2 November 2020
Penulis — dhsemprot
Malam itu disebuah gubuk di desa terpencil, sebut saja Desa Salayau hujan turun dengan deras. Jamilah terbagun dari tidurnya ketika merasakan tetesan air hujan dikeningnya. Bocor lagi pikirnya, ia lalu bangun dan berniat mengambil ember untuk menampung tetesan air hujan dari atap yang becor. Namun ia kaget ketika mendapati tubuhnya bagian bawah bugil tak tertutup selembar benangpun.
Celana dalamnya tercampak begitu saja diujung kakinya. Apa yang terjadi Pikirnya. Ia semakin tak mengerti ketika merasakan lengket diselangkangannya. Dengan ujung jari disekanya belahan kewanitaannya lalu diciumnya. Air mani pikirnya, air mani siapa?. Dadanya bergemuruh seketika. Ditatapnya putranya tidur disampingnya.
Fer… geser kesana nak, bocor!! ucap nya sembari menguncang-guncang* tubuh Ferri yang sepertinya tertidur lelap. Lalu ikut berbaring disampingnya. Pikirannya makin tak menentu dengan kejadian yang barusan menimpanya.
Semenjak ditinggal pergi suaminya, Jamilah memang hanya tinggal berdua bersama Ferri digubuk itu. Hanya gubuk reot itu harta yang ditinggalkan suaminya, ditambah sebidang kebun karet yang ada disekelilingnya untuk menjadi tumpuan hidup mereka. Karna memang tinggal ditangah kebun, membuat mereka cukup jauh dari tetangga, hanya sesekali ada warga yang mampir kegubuk mereka tersebut.
Ditengah kegalauannya, tak sengaja Jamilah melihat selangkangan Ferri. Muncul keinginan dihatinya untuk memeriksa kejantanan Ferri. Rasa Penasaran atas kejadian yang menimpanya tersebut membuatnya nekat memeriksa kontol putranya itu. Tak inggin Ferri terbangun, dengan hati-hati diturunkannya celana Ferri dan meloloskan kontolnya.
Dadanya terasa sesak ketika menyentuhnya, kontol Ferri terasa lengket dan licin, ia semakin yakin kalau Ferri benar-benar telah menyetubuhinya ketika mencium bau amis dari kontol Ferri. Ya ampun… Ferri apa yang telah kau lakukan pada ibu… ibu kandungmu sendiri! mengapa aku tidak sadar saat itu?
Setelah merapikan kembali celana Ferri, ia lalu berbaring disampingnya dan hanyut dalam lamunan. Ada rasa sesal dihatinya. Mengapa selama ini tak terpikir olehnya akan kejadian seperti ini. Dalam pikirannya Ferri masihlah anak kecil yang belum mengerti apa-apa tentang seks. Sungguh tak terduga malam ini Ferri menyetubuhinya, ibu kandungnya sendiri.
Selama ini Ia memang tak sungkan untuk berpakaian seksi didepan Ferri. Ketika ganti pakaian tak jarang ia telanjang didepan putranya tersebut, bahkan tidurpun mereka masih bersama. Toh Ferri adalah anak kandungnya sendiri tak ada yang perlu dikhawatirkan. Tak terpikir olehnya Ferri akan teransang padanya bahkan sampai nekat menyetubuhinnya.
Sekian lama menjanda, membuatnya begitu mudah terangsang. Terbayang olehnya kontol Ferri mengobok-obok memekknya, membuat gairahnya untuk bersetubuh menggelora. Perang batin terjadi dalam dirinya.
Haruskah aku lakukan ini dengan anak kandungku sendiri, pikirnya.
Gila!! Tidak mungkin!, tak mungkin aku bersetubuh dengan anak kandungku sendiri. Tapi… semua sudah terlanjur, bukankah ia juga telah menyetubuhiku, * mengapa tidak aku nikmati saja kesempatan ini.
Kepalanya terasa pusing memikirkannya, berulangkali ia menarik napas dalam-dalam mencoba menenangkan pikirannya. Kejadian itu menjadi dilema baginya diantara kesadarannya sebagai seorang ibu, dengan keinginannya membiarkan kelakuan Ferri guna melampiaskan birahinya yang telah lama terpendam.
Malam itu iya sangat gelisah, ia baru bisa tidur menjelang subuh. Keesokan harinya ia bersikap seperti biasa kepada Ferri seakan tak pernah terjadi apa-apa diantara mereka. Ia tak ingin membuat Ferri merasa malu padanya. Tapi semenjak kejadian semalam, ia merasa ada keanehan dalam dirinya. Ia terangsang pada putranya itu.
*******
Malam harinya ketika makan malam, Jamilah merasa tak berselera untuk makan. Ia hanya mengamati Ferri menyantap hidangannya. Ditatapnya putranya tersebut, ada rasa bangga dihatinya melihat Ferri yang telah tumbuh dewasa. Dalam perasaannya baru saja beberapa waktu yang lalu Ferri masih dimandikannya. Tapi sekarang tubuhnya sudah sama tinggi dengan dengannya.
ada apa mak, kok memperhatikan Ferri kayak gitu?, Tanyanya.
ngak ada apa-apa Fer… mak senang saja melihat kamu sudah dewasa sekarang, apa kamu sudah punya pacar?, tambahnya.
belum mak, jawab Ferri singkat.
kenapa belum? cari donk, biasanya remaja seusiamu paling ngak tahan melihat wanita ujarnya. Namun Ferri hanya diam dan terus saja menyantap hidangannya.
Mencium wanita, apa pernah?, pancingnya lagi.
udah kok… waktu masih sekolah dulu, jawab Ferri. Sebenarnya ia mulai risih dengan pertanyaan ibunya itu, namun tetap menjawab. Sebaliknya Jamilah makin nekad memancingnya.
“Kalau ngini?” Desaknya sambil mengesek-gesekkan jari telunjuknya dipahanya. Ferri tersedak mendengar pertanyaan ibunya tersebut. Jamilah cepat-cepat mengambil air minum lalu menyodorkan kepada Ferri. “Pelan-pelan Ferr makannya” ujarnya. Ferri menerima dan meminumnya.
“ibu kok nanya yang begitu sih?” Ujarnya. Wajahnya tampak jengah.
“Ngak apa-apa Ferr, kamukan sudah dewasa, mak mau tau saja barangkali aja kamu pernah begituan”. Ujarnya. Dadanya bergemuruh saat mengucapkan itu.
“Emangnya kayak gitu rasanya gimana sih mak” tanya Ferri entah kenapa birahinya mulai terpancing dengan pertanyaan ibunya itu.
“Entahlah Ferr mak juga sudah lupa, karna sudah lama enggak gituan” jawabnya sambil tersenyum penuh arti. Memeknya terasa basah.
“Apa kamu mau coba?” Pancingnya.
“Hmmm… emangnya bisa mak, dengan siapa?” Tanya Ferri. Ia seakan tak percaya mendengar ucapan ibunya itu.
“Ya dengan pacarmulah, masak sama mak” jawab Jamilah
“Ferrikan ngak punya pacar mak” desah Ferri kacewa.
“Kalau sama mak ngak boleh ya mak?” Tanya Ferri, ia takut sekali waktu itu kalau sang ibu akan marah. Namun birahinya membuatnya nekat.
Diluar dugaannya ibunya sama sekali tidak marah, malah ngusap-usap rambutnya dengan kasih sayang.
“Ferri.. Ferri… masa emak mau dikentotin, emak udah tua, udah kendor” selorohnya. Membuat Ferri semakin bertekat untuk menyetubuhi ibu kandungnya tersebut.
Sebenarnya Ferri sudah lama terangsang melihat tubuh Jamilah. Tak jarang ia merabanya saat sang ibu lagi tidur. bahkan kerapkali ia mengocok kontolnya dan melepaskan spermanya dibelahan memek ibunya. Seperti malam itu, tak puas hanya menyemprotkan dibelahannya, ia mencoba mamasuki memek sang ibu dengan kontolnya dan melepaskan spermanya disana.
*****
Malam harinya, sekitar pukul 2 dini hari, Jamilah tersentak dari tidurnya ketika merasakan sesuatu membelai selangkangannya. Dan kaget ketika mendapati Ferri tengah mengoral kewanitaannya. Belum lagi ia sadar sepenuhnya dengan apa yang sedang terjadi, tubuhnya telah mengelepar ketika merasakan lumatan sang putra diliang memeknya.
“Ferr… jangan ferr… cukup… mak ngak tahan, ucapnya dengan napas tersengal2”.
Namun larangannya itu tak diindahkan Ferri. Malah sang putra semakin bernapsu melumat memek ibu kandungnya tersebut. Jamilah mengerang-erang lirih, pinggulnya bergerak liar menyambut jilatan Ferri diliang memeknya. Lama tak disentuh lelaki membuatnya tak kuasa menolak sentuhan Ferri ditubuhnya. Kurang lebih lima menit Ferri mengoral memeknya, akhirnya ia mengerang keras melepaskan orgaismenya.
“Ooohhh… ferr… ohhh nakk… mak tak kuattt ohhhh” lenguhnya, lalu terkulai lemas.
Kesadarannya muncul seketika, air matapun menetes dipipinya, ada rasa sesal dihatinya, sebagai seorang ibu, kenapa ia tak mampu memolak keinginan Ferri dan bahkan menikmatinya.
“Ferr jangan… ini mak!!! jangan… lakukan itu pada mak, apa kamu mau jadi anak durhaka!, Ferrr… jangan!! Ferr… ohh ohhh… sttttt…
Ia berusaha mencegah, Namun ia kembali hanya bisa mendesah lirih ketika perlahan kontol Ferri memasuki liang memeknya. Kontol Ferri terasa begitu ketat, mengisi setiap inci liang kewanitaannya.
“Ohh mak, enak banget memek mak …” desah Ferri merasakan hangatnya liang memek Jamilah dikontolnya. Lalu ia mulai menggerakkan pinggulnya naik turun, membuat kontolnya keluar masuk diliang memek sang ibu.
“Ohh mak… enak mak, enak banget memek mak” racaunya mesum.
Ia menarik napas dalam-dalam, ada rasa marah dihati Jamilah mendengar kata-kata kurang ajar Ferri, kata-kata yang tak seharusnya diucapkan oleh seorang anak kepada ibunya. Namun ia hanya bisa pasrah, ia memang tak pantas untuk dihormati, ibu macam apa yang membiarkan anak kandungnya sendiri menyetubuhinya bahkan menikmatinya.
Ferri melai menggerakkan tubuhnya naik turun, kentolnya bergerak keluar masuk dalam memek ibu kandungnya itu. Jamilahpun tak kuasa menahan rangsangan birahinya. Rasa nikmat yang luar biasa ia rasakan ketika setiap inci kontol Ferri mengobrak-abrik liang kewanitaannya. Dan iapun tak lagi memikirkan jika yang menyetubuhinya saat itu adalah anak kandungnya sendiri.
“Ahhh Ferr… ohhhh… ohhh sssttt truss, kentotin mak… masuin yang dalam” Jamilah mendesah-desah lirih menikmati kecokan kontol Ferri dimemeknya. Sementara Ferri makin bernapsu menyetubuhinya.
“Mak buka baju mak… Ferri mau menghisap susu mak” ucapnya.
Kurang lebih 20 menit ibu dan anak ini bergumul menikmati gairah terlarang tersebut, hingga akhirnya Ferri mengerang lirih merasakan sesuatu yang nikmat mendesak keluar dari kontolnya.
“Ohhh mak nikmat banget… Ferri tak tahan mak” lenguhnya.
“Mak juga mau sampai” jawab Jamilah, pinggulnya bergerak liar menyambut sedokan kontol Ferri.
“Ferri sampai mak” ujar Ferri napasnya makin memburu.
“jangan di dalam Ferr… mak tak mau mengandung anakmu” jawab Jamilah. Namun larangan sang ibu tak lagi didengarkan oleh Ferri, ia semakin mempercepat kocokan kontolnya.
“ohhhhh… mak… ohhhh… Ferri ingin di dalam mak…” erangnya seraya membenamkan kontolnya dalam-dalam kerahim sang ibu.
“Jangan nak jangaaan… ahhhhhh sstttt ohhh ..” Jamilah berusaha mencegah, namun rasa nikmat yang dirasakannya membuatnya tak sepenuh hati menolaknya.
“Ohhhh… mak sampai …” desahnya. Bersamaan dengan itu ia rasakan semburan air mani Ferri memenuhi liang rahimnya. Begitu hangat dan nikmat membuatnya jiwanya terasa melayang di awang-awang. Dengan mata terpejam didekapnya Ferry erat-erat sekan tak ingin lepas lagi dari tubuh putranya tersebut.
“Ferr… tolong jaga rahasia ini, jangan sampai diketahui orang lain, kamu mengerti?” Ujar Jamilah.
“Iya mak, Ferr mengerti, Ferry berjanji” jawab Ferri.
****
Setelah kejadian itu rasa sesal kerap menghantui Jamilah. Ia memang kesepian, namun haruskah ia melampiaskan kepada putranya sendiri, darah dagingnya sendiri.
Bukankan itu sangat tabu ditengah masyarakat?. Ia bertekat untuk tidak lagi mengulanginya kembali.
Namun kesadarannya itu ternyata tak mampu ia pertahankan ketika sang putra kembali meminta untuk menyetubuhinya.
Seperti malam itu, ia tak kuasa menolak ketika Ferri memeluk erat tubuhnya, ia hanya diam ketika tangan Ferri menyelinap kebalik sarung batiknya dan mengelus-elus memeknya. Napasnya memburu, memeknyapun terasa basah.
Ia hanya bisa mendesah ketika dengan rakus sang putra mencumbu tubuhnya, tak satu incipun tubuh Jamilah luput dari jilatan Ferri membuat ia kembali merasa muda dan mengepar kenikmatan.
“Ohhh Ferr… udah, mak tak tahan… masuin mak” rengeknya.
Ferri lalu menindih Jamilah, dan memasukkan kontolnya keliang kewanitaan ibu kandungnya tersebut.
“Ohhhh mak… hangat banget memek mak, Ferri pengen lama-lama ngentotin mak” racaunya.
“Puaskan dirimu sayang… kentotin mak sepuasnya” jawab Jamilah. Lalu dengan penuh napsu dilumatnya bibir Ferri sementara pinggulnya bergerak liar menyambut kecokan kontol Ferri.
Keringat bercucuran dari tubuh keduanya, desahan-desahan kenikmatan terdengar dari mulut keduanya. Kenikmatan tabu dari persetubuhan antara ibu dan anak kandungnya sendiri.
“Ohhh… ohhh… Ferr kamu nakal sekali …” racau Jamilah.
“Rahim mak nikmatt banget… Ferry ingin kontol Ferri lama-lama di dalamnya” balas Ferri.
“Dulu kamu juga keluar dari sana sayang…” racau Jamilah.
“Ferri kembali mak, Ferri ingin terus masuk kerahim mak …” jawab ferri.
Keduanyapun bergumul makin panas, hingga akhirnya Jamilah menjerit kecil ketika merasakan semprotan mani Ferri membanjiri rahimnya. Keduanya lalu terkulai lemas.
“Nikmat banget mak …” desah Ferri.
Jamilah hanya tersenyum sambil mengacak-acak rambut sang putra.
“Dasar anak nakal” ujarnya seraya tersenyum puas.