2 November 2020
Penulis — alexkoe
Saya baru 2 tahun berumah tangga, tinggal di satu komplek real estate yang di pinggir Jakarta. Kompleksnya tidak terlalu besar, Rumah ku juga tidak terlalu besar yah ukuran 140 dan bangunan 100, karena sudah dikembangkan. Kami memang belum menginginkan anak karena diusia kami yang baru 24 dan istri 22 masih ingin menikmati masa muda.
Hubungan kami baik-baik saja dan dalam masalah sex kami sudah saling terbuka, jadi istri tidak malu-malu kalau dia lagi pengin
Istriku cukup cantik dengan kulit putih dan penampilannya masih seperti remaja. Sejak dia lulus D-3 dia belum pernah bekerja. Awalnya dia ingin juga kerja tetapi karena rumah kami jauh dari pusat kota, jadi dia akhirnya malas menempuh kemacetan setiap hari. Jadilah dia ibu rumah tangga yang anteng.
Kami bertetangga dengan pasangan yang usianya sudah di atas kami. Pak Bardi kutaksir berumur sekitar 35 tahun dan istrinya Bu Lina mungkin sekitar 28 tahun. Bu Lina pintar dalam hal masak memasak. Istriku akrab dengan Bu Lina, karena dia sering belajar masak dari Bu Lina.
Pasangan tetanggaku ini menurut pengamatanku adalah pasangan yang tidak seimbang. Pak Bardi perawakannya agak kurus dan tidak tinggi. Sedangkan Bu Lina adalah sosok wanita yang montok meski tidak termasuk gemuk. Kadang-kadang aku berpikir, apakah Pak Bardi sanggup melawan Bu Lina, yang kelihatannya kalau ngesek agak hot juga, karena dari penampilannya yang aktif dan bicaranya banyak.
Pernah juga aku tanya istriku mengenai apakah Bu Lina pernah cerita mengenai kehidupan sex mereka. Aku hanya penasaran aja melihat pasangan yang tidak seimbang itu. Dalam hatiku kok mau Bu Lina punya suami yang tampilannya tidak perkasa, padahal dia modelnya kaya Vina Panduwinata.
Ih papa ada-ada aja, malu kali dia cerita-cerita gituan, kata istriku.
Meski umur kami dengan pasangan Pak Bardi tidak terlalu terpaut jauh, tetapi Penampilannya yang lebih tua dari umurnya mendorong aku mersa pantas memanggil mereka Pak dan Bu. Mereka pun memangil kami mas dan mbak. Maklumlah kami memang sama sama bibit jawa.
Suatu hari Istriku menarik masuk kamar, katanya dia mau cerita penting. Ternyata yang diceritakannya adalah hasil ngrumpi dengan Bu Lina. Menurut pembicaraan ngrumpi mereka ternyata Pak Bardi sudah hampir 2 tahun tidak bisa ereksi, akibat penyakit gula. Pantas penampilannya agak loyo dan layu, pikirku dalam hati.
Padahal pasangan itu ingin punya keturunan dan mereka baru 3 tahun menikah.
Istriku dan Bu Lina sudah seperti kakak adik, mereka kompak sekali dan sering jalan bareng pergi belanja atau sekedar jalan-jalan ke Mall.
Aku juga cukup akrab dengan Pak Bardi, karena hobby kami sama yaitu main catur. Ada kalanya kami ngobyek bareng, jual tanah, jual rumah atau apa saja. Hasilnya sih lumayanlah untuk tambah-tambah up grade mobil.
Istriku jadi sering bercerita soal kehidupan sex keluarga Pak Bardi. Bu Lina katanya paling senang mendengar petualangan sex kami. Istriku memang agak-agak jahil, Dia senang sekali bercerita hal-hal yang membuat Bu Lina penasaran dan terangsang. Mungkin istriku senang melihat Bu Lina tersiksa oleh dorongan sexnya yang tidak tersalur.
Hal itu malah diceritakan istriku ke Bu Lina. Kata istriku Bu Lina kadang-kadang sampai menangis karena keinginan sexnya tidak bisa tersalur. Istriku memang keterlaluan, dia bercerita lalu Bu Lina mendengarnya sampai terangsang berat, akhirnya dia menangis.
Aku nasihatkan istriku agar jangan menyiksa Bu Lina dengan cara itu, kasihan dia. Abis selalu dia yang minta aku bercerita soal-soal sex, aku sudah bilang nanti akan bikin susah ibu lho, tapi Bu Lina tetap maksa, ya jadi aku cerita aja., kata istriku polos.
Aku sudah minta kepada Lina agar dia mengajari cara-cara oral, sehingga meski Pak Bardi gak sanggup penetrasi, tapi masih bisa melayani istrinya dengan oral. sudah pa, Tapi Pak Bardi katanya cepet cape, jadi belum sampai Bu Lina Nyampe, pak Bardi udah bilang gak bisa nerusi karena kecapean. Kata istriku.
Pak Bardi udah pasrah soal urusan sex dengan istrinya, malah katanya dia membolehkan istrinya cari kepuasan sex dengan orang lain asal jangan membawa penyakit. Tapi Bu Lina tipe wanita yang pemalu serta mencintai suaminya, dia tidak sanggup menuruti kebebasan yang diberikan Pak bardi.
Bu Lina berasal dari keluarga yang miskin di kampung, kehidupannya terangkat keatas setelah menjadi istri Bardi. Bahkan dia menunjang biaya orang tuanya dikampung. Pak Bardi memang tipe orang yang gigih dalam mencari uang, sehingga meskipun hidup di perumahan tipe dipinggir Jakarta gini, tapi mobilnya mentereng.
Aku sendiri hanya bisa punya Avanza, itupun nyicil dengan cicilan yang mati-matian aku usahakan agar tidak sampai telat.
Pa aku lama sekali ingin ngomong ke papa, tapi rasanya susah sekali keluarnya, kata istriku suatu hari.
Ngomong apaan sih, kamu kan biasanya ceplas ceplos, kok jadi nervous gitu, kata ku. enggak pa ini karena masalahnya sensisitif, kata istriku.
Apaan sih, kataku agak penasaran. Gini lho pa, tapi janji jangan marah ya, papa harus bener-bener pegang janji lho, kata istriku.
Ya deh, apaan sih bikin orang penasaran aja, kataku. Ah nggak jadi deh, susah ngomongnya sekarang, kata istriku tiba-tiba.
Aku sudah mengenal wataknya yang senang membuat orang tersiksa karena penasaran. Ya udah kalau gak jadi, aku mau main catur ke rumah Pak Bardi, kata ku. Eh jangan pak, iya deh aku cerita sekarang, katanya.
Gini lho pa, aku lama-lama kasian liat bu Lina, dia makin lama rasanya makin tersiksa, meskipun hartanya cukup dan suaminya selalu baik terhadap dia,
Selanjutnya, kataku.
Aku ingin menolong Bu Lina, papa setuju nggak, katanya.
Aku belum bisa menangkap arah pembicaraan istriku, apa yang dia akan lakukan bagiku masih gelap.
Kalau kita bisa nolong ya lebih baguslah, mereka kan sering nolong kita juga, kataku datar.
Bener nih Pa, papa juga mau nolong mereka, kata istriku serius.
Ya iya lah, kataku.
Lalu sambil mememeluk lenganku, istriku bercerita bahwa dia ingin aku sekali waktu membantu Bu Lina. Meskipun kata-katanya muter-muter, tapi singkatnya aku diminta melakukan hubungan dengan Bu Lina. Katanya Bu Lina sudah bersedia dan Pak Bardi juga mengizinkan bahkan sangat mendukung.
Rencana mereka ini ternyata sudah 3 bulan disusun, katanya tiap hari sibuk memikirkan strategi apa yang akan dilaksanakan. Masalah yang paling berat adalah menyampaikannya ke aku oleh istriku.
Aku tidak munafik sebagai laki-laki, Bu Lina adalah idamanku, sebagai variasi menu selain menu istriku. Tapi mana mungkin aku menggodanya, karena dia bersahabat dengan istriku. Eh sekarang malah istriku yang minta aku ngembat Bu Lina.
Apa benar mama gak keberatan berbagi dengan Bu Lina, kataku meyakinkan.
Nggak lah mama kasihan banget liat penderitaan Bu Lina, paling tidak kita bisa menyelamatkan keutuhan rumah tanga mereka, dari pada Bu Lina main sama orang yang gak jelas, kata istriku.
Ok lah selanjutnya bagaimana skenarionya, tanya ku.
Istriku bingung, karena ternyata skenario selanjutnya luput mereka susun. Sebab selama ini mereka berpikir keras bagaimana menyampaikan ke aku.
Belum ada skenario selanjutnya, ntar deh mama ngomong dulu ke Bu Lina, kata istriku.
Akhirnya aku berkeputusan untuk menemui Pak Bardi langsung dengan alasan main catur.
Begitu aku bertemu Pak Bardi, dia langsung aku salami dan ku katakan, aku siap menolong. Pak Bardi tidak sempat berpikir dan menyusun kata-kata dia langsung memelukku. Terima kasih ya mas, kita memang sudah seperti saudara, katanya dengan mata agak berkaca-kaca.
Ayo pak kita main catur lagi,
Kami pun terlibat serius main catur. Kali ini pertahanan Pak Bardi selalu lemah. Pak bapak koq gak kayak biasanya, kataku.
Gak tau dik, saya jadi sulit konsentrasi, katanya.
Aku langsung menebak bahwa Pak Bardi pasti memikirkan cara memulai hubungan baru kami.
Pak ini kan malam minggu, bagaimana kalau kitapesta barberque di rumah saya, sambil merayakan hubungan baru kita, aku menawarkan solusi. Ok juga tuh mas, biar saya yang siapkan semua bahan-bahannya, nanti biar ibu-ibu yang belanja, kata Pak Bardi lalu masuk kedalam menemui istrinya.
Aku lalu pamit pulang dan ingin istirahat tidur, untuk menyiapkan stamina, siapa tahu nanti malam sudah mulai dibuka hubungan ku dengan Bu Lina.
Istriku pamit, katanya mau belanja sama Bu Lina.
Jam 8 malam kami mulai menggelar pesta barberque di halaman belakang. Kami kekenyangan dan puas.
Aku menyarankan, acara dance party untuk dua pasang suami istri. Musik segera kupilih yang syahdu. Mulanya kami dance dengan pasangan kami masing-masing. Lampu memang sudah aku redupkan. Tapi lama-lama rasanya lampunya masih terlalu terang. Akhirnya semua lampu kumatikan, cahaya hanya mengandalkan lampu dari luar.
Mulanya terasa sangat gelap, tetapi lama-lama mata kami mulai bisa menyesuaikan, meski pemandangan tidak begitu jelas. Istriku melontarkan ide agar kami bertukar pasangan dance. Istriku menarik tanganku dan dia menarik Bu Lina agar merapat ke badanku. Bu Lina mulanya agak canggung. Mungkin dipikirannya dia malu, karena soal keinginannya main denganku.
Lagunya mendukung sekali dan amat syahdu. Aku langsung melakukan serangan ke leher bu Lina. Leher dan telinganya menjadi sasaran ciumanku. Bu Lina agak terkejut, karena tidak menyangka mendapat serangan begitu cepat. Namun sebentar kemudian dia sudah pasrah. Sampai kami berdiri tidak bergerak. Aku merasa nafsu birahi Bu Lina sudah mulai meningkat, Bibirnya aku kecup dengan gerakan yang ganas.
Begitu lagu selesai, istriku bertepuk kecil. Bu Lina kaget dan dia malu. Kami lalu duduk di sofa. Aku berpasangan dengan Bu Lina dan Istriku dengan pak Bardi. Kami istriahat dengan menenggak bir dingin.
Sekarang party kita tingkatkan dengan Lingerie party, kata istriku yang langsung mencopot semua baju luarnya. Pak Bardi ragu-ragu tapi dia ikut-ikutan juga membuka baju luarnya, hingga tinggal celana dalam koloran dan singlet. Aku membuka semua kecuali celana dalamku.
Bu Lina agak malu, sehingga terpaksa dibantu istriku yang sudah memakai BH dan celana dalam saja.