31 Oktober 2020
Penulis — kamgalara
Cerita ini terjadi saat aku masih berusia 16 tahun, dan masih bersekolah disalah satu SMA di Medan. Namaku Chris, aku peranakan Canada-Chinese.
Papa saya asal Canada, dan Mama saya Chinese Indonesia. Kata teman2 wajahku sih lumayan…
ganteng… ehmm. Tinggi saya 180 cm, ngak begitu tinggi dibandingkan dengan Papa yang 185 cm. Saya lahir di Canada, tapi sewaktu umur 10 tahun, Papa ditugaskan ke Medan, Indonesia. Jadi aku juga ikut, dan bersekolah disana. Mula-mula terasa asing juga kota ini bagiku. Tapi lama kelamaan aku juga dapat terbiasa.
Terus terang, pemikiranku lebih condong kepada pemikiran-pemikiran Timur,
mungkin karena didikan Mama yang keras. Biarpun di negara2 Barat sudah biasa terjadi hubungan seks remaja, namun aku belum pernah melakukannya dengan pacarku…
well… at least pada saat itu.
Hari ini dimulai liburan Natal. Papa tidak pulang ke Canada seperti biasanya,
katanya ada banyak pekerjaan. Mama bilang kalau aku merasa bosan disini sebaiknya aku pergi ke Jakarta, sekalian menjenguk kakek. Katanya aku juga bisa mencari tante Anne kalau ada waktu. Tante Anne ini teman baiknya Mama.
Sama seperti Mama, dia juga dulu sekolah di Canada, dan pernah tinggal lama disana.
Saya sudah lama tidak pernah bertemu dengan tante Anne, tapi seingatku orangnya cantik sekali. Usianya sekarang mungkin sekitar 30 tahun, dia lebih muda dari mama. Sewaktu di Canada dia sering menginap di rumah kami, dan bermain-main dengan aku. Akhirnya aku iyakan tawaran mama untuk pergi ke Jakarta.
Hari kedua di Jakarta, aku minta diantar oleh supir ke rumahnya tante
Anne.
Rumahnya terletak di salah satu kompleks perumahan di Jakarta Selatan.
Sebelumnya mama sudah menelepon dan memberitahukan kepadanya bahwa aku akan datang pada hari itu.
“Hi… wahh udah besar sekali kamu sekarang yah Chris… udah ngak tanda lagi
Tante sama kamu sekarang… hahaha”, seingatku kira-kira begitulah katanya sewaktu pertama kali melihat aku setelah sekian tahun ngak jumpa.
Wajahnya masih saja sama seperti yang dulu, seakan dia tidak bertambah tua sedikitpun.
“Oh yah… tuh supirnya disuruh pulang aja Chris… ntar kamu bawa aja mobil
Tante kalo mau pulang…”, aku pun mengiyakan, dan menyuruh pulang supirnya.
“Wah… besar sekali rumahnya yah Tante…”, kataku sewaktu kami memasuki ruang tamu. Aku dengar dari mama sih, katanya suaminya tante Anne ini anak salah seorang konglomerat Jakarta, jadi ngak heran kalau rumahnya semewah ini. Setelah itu kami ngobrol-ngobrol, dia menanyakan keadaan mama, papa dan kakek. Tante
Anne juga sudah lama tidak betemu dengan Mama. Lumayan lama kami ngobrol,
setelah itu dia mengajak aku untuk makan malam.
“Makan dulu yuk Chris… tuh udah disiapin makanannya sama si Ning”,
katanya menunjuk ke pembantunya yang sedang menghidangkan makanan di meja makan.
“Kita ngak nunggu Om Joe??”, aku menanyakan suaminya.
“Oh… ngak usah… Om mu ngak pulang malam ini katanya”
“Oh… ok deh”, kataku sambil beranjak ke ruang makan. Rumah sebesar ini cuman dihuni sendirian dengan pembantunya. Berani juga tanteku ini.
“Kamu berani pulang ntar Chris?? Udah malem loh ini…”, katanya sambil ngelirik ke jam dinding yang udah nunjukin jam 7 lewat 30 menit.
“Ah berani kok Tante…”
“Hmmm… mending kamu tidur disini aja deh malem ini… tuh ada kamar kosong di atas”
“Umm… iyah deh… ntar aku telepon ke Kakek kalo gitu…”, dalam hati aku mengira bahwa tanteku ini menyuruhku menginap karena dia takut sendirian di rumah, sama sekali tidak ada pikiran negatif dalam otakku sewaktu aku mengiyakan tawarannya. Sehabis makan aku pun menelepon ke rumah kakek, dan memberitahu bahwa hari ini aku menginap di rumahnya tante Anne.
“Oh iyah… kalau kamu mau mandi air panas, pake aja kamar mandi
Tante. Ntar kamu pake aja bajunya Om Joe. Yuk sini!!”
“He-eh”, aku mengangguk sambil mengikutinya. Kamar mandi yang dimaksud terletak di dalam kamarnya. Kamarnya benar-benar mewah dan besar. Dengan tempat tidur ukuran double di tengah-tengah ruangan, mini theatre set, dan sebuah kamar mandi di sudut ruangan.
“Nih… coba… bisa pake ngak kamu??”, dia memberikan t-shirt dan celana pendek kepada aku.
“Bisa kayaknya…”, aku pun mengambil pakaian itu dan membawanya ke kamar mandi.
Sehabis dari kamar mandi, aku sempat sedikit kaget melihat tante Anne.
Dia mengenakan baju tidur tipis, tidur tengkurap di atas tempat tidur.
Kelihatan dengan jelas celana dalamnya, tapi aku tidak melihat tali BH di punggungnya.
Terangsang juga aku melihat pemandangan seperti itu. Kelihatannya ia tertidur saat menonton TV. TV nya masih menyala. Aku berjalan ke arah TV,
bermaksud mematikannya. Melihat adegan panas yang sedang berlangsung di TV,
mendadak aku terdiam pas di depan TV. Kulihat kebelakang, tante Anne masih tidur. Aku berdiri menonton dulu, sekedar iseng. 5 menit lagi ah baru kumatikan, begitu pikiranku saat itu.
“Hey…”, saat aku sedang asyik menonton, tiba-tiba terdengar teguran halus tante Anne, diikuti oleh tawa tertahannya. Aku benar-benar malu sekali waktu itu. Aku berbalik ke belakang sambil tersenyum malu-malu. Waktu aku berbalik,
kulihat tante Anne sudah duduk tegak di atas tempat tidur. Samar-samar terlihat puting susunya dari balik baju tidurnya yang tipis.
“Kirain Tante udah tidur… hehe”, kataku asal-asalan sambil berjalan hendak keluar dari kamar.
“Chris… bisa tolong pijitin badan Tante?? Pegel nih semua…”, terdengar suara helaan nafas panjang, dan suara kain jatuh ke lantai. Saat aku berbalik hendak menjawab, kulihat tante Anne sudah kembali tidur tengkurap di tempat tidur, tapi kali ini tanpa baju tidur, satu-satunya yang masih dikenakannya adalah celana dalamnya.
“Ya…”, hanya itu saja yang bisa keluar dari mulutku. Aku pun berjalan ke arah tante Anne. Sedikit canggung, kuletakkan tanganku di atas bahunya.
“Engghh…”, terdengar dia mengerang perlahan.
“Om Joe kapan pulangnya Tante??”, kuatir juga aku ketahuan oleh suaminya.
“Emmm… mungkin minggu depan… ngak tau deh… kalau Om mu sih…
jarang dirumah. Mungkin seminggu pulang sekali”, dalam hati aku merasa kasihan juga kepada tante Anne. Pantas saja dia merasa kesepian. “Fhhuuuhhh…,”
kembali terdengar helaan nafas panjang. “Kamu udah punya pacar Chris??,”
tanyanya memecah keheningan.
“Yah… di Medan”
“Hehehe… cantik ngak Chris??”, tante Anne emang dari dulu senang bercanda.
Sangat berbeda dengan ibuku yang kadang bersikap agak tertutup, tante
Anne adalah penganut kebebasan Barat. Aku hanya tersenyum saja menjawab pertanyaannya. “Turun dikit Chris…,” aku pun menurunkan pijatanku dari bahu ke punggungnya. “Kamu duduk aja di atas pantat Tante… supaya bisa lebih kuat pijitannya”. Aku yang semula mengambil posisi duduk di sampingnya,
sekarang duduk di atas pantatnya. “Unghh… berat kamu…,” mendengus tertahan dia waktu aku duduk di atasnya.
“Hehehe… tapi katanya suruh duduk disini…”, cuek saja aku melanjutkan pijatanku. Kontolku sudah terasa menegang sekali, sesekali aku tekan kuat2
kontolku ke pantat tante Anne. Walaupun aku masih memakai celana lengkap, namun sudah terasa nikmat dan hangat sewaktu kontolku aku tekan ke pantatnya.
“Iiihh… nakal ya… bilangin mama kamu lho…”, katanya sewaktu merasakan kontolku menekan-nekan pantatnya.
“Udah belom Tante?? Udah cape nih…”, kataku setelah beberapa menit memijat punggungnya.
“Iyah… kamu berdiri dulu deh… Tante mo balik…”, aku berdiri, dan tante
Anne sekarang berbalik posisi. Sekarang aku bisa melihat wajahnya yang cantik dengan jelas, payudaranya yang masih kencang itu berdiri tegak dihadapanku.
Puting susunya yang merah kecoklatan terlihat begitu menantang. Aku sampai terbengong beberapa detik dibuatnya. “Hey… pijit bagian depan dong sekarang…”, katanya. Aku duduk di atas pahanya, kuremas dengan lembut kedua teteknya. Lalu kupuntir-puntir puting susunya dengan jari-jariku. “Ihh…
geli… hihihihi…”, cekikikan dia. Aku benar-benar sudah tidak bisa mengendalikan nafsuku lagi.
Sekarang ini yang ada dalam otakku hanyalah bagaimana memuaskan tante Anne, memberinya kepuasan yang selama ini jarang ia dapatkan dari suaminya. Rasa kasihan akan tante Anne yang telah lama merindukan kehangatan laki-laki bercampur dengan nafsuku sendiri yang sudah menggelora. Aku menarik celana dalamnya dengan agak kasar. Kulihat dia hanya diam saja sambil m!
emejamkan mata pasrah. Kuakui inilah pertama kalinya aku melihat wanita telanjang secara nyata. Tapi agaknya aku tidak begitu canggung,
sepertinya aku melakukan semuanya dengan begitu alamiah. Tante Anne membuka lebar kedua pahanya begitu celana dalamnya kulepas. Kulihat dengan jelas pepeknya dengan bulu-bulu halus yang dicukur dengan rapi membentuk segitiga di sekitarnya. “Udah sering beginian yah kamu Chris??”, tanyanya heran juga melihat aku begitu mantap.
“Ehh… ngak kok… baru sekali Tante…”, nafasku sudah memburu…
kata-kata pun sudah sulit kuucapkan dengan tenang. Kulihat nafas tante Anne juga sudah mulai memburu, berkali-kali ia menarik nafas panjang untuk menenangkan diri.
“Jilatin dong Chris…”, katanya memelas. Mulanya aku ragu-ragu juga,
tapi kudekatkan juga kepalaku ke pepeknya. Tidak ada bau tidak enak sama sekali,
tante Anne rajin menjaga kebersihan pepeknya aku kira. Kujulurkan lidahku menjilati dari bawah menuju ke pusar. Beberapa menit aku bermain-main dengan pepeknya. Tante Anne hanya bisa mengerang dan menggelinjang kecil menahan nikmat. Kulihat ia meremas sendiri buah dadanya dan memuntir-muntir sendiri puting susunya. Aku berdiri sebentar, melepaskan semua pakaianku.
Bengong dia melihat kontolku yang 18 cm itu. Aku cuman tersenyum kepadanya, dan melanjutkan menjilati pepeknya. Beberapa saat kemudian ia meronta dengan kuat.
“Aaahh… ohh God… aaargghhh…”, bagaikan gila, dia menjepit kepalaku dengan pahanya, lalu menekan kepalaku supaya menempel lebih kuat lagi ke pepeknya dengan dua tangannya. Aku susah bernafas dibuatnya.
“Lagi… arghh… clitorisnya Chriss… ssshhh… yah… yah… lagi…
oooohh…”, makin menggila lagi dia ketika aku mengulum clitorisnya, dan memainkannya dengan lidahku di dalam mulut. Aku memasukkan lidahku sedalam-dalamnya ke dalam lubang pepeknya. Bau cairan kewanitaan semakin keras tercium. Pepeknya benar-benar sudah basah. Tiba-tiba dia menjambak rambutku dengan kuat, dan menggerakkan kepalaku naik turun di pepeknya dengan cepat dan kasar. Lalu ia menegang, dan tenang. Saat itu juga aku merasa cairan hangat semakin banyak mengalir keluar dari pepeknya. Aku jilatin semuanya.
“Ohhh… God… bener2 hebat kamu Chris… lemes Tante… aahh… ngak kuat lagi deh untuk berdiri… shitt… udah lama ngak begini…”, dia terbujur lemas setelah 1/2 jam yang melelahkan itu. Aku cuman tersenyum. Perlahan kutarik kedua kakinya ke tepi tempat tidur, kubuka pahanya selebar-lebarnya dan kujatuhkan kakinya ke lantai. Pepeknya sekarang terbuka lebar. Nampaknya ia masih terbayang-bayang atas peristiwa tadi dan belum sadar atas apa yang kulakukan sekarang padanya. Begitu ia sadar kontolku sudah menempel di bibir pepeknya.
“Ohh… ”, ia cuman bisa menjerit tertahan. Lalu ia pura-pura meronta tidak mau.
Aku juga tidak tahu bagaimana cara memasukkan kontolku ke dalam pepeknya. Aku sering lihat di film-film, dan mereka melakukannya dengan mudah. Tapi ini sungguh berbeda. Lubangnya sangat kecil, mana mungkin bisa masuk pikirku.
Tiba-tiba kurasakan tangan tante Anne memegang kontolku dan membimbing kontolku ke pepeknya.
“Tekan disini Chris… pelan2 yah… punya kamu gede banget sih…”, pelan ia membantuku memasukkan kontolku ke dalam pepeknya. Belum sampai seperempat bagian yang masuk ia sudah menjerit2 kesakitan.
“Aahhhh… sakitt… oooh… pelan2 Chris… aduuh…”, tangan kirinya masih menggenggam kontolku, menahan laju masuknya agar tidak terlalu deras.
Sementara tangan kanannya meremas-remas kain sprei, kadang memukul-mukul tempat tidur. Aku merasakan kontolku diurut-urut di dalam pepeknya. Aku berusaha untuk memasukkan lebih dalam lagi, tapi tangan tante Anne membuat kontolku susah untuk masuk lebih ke dalam lagi. Aku menarik tangannya dari kontolku, lalu kupegang erat-erat pinggulnya. Kemudian kudorong kontolku masuk sedikit lagi.
“Aduhhh… sakkkitt… ooohhh… ssshhhh… lagi… lebih dalam Chriss… aaahhhh”,
kembali tante Anne mengerang dan meronta. Aku juga merasakan kenikmatan yang luar biasa, tak sabar lagi kupegang erat pinggulnya supaya ia berhenti meronta, lalu kudorong sekuatnya kontolku kedalam.
Kembali tante Anne menjerit dan merontadengan buas. Aku diam sejenak, menunggu dia supaya agak tenang.
“Goyang dong Chris…”, dia sudah bisa tersenyum sekarang. Aku! menggoyang kontolkukeluar masuk di dalam pepeknya. Tante Anne terus membimbingku denganmenggerakkan pinggulnya seirama dengan goyanganku. Lama juga kami bertahan diposisi seperti itu.
Kulihat dia hanya mendesis, sambil memejamkan mata. Tiba-tiba kurasakan pepeknya menjepit kontolku dengan sangat kuat. Tubuh tante Anne mulai menggelinjang, nafasnya mulai tak karuan, dan tangannya meremas-remas payudaranya sendiri.
“Ohhh… ooohh… Tante udah mo keluar nih… sshh… aaahh…”,
goyangan pinggulnya sekarang sudah tidak beraturan. “Kamu masih lama ngak Chris??? Kita keluar bareng aja yuk… aahhh… ,” tak menjawab, aku mempercepat goyanganku. “Aahhh… shitt… Tante keluar Chrisss… ooohhh… gile… ,” dia menggelinjang dengan hebat, kurasakan cairan hangat keluar membasahi pahaku.
T A M A T