah terbuka meresapi buaian angin surgawi yg tengah menyejukan jiwa pubernya.

“Slleeeepp…” Kepala penisku masuk ke dalam lobang memeknya… walau hanya kepalanya saja, namun sudah menimbulkan sejuta nikmat dari sentuhan dua kelamin berlainan jenis itu.

Titi agak tersentak saat ada benda keras menerobos tanpa permisi, memasuki kelaminnya, dan hendak beringsut menghindari tusukan senjata tumpulku, namun segera kuraih kedua pundaknya, untuk menahan pergerakannya tubuhnya yg tiba-tiba. Sambil terus kutekan kepala penisku makin ke dalam lagi yang dibantu dengan pelicin yg berkali-kali keluar dari dalam vaginanya.

“Aaaaahhhhh… mmaasssss… sakkiiiitttt… massss…” erang adikku seraya tangannya mendorong tubuhku ke atas. Namun aku yg tengah dibuai dengan nyanyian2 setan, tak menghiraukan lagi rintihannya.

Kutekan lagi lebih ke dalam, masih terasa mentok pada penghalang yg agak sulit ditembus.

“Maasss… ssakiittt massss… pellann. pelaannn… mass…” Lagi-lagi rintihannya keluar dari bibir adikku, malah kini disertai dengan linangan air mata yg perlahan meleleh menuruni pipinya. Aku jadi iba melihat adikku meneteskan air matanya, dan mengendurkan seranganku yg terlalu dikuasai nafsu.

“Maafkan mas.. ya.. sayaang… habis mas gak tahan… sekarang… pelan-pelan ya… biar gak sakit…” Kataku menenangkan hatinya…

Titi diam saja, wajahnya dimiringkan ke kiri, matanya terpejam namun masih meneteskan butiran air mata.

Kupacu lagi nafsunya sebelum mereda, dengan sentuhan lembut bibirku di sepasang bibirnya yg terkatup, lantas berpindah pada kelopak matanya yg masih rapat kiri dan kanan, terus ke keningnya, merambat ke pelipis kirinya, kupingnya dan kuhembuskan nafasku di kuping kirinya, tubuhnya yg barusan terbujur kaku kini menggelinjang terhanyut oleh rangsangan yg kuberikan dengan perlahan, kuping kanan dan pelipis kanannya kusentuh lembut dengan tangan kiriku, sedangkan penisku yang masih tertancap setengahnya mulai mendorong lagi dengan perlahan dan hati-hati.

utarik keatas dan kutekan lagi ke bawah.. seirama dengan gelinjang nikmat adikku tercinta. Desahan nikmatnya kini terdengar lagi.

“aahhhhhh… mmmmmmmm… ssshhhh…”

Memeknya terasa makin licin oleh lendirnya yg bercampur dengan lendir beningku, makin mempermudah ayunan kontolku. Sambil terus kuremas kedua payudaranya dan kususuri lehernya dengan lidahku, kini kutambah lagi tekanan penisku lebih keras lagi dengan mengeden agar ereksi kontolku lebih maksimal lagi.

“Aaaa… uuuuuuhhhh… ssssssshhhhh… mmaaassssshhhhhh…” terdengar lagi jerit tertahan dari bibir adikku yg tengah dijebol dinding kehormatannya oleh tusukan senjata pamungkasku.

Kutarik lagi penisku untuk mengurangi rasa sakitnya. Kini ku tak mau tergesa-gesa, kupilin putingnya yg kiri dan yg kanan kuhisap dan kugigit-gigit perlahan sambil kukocok lagi penis ini dengan lembut. Setelah nampak tenang, kutekan agak ke dalam lagi, mengerang lagi, kutekan lebih kuat lagi, merintih lagi

“Tahan sebentar ya sayaang… sakitnya sebentar kok… ya… nanti juga. pasti nggak sakit… tahan ya…”

kataku sambil terus menambah kekuatan sodokan batangku yg sudah maksimal. Memang ukuran penisku agak lumayan besar sih, ditambah kemaluan Titi masih asli perawan jadi agak kesulitan adikku menerima sodokan batang kejantananku.

Kutekan lagi kepala kontolku untuk segera menguak pintu keperawanan adikku yg sulit untuk ditembus.

Dia mengerang lagi dengan kedua alis tampak mengerut dan bibir bawah digitnya pertanda menahan sakit.

“Badannya agak lemesin Ti… biar gak terlalu menjepit… lemesin ya.. sayaangg… tahan ya” kataku mengingatkan agar lebih rileks lagi dan kutekan lagi kontolku.

Kini makin terasa lebih kedalam lagi. Titi masih terpejam menahan sakit, namun pantatnya mengangkat saat kutekan penisku kedalam memeknya. Kutekan lebih keras lagi, dia angkat lagi pantatnya menerima sodokanku di liangnya sambil meringis menahan sakit. Terasa kontolku lebih masuk lagi. Ku ngeden lebih kuat lagi dan mendorong pantatku sekuat mungkin dan Titi ikut menekan lagi dengan mengangkat pantatnya lagi dann …

“Aaaaaaoooowww… maaassss… uuuuhhhh… ssssaaaaaa… kkkiiiittttt…”

Masih kutekan penisku dengan sisa tenagaku dan…

“Bbbbbbeellllllllleeeeeesssss…” akhirnya kepala penisku seperti merasakan ruangan kosong, tanpa ada lagi yg menghalangi perjalanannya diiringi dengan edenan adikku seraya kakinya langsung melingkar kuat di pinggangku dengan mata mendelik dan kepala yg tengadah mengantarkan kepergian sang “PERAWAN” dari dalam dirinya.

Kuhentikan sejenak kocokan penisku di memeknya, untuk mengatur nafas yg terengah-engah, laksana berlari menaiki bukit terjal yg teramat melelahkan, namun membawa nikmat. Sejenak kurasakan cairan hangat merendam kepala dan batang kontolku. Setelah mengatur nafas, kulanjutkan kocokan penisku yg mulai agak mudah keluar masuknya, walau masih seret dan sempit.

Liang memeknya laksana memilin-milin penisku, ternyata memek itu begitu nikmat dan menghanyutkan, seperti halnya adikku, akupun baru kali ini merasakan seks yg sesungguhnya karena dengan mira pacarku, aku hanya melakukannya sebatas anal dan oral seks saja, sedangkan dengan adik kandungku, justru perbuatanku lebih bejat lagi, mungkin karena aku terlalu mencintainya dan terobsesi untuk memiliki seutuhnya, walau hal ini sangatlah terlarang untuk kulakukan.

Dalam rengkuhanku, Titi. adikku tengah mendesah saat merasakan liang vaginanya mulai digesek-gesek oleh senjataku lagi, tangannya kini tak ragu lagi membelai lembut punggungku, terkadang menekan-nekan pantatku seirama dengan pinggulnya yg naik turun mulai teratur mengimbangi hentakanku.

“Masih sakit nggak sayang…” tanyaku sambil mulutku menyusuri lehernya yg basah oleh keringat, sesekali kujilati yg terasa agak asin terus kugigit pelan dagunya yg lancip sambil tetap kusodok-sodokan penisku di memeknya.

“Ehhhmmm… nggak begitu sakit lagi mass… malah tambahhh… eehhmmmm…”

“Tambah enek kan Ti…?”

“Heee… eehh… mmaasss… aahhhh… ssssshhhh… koookk… eennaakkk… yyaa.. mmass… tapi masih perih dikiitt..” Jawabnya sambil merem melek kenikmatan.

“Goyangan pantatnya kini makin liar… tangannya yg kiri melingkar di leherku sambil menekannya saat mulutku mulai menggerayangi dadanya. Dan tangan yg kanan menggapai selangkanganku dan meremas lembut buah zakarku yg tergantung bergoyang goyang seiring keluar masuk penisku di lubang sempit Titi.

Tampaknya Titi juga mulai merasakan lebih nikmat lagi saat penisku mulai lancar keluar masuk mengobok-obok dalam bagian dalam memeknya, setelah selaput penghalangnya terkoyak, ditambah dengan lendir yg senantiasa terus melumasi lubang nya… ditambah lagi klitorisnya yg tersentuh bulu bulu kemaluanku seakan menggelitiknya makin menghantarkannya ke alam nirwana.

Aku yang merasakan dorongan spermaku makin mendekati pintu keluarnya, segera kuhentikan sejenak sodokan penisku di lubang memeknya, namun adikku yg tengah merasakan hampir mencapai puncaknya, terus menggoyangkan pinggulnya memelintir batang penisku, terlihat dari nafasnya yg makin memburu dan kedua tangannya menekan keras kepalaku dan membenamkan mulutku dalam mulutnya.

Melihat gelagat seperti itu, akupun mulai mengocok lagi dengan lebih cepat agar dapat mencapai puncak bersamaan dan merasakan sensasi muncrat bersama, menumpahkan spermaku ke dalam rahimnya. Suara keciprak beradunya dua kemaluan yg memanas dan beradunya selangkanganku di selangkangannya, bak alat musik yg mengiringi lantunanan merdu, nyanyian2 setan pengiring birahi kami yg mengalir deras.

Tak lama kemudian, adikku mengejang dengan mendekapku sejadi-jadinya, dan memeknya terasa sangat menjepit dan menyedot kepala penisku, membuat air maniku tertarik keluar dari kantongnya, dan…

“Eeehhhhh… mmaasssss… Ttiiitiiiii sudaahhhhhh… gak… tttaaahhhaaaannn… eehhhhmmmmm… Suuurrr… jrreeettt… jrreeetttt… jjrreeettt…

beradu dengan spermaku yg tak terbendung lagi…

“Bareeennnggg Tttiiii… mmass jugaaa… ooohhhhh… Creeett… ccrreeeeeetttt… crot.. crot… crot…“begitu banyak maniku keluar dari penisku hingga berkali kali hingga membanjiri liang kemaluan adiku yg memerah.

Titi masih mendekap erat tubuhku dengan mata terpejam, merasakan sisa desir-desir kenikmatan yg baru saja membawanya melayang tinggi mencapai awan yg penuh dengan keindahan. Nafasnya memburu seperti habis berlari, begitu juga aku tak kuasa untuk menggerakkan tubuhku lagi barang sesaat tubuhku masih tergolek di atas tubuh adikku, dengan senjata yg masih menghujam di selangkangan adikku, berkedut-kedut makin melemah dan mulai menyusut.

Setelah agak teratur lagi nafasku, kucabut penisku dari liang memeknya, ada rasa ngilu di kepala penisku saat terjadi gesekan dengan bibir vaginanya. Setelah terlepas dari kuluman memeknya, tampak mengalir cairan kental bercampur darah segar, darah keprawanan Titi, adik kandungku yg sangat kucintai walau tak seharusnya. Namun cinta dan nafsuku tak mempedulikan norma dan etika lagi, hingga saat ini semuanya terjadi. Aroma amis perzinahan menghiasi kamarku, seirama desahan -desahan kenikmatan dari hubungan incest kakak beradik yg saling mencintai.

Titi masih terlentang dengan tubuh telanjang, rasa lelah sudah tak menghiraukan lagi dengan keadaan tubuhnya. Nafasnya berangsur teratur lagi, kelopak matanya mengatup seakan tak kuasa untuk membukanya atau mungkin tengah mengingat kembali kronologi persetubuhannya yg baru saj berlalu. Lama kami termenung dalam diam, hanya nafas-nafas kami yg terdengar mengusik malam yg kian sunyi.

Ku miringkan tubuhku menghadap adikku yg masih terlentang dalam diam, kupeluk tubuhnya dan kutumpangkan paha kananku menutupi goa mungilnya yg baru ditumbuhi rambut-rambut halus ruwun-ruwun.

Kukecup mesra keningnya, kutangkupkan telapak tanganku di susu kirinya, dia masih terdiam. Dadanya turun naik dengan teratur, lama-kelamaan kulihat ada linangan air mata yg perlahan menuruni pelipisnya.

“Tii… kamu kok nangis sayaang? masih terasa sakit?” tanyaku penasaran

Dia hanya menggelengkan kepalanya sambil tangan kirinya menggenggam tanganku yg tengah mencengkram buah dadanya.

“Lantas kenapa? nyesel ya? maafin mas Har ya kalau Titi punya perasaan menyesal. Mas memang tak seharusnya melakukan ini padamu, tapi sungguh Ti, mas Har sayang banget ama kamu.”

“Bukan itu.. mas.. Titi gak nyesel kok mas… tapi…” ucapnya tak berlanjut, seperti ragu2 untuk mengungkapkan isi hatinya. Aku bertanya lagi penasaran.

“Tapi kenapa sayangg? mas jadi penasaran nih, ada apa sih?”

“Mas Har bener2 sayang ama Titi… kan..?”

“Mas Har kan udah bilang sama kamu sayaang, mas bener-bener sayang Titi.”

“Gak akan ninggalin Titi… kan?”

“Titi gak percaya sama mas?” ku balik bertanya.

“Tapi… mas Har sudah punya mbak Mira, Paling besok saat bareng mbak Mira mas Har sudah gak inget Titi lagi… ya kan?”

“Mira itu gak ada apa-apanya di banding kamu, Ti, adikku sayaangg. Gini aja deh, demi cinta dan sayang mas sama kamu, mas rela melepaskan Mira… asal Titi juga sayang dan tak menduakan mas, kita saling mencintai walau sulit untuk bersatu dalam sebuah pernikahan tapi paling tidak kita bisa tetap saling menyayangi dan saling memiliki.

“Bener mas mau mutusin mbak Mira…? Emang… mas gak sayang sama dia…?”

“Beneerrr… masih gak percaya?”

Dia tersenyum memandangku lantas memeluk tubuhku dan mencium bibirku… tubuh bugil kami makin menyatu dalam satu ikatan cinta terlarang.

“Titi juga sayang banget sama mas Har dan tak akan pacaran dengan cowok lain lagi.” katanya terus tangannya melingkar erat di tubuhku.

“Janji…?” tanyaku.

“Janji..!” jawabnya tegas.

Entah mengapa, saat ini hatiku teramat bahagia. Ternyata adikku yg masih abg, masih di bawah umur telah mengerti perasaanku dan hayalku selama ini jadd kenyataan. Tanpa ada paksaan dan tanpa rasa penyesalan dari dirinya. Libidoku yg sering datang menggoda rasa kini telah menemukan pelampiasannya yang justru dengan gadis abg yang sangat kusayangi sejak dulu, bedanya kini rasa sayang yg tumbuh diantara kami bukan hanya sebagai saudara sekandung, tapi juga sayang sebagai seorang kekasih, kasih yg tersembunyi

Warna-warni bunga cinta, harum semerbak memenuhi kamar tempat kami memadu kasih. Tubuh kami yg masih erat saling mendekap perlahan membangkitkan gairah dalam jiwa kami hingga terulang lagi persetubuhan terlarang diantara kami sepanjang malam.

Sampai saat ini, Titi telah menginjakkan kakinya di bangku SMU kelas X, masih pegang komitmen. Tak pernah memiliki pacar walaupun banyak teman prianya yg naksir sama dia, begitu juga aku masih setia mendampinginya tanpa sepengetahuan siapapun, termasuk ibuku sendiri.

Untuk mencegah terbongkarnya rahasia ini, Titi telah kusarankan utk menggunakan kontrasepsi yg mudah didapatkan agar perjalanan cinta terlarang ini, tetap berjalan sempurna. Kadang timbul perasaan berdosa atas apa yg kuperbuat selama ini dan sering bertanya dalam hatiku “Sampai kapan perbuatan nista ini akan terjadi?

Aku tak pernah temukan jawabannya.

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan