2 November 2020
Penulis —  pizzman

IBU MERTUA - Mewujudkan Obsesiku!!!

Aku berbaring di sofa, dengan segelas anggur sambil mendengarkan siaran dari stasiun radio lokal. Istriku, Nadya sedang pergi beberapa hari untuk berbisnis, dan dia mengambil kesempatan ini untuk bersantai sendirian di sore hari, dimana semua perhatian dan kekhawatiran, tidak terpikirkan olehku seperti yang biasanya terjadi, aku bisa duduk dengan santai.

Sewaktu aku hendak menuangkan kembali anggur ke gelasku, aku mendengar suara hujan yang turun menerpa dengan keras jendela ruangan dimana tempat aku bersantai. Dihadapanku terdapat suatu perapian dengan kayu bakar yang terbakar, yang memberikan kehangatan. Meskipun musim dingin tahun ini agak ringan, tapi hari ini tetap terasa sangat dingin.

Aku hanya menuangkan gelas demi gelas anggur dan merapihkan serta menyusun kayu pada perapian, dan pada saat itu bell pintu berbunyi. Aku menyeruput seteguk anggur dari gelasnya dan menunggu beberapa saat, hanya ada dua hal yang ada pada pikiranku saat itu, membukakan pintu atau tidak, dan siapakah yang mencoba mengganggu diriku malam ini.

Meletakan minumanku di meja dan mulai melangkahkan kakiku maju kedepan pintu menyalakan lampu di teras depan. Meskipun aku dapat melihat bentuk bayangan dari orang yang datang malam itu, aku tetap belum bisa menentukan siapakah itu, ataupun dengan sebab yang lain, apakah itu wanita atau pria. Melepaskan grendel lalu membuka pintu yang ternyata adalah Rini, Ibu Mertuaku yang sedang berdiri di beranda teras rumahku, yang akan kebasahan bila tidak segera kupersilahkan masuk.

Hai sayang, aku pikir dirumah gak ada orang. Kata Rini.

Walapun tidak berharap, aku juga tidak terlalu surprise dengan kedatangan perempuan yang biasa dipanggil dengan panggilan Rini. Ibu Mertuaku ini sangat dekat dengan anak perempuannya yang kini menjadi istri ku, sering sekali mereka berkomunikasi melalui telepon untuk mengobrol, sejak dia kehilangan suaminya setahun yang lalu.

Silahkan masuk, bu, aku mempersilahkan masuk Ibu mertuaku yang berdiri di beranda teras. Nadya lagi gak dirumah, dia pergi berbisnis, aku pikir dia memberi tau Ibu. Kata ku, sambil menutup pintu Rumah untuk menghalau Angin dan hujan yang memang agak kencang.

Rini, membalikan badan dan wajahnya kearah ku.

Gak, istrimu belum bilang tuh, malahan sekarang Ibu berpikir untuk menghubungi istrimu untuk mengatakan bahwa aku akan menghabiskan waktu disini selama satu atau dua hari, untuk menyelesaikan beberapa hal.

Memang ada yang penting, Bu. Aku bertanya.

Gak lah, gak juga sichh, tapi Ibu muncul tiba2 karena memang Ibu butuh teman untuk ngobrol, tapi klo sibuk ya udah gpp koq, Ibu pulang lagi ya. Ibu Mertuaku mengatakan hal tersebut sambil membuat bahasa tubuh seakan-akan siap untuk pergi meninggalkan diriku.

Ya udah sih Bu, gpp koq, masa cepet amat langsung pergi, aku lagi gak ngapa2in koq, sebenarnya sekarang aku sedang bersantai aja di sore hari menjelang malam ini, mari Bu aku bantu untuk melepaskan mantel Ibu. Kata ku, dengan sigap membantah kata2 Ibu Mertuaku.

Rini membalikan badannya agar diriku bisa dengan mudah membantu melepaskan mantelnya, dengan demikian secara tidak sengaja Rini menawarkan sebuah pemandangan punggungnya kepada ku. Selagi Ibu Mertuaku membuka kancing depan mantelnya, aku meraih Mantel dari Pundak Ibu mertuaku dan menurunkannya melalui bahunya.

Dengan cepat dan insiatif aku menurunkan dan melepaskan Mantelnya, membuka mantel yang dikenakan oleh Ibu Mertuaku. Mantel yang berwarna biru terang terbuat dari rajutan bulu domba, dan ketika mantel nya dibuka telihatlah Baju Ibu Mertuaku bermodelkan terusan langsung tanpa kerah yang berbentuk huruf V, yang agak menonjolkan dadanya yang terlihat menggoda.

Pada kenyataannya pakaian yang dipakai oleh Ibu Mertuaku terlihat sangat cocok dan enak dilihat mata. Aku melihat Ibu Mertuaku dengan pakaian seperti itu mungkin hanya pada acara2 tertentu saja, atau mungkin saat kebetulan bila Ibu Mertuaku sedang memakainya, dan aku tidak cukup mempunyai alasan untuk meminta Ibu Mertuaku special memakai pakaian seperti itu hanya untuk diriku, dan memang hal seperti ini menjadi favorit diriku, terutama hal ini diperlihatkan Ibu Mertuaku saat Ibu Mertuaku menginjak umur 55 tahun, tetapi pada umurnya yang sudah cukup tua itu Ibu Mertuaku lebih terlihat seperti perempuan berumur 36 tahun, atau mungkin 25 Tahun, yang pasti jika orang melihat pasti masih cocok di skala umur 35-an tahun.

Masuk Bu, silahkan ke dalam. Aku berkata sambil menggantungkan Mantelnya. Seperti yang aku lakukan, aku tidak bisa mengantar Ibu Mertuaku masuk ke dalam, tetapi aku memperhatikan bagian belakang Ibu Mertuaku yang terlihat sangat memukau dengan gaya jalannya dan lenggokan pinggulnya saat berjalan menuju ruangan tengah tempat aku bersantai.

Tampak belakang dari tubuhnya terlihat sangat indah, aku berkata di dalam hati, aku juga memperhatikan Pantat Ibu Mertuaku yang sangat elok nan rupawan yang bergoncang dan bergoyang ke kanan dan ke kiri terbungkus oleh kain halus pakaian terusannya yang agak ketat di daerah pinggulnya, seiring dengan langkah kakinya yang indah dah rupawan.

Rini menghilang masuk ke dalam rumah dan aku mengetahui bahwa diriku sedang berfantasi tentang Ibu Mertuaku, apa reaksi Ibu Mertuaku apabila dia tau bahwa tubuhnya sedang diperhatikan oleh menantunya atau dia tau bahwa Menantunya sangat mengaggumi dirinya. Lalu kemudian, dan lagi, aku sedikit banyak mulai berharap, aku mulai melangkahkan kaki ketempat dimana Ibu Mertuaku berada, dan aku juga sambil mengkhayal apabila Ibu Mertuaku tau dengan perasaannya yang sedang diperhatikan oleh Menantunya.

Aku mengikuti Ibu Mertuaku dari belakang ke ruang tengah dimana sebelumnya aku sedang bersantai dan memberikan isyarat kepada Ibu Mertuaku supaya membuat dirinya nyaman selagi aku menuangkan segelas Wine. Meskipun demikian, aku tetap tidak bisa menahan untuk tidak memandangi tubuh Ibu Mertuaku dari pojok mataku sewaktu dia duduk di Sofa.

Untuk beberapa menit kami mulai membicarakan tentang Nadya istriku, Nadya dan pekerjaannya yang memang membutuhkan dan menyita banyak waktu dan sementara kami berbicara, aku mengalami kehilngan kontrol pada matanku dan aku sangat susah untuk mencegah mataku untuk memperhatikan tubuh Ibu Mertuaku yang sangat mengundang birahi.

Kami melanjutkan perbincangan tentang suatu hal yang memang menarik tetapi juga mungkin hanya perbincangan kosong dan tidak terlalu penting sehingga aku semakin dibuat mabuk kepayang oleh kesensualan dan keindahan Tubuh Ibu Mertuaku.

