2 November 2020
Penulis — Satorman
Aku merasa curiga karena merasakan ada beberapa langkah kaki mengikutiku dari arah belakang. Kiri kanan sudah sangat sepi, wajar karena sudah larut malam, kulihat arlojiku sudah menunjukkan pukul 00:45. Aku sedikit khawatir dengan perasaanku ini, aku takut untuk memandang ke arah belakang. Tujuanku masih jauh, aku harus segera kembali ke tempat usaha pijat plus-plus.
Tadinya aku menawarkan bantuan pada Satorman, ia ingin berbelanja rokok, namun karena tempat usaha harus dijaganya, aku malah menawarkan bantuan, pikirku sambil mencari angin, biarlah aku berjalan kaki membeli rokok di warung terdekat. Sialnya tidak ada satupun warung yang masih buka, sehingga aku harus berjalan lebih jauh untuk menemukan warung yang menjual rokok.
Dari sejak meninggalkan warung, aku sudah menaruh curiga, sepertinya ada beberapa pasang mata yang mengintaiku, aku merasakan ada yang membentutiku dari belakang. Aku terus menenangkan diriku, semoga saja perasaanku salah. Kiri kanan sepi, jalanan pun hanya sebentar-bentar dilewati mobil. Aku takut ada perampok yang membuntutiku, aku berusaha berjalan lebih cepat, namun langkah di belakang pun semakin jelas mendekatiku.
Tunggu, kata orang di belakangku, akhirnya orang yang membuntutiku membuka suara. Suara itu sepertinya lama pernah ku kenal. Aku masih belum berani memalingkan wajahku ke belakang. Kok buru-buru, tanya orang itu. Yully lupa dengan saya?, tanya nya. Ternyata orang itu mengenal namaku, aku pun mencoba beranikan diri memandang ke belakang, semoga ia orang baik yang aku kenal.
Mereka ada tiga orang, ya, dan yang tengah aku kenal, dia adalah Sabirin, adiknya Solihin, pemilik tempat prostitusi yang dulu aku sempat bekerja di sana. Ceritanya sangat panjang, aku adalah wanita baik-baik, namun karena hutang suamiku aku terpaksa bekerja sebagai PSK untuk menebus hutang-hutang itu, resikonya cuma satu, aku mempertaruhkan kehidupan anakku, Fenny.
Kali ini aku tidak tahu apa mau Sabirin yang dari tadi membuntutiku. Mau apa kamu?, tanyaku ketus. Kamu ini kayak kacang lupa kulit ya, ejek Sabirin. Gimana keadaanmu Yul?, tanya Sabirin. Baik… aku kembali menghadap maju dan melanjutkan perjalananku. Namun Sabirin dan teman-temannya tetap membuntutiku dari arah belakang.
Aku kangen sama kamu yang dulu, kata Sabirin yang membuatku kesal, aku tidak mau mendengarnya, aku terus berjalanan, namun Sabirin terus saja bercerita. Aku ingat waktu itu kita bercinta. Sabirin terus melanjutkan ceritanya, Dulu kamu masih muda, kamu primadona di tempat kita… Apa kamu tidak mau kembali untuk mendapatkan uang banyak lagi?
Eits, jangan marah dulu… potong Sabirin. Itu kan dulu… lanjutnya. Dulu kamu masih punya hutang, dan kini hutangmu sudah lunas… katanya. Kini kamu bisa dapat bersih, kamu bisa kaya raya Yul, aku bisa membuatmu melejit seperti dahulu, kata Sabirin mencoba membuat penawaran. Tidak, aku sudah meninggalkannya, jawabku lalu bergerak lagi melanjutkan perjalanan.
Hahahahahaha, Sabirin tertawa panjang di belakang, Kamu pikir kamu sudah jadi wanita baik-baik? Kamu pikir saya ga tahu?, mereka bertiga menertawaiku. Kamu tak bisa membohongiku Yul, kata Sabirin melanjutkan omong kosongnya. Kamu sekerang masih perek, saya tahu itu, katanya. Aku tidak mau menanggapinya, aku sudah merasa enak di tempat usaha pijat plus-plus milik Herman, di sana lebih terasa kekeluargaannya, saling mengerti dan membantu, tidak seperti tempat prostitusi dahulu yang seperti penjara.
Ckckckckck, Sabirin lalu menahanku, ia memegangi pundakku. Lalu ia mendekat dan berbisik, Saya punya pelanggan yang berani membayar mahal untuk perek oriental sepertimu, kata Sabirin. Aku melepaskan tangannya yang memegangi pundakku sambil berkata, Maaf aku tidak tertarik, lalu mengacuhkan mereka dan terus melanjutkan jalan ku.
Cuih, pelacur murahan, ejek Sabirin yang kemudian membuatku marah. Aku mulai melototinya lagi, dan ku tampar pipinya, aku coba memperingatkannya, Aku sudah muak dengan kalian! Sabirin yang berbadan besar seperti abangnya itu memegangi pipinya sambil menatapku, ia marah telah kutampar. Dengar! Aku tidak mau berurusan dengan kalian lagi!
Namun ternyata langkahku salah, usahaku malah membuat Sabirin marah. Ia lalu memukulku, bogemnya tepat ke arah perutku, hingga aku terkulai lemas karena sakit di perutku. Macam-macam nih perek, lalu Sabirin menendangku hingga aku tidak sadarkan diri, aku hanya mendengar ia memerintahkan dua temannya untuk membawaku, lalu pikiranku gelap, dan aku pingsan.
***
Ketika aku bangun aku sudah kaget, aku berada di dalam mobil bersama Sabirin dan temannya, satunya lagi sedang menyopir. Dan yang buat aku semakin kaget adalah karena pakaianku telah hilang, aku bugil dan sedang digerayangi Sabirin dan temannya. Oh, sudah sadar ya, tanya Sabirin yang tadi menyedoti susu ku.
Kamu masih tetap cantik Yul, pujinya. Kamu bisa menghasilkan banyak duit untukku, lanjutnya dengan semunyum licik. Tolong lepaskan aku, aku mohon, aku coba memelas. Namun mereka tidak menghiraukanku. Aku entah mau dibawa ke mana, aku takut aku dibawa ke tempat prostitusi yang dulu itu lagi, tempat itu bagai penjara, kami tidak bisa keluar dari sana apabila sudah memasukinya.
Aku akan berikan berapapun yang kalian minta, kataku coba memberikan penawaran. Bego, lu itu penghasil uang, ngapain kami minta uang yang terbatas, kata Sabirin. Sebentar lagi kamu akan ketemu klien kita, kata Sabirin. Aku semakin takut mendengar kata-katanya. Para negro itu sudah memberikan penawaran yang sangat menggiurkan, katanya.
Perjalanan mungkin masih jauh. Sabirin mengambil kesempatan dengan memperkosaku di sepanjang perjalanan. Aku lihat ke kaca, jalanan sepi, hanya pepohonan di sekeliling, aku tidak tahu ini jalan apa, aku telah ketinggalan melihat sekeliling karena pingsan tadi. Sabirin dan temannya sudah membuka pakaian mereka, temannya memegangiku dengan kuat, aku tidak bisa melawan, Sabirin mulai menusukkan penisnya ke vaginaku.
Mereka berdua mempermainkanku di dalam mobil, walaupun mobil bergoyang-goyang karena jalanan yang tidak rata, namun mereka tidak memperdulikannya. Sabirin memperkosaku dengan ganas, temannya mencengkram tanganku dengan kuat. Aku tidak bisa berbuat apa-apa hingga Sabirin berhasil menyemprotkan spermanya di dalam vaginaku.
Kau masih nikmat seperti yang dulu Yul, kata Sabirin lalu menarik keluar penisnya dari vaginaku. Kemudian ia bergantian posisi dengan temannya yang satu, Sabirin memegangiku agar tidak melawan, sedangkan kawannya yang tadi memegangiku sudah menindihku, penisnya besar, badannya sedikit berbau alkohol.
Aku berharap ada yang bisa menolongku, semoga Satorman curiga kenapa aku belum pulang setelah membeli rokok. Aku tidak mau anakku Fenny mengkhawatirkanku, aku terus menangis, dengan tubuh yang sedang digenjot temannya Sabirin, aku hanya bisa meratapi nasibku. “Arghhh.. ,” sakit sekali, penisnya cukup besar dan panjang, sehingga masuk cukup dalam.
Mobil tetap jalan hingga jalanan berbatu dan sepi, tiba-tiba berhenti di saat teman Sabirin ini berteriak, “Woi, giliran lu tot! Pria itu telah menyemprotkan spermanya di dalam vagina ku, kemudian dia bangkit dan kembali memakai pakaiannya. Mobil tak bergerak, tiba-tiba pintu terbuka, ternyata itu sang supir yang tadi bersama Sabirin membuntutiku.
“Jangannn… Aku mohooon… ”, aku meminta mohon karena vaginaku terasa panas gara-gara gesekan penis besar tadinya. “Hahaha, lu kira gue siapa? ,” tanya pria itu sambil mengarahkan penisnya padaku. “Panggilanku adalah KENTOT, karena hobi gue suka ngentot, mengerti?! ,” lanjut pria itu lalu menusukkan penisnya ke vaginaku.
“Kerjaan lu sedang menanti Yul… ”, bisik Sabirin ketika Kentot sudah menyemprotkan spermanya di dalam vaginaku. “Sudah saatnya kamu kembali tenar… Dan menghasilkan duit yang banyak… ,” kata Sabirin. Mobil pun berhenti, pintu mulai dibuka dari luar, gelap, sosok bayangan beberap pria sudah menunggu di depan pintu.
Ku pandangi sekitar ternyata kami di dalam hutan, hanya pepohonan yang ada di sekitar, beberapa pria sudah menunggu di dalam hutan sambil membuat api unggun. Gawat pikirku dalam hati, ada sekitar lima pria telah menungguku di sini, mereka berbadan besar dan berotot, wajah mereka tidak jelas karena berbaur dengan gelap malam.
Mereka mulai berbicara dalam bahasa Inggris, salah satu pria besar mendekatiku sambil mengendus-ngendus, sedangkan pria lain sedang bertransaksi dengan Sabirin, mereka berhitung-hitung, tak jelas ku lihat, namun itu sepertinya mata uang Dollar. “Come here… ,” kata pria negro yang tadi mengendus-ngendusku, ia menarik rambutku dengan kasar, hingga dekat ke api unggun.
Pria negro itu lalu marah, ia mendorongku, lalu bertolak dan mendekati Sabirin, entah apa yang dimarahinya, sepertinya ia tersinggung gara-gara Sabirin dan teman-temannya terlebih dahulu memperkosaku. Ku lihat Sabirin mencoba menenangkan pria negro itu. Pria negro itu tidak terima, ia memarahi Sabirin secara terua menerus, kudengar seperti ada kata “FUCK” yang terucap dari mulutnya.
“Arg!!! ”, Sabirin kesakitan karena dicekik pria itu, lalu teman-temannya ingin melerai, aku tidak berani lihat, pria negro itu bisa saja membunuh Sabirin. Tidak ada yang bisa melerai, teman-teman Sabirin pun menjadi sasaran kemarahan pria negro itu, bahkan teman-teman sang negro membantunya memukuli Sabirin dan teman-temannya.
Aku mengendap-ngendap ke mobil, semoga kunci tertinggal di dalam. “Sial,” tidak ada kunci yang tertancap, aku mulai gelisah, coba memandang ke arah jendela mobil melihat aksi mereka, dan telat, seseorang menjambak rambutku dan kembali menarikku keluar.
Sabirin dan teman-temannya sudah takluk, mereka diikat oleh para negro, tidak bisa bwrbuat apa-apa, mereka bagai pecundang yang dipecundangi klien sendiri. Negro itu tertawa terbahak-bahak, seolah-olah mereka sangat senang berbuat demikian. Mereka mulai menelanjangi tubuh mereka. Aku masih di dekapan seorang negro, tidak bisa bergerak.
Satu negro mulai mendekatiku, tanpa tanggung-tanggung ia langsung melumat bibirku, entah apa yang digumamnya sepertinya aku mendengar ia bilang ‘Fucking Chinesse’. Bibirku bukan saja diciuminya namun juga digigit-gigitnya di bagian bibir bawah. Para negro ini sepertinya mempunyai kepribadian yang aneh, mereka suda dengan gaya hardcore.
Negro yang lain mulai meraba-rabaku, tangan mereka besar dan kasar, geli sekali kulitku merasakan kasar dari tangan mereka. Susuku diremas dengan kuat, sakit sekali, sepertinya mereka tidak menghiraukan sakit yang aku rasakan, mereka meremasnya seperti aku adalah boneka yang tidak bisa merasakan sakit.
Sabirin dan temannya tidak berkutik, mereka hanya bisa melihatku diperlakukan dengan kasar di sini. Aku tidak punya harapan. Vaginaku mulai kembali diraba salah satu negro. Sambil menciumi bibirku, negro itu mulai menarik-narik jembutku dengan kuat, sakit, ia maksa cabut jembutku dengan tangannya, para negro ini kelainan jiwa, mereka hyper.
Perih ku rasakan di bagian jembutku, beberapa bulu sudah berhasil dicabut, kini ia mulai menusukkan jarinya ke dalam vaginaku, jarinya kasar dan besar. “Argh!!! ,” negro itu kasar sekali mengocok vaginaku dengan jarinya. Sakit sekali, ia memutar-mutar, memgocok, dan menarik keluar masuk jarinya di vaginaku.
Tidak puas dengan satu jari, negro itu mulai menggunakan dua jari. Aku tak berdaya, badanku lemah, susuku sakit karena masih terua diremas oleh negro lainnya, vaginaku pun sakit karena diobok-obak dengan dua jari pria negro yang sedang menggigit bibirku. Bagian jembutku pun perih, mungkin sudah sedikit berdarah karena bulunya dicabut paksa.
Beberapa saat mengobok dengan dua jari, pria itu kembali lagi menambah menjadi tiga jari. Vaginaku semakin sakit, antara pedas dan panas terasa di dinding vaginaku. Negro itu sangat kasar memperlakukanku.
Pria negro lain menambah kayu bakar agar api unggun tidak padam. Permainan terhenti, negro yang mengocok vaginaku dengan jarinya kini sudah bangkit, ia mulai bosan dengan aksi monoton yang cukup lama itu. Ku lihat ia memegangi penisnya yanh besar itu, sangat besar, lebih besar dari punya Sabirin dan teman-temannya, ia kocok lalu arahkan ke vaginaku, tanpa pelindung, ia tak sungkan-sungkan secara paksa lalu menusukkan penisnya ke dalam lubang vaginaku.
Lebih sakit dari yang tadi, vaginaku benar-benar seperti akan koyak, perkosaan oleh tiga orang sudah cukup menyakiti vaginaku, lalu permainan jari yang kasar pun telah mencederai dinding vaginaku, kini penis panjang dan besar itu tertancap dalam vaginaku, sakit sekali. Susuku pun serupa, para negro meremasnya dengan kuat, seperti diperas-peras, susuku terasa mau pecah saja.
“BITCH!!”, teriak negro itu yang menggagahiku, ia mulaj meggenjot tubuhku. Penis panjangnya aku yakin tidak bisa masuk sepenuhnya di dalam vaginaku. Badanku bergoyang kuat karena sodokan sang negro. Sakit di seluruh tubuhku membuatku kembali menangis, menahan perih tubuh dan hati, aku bagai sampah bagi mereka.
Beberapa saat, api unggun mulai meredup kembali, salah satu negro kembali menambah kayu bakar. Kulihat Sabirin dan teman-temannya telah terkulai, mungkin mereka sudah ketiduran.
Pria yang memperkosaku sudah mempercepat gerakannya, ia kemudian menyemprotkan spermanya ke dalam vaginaku. Terasa spermanya hangat dan banyam mengalir di dalam lubang vaginaku, pria itu terlihat senang, ia tersenyum dan menampakkan gigi putihnya yang terlihat jelas di kegelapan. Aku mulai lemah, pria selanjutnya mengambil giliran, aku sudah tidak kuat lagi. Mereka akan menggilirku bergantian hingga puas, aku lebih baik menutup mataku, aku ingin ini semua segera berakhir. Aku pun pingsan, tak sadarkan diri, mereka pasti mempermainkan tubuhku yang tak sadarkan diri.
Hingga aku tersadar, aku terbangun di dalam mobil. Sabirin dan temannya ada di dalam, tidak ada orang negro, namun seluruh badanku sakit sekali, seperti hancur lebur. Sabirin hanya bilang, “Maafkan kami, kami akan membiayai perobatanmu,” katanya membuatku menangis. Ku lihat sekujur tubuhku lebam-lebam, di arah vaginaku berdarah, jembutku sisa beberapa helai saja. Bibirku pun koyak mungkin karena gigitan para negro. Payudara ku pun berdenyut kencang karena bengkak. Aku tidak bisa berbuka suara, tidak ada tenaga lagi untuk berkata-kata. Dan entah kemana Sabirin akan kembali membawaku pergi.
TAMAT