1 November 2020
Penulis — Sanyco
Hai, kenalkan namaku Dede, saat ini aku kuliah di salah satu PTS yang lumayan gede, di wilayah selatan Jakarta, tepatnya di Depok. Aku punya pengalaman unik dan menarik yang mungkin ini pengalaman mengasyikanku yang pertama, dan mungkin tidak akan kulupakan. Kalian pernah baca ceritanya Iwan kan? nah dia itu ade sepupuku, dan tinggal bersamaku, dan aku sama dia sudah seperti kakak beradik kandung.
Singkat cerita, aku balik ke Jakarta dan aku janjian sama Tante Wiwi buat mencari rumah. Kujemput dia di rumah salah satu tanteku, dan kami jalan.
“Kemana nih kita Tante?” tanyaku.
“Enaknya kemana ya De, Tante dan Oom pengen yang suasananya tidak terlalu rame, yang tenang gitu, dan kalau bisa udaranya masih bersih dan aksesnya gampang.”
“Wah kalau gitu di deket tempat Iwan saja Tante, di Cibubur kan banyak perumahan, apalagi di seberang toll.”
“Ya sudah, kita kesana saja.”
Kuarahkan mobilku ke arah toll menuju lokasi. Cari-cari seharian akhirnya Tante Wiwi menaksir di salah satu kompleknya Ciputra Group.
“Gimana De menurut kamu?”
“Ya terserah Tante dong, bagusnya Tante tanya Oom dulu.”
“Iya deh nanti malem Tante tanyaain.” Kuantarkan Tante Wiwi pulang.
“Entar Tante hubungi kamu ya De, soalnya kalau jadi rumah yang mau over kredit tadi, kita kayaknya kudu nyari furnitur dan kelengkapan rumah, tidak ganggu kamu kan?”
“Enggaklah Tante, lagian kuliah juga masih kosong.
“Makasih ya”, jawab si tante sambil sun pipiku, serr.
Pagi jam 7 telepon berdering dan Tante Wiwi mengabarkan kalau suaminya setuju dengan rumah pilihan kemarin, dan dia mengajak cari peralatan rumah tangga, karena akad jual beli baru dilaksanakan Senin minggu depan. Kami jalan ke arah Jl. Fatmawati, karena di sana memang banyak toko dan show room meubel.
“Gimana Tante menurut penilaian Tante?” tanyaku.
“Gimana ya, bagus-bagus semua sih, tapi kan Tante sudah pegang referensinya, jadi kalau nanti Tante mutusin pilih, Tante tinggal telepon.”
“O..”, jawabku singkat.
“De, Jum’at besok kamu ikut week-end ya, soalnya Tante Een ngajakin, refreshing katanya, ajak Iwan juga.”
“Boleh juga tuh Tante, tapi kalau Iwan diajak di rumah kelamaan kosong Tante, khawatir!”
“Terserah deh kamu atur saja.”
Besoknya kami berangkat ke Puncak buat week-end. Iwan ditinggal. Di villa yang cukup gede dengan 4 kamar, halaman luas. Kolam renang, plus tempatnya yang masuk ke dalam dan di bukit itu membuat suasana asyik banget. Jam 10 malam selesai makan di simpang raya kami langsung kembali ke villa. Aku pakai jacket, sambil merokok, aku duduk di teras belakang.
“Dingin-dingin gini kok mandi sih Tan?” tanyaku.
“Iya, habis lengket sih, lagian kan ada water heater.” katanya sambil mengeringkan rambutnya, dia angkat satu kakinya dan dinaikan ke kakinya yang lain. Ala mak, aku bisa melihat paha mulusnya. Setelah kering rambutnya, Tante Wiwi masuk, aku mengikuti di belakangnya. Aku ke dapur buat bikin kopi. Setelah bikin kopi kubawa kopi ke ruang tengah.
Pas lewat depan kamar Tante Wiwi aku melihat pemandangan yang sangat aduhai. Pintunya yang terbuka sedikit bikin aku bisa mengintip, benar-benar yang kuceritakan tadi di atas, dia yang lagi siap-siap pakai baju, baru pakai CD sementara dadanya masih terbuka membuat payudaranya yang gede bebas terpampang.
Buru-buru aku berlalu, dan bergabung sama Tante Een dan Oom Bambang serta anak-anaknya yang lagi menonton TV. Ngobrol sebentar Tante Een minta izin buat ngelonin anak-anaknya, sementara Oom Bambang minta izin buat istirahat. Wal hasil tinggal aku yang menonton TV, aku pindah duduk ke kursi panjang yang tadi diduduki sama Oom Bambang dan Tante Een biar aku nontonnya tidak miring.
Kira-kira 5 menit aku nonton sendiri, Tante Wiwi keluar sambil bawa segelas jeruk panas dan duduk di sampingku. Mhh, aroma wangi Tante Wiwi segera menyeruak memenuhi seisi ruangan. Tante Wiwi saat itu pakai kimono sutra warna merah cerah, yang bikin aku horny adalah dadanya nampak tidak pakai apa-apa di dalamnya.
Kira-kira jam 12 malam aku pamit istirahat. “Ya sudah, di matiin saja TV-nya, Tante juga mau istirahat.” Kami jalan beriringan menuju kamar masing-masing, kamarku depan-depanan sama kamar Tante Wiwi di bagian belakang, kamarku di belakang kamar anak-anaknya Tante Een sementara Tante Wiwi di belakang kamar Tante Een.
Pas melewati kamar Tante Een terdengar suara-suara aneh. Aku menoleh ke arah Tante Wiwi, dan Tante Wiwi menaruh telunjuknya di depan bibirnya. “Ssstt, jangan berisik, kamu ambil kursi organ kesini, kita intip.” Katanya sambil senyum. Aku menganggukan kepala. Kuambil kursi itu dan kutaruh perlahan-lahan di depan pintu kamar.
Tante Wiwi di luar dugaan segera naik untuk menyaksikan adegan apa yang tengah berlangsung, dan aku yang di bawah dengan jelas dan gamblang menyaksikan kemulusan betis Tante Wiwi plus bulu-bulu halusnya yang lebat. Kemaluanku tidak kuat dan pelan tapi pasti mulai tegang. Tante Wiwi tidak lama mulai meletakkan tangannya di depan permukaan selangkangannya dan mengusap-usapkan telapak tangannya di sana.
Melihat Tante Wiwi mulai naik tidak cuma tanganku yang mengusap betis indahnya, tapi juga bibir dan lidahku. Kutelusuri betisnya turun ke bawah, sampai punggung kakinya, kupindahkan ke kakinya yang lain dan aku jelajahi juga. Desisan Tante Wiwi mulai berubah jadi erangan, dan tangannya nggak cuma beraksi di permukaan selangkangannya, tapi juga tangannya yang lain mulia meremas payudaranya sendiri.
Sementara aksiku tidak cuma di betis, kepalaku sudah mulai menyusup ke balik kimononya, jadilah aksiku sekarang menelusuri daerah pahanya. Setelah aksi bibir dan lidahku mendekati daerah selangkangannya, tangan Tante Wiwi yang tadi dipakai menggosok selangkangannya sekarang pindah ke kepalaku. Dia tekan kepalaku dan mengusap-usap rambutku, sesekali dia jambak rambutku sambil merapatkan kakinya.
Kujilati buah pantatnya yang ranum sambil kedua tanganku beraksi meremas buah pantatnya yang lain sementara tanganku satunya lagi kupakai buat membelai daerah selangkangannya. Kupindahkan aksiku buat menggarap buah pantatnya yang lain. Kusibakan CD mini Tante Wiwi, kurenggangkan kakinya, dan kunikmati belahan pantatnya.
Setelah kumulai sesak napas dan kegerahan kukeluarkan kepalaku dari balik kimononya. Kugeserkan kaki Tante Wiwi supaya dia bisa geser, dan aku naik. Sejurus kemudian terpampang di depan mataku pemandangan yang membikinku semakin horny. Tante Wiwi di bawah lagi megap-megap sambil menarik-narik rambutnya sendiri, dia angkat kedua kakinya di pundak Oom Bambang, sementara Oom Bambang asyik memompa Tante Een dari atas sambil mulutnya menikmati payudara Tante Een yang lumayan bagus, meskipun sudah punya anak dua.
Aku tidak mau tinggal diam, kulingkarkan tanganku ke pundak Tante Wiwi, dan langsung kuusap-usap bagian dadanya. Tidak lama tanganku yang kiri menyusul, kususupi ke balik kimononya dan segera kudapatkan segunduk daging yang teramat kenyal rasanya di tanganku, dan Tante Wiwi balas dengan menggigit-gigit kupingku.
Lagi asyik men-‘tune’ puting payudara kiri Tante Wiwi, Tante Wiwi beranjak turun. Dan ternyata yang dilakukan Tante Wiwi adalah melepaskan ikat pinggangku, melapas kancing celana jeans-ku dan menurunkan zipper-nya. Dia tarik jeans-ku selutut, tapi cuma jeansnya doang. Tidak lama terasa hangat permukaan CD-ku, dan terasa juga lidah bermain di permukaan CD-ku naik turun, terasa juga kemaluanku digigiti naik turun, kayak Oppi Andaresta main harmonika.