Memang sudah tidak diragukan lagi tentang hal itu, aku merenung dalam hati, Ibu Mertua atau bukan, Rini adalah seorang perempuan yang sangat menarik. Aku tersenyum kecil dan membayangkan perkataan dari orang-orang bahwa diriku mempunyai Ibu Mertua yang cantik dan sangat Modis, terlebih lagi pada saat malam ini, berpakaian rapih ketat walau tidak minim tapi memperlihatkan lekuk tubuh yang sangat sempurna, semua yang aku bayangkan secara tepat adalah sebuah sosok yang sangat menantang, sesosok perempuan yang menggoda yang sedang duduk dan secara tidak langsung Ibu Mertuaku juga terkadang menyembunyikan lirikan matanya, aku juga tau bahwa mungkin Ibu Mertuaku sudah masuk ke dalam sebuah atmosfer ketertarikan lawan jenis.

Mata ku hanyut kepada Dadanya yang cukup sexy, kedua mataku menelusuri kerah kerah pakainnya yang berbentuk V yang agak rendah mulai dari atas kerah dari leher sampai ke akhir dari kerah tersebut, ukuran dari dada Ibu Mertuaku cukup membuat pakaian yang dikenakan olehnya menjadi sangat Ketat dan menggoda sangat mempesona dan menggairahkan, lalu aku diam2 meyakinkan ukuran buah dada dari mertuaku itu melalui belahan dada yang terlihat dari kerah V - nya.

Mata ku terus tertuju kearah garis payudara dan lekukan tubuhnya yang tercetak pada pakaiannya yg ketat, pinggangnya yang ramping, belahan pinggulnya yang sangat montok nan bahenol dan terus tertuju kearah kaki Ibu Mertuaku, kaki yang sangat bagus, mulus terawat dengan sangat baik serta betisnyanya yang sangat menggoda.

Aku juga mengetahui bahwa Rini-Ibu Mertuaku mengenakan kaos kaki panjang nilon atau lebih tepatnya stoking, atau jika dilihat sesaat seperti celana ketat tapi memang terlihat seperti stoking. Mengetahui dirinya mengenakan stoking, aku berasumsi bahwa itu adalah benar2 stoking. Pendapat ku dalam hati, mungkin ibu mertuaku agak malu untuk mengenakan celana ketat, tapi itu hanya pendapatku saja.

Hampir tersadar dari lamunan tentang Ibu Mertua, aku mencoba mendengarkan perkataan Ibu Mertuaku sekali lagi dan sesaat diriku seperti mencoba tersadar dari khayalan nakalku, dan setelah tersadar ternyata aku tidak menyimak semua obrolan yang sedang kami perbincangkan.

Eee.. Ya.. Duh, Maaf bu kenapa?, kata ku. Tadi aku lagi sedikit melamun, Bu. Tadi Ibu bilang apa?

Ya ampun, Sayang… Hey, kamu sudah bosan ya mendengarkan ocehan Ibu Mertuamu? Kata Rini.

Gak.. gak koq Bu, ya ampun Gak Bosen juga kali bu. Diriku menyahut. Aku hanya gak ngerti banget maksud dari perkataan Ibu.

Rini melihat kearah diriku dan menganggukan kepalanya dan mencoba kembali menjelaskan pertanyaannya itu.

Tadi Ibu Tanya, apakah kamu akan jemput Nadya di airport, sepulangnya istrimu itu?

Aku meyeruput Wine dan berkata, Tidak biar dia naik taksi saja, lagi pula dibayarin koq sama perusahaannya.

Dan Nadya pulangnya hari Kamis ya, katamu tadi? Tanya Ibu mertuaku.

Ya mungkin pada sore Hari-nya, jawabku, sambil terus melirik kearah tubuh nya.

Ooh.. kasian banget kamu, tidur sendirian di tempat tidur sebesar itu untuk beberapa malam? Pasti kamu akan merasa kesepian banget. Kata Rini sambil menurunkan tangannya kearah kedua belah pahanya dengan bersamaan menyilangkan pahanya bertumpu ke paha yang lain dengan gerakan yang tidak menentu.

