31 Oktober 2020
Penulis —  arifroziqi

Pengalamanku

“Apa yang kalian lakukan berdua?”, katanya sambil membentak.

Kami berdua tidak menjawab sepatah katapun karena kami sudah tertangkap basah.

“Yuyun, sana kamu ke kamar kamu!”, katanya kepada Yuyun.

Yuyun berlari kecil sambil menutupi badannya langsung menuju kamarnya.

Teh Endang memandangku dengan pandangan sinis. Ia memandangi badan saya dari ujung rambut ke ujung kaki. Memang badan saya atletis, maklum saya rajin fitness. Tanpa aba-aba terlebih dahulu, Teh Endang langsung mengarahkan ciumannya kearah bibir saya. Tangannya meremas kedua pantat saya. Ciumannya sangat ganas dan liar.

“Gus masa cuma si Yuyun doang yang kebagian, Endang juga mau..”, katanya sambil memegang penis saya yang dari tadi sudah berdiri.

“Belum apa-apa udah mau pegang punyaku, kamu nakal Gus..”, katanya sambil tersenyum padaku.

“Abis Teh Endang duluan sih.. tuh liat punya saya sampe bediri gini..”, kataku.

“Gus ayo ke kamar Endang aja, malu kalo ada si Yuyun”, katanya sambil menggandeng tanganku menuju kamarnya.

Setelah sampai kamar Teh Endang, ia menyuruhku untuk melepaskan pakaiannya.

“Gus kamu bukain baju Endang ya, ga usah malu-malu, BH dengan CD-nya juga ya.. sampe Endang telanjang.. kaya kamu”, katanya sambil tertawa kecil padaku.

Saya langsung membukakan pakaian Teh Endang. Pertama kemejanya, roknya, lalu terlihat BH dengan payudara yang menantang dan CD yang menutupi gundukan vaginanya. Penis saya seperti ingin meledak ketika saya mencopot BH dan CD-nya. Terlihatlah payudara yang sexy dan vaginanya yang mulus tanpa bulu. Ternyata Teh Endang rajin mencukur bulu-bulu disekitar vaginanya.

Belahan vaginanya terlihat jelas membagi dua kedua pahanya. Lalu dengan jalan yang dibuat-buat, Teh Endang melangkah ke kasurnya dan langsung berbaring sambil mengangkangkan kedua pahanya. Terlihat jelas vaginanya terbelah dan terlihat bibir bagian dalamnya tentu saja klitorisnya. Secara tidak sengaja saya memperhatikan sekitar ruangan kamar itu dan di meja riasnya terdapat beberapa penis mainan dari karet yang membuat saya tertegun sejenak.

“Gus kamu mau liatin kamar Endang aja atau mau sama Endang?”, katanya yang membuat aku sadar sejenak.

“Masa body Endang dianggurin sih.. kamu ga mau sama ini..”, katanya sambil menggosok-gosok vaginanya.

“Ayo Gus buat Endang puas, masa si Yuyun dikasih tapi Endang nggak..”, rayunya.

“Cepet Gus..”, katanya. Terlihat vaginannya sudah mulai basah karena gosokannya sendiri.

“Teh Endang, siap ya..”, kataku sambil menindih badannya.

Kami berdua langsung berciuman dengan liar dan tangan kami masing-masing mencari bagian dari badan kami yang kami anggap dapat memuaskan nafsu. Lidah kami beradu dan liur kami pun sudah menyatu. Ternyata Teh Endang memiliki ciuman yang hebat. Saya tak kuasa dibuatnya. Ia mengambil alih setiap ciuman kami.

“Ehhmm.. yaahh.. ssiipp.. truss.. Gus.. ayo.. ter.. rus.. remes.. yang.. kenceng.. dua.. duanya.. jugaa.. ehhmm.. oohh..”, desahnya dibalik ciumannya.

Ciumanku terus berlanjut ke leher dan telinganya. Setiap bibir saya menyentuh telinganya, badannya langsung bergelinjang. Ternyata titik rangsangannya terbesar ada di sana.

“Gus jangan di kuping terus.. gelii.. gellii.. ehhmm.. ge.. llii.. eehheemm.. aahh..”, desahnya.

Lalu saya berpindah menciumi payudaranya dan sedikit menggigit putingnya.

“Ahh.. iyyaahh.. ahh.. iyyaahh.. iyahh.. iyyaahh.. oohh.. iyyaahh..”, desahnya dan lama-lama menjadi sebuah teriakan.

“Gus Endang mau pipis.. pii.. ppiiss.. eehh.. eehh.. eehheehh.. aa”, desahnya panjang.

Ternyata Teh Endang orgasme, badannya naik ke atas lalu dibanting ke bawah dan ini dilakukannya berkali-kali sambil berteriak. Badan saya terdorong ke atas berkali-kali. Lalu badannya menegang dengan teriakan panjang, sesudah itu terdiam sejenak sambil merasakan orgasmenya. Tubuhnya memerah dan banyak keringat yang keluar.

“Gus udah ga usah diciumi lagi, cepet masukin punya kamu ke memek Endang.. cepet.. cepet..”, katanya sambil memeluk badanku.

Tetapi saya langsung menuju vaginanya dan menjilat permukaan vaginanya yang telah basah akibat orgasmenya tadi.

“Gus kamu ngapain.. oohh.. jangan.. eehh.. eehh.. eehhmm..”, desahnya karena perlakuanku itu.

“Ka.. mmu.. jahh.. hat.. Endang.. dahh.. gak.. eehh.. kuat.. ka.. mmuu.. nyiksa.. eehhmm..”, katanya.

“Ahh nikmat.. eenn.. nakk.. ehhmm.. eehhee.. trus.. jilat.. jilat.. jilat.. jiillaat.. memek Endang..”, desahnya.

Lidah saya terus memburu vagina Teh Endang. Klitorisnya saya gigit, jilat, hisap dan sekali-sekali saya jepit dengan bibir saya.

“Iyahh.. heehh.. hhee.. eehhmm.. hhmm.. isep.. kacangnya.. kacang.. Endang.. trus.. oohh.. aahh.. ss.. ss.. eehhmm”, desahnya sambil menggerakkan badannya kekiri dan kekanan.

“Aahh..”, teriaknya panjang.

Teriakan itu mengangetkan saya dan ternyata ia orgasme lagi. Cairan di vaginanya banyak sekali dan membuat sekitar bibir dan mulutku basah. Langsung saya jilat sampai habis cairan itu. Terasa asin tetapi lama-kelamaan rasanya hilang. Cakaran Teh Endang menghujam punggung dan leher saya. Dalam hati saya berkata bahwa hari ini saya mendapat banyak sekali cakaran dari dua orang wanita.

Lalu Teh Endang menarik kepala saya dan kamipun berciuman dengan lebih liar. Tiba-tiba Teh Endang membalikan badan saya sehingga dia berada diatas saya. Melihat penis saya yang berdiri tegak, Teh Endang langsung melebarkan pahanya sehingga vaginanya tepat berada di atas penis saya. Langsung ia mendorong vaginanya ke arah penis saya dan lama-kelamaan penis saya sudah hilang di telan vaginanya.

“Gus.. gimana.. ennakk.. ga.. memek.. Endang.. eehhmm.. eehh..”, katanya.

Saya hanya mengangguk dan berusaha menaikkan pinggul saya agar penis saya masuk lebih dalam lagi. Setiap gerakan kami berdua selalu dibarengi dengan bunyi seperti “Pok.. pok.. pok.. cplak.. cplak”.

Kejadian itu berlangsung lama sehingga Teh Endang orgasme sebanyak dua kali lagi. Dua kali pula penis saya disiram oleh cairan hangat di dalam vaginanya. Lalu selang beberapa lama Teh Endang akan orgasme lagi.

“Gus Endang.. mau.. pipiss.. pi.. piss.. eehh..”, katanya.

“Bareng ya, saya juga dah mau nih..”, kataku.

“Keluarin.. di.. luar.. aja.. ya.. ehhmm..”, kataku.

“Teh saya keluar..”, kataku. Pada saat saya hendak menarik penis saya, Teh Endang menjatuhkan badannya dan memeluk dengan erat, sambil mencium saya, dan kakinya merangkul kedua kaki saya.

“Croott.. crroott.. crroott..”, sperma saya muncrat di dalam vaginanya dengan tertancap sempurna. Seluruh batang penis saya berada di dalam vaginanya. Cairan kami menyatu dan banyak sekali. Terasa hangat batang penis saya.

“Gus di dalem memek Endang ada yang anget-anget.. eehh.. ennak banget rasanya..” Katanya setelah merasakan muncratnya sperma saya di dalam vaginanya.

Langsung saya terbangun dan menarik penis saya. Saya kaget karena kaluarnya sperma si dalam vaginanya. Saya takut apabila Teh Endang dalam masa subur dan akibatnya, HAMIL! Dalam otak saya terbayang apabila Teh Endang hamil maka saya harus bertanggung jawab atas hal itu.

“Gus kamu knapa.. kamu nyesel main sama Endang?”, tanyanya melihat tingkahku yang gugup.

“Teh Endang maaf ya.. tadi keluarnya di dalem.. kan bisa hamil.. maaf saya khilaf.. tapi saya akan bertanggung jawab koq”, kataku menjelaskah dengan tidak pasti.

Teh Endang hanya tersenyum dan menatapku penuh keluguan. Melihat itu saya bertambah gugup dan malu.

“Koq Teh Endang cuma senyum doang, ada yang salah ya?”, kataku keheranan.

“Kamu emang anak yang baek, tapi kamu gak usah kuatir, Endang pake KB loh..”, katanya menjelaskan.

“Kamu lucu yah kalo lagi gugup.. makanya Endang ketawain kamu.. maap ya Gus..”, tambahnya lagi.

Mendengar itu rasanya pikiran saya seperti lega dan akan meledak. Saya baringkan badan saya karena puas atas jawaban Teh Endang dan saya terus membodohi diri sendiri sekaligus menutupi rasa malu saya. Teh Endang menindih badan saya dan mencium dada saya yang bidang lalu kami berdua berciuman mesra. Lalu kami mandi bersama dan di sana kami melakukannya lagi berberapa kali.

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan