1 November 2020
Penulis — toketmania
Aku tak pernah mengatakan bahwa 25 tahun pernikahanku adalah buruk, sejak malam pertama semua berjalan indah dan bahagia sampai kemudian 7 tahun terakhir kurasakan membosankan. Dari segi materi, kehidupan kami bisa dikatakan masuk kalangan menengah atas. Aku sendiri adalah pemilik sebuah butik dan salon yang cukup ternama.
Suamiku, seorang marketing dari kantor cabang regional sebuah perusahaan internasional pemasok obat dan alat-alat medis, aktivitasnya seputar seminar dan presentasi pengenalan produk ke berbagai rumah sakit di berbagai daerah dan tentu saja menuntut terciptanya hubungan personal dengan klien, seperti golf bersama dan lain-lain.
Kehidupanku mulai terasa sepi ketika anak-anak beranjak dewasa. Anakku yang tertua, Eva, baru saja menikah dan ikut suaminya ke luar negeri. Sementara anakku yang kedua, Rey, masih kuliah semester 4 di sebuah PT di Jogjakarta. Dulu, ketika suami mulai menanjak kariernya dan mulai jarang di rumah, aku masih terhibur dengan kehadiran anak-anak, kini aku hanya ditemani pembantu lepas yang pulang kerja sore hari.
Akhir-akhir ini aku merasa sering kelelahan, terkadang sepulang melihat butik dan salonku kudapati diriku tertidur di sofa. Entah karena faktor usiaku yang sudah 45 tahun atau karena terlalu banyak beraktivitas? Ya, dulu kegiatanku paling seputar bersosialita atau ke gym saja, kini semakin bertambah sejak kumulai usaha sendiri 4 tahun lalu.
Esoknya kuperiksakan diri ke dokter langgananku, dokter mengatakan tidak ada masalah, hanya menyuruhku untuk banyak istirahat dan memberikan resep vitamin. Kuturuti saran dokter, aku mulai menunjuk manager untuk mengelola bisnisku. Aku lebih banyak berada di rumah, hanya sesekali keluar untuk aerobik di gym.
Namun, lama-lama bosan juga di rumah. Walaupun nasihat dokter ada benarnya, aku jadi kembali bugar. Aku tengah membaca majalah sore itu ketika tiba sebuah mobil parkir di carport depan garasi. Tak lama pintu di ketuk dengan cukup keras. Rey, pikirku senang. Sudah kebiasaannya, anak muda enerjik itu suka mengetuk pintu keras-keras walau sering dimarahi ayahnya.
Aku beranjak membuka pintu, Rey, anak mama. ujarku sambil memeluknya dan mencium keningnya.
Rey balas memeluk, Mama, ujarnya sambil menjatuhkan tas kopernya.
Apa kabar anak mama? Kok pulang? tanyaku seraya membimbingnya ke ruang tengah.
Ah, gimana sih mama? Udah pikun ya? Seminggu kemaren dah aku BBM kalau aku libur akhir semester kan? jawabnya setengah menggerutu.
Mama siapin makan ya? tawarku.
Ntar aja, ma. Rey mau ambil barang-barang yang masih di mobil, ada salak pondoh buat mama. ujar rey seraya beranjak pergi.
Kamu kenapa gak naik pesawat aja sih, Rey? Ngapain capek-capek bawa mobil sendiri? tanyaku.
Terus siapa yang ngurus mobilku di jogja selama sebulanan? Dititipin teman bisa-bisa ancur tuh mobil. Lagian jalan-jalan pake mobil mama, Rey ogah, terlalu feminin. jawab Rey.
Ya udah, makan sana, terus mandi dan istirahat. kataku lagi.
Hari-hari berikutnya kulalui bersama Rey. Kami shoping di mall, nonton bioskop, makan di luar dan sebagainya. Agak aneh juga, biasanya Rey keluar bersama teman-teman se SMA-nya dulu, atau pacarnya, Vita.
Rey, gimana Vita? tanyaku suatu hari.
Dah bubar, ma… jawab Rey tanpa ekspresi.
Kenapa? Apa udah punya pacar lain di Jogja? Rey hanya nyengir.
Wajib dong, ma, tapi yang di jogja juga udah putus, si Vita udah jalan sama yang lain, lagian tuh anak kekanak-kanakan banget.
Aku tersenyum dan bertanya lagi, Terus tipe kamu yang kek mana, Rey?
Yang dewasa, ma. Males pacaran ma abege lagi. jawabnya singkat sambil terus memainkan playstationnya.
Lha kamu juga kekanak-kanakan gitu, udah gede juga masih main game, nggak keluar main sama teman-teman? kataku lagi.
Yah mama, gak seneng apa Rey ada di rumah? Lagian temen-temen Rey juga udah banyak yang kuliah di luar Jakarta, bahkan ke luar negeri. jawab Rey.
Hihihi… sorry, Rey. Mama seneng kok ada kamu di rumah, ujarku.
Papa kemana, ma? tanya Rey.
Papamu lagi ada kerjaan di Makassar, ada rencana pembangunan rumah sakit besar di sana, biasa, sedang melobi untuk menangin tender pengadaan barang, katanya sih sebulan di sana. jawabku.
Rey terdiam sambil matanya terus mengarah ke layar TV dan jemari memainkan stick playstation 3 nya.
Aku melanjutkan membaca majalah wanita, Rey berhenti memainkan playstation lalu pergi ke belakang, munkin mencari kudapan. Ada blackforest di kulkas, Rey. ujarku pelan.
Beberapa saat kemudian, Rey datang dengan sepotong blackforest di atas piring dan secangkir teh. Spesial buat mama. ujarnya sambil meletakan teh di hadapanku.
Tumben, Rey, sejak kapan kamu jadi baik begini? tanyaku tersenyum.
Ah, dari dulu kan Rey udah baik, ma. Cuma emang rada cuek aja, jawabnya sambil nyengir.
Ah, dasar kamu. Makasih ya, Rey… ujarku sambil menyeruput teh itu.
Rey memilih-milih piringan DVD lalu memutar sebuah film holywood koleksi lama kami. Layar 42 inchi tersebut tak lama kemudian menayangkan adegan film. Hari semakin gelap seiring terbenamnya matahari. Baru lima belas menit adegan berlangsung, mataku menjadi sangat berat dan aku tertidur.
Jam 3 pagi aku terbangun, agak heran mendapati diriku sudah si atas spring bed di kamarku di lantai atas, munkin Rey mengangkatku tadi. Mataku samar-samar mendapati lampu tidur menyala dengan sinar redupnya. Aku melanjutkan tidur.
Keesokan paginya, aku bangun. Menggeliat sebentar lalu bangun, mendapati diriku bahkan belum sempat mengganti blus santaiku dengan baju tidur. Aku bangkit menuruni springbed, mematikan lampu tidur dan membuka jendela supaya sinar matahari masuk. Mataku silau lalu duduk di depan cermin meja riasku, sedikit heran mendapati 4 kancing blusku terbuka dan sebelah bra terangkat meloloskan sebelah payudaraku, mungkin karena gerakan tidurku tadi malam.
Kurapikan pakaianku lalu berjalan ke kamar mandi, dan kali ini kudapati celana dalamku teronggok di lantai kamar. Aku benar-benar kaget, segera kumasukkan tanganku ke dalam celana pendek yang kupakai, aneh… aku masih mengenakan celana dalam, hanya saja aku tak begitu yakin apakah yang kupakai sekarang sama dengan yang kupakai kemarin?
Rey sudah dalam keadaan rapi bersiap untuk keluar, ketika aku turun ke bawah. Kamu mau kemana, Rey? tanyaku.
Eh, mama. Keluar sebentar, ma. Barusan si Anto nelpon, lagi libur semester juga dia, jawab Rey sambil memasang tali sepatu.
Udah sarapan, Rey? tanyaku.
Udah, ma. Bi Inah udah datang, udah bikin nasi goreng sama roti bakar tadi. Rey pergi dulu, ma… jawabnya.
Hati-hati, Rey. balasku.