Bagi ku, sementara komentar itu muncul dari mulut ibu Mertuaku, yang akhirnya keluar ke dalam pembicaraan mereka, membuat diriku seperti terkaget akan komentarnya yang seperti itu. Dengan nada rendah aku menjawab.

Ya bu, memang sudah seharusnya seperti itu. Jawabku.

Kulanjutkan perhatian kepada tubuh Ibu Mertuaku sementara Ibu mertuaku tetap mengoceh, memperhatikan pakaian terusan yang agak ketat di badannya sampai dengan lutut-nya. Hampir saja terpikir oleh ku, bahwa Ibu Mertuaku seperti akan menunjukan untuk memperlihatkan betapa mulusnya kaki dan pahanya. Tapi hal tersebut tetap tidak bisa membantu diriku untuk memulai berkhayal jika tanganku bisa membelai mulusnya paha dari Ibu Mertuaku yang terlihat sangat terawat dengan mahal, ujung kakinya yang terbalut oleh kain stoking dan juga meraba indahnya tubuh dibalik pakaianya yang menutupi tubuh Ibu Mertuaku, dan akhirnya aku kembali membetulkan posisi duduk ku untuk menutupi suatu perubahan pada diriku.

Pembicaraan terus berlangsung diatara kami, satu2nya persoalan yang mengganggu diriku adalah sewaktu aku berdiri untuk menuangakan wine ke gelas Ibu Mertuaku. Sewaktu pembicaraan masih berlangsung, Rini berbicara kepada ku, Bagaimana jika kita nonton Film yang selalu di rekam oleh Nadya?.

Karena waktu kerja Nadya yang sangat panjang dikantornya, Nadya selalu merekam Film yang terlewat untuk di tonton-nya kemudian. Seperti aku, Rini pun tau kesenangan anak perempuannya. Sesampainya dirumah dari kantor, mandi, berpakaian, lalu menyalakan TV, duduk relaks dan menonton salah satu film yang sudah dia rekam.

Ok, boleh juga tuh Bu. Sahutku.

Aku tuangkan segelas wine untuk nya, lalu aku berjalan kearah TV. Membuka lemari TV dan menyalakannya, lalu mulai membaca judul2 film yang akan di putar. Ada sebagian film yang tidak ada judulnya, disitu hanya tertera Nomor dari film tersebut. Aku tersenyum kecil melihat hal tersebut dan mempunyai ide di dalam pikiranku.

Apa yang akan dikatakan oleh Ibu Mertuaku?, gumamku dalam hati. Dan jika ternyata Ibu mertuaku menolak dengan tegas, yang kuperlukan adalah meminta maaf, dan menjelakan bahwa ini murni ketidak sengajaan, dan mengganti dengan film yang lain.

Waspada jika Ibu Mertuaku tau bahwa diriku mempunyai niat Nakal dengan senyuman kecilku itu, aku memutuskan untuk segera memutar film porno tersebut, berharap dia tidak sangat tersinggung dengan kenakalan ku dan tetap baik kepada menantu laki2nya ini, dan mudah2an film tersebut menuntun kami ke arah yang lain.

Film apa nih?, Rini bertanya sebelum film itu mulai berputar.

Aku juga gak tau, Bu. Aku menjawab pertanyaan dengan muka polos. Aku sich berharap ini adalah salah satu Film televisi yang baru saja direkam oleh Nadya.

Aku memperhatikan Rini yang sedang menyeruput wine-nya. Film sudah dimulai menampilkan adegan pertama dan aku akan secepatnya bilang seperti yang aku rencanakan tadi. Aku tau kapan aksi pertama film itu akan dimulai, film ini berlatar di Jerman, dimana Rini pasti akan menyakan soal itu. Setelah aku sudah cukup yakin, dan adegan pertama mulai, dimana adegan itu menampilkan seorang suami yang sedang bercakap cakap dengan seorang perempuan pirang, lalu Rini berpaling kepada ku.

Film ini berlatar dimana ya? Asal negaranya…? Tanya Rini.

Ya ampun… Aku menyeringai agak keras, bahwa aku salah memutar Film, yang kuputar itu adalah Film Horor. Jika aku sekarang salah memutar film pasti Ibu gak mau nonton ya? Kataku.

Kenapa…? Ada yang salah…? Kata rini Ibu Mertuaku.

Gak sih Bu, gpp… Kata ku sambil berdiri dari kursi. Aku akan mengganti dengan film yang lain Bu. Kata ku sambil berdiri.

Udalah.. gpp koq, Kata Ibu mertuaku. Klo kamu mau nonton ya gpp, klo emang film horror-nya bagus kenapa gak.

Bukan itu Bu, maksud aku… kubalas pendapat Ibu Mertuaku.

Film yang satu ini… bisa dikatakan, film ini agak nakal gitu deh Bu, aku gak yakin Ibu Setuju untuk menontonnya.

Ooohhh.. ya ya ya, Ibu tau sekarang. Rini menjawab, dimana film tersebut sedang menampilkan adegan seorang wanita berambut pirang sedang menurunkan celana seorang laki2.

Untuk sementara aku terdiam mematung, satu matanya kearah screen TV, satu matanya agak melirik kearah Ibu Mertuaku.

Hmmm… udahlah sayang Gak usah khawatir dengan Ibu. Rini berbicara, sambil menyenderkan punggungnya di sofa. Udah lama banget nih Ibu gak nonton film kaya gini, sejak dulu Ibu pernah nonton sekali. Terus, kamu sesekali juga nonton film begian, apa kamu nonton semuanya, Iya kan? Kata Ibu Mertuaku sambil sedikit tersenyum Nakal.

Tuh kan, Ibu… Kan aku sudah bilang klo ini film… Aku membalas pertanyaannya sambil menyenderkan punggungnya ke senderan kursi agar diriku bisa sedikit santai dari ketegangan akibat pertanyaan Ibu Mertuaku.

Ibu Yakin Nih, mau nonton Film ini? aku langsung menyambung pernyataannya dengan bahasa tubuh seperti orang tidak berdosa dan berharap semua berjalan lancar dan sesuai rencana.

Ya, gpp. Udah gak usah takut. Kata Rini Ibu Mertuaku.

Beberapa menit kedepan kami menyaksikan di layar TV dimana adegan tersebut menampilkan wanita pirang mulai membuka celananya di depan suaminya, lalu adegan tersebut belangsung panas si suaminya mulai menggoda istri mudanya yang berambut pirang itu dengan meraba payudara sampai dengan rabaan pada putting payudaranya.

Aku memperhatikan adegan itu dengan sangat konsentrasi dan membayangkan wanita yang sedang ada di dalam adegan itu adalah Ibu Mertuaku sendiri yaitu Rini dan aku juga membayangkan bahwa laki2 yg ada dlm adegan itu adalah diriku sendiri, yang sedang membelai payudara Rini. Dalam khayalan aku membelai kedua payudara Rini dari satu ke yang satunya dengan sangat lembut, dan aku hanya bisa mengkhayalkannya saja.

Kami berdua duduk dengan meyandarkan punggung kami pada senderan kursi, dan memperhatikan Video tersebut dengan seksama sejalan dengan jalan cerita dari film tersebut, sehingga aksi dari film di Video tersebut berjalan sesuai dengan alur cerita dan cerita kian memanas. Dalam beberapa kesempatan aku mulai terangsang dan makin terangsang.

Karena aku membayangkan yang ada di film tersebut adalah aku dan ibu mertuaku yang menjadi artis porno, dan memainkan suatu adegan ranjang yang sangat panas. Aku membayangakan seperti adegan yang ada pada film tersebut, bersetubuh dengan bepelukan, persetubuhan dengan doogy style, bahkan hubungan seks anal dan oral, aku membayangkan diriku melakukannya bersama Ibu mertuaku sesuai dengan tampilan yang ada pada layar TV.

Akhirnya film tersebut selesai dan habis, dan aku sudah membenarkan posisiku berkali kali sejak film itu mulai sampai dengan selesai, karena beberapa kali aku sangat susah menutupi keterangsanganku bila aku berdiri dari bangku yang kududuki. Kira2 apa yang akan terjadi pada kami berdua, karena memang aku merasa bahwa Rini Ibu Mertuaku kadang juga memperhatikan keterangsangan yang kualami.

Hmmmm… terus sekarang apa yang ada di dalam pikiran kamu Sayang?. Pertanyaan Ibu Mertuaku yang sama sekali tidak terpikirkan oleh diriku, membuat aku sangat Kaget.

AKU: Mmmm… sebeneranya sih, jujur saya agak malu Bu, duduk disini bersama ibu Nonton film beginian, dan saya tidak tau apa yang harus saya katakana sekarang.

RINI: Hmpff… udah deh jagan sok lugu gitu deh kamu, kan Tadi ibu dah bilang, aku juga sdh pernah nonton film kaya gini sebelumnya, dan ibu yakin kamu sama Nadya juga sering kan nonton film beginian berdua?

AKU: Ya pernah lah Bu, tapi kan gak sama rasanya. Aku nonton sama Nadya dan sekarang kan aku nontonnya sama Ibu, beda kan Bu Rasanya?.

RINI: Ya Jelas Beda lah Sayang, harus berbeda donk, aku kan Ibu Mertua mu, terus klo kamu sam Anna lagi nonton… rekasi Nadya kaya gmn? Ibu Mertuaku bertanya seperti ingin tau.

Pertama kalinya Aku terlihat sangat malu walau sedikit.

AKU: Kalo Nasya sih enjoy2 aja Bu, nonton film begianan sama aku, ya kadang agak2 kaget2 juga sih bu

RINI: Nah, terus reaksi kamu gimana?

AKU: Ya jelas lah Bu, reaksi aku ya tergantung Reaksinya Nadya Gimana ke aku… hehe.

RINI: Itu menurut kamu, bisa juga karena kalian nonton film porno Non Local atau film porno dengan gaya sex kasar gitu kali ya, jadi itu yang bisa bikin kalian terangsang.

Aku bertambah kaget ketika Ibu Mertuaku memberikan pernyatanyaan yang sangat jujur.

AKU: Gak juga sih Bu, mungkin kadang2 gitu. Ibu mau minuman lain mungkin Bu? Aku sedikit menyela untuk mengganti topik pembicaraan.

RINI: Boleh juga tuh, mau donk.

Aku bangkit dari kurisku, mengambil cangkir dari meja kopi, dan mulai membuat minuman. Lalu kembali ke ruang tengah dan memberikan Ibu Mertuaku gelas dengan minuman itu. Lalu aku kembali duduk ke kursi.

RINI: Kenapa sih duduknya jauh2, sini donk duduk deket Ibu!.

Permintaan Ibu Mertuaku itu sungguh sangat mengagetkan diriku dan untuk sementara, membuat ku bingung harus menjawab apa.

AKU: Mmmm… Aku gak tau Bu.. eh… Jawabanku berantakan karena sangat Grogi.

RINI: Yahh… jangan mikir macem2 deh kamu, kamu pikir Ibu akan merayu kamu ya? Hahaha… iya kan, kan kamu mikir gitu kan? Ibu mertuaku tertawa geli.

AKU: Ya gak lah bu.. jelas gak… Aku hanya… mmm…

RINI: Yaudah sich… gak usah kebanyakan mikir, sini.. ayo..!! Ibu Mertuaku memerintahkan diriku sambil bergeser memberikan tempat untuk ku dan mengajak aku segera berajak dan pindah ke sofa untuk duduk bersama dengannya.

Dengan senyum malu2, aku berpindah ke sofa sambil menaruh gelas minuman di meja, dan duduk disebelah Ibu Mertuaku.

RINI: Nah gitu donk, gak knp2 juga kan? Ibu Mertuaku sedikit menggoda.

AKU: Ya iyalah bu. Balas ku dengan agak bingung dan muka yang malu kemerahan.

Setelah kami duduk di besebelahan di satu sofa, untuk sesaat kami terdiam dan tidak ada yang berkata sepatah katapun. Aku merasa sepertinya harus memulai membuka pembicaraan lagi agar kesunyian ini bisa terpecahkan, ternyata Rini Ibu Mertuaku telah memulai pembicaraan terlebih dahulu.

RINI: Mmm.. trus, kamu jadi gak mau kalo ibu menggoda kamu ya?.

AKU: Aku gak bilang gitu lho bu. Jawabku, sambil agak terkejut.

RINI: Ooohhh… jadi kamu mau kaannnn?

Balas Rini sambil sedikit meluruskan kakinya kedepan. Otomatis mata ku langsung tertuju menelusuri dari lutut samapai dengan bawah kaki Ibu Mertuaku dan sepertinya aku sudah mulai masuk kedalam godaan2 Ibu Mertuaku. Dan memang aku sudah sangat tergoda. Tanpa basa basi, kubiarkan mataku untuk memandangi Ibu Mertuaku dari betis hingga pahanya yang sangat terawat dengan indah.

Aku gak bilang gitu lho bu… ku ulang kata2 ku tadi, mengetahui bahwa Ibu Mertuaku sekarang sudah mulai menggoda diriku dengan sesuatu yang bisa dibilang tidak pantas dilakukan oleh seorang Ibu Mertua kepada Menantu Laki2nya, dan diwaktu yang sama pula saat aku mulai menjawab pertanyaan dari Ibu mertuaku, aku terus berusaha dan terus mencoba menggiringnya kedalam perangkap yang sudah aku letakan, persiapkan dan rencanakan.

RINI: Apa yang ingin kamu katakana si, Say? Kali ini dia dengan sengaja bertanya seperti itu kepadaku, dan dengan sengaja pula menyilangkan kakinya agar bisa memperlihatkan pahanya yang sangat sensual.

AKU: Aku jadi malu Nih, Bu, seharusnya kita juga jangan dan tidak boleh berpikir kearah situ kali ya Bu? aku menjawab dengan sagat jujur dan berharap membawa situasi ini selesai sampai disini saja.

RINI: Hahahahaha… Kenapa sih Sayang, Ibu terlihat agak nakal ya? Dia bergurau sambil mengedipkan satu matanya.

AKU: Iya bu, sedikit.

Ooohhh jadi begitu, hmmm… trus klo aku nakal, apa yang kamu lakukan untuk menghukumku? Tanya Ibu Mertuaku. Sambil bertanya kepada ku, Rini berdiri dari sofa dan berputar untuk berdiri tepat di depan ku yang masih duduk di sofa. Perlahan, lalu dia dengan sengaja mengangkat baju terusannya sampai sebatas paha agak naik sedikit, sambil menaikan kakinya menginjak tempat duduk sofa tepat disebelahku, kini kakinya yang mulus tepat berada disebelahku.

RINI: Suka gak sama kaki Ibu?. Tanya Ibu Mertuaku.

AKU: Ya, sangat Indah Bu.

RINI: Hmmm…!! Kamu mau menyentuh kedua kaki ku dan membelainya?.

Diriku tau, bahwa harusnya kutolak kesempatan tersebut, tetapi pemandangan yang sudah sangat dekat itu sangatlah menggoda birahiku. Akhirnya kugerakan tangan dan menempatkan telapak tanganku di dengkul Ibu Mertuaku. Merasakan lembutnya rasa dari kain nilon yang masih membungkus kaki Ibu Mertuaku itu di telapak tangan dan aku mulai meraba dan menyentuh halus paha Ibu Mertuaku.

RINI: Mmmppff… Rasanya enak sekali sayang, jika dibelai seperti itu… Ssshh. Rini hampir mendesah.

Sekali lagi dengan penuh semangat aku memulai yang seharusnya tidak boleh kumulai. Sekarang, aku tidak mungkin menolak untuk membiarkan tanganku menelusuri pakaian yang selama ini menjadi misteri bagi ku dan tanganku mulai merasakan kehalusan dari kulit paha Ibu Mertuaku yang masih terbalut dengan kain nilon dan jari2ku dengan cepat meneliti bahwa itu adalah stoking, dan ya Ibu Mertuaku menggunakan stoking.

AKU: Stoking, Ya Ibu memakai stoking. Aku hampir berbicara seperti itu, saking penasarannya.