Hangat dan lembab terasa di kepala penisku, pas pandanganku diturunkan ternyata Tante Wiwi lagi asyik menjilati kepala penisku, terus turun ke batang penisku naik turun, dan akhirnya biji kemaluanku dikulumnya juga. Dikemotnya kedua biji kemaluanku. Ada perasaan mulas sewaktu kedua biji kemaluanku diemut sama Tante Wiwi, habis mulut Tante Wiwi itu mungil banget, jadi kalau disekaligusi jadi beradu satu sama lainnya.
Bosan mengulum biji kemaluanku, Tante Wiwi memasukkan batang kemaluanku ke mulutnya, diemutnya, disedotnya kencang banget. Lalu Tante Wiwi maju munduri mulutnya, sambil tangan kirinya memainkan biji kemaluanku, sementara tangan kanannya meremas buah pinggulku. Tante Wiwi melepaskan hisapannya, tapi kepala penisku langsung jadi sasaran, kali ini kepala penisku digaruk-garuk pakai gigi atasnya.
Tidak kuat aku kelamaan berdiri, kuangkat kepala Tante Wiwi, aku turun dan kubenarkan posisi celanaku, kutarik Tante Wiwi, kudekap dia di pelukanku dan langsung kuserbu bibir mungilnya yang sudah merekah menantang buat digasak. Tante Wiwi membalas serbuanku dengan tidak kalah semangatnya. Lidah kami menjelajah rongga mulut masing-masing lawan.
Ternyata Tante Wiwi sudah kecapaian dari tadi, “De, kita pindah ke kamar yo!” ajaknya. Aku sih menurut saja. Kuserbu lagi bibirnya, kuangkat tubuhnya kugotong ke kamarnya. Kutaruh dia di atas kasur, dan tanpa buang waktu kulucuti pakaianku sendiri. Selanjutnya setelah aku bugil, aku naik ke ranjang dan bibir Tante Wiwi kembali kunikmati.
Tangan Tante Wiwi tidak tinggal diam, digenggamnya penisku sambil diusap dan dikocok perlahan dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya memelukku. Begitu juga aku tidak mau kalah, sementara tangan kiriku menyanggah beban tubuhku, tangan yang kanan kuajak buat jalan-jalan di atas dada Tante Wiwi.
Di dalam kamar baru kutahu bahwa Tante Wiwi adalah jenis manusia yang senang melepaskan perasaan horny-nya dengan sebebas-bebasnya. Buktinya sewaktu payudaranya kuremas dan putingnya kupilin dari mulut yang masih kukulum, gumamannya terdengar sangat keras. “mmhh.. mmhhgg.” Apalagi sewaktu lidahku bermain di belakang telinganya, erangannya semakin menjadi.
Tante Wiwi dengan tangannya membimbingku untuk menikmati permukaan lehernya yang jenjang dan ada sedikit lipatan lemaknya. Kujilat dan kukecup bagian leher Tante Wiwi sampai tidak ada jengkal yang tersisa, “Uuhh.. sshh.. mmhh.” Sekarang gantian. Tangan kananku dipakai menyangga tubuhku sementara tangan kiriku kupakai untuk membelai, meremas dan memilin bukit Tante Wiwi yang munjung dan sudah keras dari tadi.
Sekarang sasaranku adalah pundak Tante Wiwi, dan kedua sikuku kupakai buat menahan berat badanku, supaya kedua payudara Tante Wiwi bisa kuremas bareng. Pada saat jelajah lidahku sudah sampai di ujung selepetan bima-nya, aku sibak kimono Tante Wiwi bagian dadanya, dan.. eng-ing-eng, jelaslah sekarang di depan mataku sepasang payudara terindah yang pernah kulihat, karena sebelumnya buah dada pacar-pacarku kalah bagus sama payudara Tante Wiwi.
Aku tidak sabar, aku langsung gigit putingnya yang sebelah kanan dan Tante Wiwi berteriak, “aahhkk.. sshh.. aadduuhh.. eenhaakhh.” Kusedot pentil itu dengan keras, semakin keras kusedot semakin menjadi erangan dan teriakan Tante Wiwi. Habis sudah kedua permukaan payudara Tante Wiwi kugarap, Tante Wiwi mendekap kepalaku di belahan payudaranya, sementara kedua lengannya menyanggah payudaranya, hal ini membuat mukaku tenggelam disela-sela payudaranya yang indah.
Setelah puas kugarap kedua buah payudaranya, Tante Wiwi menurunkan kepalaku, kujilati permukaan perutnya, pas sampai pusar kukecup dan kujilat pusarnya sementara kedua tanganku kususupi di belakang pinggulnya dan segera kuremas habis kedua bongkah pantatnya. “Adduuhh Dee.. kamu kok kayaknya uudaahh peengalamann banget ssiihh,” begitu erangan Tante Wiwi kira-kira sewaktu kukecup dan kujilati pusarnya.
Yang pertama kali adalah aku merumput di situ, kujilati rambut kemaluan itu sampai rapi, karena dari fakta yang kulihat sepertinya Tante Wiwi adalah salah satu jenis manusia yang senang membiarkan rambut kemaluannya tumbuh dengan sendirinya tanpa adanya campur tangan dari luar. Setelah rambut kemaluan itu rapi, aku kuakkan rambut kemaluan yang berada di sekitar bibir vagina Tante Wiwi, barulah sekarang kulihat belahan bibir vagina Tante Wiwi.
“Aahh.. adduuhh.. sshh.. aagghh.. yyeess.. ttruusshhgghh.” Tante Wiwi teriak-teriak sewaktu kumasukan jari tengahku ke vaginanya dan ibu jariku menggesek clitorisnya dan lidahku menjilati permukaan bibir vaginanya. “Uuhh.. uuhh.. yyaa.. sshh..” desahan dan erangan Tante Wiwi semakin menjadi ketika dengan ganas kugigit-gigit clitorisnya.
Dan dengan tidak kalah ganas Tante Wiwi menjambak rambutku, dia desaki ke selangkangannya, sementara pinggulnya diangkat tinggi-tinggi sambil membuat gerakan memutar. “mmhhyymm.. sshh.. yyaa..” begitu terus dan terus Tante Wiwi berputar dan berteriak. “De.. hh.. sini titit kamu kasih Tante..” pintanya dan terjadilah pertempuran 69 yang sangat seru, karena Tante Wiwi dan aku sama-sama rakus.
Setelah 8 menitan bertempur 69 Tante Wiwi mengejan dan berteriak dengan sangat keras, “Dee.. aahh.. aadduuhh.. Tantee.. tidak.. kuatth..” jeritan Tante Wiwi disertai dengan merapatnya kedua paha, serta dicakar-cakarnya buah pantatku. 1 1/2 menit Tante Wiwi menjepit kepalaku, sampai akhirnya dia terkulai, sementara aku terus dengan aksiku menjilati setiap tetes air yang mengalir dari lubuk vagina Tante Wiwi.
Tante Wiwi manjatuhkan diri dan telentang pasrah sambil menarik nafas panjang, pandangan matanya menerawang ke langit-langit kamar.
“De, kamu sudah sering melakukan yang kayak begini ya?” tanyanya sambil melirikku.
“Ah, nggak juga Tante, mungkin sudah dari sononya kali”, jawabku sekenanya.
“Tidak mungkin, buktinya penis kamu Tante sedot kenceng banget koq penis kamu tenang-tenang saja”, sanggahnya.
“Oh jadi Tante pengen saya cepet nyampe klimaks?”
“Ya nggak juga sih, Ih kamu nakal ya!” katanya sambil memiringkan badan dan menggelitikiku. Lama kami bercanda sambil bergumul kayak anak kucing, capai, kita berdua masing-masing diam sambil tarik nafas dalam-dalam.
Melihat Tante Wiwi telentang dengan kedua lengan dan paha terbuka, aku yang memang sudah kesetanan tidak tahan, kukangkangi dia dan langsung kuarahkan rudalku ke lubang vaginanya, kumasukkan penisku, kuselipkan disela-sela bibir vaginanya, perlahan-lahan kutusuk dan.. “Oohhgg.. ehh..” penisku perlahan tapi pasti mulai amblas.
Setelah amblas seluruhnya kutarik nafas dalam-dalam dan kembali bibir Tante Wiwi kulumat, sambil ku-grepe kedua payudaranya. Setelah tenang kumulai angkat perlahan-lahan batang penisku, pas tinggal kepalanya doang yang tersisa kutekan lagi, “Uuhh..” kembali Tante Wiwi mendesah. Lama-lama kayuhanku semakin lancar, maju mundur, kadang-kadang kuputar seperti orang lagi mengebor, dan Tante Wiwi mengerang keras, “Hhmm..
oouughh”, rupanya dia menyukainya. Aku terus bergoyang, pas aku capai, Tante Wiwi ambil inisiatif. Dia peluk aku erat-erat dan berguling ke sisi kanan. Sekarang dia naik turun di atasku, “Oohh.. adduuhh Tanntthh.. teerruuss,” erangku sambil tanganku meremas payudaranya keras banget. “Uhh.. uuhh.. uhh..
yyeess.. yyess”, jeritnya sambil kedua tangannya menjambak-jambak rambutnya sendiri. Lelah naik turun Tante Wiwi memelukku sambil menciumku, kulingkarkan tanganku ke belakang, kujamah bongkahan pantatnya dan aku mulai tusuk dia dari bawah. “mmhh.. mmhh,” kutusuk terus. Tidak lama Tante Wiwi bangkit dan kembali naik turun.
Dia cengkeram lenganku kencang sekali, melihat keadaan seperti begitu, aku langsung pro-aktif, aku juga tidak mau kalah, tusukanku dari bawah kutambah frekuensinya, dan hasilnya.. tidak lama Tante Wiwi menggenjot pantatnya dengan gila sambil teriak-teriak, “aahh.. oohh.. oohh.. Tante mau ssaammpp..” belum selesai ngomong begitu Tante Wiwi tekan keras-keras pantatnya ke bawah, terasa otot-otot vaginanya berkontraksi dengan sangat keras, dia jatuhkan diri di atas badanku.
“Huuhh, kamu hebat banget sih De, sama cewek kamu atau sama perek kamu biasanya hah?”
“Enggak koq Tante, ya baru sama Tante saja sekarang.”
“Alah, sama setiap cewek yang kamu tidurin juga jawabannya pasti sama”, katanya sambil ngeloyor ke kamar mandi, setelah selesai bersih-bersih Tante Wiwi masuk lagi ke kamar.
Di depan pintu kamar mandi kusergap dia, kuangkat satu pahanya dan kutusuk sambil berdiri. “Aduh kok ganas banget sih kamu!” katanya setengah membentak. Aku tidak mau tahu, kudorong dia ke dinding kuhajar terus vaginanya dengan rudalku. Mulutnya kusumbat, kulumat dalam-dalam. Setelah Tante Wiwi mulai terdengar lenguhannya, kugendong dia sambil pautan penisku tetap dipertahankan.
Kubawa dia ke meja rias yang berbentuk Consol, kuletakkan pantatnya di atas meja itu. Sekarang aku bisa lebih bebas bersenggama dengan dia sambil menikmati payudaranya. Sambil kuayun, mulutku dengan sistematis menjelajah bukit di dadanya, dan seperti biasanya (dan ini juga yang biasanya dilakukan wanita) dia tekan belakang kepalaku ke dadanya, dan aku turuti, habis emang nikmat dan nikmat banget.
Bosen dengan posisi begitu kucabut penisku dan kusuruh Tante Wiwi menungging. Sambil kedua tangannya memegang bibir meja. Dalam keadaan menungging begitu Tante Wiwi kelihatan lebih aduhai! Bongkahan pantatnya yang kuning dan mulus itu yang bikin aku tidak tahan. Kupegang penisku dan langsung kuarahkan ke vaginanya.
Kugesekkan ke clitorisnya, dan dia mulai mengerang nikmat. Tidak sabar kutusukkan sekaligus. Langsung kukayuh, dan dalam posisi ini Tante Wiwi bisa lebih aktif memberikan perlawanan, bahkan sangat sengit. “Aahh Dee Taanntee mmoo.. kkeelluuarr laggi..” racaunya. Tante Wiwi goyangannya menggila dan tidak lama tangan kanannya menggapai ke belakang, dia tarik pantatku supaya menusuk lebih keras lagi.
Kulayani dia, sementara aku sendiri memang terasa sudah dekat. Tante Wiwi mengerang dengan sangat keras sambil menjepit penisku dengan kedua pahanya. Aku tetap dengan aksiku. Kuraih badannya yang kelihatan sudah mulai mengendur. Kupeluk dari belakang, kutaruh tanganku di bawah payudaranya, dengan agak kasar kuurut payudaranya dari bawah ke atas dan kuremas dengan keras.
Dengan gontai kuiring Tante Wiwi kembali ke ranjang, sambil kukasih cumbuan-cumbuan kecil sambil kami tiduran. Dan ketika kulihat jam di dinding menunjukan jam 02.07. Wah lumayan, masih ada waktu buat satu babak lagi, kupikir. “Tante, Tante, vagina dan permainan Tante ok banget!” pujiku. “Makasih juga ya De, kamu juga hebat,” suatu pujian yang biasa kuterima!
Selanjutnya bisa ditebak, sampai sekarang aku masih suka berbagi kenikmatan setiap ada kesempatan.
TAMAT