2 November 2020
Penulis — AKI UJANG
Namaku Cucu, usiaku 32 tahun. Aku sudah menikah dan suamiku berusia 5 tahun di atasku. Dari pernikahan kami, telah lahir 2 orang buah cinta kami. Yang besar kelas 4 SD sedang si bungsu baru Taman Kanak-kanak.
Keluargaku hidup dengan tentram dan aku tinggal di lingkungan perumahan bukan di kompleks tetapi di pemukiman penduduk tetapi tidak terlalu padat. Di depan rumahku, adalah rumah tetanggaku. Pak Suta dan Ibu Rahmi, usia mereka sudah 50 tahun dan punya anak 3. Anak paling besar laki-laki seusia denganku lalu yang kedua anak lelaki kelas 2 sma dan yang ketiga anak perempuan kelas 3 smp.
Keluarga mereka sangat baik, kami sering saling membantu. Kadang bila keluargaku hendak bepergian, maka mereka akan memperhatikan rumah kami, menyalakan lampu dari meteran bila kami pulang kemalaman atau Ibu Rahmi suka numpang menjemur pakaian di halaman rumahku yang agak luas.
Sesekali Pak Suta menyambangi rumahku, ngobrol dengan suamiku tentang berbagai hal. Pengetahuannya luas sehingga suamiku sering banyak mendapat pengetahuan. Aku juga, sering ngobrol dengan Ibu Rahmi, saat dia menjemur pakaian, atau aku mendatangi rumahnya yang terpisah oleh gang yang hanya bisa dilewati sebuah motor.
Pak Suta orangnya sangat ramah dan di usianya yang ke 50 ini, sosoknya masih gagah dan jujur saja aku katakan bahwa dia juga ganteng. Apalagi kalau sudah hendak pergi dinas, dengan seragam dinasnya, aku kadang suka kesengsrem dan diam-diam aku suka melihatnya dari balik vitrage jendela rumahku.
Ada degup-degup aneh bila aku melihatnya apalagi kalau kebetulan dia bertemu denganku, dia menyapaku dengan ramah dan hatiku suka bergetar bila melihat tatapan matanya yang tajam tetapi tidak nakal.
Pernah aku sedang menjemur pakaian sendiri, Pak Suta keluar dari rumahnya. Aku kebetulan hanya menggunakan celana pendek sehingga pahaku yang putih akan terlihat jelas. Pak Suta menghampiriku sambil menyerahkan 2 buah durian yang besar.
Bu, ini ada oleh-oleh dari Pandeglang. Lumayan, katanya. Sempat kulihat matanya melirik ke pahaku tetapi segera dia alihkan pandangannya.
Aduh Bapak, meni ngarepotkeun, jawabku sambil ku terima 2 durian montong pemberiannya tetapi karena berat, maka Pak Sutapun membawanya ke meja yang ada diberanda, ditaruhnya disana lalu pergi sambil tersenyum.
Mangga, Bu Mangga, Bapak hatur nuhun, jawabku
Agak malu juga aku berpakaian begitu dan bertemu dengannya tetapiya biarlah, toh beliau tidak kurang ajar ini.
Pengalaman lain saat aku ke rumahnya untuk memberikan undangan arisan ibu-ibu. Karena pintu rumahnya terbuka, aku ucapkan salam lalu ku longokkan kepalaku.
Kaget aku, Pak Suta tengah bertelanjang dada. Meski memakai celana panjang, aku terkesima melihat otot-ototnya dan beliau segera mempersilahkan aku masuk sambil dia menggunakan kemeja dan karena terburu-buru, kancingnya tinggi sebelah.
Eh Ibu. Ada apa? katanya sambil duduk di depanku. Ini, ada undangan untuk Ibu, kataku sambil menahan senyum.
Dia terima surat itu, dilihat sejenak lalu Oo undangan arisan to, iya, nanti saya sampaikan, si ibu sedang ke rumah temannya
Iya, Pak. Tapi, punten Pak kataku sambil menahan senyum Iya. Ada apa Bu? Itu kancing baju Bapak tinggi sebelah kataku sambil menunduk malu dan berusaha menahan senyum
Dia lihat kemejanya lalu. Astaga, aduh punten Bu, buru-buru dia buka lagi kancingnya dan dibetulkan.
Ibu sih, suaranya kurang kenceng jadi saya tidak dengar. Kejadian deh guraunya. Ah, gak apa Pak atuh saya permisi dulu punten mengganggu kataku sambil berdiri untuk pergi.
Iya nuhun Bu ., jawabnya sambil berdiri mengantarkanku.
Kejadian-kejadian kecil, pertemuan sejenak membuat keakraban keluarga kami semakin dekat hingga suatu ketika, Ibu Rahmi harus berangkat ke kampung halamannya dan karena sedang libur maka beliau berangkat dengan anaknya yang sulung dan yang bungsu. Anaknya yang laki-laki tidak ikut untuk menemani ayahnya.
Entah seperti sudah diatur, suamikupun tiba-tiba mendapat tugas ke daerah untuk mendampingi tim surveyor selama 3 bulan di daerah Tulang Bawang. Otomatis aku hanya bertiga dengan kedua anakku.
Sore itu, hujan sedang lebat-lebatnya. Dari siang anakku yang bungsu agak meriang, kutidurkan setelah kuberi makan tapi ketika bangun badannya panas dan mengigau. Aku berusaha mengompres kepalanya tetapi suhu tubuhnya tidak turun-turun juga. Anakku yang lelaki kusuruh ke warung untuk membeli obat penurun panas dan dia lari tanpa membawa payung.
Segera kusuruh dia berganti baju dan kuberikan obat penurun panas pada si bungsu. Aku bingung, mau menghubungi suamiku, dia sedang jauh sementara si bungsu tidak bisa diandalkan, sekarang saja dia hanya duduk di depan televisi.
Tengah kebingungan itu tiba-tiba lampu padam gelap seketika dan aku terpekik kaget. Sibuk aku mencari senter tapi tidak ketemu dan dengan meraba-raba aku berusaha menuju ke meteran. Si bungsu menangis takut.. ternyata mati semuanya, rumah Pak Sutapun gelap.
Aku kembali menuju kamar karena si bungsu menangis memanggil-manggilku. dan aku terhenyak kaget ketika ku dengar pintu ada yang mengetuk. ku hampiri dengan agak takut. ternyata ketika kulihat dari balik tirai Pak Suta! Dia membawa senter, segera pintu ku buka
Bu, ada apa? Saya tadi lihat Kakak hujan-hujanan dan dengar suara Neneng menangis? katanya.
Aku tidak bisa berkata-kata karena kaget tapi setelah kekagetanku lenyap, ku ceritakan kondisiku.
Pak Suta lalu mencarikan lilin di lemari ditemani Kakak dan aku ke kamar menenangkan Neneng yang menangis terus. Setelah ada cahaya lilin, tangis Neneng mereda meski panas badannya tetap.
Lalu Pak Suta masuk kamar, menyimpan lilin di atas meja hias dan menghampiri anakku yang terbaring, memegang dahi dan lehernya.
Sudah dikasih obat apa? katanya Tablet turun panas, Pak, tapi tetap saja jawabku Neneng demam Bu dan ini harus dibawa ke Dokter. Sudah, tidak usah bingung, Kakak biar di rumah ditemani anak saya, Neneng kita bawa ke Dokter, saya siapkan kendaraan dulu, kata Pak Suta.
Aku sempat termanggu dengan perintahnya tetapi seperti dihipnotis, akupun mempersiapkan diri, sementara Pak Suta meninggalkan aku untuk menyiapkan kendaraan. Setelah siap kamipun berangkat dan ternyata, Neneng hanya demam biasa, setelah diperiksa lalu diberi resep. Semua biaya dibayar oleh Pak Suta.
Aku awalnya menolak karena malu tapi Pak Suta seperti tidak mendengar penolakanku. Usai dari Dokter, kami pulang dan ketika sampai di rumah, lampu masih belum menyala. Kakak sudah tertidur di kursi panjang ditemani oleh anak Pak Suta yang anteng main laptop dan ketika tahu bapaknya sudah pulang, anaknya Pak Suta kembali ke rumahnya.
Neneng yang sudah lelap ku baringkan di ranjang dan ketika hendak membawa Kakak ke kamarnya, Pak Suta dengan sigap membopong Kakak menuju kamarnya dan dia baringkan di tempat tidur lalu diselimuti.
Bu, sudah tidak ada masalah lagi, kan? tanya beliau. Tidak Bapak. Terima Kasih bapak sudah banyak sekali membantu, maafkan saya sekeluarga jadi merepotkan, kataku sedikit bergetar karena haru.. Pak Suta menepuk pundakku sambil berkata Tidak tiap hari kan beginian. Kalem saja Bu dan kemudian dia berlalu. Tiba di pintu dia menengok padaku lalu berujar Kunci pintu rumah, Bu kemudian dia berlalu.
Ada rasa seperti kehilangan dengan kepergiannya, padahal aku masih ingin dekat dengannya, mendengar suaranya, melihat tatapan mata elangnya bahkan tadi dia sempat menepuk bahuku.. ahh, aku kaget dengan keinginanku.
Hari Minggu, dua hari setelah kejadian itu, adik perempuanku datang dan mengajak kedua anakku ke Lembang dan akan pulang sore. Aku memilih diam di rumah karena cuaca bagus jadi kumanfaatkan untuk mencuci dan menjemur pakaian.
Usai mencuci dan menjemur, aku buat makanan kecil lalu duduk di depan televisi. Tiba-tiba terdengar pintu rumah diketuk dan ketika ku lihat dari jendela ternyata Pak Suta, segera pintu ku buka.
Anak-anak kemana, Bu? tanyanya. Sedang pergi sama Bibinya, Pak, jawabku. Euleuh ya sudah atuh, ini nanti saja dinikmatinya sambil menyerahkan bungkusan. Apa ini Pak. Merepotkan lagi saya kataku sambil menerima bungkusannya. Atuh Bapak masuk dulu, silahkan duduk, Pak, kataku mempersilahkan dia masuk.
Pak Suta lalu duduk di sofa, aku ke dapur menyimpan pemberiaannya lalu ku buatkan minuman.
Kembali ke ruang tamu, ku sajikan minuman kepadanya lalu kami ngobrol tentang kesehatan anakku lalu berkembang ke topik lainnya.
Berdua di rumah dengan lelaki yang diam-diam ku kagumi, membuat aku merasakan debar-debar tak menentu, ada senang, takut, bahagia, ragu sehingga kegelisahanku terbaca olehnya.
Saya mengganggu Ibu? katanya Ooohh. Tidak Pak, tidak. jawabku kaget. Ya sudah, gak apa-apa saya amit dulu atuh kata beliau sambil terus berdiri hendak berlalu. Segera aku juga berdiri untuk menahannya dan tanpa sadar aku memegang tangannya
Eh, Pak tidak apa-apa.. kenapa jadi buru-buru? kataku lalu ahh segera ku lepas pegangan tanganku tetapi Pak Suta menangkap tanganku hingga beberapa detik kami bertatapan lalu tiba-tiba saja aku sudah ada dalam pelukannya, aku terkesima hingga tak mampu berbuat apa-apa. Perlahan dan gerak yang lembut dia kecup dahiku, keningku, pipiku.
tubuhku lemas, aku tak kuasa menolak, mataku hanya terpejam dan debar jantungku serasa terhenti sejenak ketika ku rasakan bibirnya menyentuh bibirku tubuhku makin lemas sehingga butuh pegangan dan pegangan itu adalah tubuh Pak Suta yang memelukku. Mula-mula bibirnya hanya menempel di bibirku tetapi kemudian lidahnya mulai berusaha menyeruak bibirku dengan sendirinya bibirku mulai sedikit terbuka dan akhirnya lidah kami berpilin.
Ciuman lembutnya membuat aku terlena dan akhirnya kakiku berjinjit sambil memeluk lehernya dan diapun memeluk tubuhku lebih merapat ke tubuh perkasanya. Entah beberapa detik bibir kami bertemu, lidah kami berpilin hingga nafas kami terengah. Sejenak ciuman kami terlepas ku buka mataku, kulihat Pak Suta tengah menatapku aku tidak berusaha melepas pelukanku sehingga saat mataku kembali terpejam dan Pak Sutapun kembali melumat bibirku dan kali ini ciuman kami lebih panas dari yang pertama.
Ciuman kami terlepas sejenak aku sempat kaget, tetapi ternyata Pak Suta mengunci pintu dan aku karena masih lemas, aku terus duduk di sofa, Pak Suta menghampiriku, kembali memelukku dan aku manda saja. Ciuman berlanjut lagi, mulanya lembut lalu mulai meningkat ke ciuman panas. Lidah kami berpilin lalu ciuman Pak Suta bergerak ke leherku, jilatan lidahnya di leherku membuat aku merasa sudah tak berpijak di bumi lagi, melayang ke awang.
Aku hanya mampu merintih, menggelinjang merasakan panasnya cumbuan Pak Suta dan gelinjangku semakin bertambah ketika tangannya mulai meremat dadaku. Kerinduan akan jamahan suamiku, kelembutan dan kehangatan cumbuan Pak Suta yang diam-diam kukagumi membuat aku terlena dan pasrah, akal sehatku terlibas sudah dan kubiarkan Pak Suta menguasai tubuhku.
Merasa kurang bebas, perlahan tangan Pak Suta mulai membuka kancing kemejaku sehingga kini dadaku yang putih terbuka dan ciuman Pak Suta merayap perlahan ke dadaku yang masih terbungkus bra. Tangan Pak Suta bergerak ke belakang dan membuka kaitan braku dan setelah terlepas, maka dia singkapkan braku dan ooooouuuhhhh, putting dadaku dimainkan oleh mulutnya, tanganku reflex meremas rambutnya karena rasa geli dan nikmat yang luar biasa.
Kurasakan kenikmatan yang tak terkira, gairahku mulai naik, aku hanya bisa menggelinjang, kugigit bibirku karena tidak bisa mendesah dan menjerit dalam kenikmatan, dan dengan gerakan yang tenang dan lembut Pak Suta akhirnya dapat melepas kemejaku dan menurunkan celanaku sekaligus celana dalamku. Kini tubuhku telanjang bulat di hadapannya dan kemudian Pak Sutapun membuka kaosnya sekaligus melepas celananya sehingga sekarang di ruang tamu rumahku, aku dan Pak Suta bagaikan bayi raksasa yang tengah bercengkrama.
Aku hanya mampu merintih, menggelinjang, meremas rambutnya. Jilatan lidahnya, rabaan tangannya di paha putihku mampu membuatku akhirnya terkejang hingga pinggulku terangkat. Aku orgasme!
Tubuhku sampai terangkat membusur dan kutekan kepalanya agar lidahnya lebih terbenam di selangkanganku. Kepalaku terdongak merasakan kenikmatan permainannya hingga dari mulutku keluar rintihan.. Bapaaaaaakkkkkk. Oooouhhhhhhh…
Setelah tubuhku terhempas di sofa, Pak Suta menghentikan aksinya lalu tubuh telanjangku dia bopong dari kursi lalu dibaringkan di karpet. Pak Suta buka pahaku lalu dia pegang batang kemaluannya
dia sapukan sejenak ke bibir kemaluanku, lalu dengan perlahan dia dorong batang kemaluannya ke lubang kemaluanku yang sudah basah, gerakannya perlahan tapi makin lama makin masuk ke dalam, hingga akhirnya semua terbenam di dalam lubang kemaluanku dan dia diamkan sejenak untuk merasakan nikmatnya lubangku.
setelah aku merasa nyaman dengan keberadaan batang kemaluannya, mulailah Pak Suta mengayunkan pinggulnya sehingga batang kemaluannya keluar secara perlahan dan kembali memasukkan secara perlahan pula. Sungguh indah permainan Pak Suta. Sementara pinggulnya naik turun di selangkanganku tangannya meremas kedua buah dadaku, gerakannya teratur, pandangan matanya tak pernah lepas dari mataku sungguh menghanyutkan pandangannya.
Aku merasakan kenikmatan yang tak bisa kugambarkan, suatu kenikmatan yang belum pernah diberikan oleh suamiku sehingga aku merasa diriku, hasratku, gairahku dibawa oleh Pak Suta ke suatu tempat yang begitu indah tak terhingga.
Aku belitkan kakiku ke pinggulnya, ku sambut hujaman batang kemaluannya, ke kecup lehernya, dadanya sebagai ungkapan aku sangat bahagia.
Pak Suta kemudian melepas batang kemaluannya yang masih berdiri kokoh bak tugu monas lalu membangunkan tubuhku. Dia duduk di sofa hingga batang kemaluannya berdiri tegak, lalu dia memintaku untuk duduk menghadapnya. Sekarang ku pegang batang kemaluannya lalu ku bimbing menuju lubang kenikmatanku ..
Entah berapa lama kami bersenggama, sehingga terasa ada yang akan meledak di tubuhku bagian bawah. Kupercepat ayunan pinggulku sehingga akhirnya tubuhku menegang setegang tegangnya, kucakar punggung Pak Suta, ke tekan pinggulku kuat-kuat dan ooooohhhhhhh. Ku raih orgasmeku dengan penuh kenikmatan.
Pak Suta yang tahu aku tengah berada di puncak kenikmatan, membalas gerakanku dengan menaikkan pinggulnya sehingga tubuhku semakin berkejat nikmat dan puncak puncak itu ke gapai berulang. Setelah keteganganku reda, tubuhku ambruk menindih tubuhnya lalu Pak Suta membaringkan aku di sofa, dia buka pahaku dan kembali dia tikamkan batangnya yang masih tegar..
kini ayunannya begitu cepat dan menghentak, dengan perkasanya Pak Suta menghujamkan batang kemaluannya di lubang kenikmatanku yang sudah banjir oleh cairan nikmat lalu akhirnya, kurasakan batang kemaluan Pak Suta berkedut di lubangku.. kepalanya terdongak dan akhirnya dia hujamkan kuat-kuat batang kemaluannya.
Tubuhnya tersentak-sentak saat air maninya muncrat berkali-kali, membanjiri lubang kenikmatanku dan ku sambut hujamannya dengan mengangkat pinggulku. Begitu hangatnya cairan kenikmatan yang dia muntahkan dan setelah tidak ada lagi yang keluar dari batang kemaluannya, Pak Suta menatapku sambil tersenyum lalu mengecup keningku.
Tak terasa air mataku menetes.. aku menangis, bukan karena sedih karena sudah melakukan persetubuhan ini, tetapi aku haru seumur-umur aku kawin, hidup seranjang dengan suamiku, tak pernah suamiku melakukan hal seperti ini sebagai ungkapan terima kasih dan kepuasannya.
Kenapa Cu. Kenapa nangis tanya Pak Suta.
Aku hanya menggeleng, ku rengkuh tubuh telanjangnya yang masih memayungi aku, ku kecup bibirnya.
Dia perlahan mencabut batang kemaluannya dari lubang kenikmatanku lalu berbaring di sisiku, aku pun tanpa rasa canggung lagi memiringkan tubuhku, ku sandarkan kepalaku di dadanya dan dia belai rambutku. alangkah lembut perlakuannya dan hal seperti inilah yang sebenarnya kuinginkan dari suamiku tetapi tidak pernah dilakukannya.
Setelah nafas kami tenang, Pak Suta mengajakku ke kamar mandi untuk membersihkan badan. Di kamar mandi, kami mandi, saling menyabuni dengan diselingi ciuman-ciuman kecil, rabaan dan remasan. Aku pasrah sudah, ku nikmati perselingkuhan dengan tetanggaku ini dengan segenap rasa. Usai mandi, Pak Suta mengeringkan tubuhku dan ku keringkan tubuhnya dengan handuk lalu kami kembali ke ruang tamu..
Kau tidak menyesal, Cu? Tidak, Pak. Saya bahagia sekali bisa merasakan seperti yang tadi jawabku. Kamu sungguh menggairahkan aku. Dari dulu aku sering merhatiin kamu diam-diam, hanya karena ada istriku dan suami juga anak, aku hanya bisa menahan diri saja jawabnya sambil mencolek pipiku.
Aku tersenyum, ternyata bukan aku saja yang suka memperhatikannya diam-diam.. dia cium kembali pipiku lalu perlahan bibirnya bergerak ke bibirku.
Tanganku mulai menelusuri punggungnya ke arah bawah, kuremas batang kemaluannya yang mulai mengeras. Pak Suta lalu mengajakku berbaring di karpet, kembali dia menindih tubuh telanjangku lalu
kami mulai berciuman lagi.. Lidahnya menelusuri seluruh bagian tubuhku, wajah, leher, dada, perut. Setelah menjilati perutku, tarian lidahnya bergerak terus ke bawah. Aku sudah tidak karuan. Kepalaku terayun ke kiri ke kanan lalu dia lebarkan kakiku dan dengan pelahan dia benamkan kepalanya di antara kedua kakiku, dia jilati klitorisku, membuatku menggelinjang menahan rasa geli.
Desahan demi desahan terus keluar dari mulutku, “Oh.. ah.. Paaakkkkkk.. ooooh..!”
Melihat aku sudah kembali terangsang dan ku rasakan nafasnyapun sudah memburu, dia naikkan tubuhnya hingga pinggulnya tepat di selangkanganku lalu batang batang kemaluannya yang sudah mengeras digesek-gesekkan ke bibir kemaluanku. Bibir kami masih tetap berpagutan. Tangannya mulai membimbing batang kemaluannya menuju ke lubang kemaluanku.
Setelah batangnya terbenam seluruhnya di lubang kemaluanku,
dia memandang wajahku, dan ketika melihatku tersenyum, dia mulai menggerakkan batang kemaluannya. Gerakannya yang lembut, pandangan matanya yang penuh nafsu, dengus nafasnya yang menghembus di leherku, membuat aku kembali menyambut birahinya dengan birahiku.
Aku merintih, aku menggelinjang hebat. Rasanya nikmat sekali. Aku mulai meremas-remas punggungnya dan dia dengan penuh nafsu meremas payudaraku. Aku merasakan segalaku terlambung jauh.
Ayunan pinggul Pak Suta begitu mantap menggerakkan batang kemaluannya di lubang kemaluanku yang sudah banjir
Bappaaaakkkkk. Oooohhhh teruuuusssss pintaku karena merasa betapa nikmatnya persetubuhan ini itu.
Pak Suta tiba-tiba mencabut batang kemaluannya lalu memintaku untuk mengubah posisi. Tubuhku disuruh tengkurap di kursi sementara kakiku tetap dilantai.. lalu dia gesek sejenak kepala kemaluannya lalu tiba-tiba dia benamkan dengan cepat sehingga tubuhku tersentak. Ohhhh Paaakkkkk lalu mulai lagi dia memaju-mundurkan batang kemaluannya di lubang kemaluanku.
“Aaakkkhhh… aaakkkhhh… Bapaaaaaakkkk ..!” sambil berusaha menahan dorongan pinggulnya. Selaksa bintang bertebaran di mataku saat keteganganku terlepaskan dan saat tubuhku sedang menegang itu Pak Suta dengan perkasanya terus menggenjot batang kemaluannya di lubang kemaluanku.
Cucu. Aaaakkkkuuuuu.. rintih Pak Suta dengan disertai hentakan-hentakan pinggulnya yang semakin cepat dan Keluarin Paaakkkkk. Siram saya.. sirrrraaaaaammmmmmm. rintihku
“Crroottt… cccrrooott… cccrrooott..!” berlaksa air kenikmatannya membanjiri lubang kemaluanku, membanjiri setiap relung yang ada di dalamnya. Hangat dan nikmat.
Kembali tubuh kami yang sudah bersimbah peluh terhempas dan terbaring lemas di atas karpet.
Pak Suta mengecup bibirku lalu dia berbaring kelelahan didampingin aku yang juga sudah seperti tak bertulang. Sempat kami tertidur dan ketika terjaga, kami saling menatap lalu Pak Suta menciumku.
Kami jalan bergandengan tangan ke kamar mandi lalu mandi bersama. Selesai mandi kami berpakaian lalu duduk di ruang tamu. 3 jam setengah ternyata kami main dalam 2 ronde yang melelahkan ..
Akhirnya Pak Suta berdiri, meraih tubuhku dan kami berciuman cukup lama lalu dia bisikkan Terima Kasih, Cu.. semoga kamu tidak menyesal dengan apa yang terjadi barusan… Kujawab dengan mengecup bibirnya sebagai isyarat bahwa aku tidak menyesal. Lalu Pak Suta pamit, mau istirahat di rumah katanya. Kuantarkan dia ke pintu dan setelah dia masuk ke rumahnya. Sebelum dia tutup pintu, dia sempat memberi isyarat cium jauh sambil mengedipkan sebelah mataku dan ku balas isyarat itu dengan gerakan bibirku seolah sedang menciumnya lalu aku tutup pintu kemudian aku tidur dengan perasaan yang indah dan nikmat…