RINI: Tunggu dulu, Sayang, Pokoknya yang terbaik akan ku berikan kepadamu. Ibu mertuaku mendengar apa yang ku katakan dan langsung menjawabnya.

Rasa dari kehalusan kain nilon tersebut memberikan sensasi tersendiri, cukup memeberikan rasa yang sangat membangkitkan gairah ku dan aku pun menyadari bahwa aku sudah berbuat terlalu jauh, dan aku sudah tidak bisa mengendalikan diri.

Dengan perlahan aku mulai meraih pinggiran bawah dari pakaian terusan yang dikenakan Ibu Mertuaku dan memulai dengan perlahan menaikannya keatas. Dalam beberapa detik mulai terlihatlah pangkal paha Ibu Mertuaku dengan pemandangan yang masih terbalut full dengan stoking. Aku berdecak kagum atas pemandangan itu, sebelum akhirnya Tanganku menaikan lagi lebih tinggi pakian Ibu Mertuaku beberapa inci keatas dan segera aku melihat bahwa Ibu Mertuaku ternyata tidak mengenakan celana dalam.

Ooohh… gila… tercukur dengan rapih!! Terucap dari mulut ku kekaguman itu dan aku memutarkan telapak tanganku kebelakang Ibu Mertuaku dan meraih kedua pantatnya yang sangat gempal dan montok dengan kedua tanganku dan mendorong pantat itu tepat kedepan mukaku sambil meremas pantat Ibu Mertuaku. Tangan ku mulai bergerilya meremas dengan sedikit kasar mencari lubang anus Rini dan mulai menggosong lubang tersebut dan jari2ku juga dan juga menyeruak ke dalam bibir Vagina Ibu Mertuaku diantara kedua pahanya.

Aku langsung memajukan kepalaku, dengan lidah aku mulai menjilati Vagina Ibu Mertuaku dengan sedikit menyentuh klitorisnya dengan sapuan2 lidahku. Dengan cepat Rini meraih belakang kepalaku dan menempelkan kuat2 kepalaku ke dalam Vaginanya, dan mulailah hisapan demi hisapan dan sapuan lidah ku ke dalam Vagina Ibu Mertuaku.

RINI: Ohh.. ahhh.. ya sayang, lebih dalam lagi jilat agak dalam… sshhhakkhhh. Ibu Mertuaku meracau dan mendesah.

Ku hirup dalam2 aroma bau2an vagina Ibu Mertuaku ke dalam hidungku dan kurasakan rasa dari bibir Vaginanya. Bisa dibilang, seblumnya saya tidak pernah sama sekali untuk mengubungi no telp Dia (Ibu Mertuaku) untuk mewujudkan impianku/fantasiku terhadap wanita ini. Tetapi sekarang, dia Rini Ibu Mertuaku, dengan membuka mengangkangkan kaki nya selebar mungkin, dengan tangannya yang memegang kepalaku dan mendesah kepadaku untuk terus memberikannya kepuasan birahi kepadanya dengan terus menjilati Vagina nya yang tercukur dengan rapih.

Ku tekan dengan kuat kepalaku kea rah Vagina nya, lidahku terus menelusuri bibir Vaginanya, sambil kujilati dan ku goyangkan lidahku keluar dan masuk Vaginanya. Tanganku tidak berhenti bergerilya dari remasan di Pantatnya sampai dengan belaian dipahanya lalu kembali lagi meremas pantat Ibu Mertuaku itu, merasakan kepuasan dari rasa halusnya kulit Pantat Ibu Mertuaku yang berpadu dengan tekstur halusnya kain Nilon stokingnya.

RINI: Oooohhh sayang, ya… terus sayang, hisap yang kuat, tunjukan kehebatanmu padaku sayang.

Kutekan lidahku kedalam vaginanya kujilat semampu lidahku menelusuri bibir Vaginanya, dan akhirnya Rini mulai terasa mengumpulkan untuk menahan klimaksnya.

RINI: Ooohhh… Ooohh.. Ibu mau keluar nih, ssshhhhh akkhhhh… aduhhh… gak tahan lagi.

Bersambung…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan