2 November 2020
Penulis —  setsunamiyo

Bercumbu dengan Pemuda Idaman

EPISODE 2 : Puncak

Agar suamiku tidak curiga, aku katakan padanya aku pergi ke rumah manajer Finance, Ani, yang notabenenya adalah sahabatku untuk menyelesaikan lemburan kantor. Untungnya suamiku tidak mengenal teman-temanku, jadi harusnya dia tidak mungkin mengecek temanku untuk memastikan keberadaanku. Aku sudah memberitahu Indra untuk menjemputku didepan rumah Ani.

Jam lima subuh kurang, aku sudah sampai di depan rumah Ani. Tidak lama kemudian, Indra datang menjemputku dengan mobil kijang-nya. Aku pun langsung naik, dan Indra langsung tancap gas. Hanya dalam dua jam saja, kami sudah sampai di daerah Puncak. Kami mengunjungi banyak obyek wisata di puncak. Sekitar jam sebelasan, kami turun di Kebun Teh untuk berjalan-jalan disana.

“Ndra, jangan dipasang di medsos atau di chatting service ya.” Kataku.

“Tenang aja, ci.” Kata Indra.

Aku lega karena sepertinya perkataannya bisa dipegang. Sesekali, ia juga menggandeng tanganku di Kebun Teh. Entah kenapa, aku tidak berusaha menepisnya. Malah, aku enjoy-enjoy saja digandeng tangannya. Aahh sudahlah, setelah besok juga kami akan semakin jauh dan akhirnya lost contact.

Kami makan siang di suatu restoran seafood di Puncak. Bahkan, sesekali ia menyuapiku makan. Yang lebih anehnya lagi, aku terima-terima saja disuapi olehnya. Gawat, apakah sebetulnya aku juga sudah kepincut oleh Indra? Ah, tenang-tenang. Hari ini terakhir. Setelah besok, dia juga hilang. Aku memilih untuk tidak ambil pusing mengenai masalah ini.

Setelah selesai makan siang, jam sudah menunjukkan pukul empat belas. Aku mengajaknya untuk segera pulang, karena takutnya kemalaman. Indra pun menyetujui ajakanku. Kami pun segera naik ke mobil, dan Indra pun mengemudikan mobilnya menuruni Puncak Pass. Di tengah perjalanan, aku melihat Indra sepertinya agak kelelahan.

“Kenapa, Ndra? Ngantuk?” Tanyaku.

“Dikit doang, ci.” Kata Indra sambil tetap fokus ke depan.

“Kayaknya mendingan istirahat dulu deh di suatu tempat. Daripada bahaya.” Kataku.

“Ga lah, ci. Lagian bahaya mah ga apa-apa, aku kebiasa kok sama bantingan.” Kata Indra.

“Yeee, siapa yang mikirin kamu? Aku takut kena bahaya tau!” Kataku.

“Hahahaha. Yaudah deh, kayanya mending kita istirahat dulu. Gimana, ci?” Tanya Indra.

“Oke-oke aja sih. Tidur dulu aja dua jam gitu, abis itu baru nyetir lagi ke Jakarta.” Kataku.

“Oke. Di Losmen Kariya saja ya.” Kata Indra.

“Terserah.” Kataku.

Losmen Kariya? Aku belum pernah dengar sih. Akan tetapi, sepertinya Indra tahu jalan. Hingga akhirnya, ia memasuki suatu jalan kecil yang sepertinya menuju losmen. Setelah menyusuri jalan kecil ini, kami tiba di suatu losmen yang cukup besar dan sepertinya cukup bersih dan terawat.

Setelah kami turun dari mobil, kami langsung menuju kasir untuk memesan kamar. Indra menyewa satu kamar. Aku pun juga hendak memesan satu kamar. Sebelum resepsionis sempat memproses reservasiku, ia terlebih dulu menyerahkan kunci kamar kepada Indra. Indra pun langsung menggandengku.

“Yuk, ci.” Kata Indra.

“Eh, tunggu, Ndra. Aku belum pesen.” Kataku.

“Udah, bareng aja.” Kata Indra sambil menunjukkan kunci kamar yang ia dapatkan.

“Loh, jangan dong, Ndra. Ntar kamu jadi sempit loh kalo aku juga numpang di kamar kamu.” Kataku.

”Udahlah, tuh bed-nya ada dua. Kamarnya emang sengaja aku pesen yang gede-an. Udah bareng aja, ci. Ngapain boros-boros?” Kata Indra.

“Aduh, Ndra. Udahlah nggak apa-apa. Aku sewa satu kamar lagi aja, masa kamu yang bayar kamar, terus aku tinggal numpang. Nggak enak aku.” Kataku.

“Udah, ga apa-apa, ci. Emang aku pesen yang gedean tuh biar cici bisa sekalian.” Kata Indra sambil menarik tanganku.

Ya, kalau begini sih ya sudahlah. Daripada debat tiada akhir, malu-maluin di depan kasir. Akhirnya aku mengalah, Indra tetap menggandeng tanganku sambil berjalan kearah kamar yang disewa oleh Indra. Aku berjalan saja mengikutinya. Kamar yang disewa oleh Indra tidak begitu jauh dari kasir. Sebelah kamar kami terbuka, sepertinya kosong.

Aku segera mengambil tempat tidur yang di kiri, kemudian langsung berbaring. Indra pun duduk di ranjang yang sama denganku, persis disebelahku. Ia pun kemudian membelai-belai rambutku dengan lembut.

“Capek ya?” Tanya Indra dengan lembut.

“Nggak sih, baringan aja.” Kataku.

Aku tetap membiarkan Indra membelai-belai rambutku. Aku mulai memejamkan mataku. Berbagai macam pikiran terus bermunculan dalam kepalaku. Hari ini, lumayan menyenangkan sih. Ternyata, jalan-jalan dengan Indra itu asik juga. Meskipun seringkali ia merangkul pundakku, menggandeng tanganku, dan membelai-belai rambutku, aku tetap tidak merasa risih.

Tiba-tiba, Indra mengangkat tubuhku dan langsung mendudukanku dipangkuannya. Tanpa berkata apa-apa, dia langsung mencium bibirku. Aku tidak sempat menghindar, bahkan aku juga membiarkan ketika bibir dan kumis halus Indra menempel kebibirku hingga beberapa saat. Dadaku semakin berdegub kencang ketika kurasakan bibir halus Indra melumat mulutku.

Namun, tiba-tiba kesadaranku timbul kembali. Maka, kudorong dada indra supaya ia melepaskan pelukannya pada diriku.

”Ndra, jangan Ndra. Ini nggak pantas kita lakukan!” Kataku terbata-bata.

Indra memang melepaskan ciumannya dibibirku, tetapi kedua tangannya yang kekar dan kuat masih tetap memeluk pinggang rampingku dengan erat. Aku juga masih terduduk dipangkuannya.

”Kenapa ga pantes, ci? Aku ini betul-betul sayang kok sama Ci Lisa. Ci Lisa juga sayang sama aku kan?” Kata Indra yang terdengar seperti desahan.

Aku tidak bisa menjawab apa-apa. Jujur, aku kebingungan sekali jika harus menjawab pertanyaan itu.

“Ga apa-apa, ci. Tenang aja. Aku ga akan ngecewain cici. Aku beneran sayang kok sama cici.” Kata Indra sambil membelai-belai rambutku.

Seolah begitu terhipnotis oleh kata-kata Indra dengan nada yang lembut itu, aku pun merasa tenang. Setelah itu, Indra kembali mendaratkan ciuman. Ia menjilati dan menciumi seluruh wajahku, lalu merambat ke leher dan telingaku. Aku memang pasif dan diam, namun perlahan tapi pasti nafsu birahi semakin kuat menguasaiku.

Indra sendiri tampaknya juga sudah mulai terangsang. Aku dapat merasakan napasnya mulai terengah-engah. Sementara, aku semakin tidak kuat untuk menahan erangan. Maka aku pun mendesis-desis untuk menahan kenikmatan yang mulai membakar kesadaranku.

Setelah itu tiba-tiba tangan Indra yang kekar itu membuka kancing kemeja hijau-ku.

Cepat sekali ia membukanya. Hanya dalam beberapa detik saja, seluruh kancing kemeja hijau-ku sudah terbuka sepenuhnya. Secara refleks aku masih mencoba untuk berontak.

”Cukup, Ndra! Jangan sampai kesitu. Aku takut, Ndra.” Kataku sambil meronta dari pelukannya.

”Takut sama siapa, ci? Toh ga ada yang tahu. Percaya sama aku, ci. Aku akan muasin Ci Lisa.” Jawab Indra dengan napas yang memburu.

Seperti tidak peduli dengan protesku, Indra yang telah melepas kemeja hijau-ku sepenuhnya, kini ganti sibuk melepas BH hijau-ku. Meskipun aku berusaha meronta, tetap tidak berguna sama sekali sebab tubuh Indra yang tegap dan kuat itu mendekapku dengan sangat erat.

Dalam pelukan Indra, buah dadaku kini terbuka tanpa tertutup sehelai kain pun. Aku berusaha menutupi dengan mendekapkan tangan di dadaku. Akan tetapi, dengan cepat tangan Indra memegangi tanganku dan merentangkannya. Setelah itu, Indra mengangkat dan merebahkan tubuhku di tempat tidur. Tanpa membuang waktu, bibir Indra melumat salah satu buah dadaku, sementara salah satu tangannya juga langsung meremas-remas buah dadaku yang lainnya.

Bagaikan seekor singa buas, ia menjilati dan meremas buah dada yang kenyal dan putih ini. Kini, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain megap-megap dan mengerang karena kenikmatan yang mencengkeramku. Aku menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan karena rasa geli dan nikmat yang kurasakan ketika bibir dan lidah Indra menjilat dan melumat puting susuku.

”Ci.. da.. dada cici putih dan in.. indah sekali. A.. aku makin sa… sayaang sama cicii…” Kata Indra terputus-putus karna nafsu birahi yang kian memuncak.

Mendapat pujian seperti itu, nafsu birahiku semakin menggelora. Mungkin karena biasanya suamiku tidak pernah memuji tubuhku bahkan seinci pun. Kemudian, Indra juga menciumi perut dan pusarku. Dengan lidahnya, ia pandai sekali mengelitik buah dada hingga perutku. Sekali lagi, aku hanya mendesis-desis mendapat rangsangan yang menggelora itu.

Kemudian, Indra melepas celana pendek coklat dan celana dalam hijau-ku dengan cepat dan tanpa kuduga dalam sekali tarikan. Lagi-lagi, aku berusaha melawan. Akan tetapi, dengan tubuh besar dan tenaga kuat yang dimiliki oleh Indra, ia menaklukkan perlawananku dengan mudah. Sekarang, tubuhku yang ramping dan putih itu benar-benar telanjang total dihadapan Indra.

”Ndra, untuk yang satu ini jangan, Ndra. Aku nggak ingin ngerusak keutuhan perkawinan aku..!” Pintaku sambil meringkuk diatas tempat tidur, untuk melindungi buah dada dan vagina-ku yang kini tanpa penutup.

”Cii… Sekaraang udah nanggung banget… Kita terusin aja, ci… Kasih kesempatan ke aku buat ngebuktiin kalo aku sayang sama cici… Aku ga main-main kok, ci… Aku pasti bakal ngebahagiain cici kok…” Kata Indra masih dengan terbata-bata dan wajah yang memelas.

Entah karena tidak tega atau karena aku sendiri juga sudah terlanjur terbakar birahi, aku diam saja ketika Indra kembali menggarap tubuhku. Bibir dan salah satu tangannya kembali menggarap kedua buah dadaku, sementar tangan yang satunya lagi mengusap-usap paha dan selangkangan kakiku. Mataku benar-benar merem-melek merasakan kenikmatan itu.

Tiba-tiba, Indra melepaskanku. Ia beranjak dari tempat tidur dan dengan cepat melepas semua pakaian yang menempel ditubuhnya, dari kaos polo putihnya, sampai celana pendek kargo dan celana dalam-nya. Sekarang, ia sama denganku, telanjang bulat-bulat. Ya ampun, aku tidak percaya, kini aku telanjang dalam satu kamar dengan laki-laki yang bukan suamiku.

Ohhh… aku melihat tubuh Indra yang memang benar-benar atletis, besar, dan kekar. Otot-otot perut, dada, dan tangannya begitu terbentuk. Ia lebih tinggi dan lebih besar dibandingkan dengan suamiku yang berperawakan sedang-sedang saja. Akan tetapi, yang membuat dadaku berdegub lebih keras adalah benda di selangkangan Indra.

Benda yang besarnya hampir sama dengan lenganku itu berwarna coklat muda dan kini tegak mengacung. Panjangnya kutaksir tidak kurang dari 18 cm, atau hampir satu setengah kali lipat dibanding milik suamiku. Sementara besarnya sekitar 2 sampai 3 kali lipatnya. Pangkal batang kemaluan Indra yang panjang itu juga ditumbuhi oleh rambut-rambut yang lumayan rimbun.

Kini, tubuh telanjang Indra mendekapku. Darahku seperti terkesiap ketika merasakan dada bidang Indra menempel erat dengan dadaku. Ada sensasi hebat yang melandaku, ketika dada yang kekar itu merapat dengan tubuhku. Ohh, baru kali ini kurasakan dekapan lelaki lain selain suamiku. Ia masih meciumi dan menjilati sekujur tubuhku, sementara kedua tangannya juga tidak kenal lelah meremas-remas buah dadaku yang semakin kenyal.

Aku tersentak ketika kurasakan ada benda yang masuk dan menggelitik lubang vaginaku. Ternyata, Indra nekat memasukkan jari telunjuknya ke celah lubang vaginaku. Ia memutar-mutar telunjuknya didalam lubang vaginaku. Oohh, gesekan jari telunjuknya betul-betul pas mengena titik sensitif milikku sehingga aku benar-benar hampir tidak kuat lagi menahan kenikmatan yang menderaku.

”Ndra, jangan sampai dimasukkan jarinya! cukup diluaran saja..!” Pintaku.

Akan tetapi, lagi-lagi Indra tidak menggubrisku. Malah, kini ia menelusupkan kepalanya di selangkanganku, lalu melumat habis vaginaku dengan bibir dan lidahnya. Aku tergetar hebat mendapatkan rangsangan ini. Tidak kuat lagi menahan kenikmatan itu, tanpa sadar tanganku menjambak rambut Indra yang masih terengah-engah di selangkanganku.

Ketika kenikmatan birahi benar-benar menguasaiku, tiba-tiba Indra melepaskanku dan berlutut di tepi tempat tidur. Ia mengocok-ngocok batang penisnya yang berukuran luar biasa tersebut.

”Udah hampir setengah jam, dari tadi aku terus yang aktif. Capek nih. Sekarang ganti Ci Lisa dong yang aktif..!” Kata Indra dengan manja.

”Aku nggak bisa, Ndra. Lagian aku masih takut..!” Jawabku dengan malu-malu.

”Oke. Kalo gitu, pegang aja iniku ya. Please, kumohon sayang..” Ujarnya sambil menyodorkan batang penis besar itu kehadapanku.

Aku pun mulai bangun dari tempat tidurku. Kini, Indra gantian membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Aku pun memasang posisi merangkak dihadapannya untuk memegang batang kejantanan milik Indra itu. Batang kejantanan milik Indra tegak dan kokoh mengacung keatas. Dengan malu-malu, kupegang batang yang besar dan berotot itu.

”Gimana ci? Besar ga?” Goda Indra sambil tersenyum penuh arti.

Aku tidak menjawab walau dalam hati aku mengakui bahwa penis Indra itu sangat besar dan menggemaskan. Ingin sekali rasanya aku mengocok-ngocoknya.

”Diapain nih, Ndra..? Beneran aku bingung…” Kataku berbohong sambil memegang penis Indra.

”Oke, biar gampang, dikocok aja, sayang. Bisa kan..?” Jawab Indra dengan lembut.

Dengan dada berdegub kencang, aku mulai perlahan-lahan mengocok penis besar milik Indra. Ada sensasi tersendiri ketika aku mulai mengocok batang penis Indra yang sangat besar tersebut. Gila, tanganku hampir tidak cukup memegangnya. Aku berharap dengan kukocok penisnya, sperma Indra cepat muncrat sehingga ia tidak berbuat lebih jauh kepada diriku.

Indra, yang kini telentang disampingku, memejamkan matanya ketika tanganku mulai dengan cepat naik turun mengocok batang zakarnya. Napasnya mendengus-dengus, tanda kalau nafsunya sudah semakin meningkat. Aku sendiri juga terangsang melihat tubuh tinggi besar dihadapanku seperti tidak berdaya dikuasai rasa nikmat.

Tiba-tiba, Indra memutar tubuhnya, sehingga kepalanya kini tepat berada diselangkanganku. Sebaliknya, kepalaku juga tepat menghadap selangkangannya. Indra kembali melumat lubang kemaluanku. Lidahnya menjilat-jilat tanpa henti di rongga vaginaku, sementara aku masih terus mengocok batang penis Indra.

Setelah itu, Indra melepaskan mulutnya dari selangkanganku. Ia juga beranjak bangun dari posisi telentangnya. Tangannya melepaskan tanganku dari kocokan batang penisnya, kemudian ia membaringkan tubuhku telentang di tempat tidur. Dengan cepat, ia langsung menindih tubuhku. Dari kaca lemari yang terletak disebelah samping tempat tidur, aku bisa melihat tubuh rampingku seperti tenggelam dikasur busa ketika tubuh Indra yang tinggi besar mulai menindihku.

Indra kembali melumat bibirku. Kali ini, ciumannya teramat lembut. Sementara tangan kekarnya masih erat memelukku, seperti tidak akan dilepas lagi. Jujur, aku betul-betul merasa begitu dilindungi dan disayang karena dipeluk erat dan dicium lembut seperti ini. Entah apakah rasa sayang atau birahi yang mendorongku, aku pun juga membalas ciuman Indra dengan lembut.

Dalam posisi itu, tiba-tiba kurasakan ada benda kenyal mengganjal diatas perutku. Ohhh… aku semakin terangsang luar biasa ketika kusadari benda yang mengganjal itu adalah batang kemaluan Indra. Tiba-tiba kurasakan batang penis itu mengganjal tepat di bibir lubang kemaluanku. Rupanya Indra nekat berusaha memasukkan batang penisnya ke vaginaku.

”Ndra.. jangan dimasukkin..!” Kataku sambil tersengal-sengal menahan nikmat.

Aku tidak tahu apakah permintaanku itu tulus atau tidak sebab di sisi hatiku yang lain sejujurnya aku juga ingin merasakan betapa nikmatnya ketika batang kemaluan yang besar itu masuk ke lubang vaginaku.

”Oke.. kalau gaa boleh dimasuukin, aku gesek-gesekin dibibirnya aja ya sayang..?” Jawab Indra juga dengan napas yang terengah-engah.

“Iyaah… Gesek-gesekin aja yaa… Jangan dimasukiin…” Jawabku.

Kemudian Indra kembali memasang ujung penisnya tepat dicelah vaginaku. Sungguh, aku deg-degan luar biasa ketika merasakan kepala batang penis itu menyentuh bibir vaginaku. Namun, karena batang penis Indra memang berukuran super besar, Indra sangat sulit memasukkannya ke dalam celah bibir vaginaku. Padahal, jika aku bersetubuh dengan suamiku, penis suamiku masih terlalu kekecilan untuk ukuran lubang senggamaku.

Setelah sedikit dipaksa, akhirnya ujung batang kemaluan Indra berhasil menerobos bibir vaginaku. Ya ampun, aku menggeliat hebat ketika ujung penis yang besar itu mulai menerobos masuk. Seperti janji Indra, penisnya yang berukuran jumbo itu hanya digesek-gesekan dibibir vaginaku saja. Memang mulanya terasa sedikit perih, tetapi selanjutnya rasa nikmatnya sungguh tiada tiara.

”Ayoohh.. ngoommoong saayang… giimaanna raasaanyaa..?” Kata Indra tersengal-sengal.

”Oohh.. teeruuss.. Ndraa.. teeruss..! Desahku sama-sama tersengal.

Entah bagaimana awal mulanya, tiba-tiba kurasakan batang kemaluan yang besar itu telah menerobos masuk sepenuhnya ke dalam vaginaku. Bless… perlahan tapi pasti, batang kemaluan yang besar itu melesak kedalam lubang kemaluanku. Vaginaku terasa penuh sesak oleh batang penis Indra yang sangat-sangat besar itu.

“Lohh..? Ndraa..! Dimaassuukiin seemmua yah..?” Tanyaku.

”Taanguung, saayang. Aku nggak tahhan..!” Ujarnya dengan terus memompa vaginaku secara perlahan.

Entahlah, kali ini aku tidak protes. Ketika batang penis itu amblas semua divaginaku, aku hanya dapat terengah-engah dan merasakan kenikmatan yang kini semakin tidak tertahankan. Begitu besarnya penis si Indra, sehingga lubang vaginaku terasa sangat sempit. Sementara karna tubuhnya yang berat dan dorongan pantatnya yang kuat, batang penis Indra semakin tertekan kedalam vaginaku dan melesak hingga kedasar rongga vaginaku.

Aku merasakan rambut kemaluan Indra yang keriting dan kering itu bergesekan dengan rambut kemaluanku. Aku merasakan geli dan nikmat yang luar biasa ketika rambut kemaluanku bergesekkan dengan rambut kemaluan Indra. Sangat terasa sekali bagaimana rasanya batang penis Indra menggesek-gesek dinding vaginaku.

Tanpa sadar, aku pun mengimbangi genjotan Indra dengan menggoyang pantatku. Kini, tubuh rampingku seperti timbul tenggelam diatas kasur busa yang ditindih oleh Indra dengan tubuh besar dan kekarnya. Semakin lama, genjotan Indra semakin cepat dan keras, sehingga badanku tersentak- sentak dengan hebat.

”Teerruss Nndraa..! Aakuu.. nggaak.. kuuaatt..! Ayoo teruuss Ndraa…!” Erangku berulang-ulang.

Semakin aku mengerang, semakin cepat Indra menggenjot selangkanganku. Sungguh, ini permainan seks paling nikmat yang pernah kurasakan selama seumur hidupku ini. Aku sudah tidak berpikir lagi tentang kesetiaan kepada suamiku. Indra benar-benar telah menenggelamkan aku dalam gelombang kenikmatan. Persetan, toh suamiku sendiri tidak bisa memberikan aku kepuasan dan kenikmatan sedashyat ini.

Tidak berapa lama kemudian, aku merasakan nikmat yang luar biasa disekujur tubuhku. Kenikmatan ini seolah-olah membuat badanku hendak meledak. Instingku mengatakan bahwa kenikmatan puncakku sudah dekat. Badanku mengelepar-gelepar dibawah gencetan tubuh Indra. Seketika itu seperti tidak sadar, kuciumi lebih berani bibir Indra.

”Nndraa.. aakkuu.. haampiir.. klimaakkss.. niih!” desahku ketika hampir mencapai puncak kenikmatan.

Tahu aku hampir klimaks, Indra semakin kencang menghunjam-hunjamkan batang kejantanannya ke selangkanganku. Saat itu, tubuhku semakin meronta-ronta dibawah dekapan Indra yang kuat.

”Kaalauu.. uudahh.. klimaakss.. ngoommoong.. saayaang.. biaarr.. aakuu.. ikuut.. puuaas.!” Desah Indra sambil terus memompa selangkanganku.

Akibat genjotan Indra yang sangat kencang itu, aku akhirnya betul-betul klimaks.

”Ooh.. aauuhh.. aakkuu.. klimaks.. Nndraa..!” Erangku.

Seketika dengan refleks, tangan kananku menjambak rambut Indra, sedangkan tangan kiriku memeluknya erat-erat. Pantatku kunaikkan keatas agar batang kemaluan si Indra dapat menancap sedalam-dalamnya. Oohh, aku merasakan denyutan kenikmatan klimaks di vaginaku. Tidak hanya di vaginaku, seluruh tubuhku pun bergetar menyambut kenikmatan klimaks ini.

Setelah sekian lama, akhirnya kenikmatan yang kudapat itu pun berangsur-angsur turun hingga akhirnya itu semua pun berlalu. Tubuhku melemas dengan sendirinya. Aku mulai membuka mataku pelan-pelan. Yang pertama kali kulihat adalah wajah Indra yang sepertinya begitu puas karena bisa memberikan kenikmatan seperti itu padaku.

Ia pun memeluk tubuhku erat, sambil mencium keningku dan membelai-belai rambutku. Ooohh, bukan hanya kenikmatan yang kudapatkan, tapi juga perasaan begitu disayangi yang luar biasa. Sungguh, saat itu juga, aku merasa bahwa Indra adalah pria paling ganteng dan perkasa di muka bumi ini. Sekarang, aku menyadari bahwa perasaan Indra padaku tidaklah main-main.

“Gimana, ci?” Tanya Indra sambil melumat bibirku sekali dan terus membelai-belai rambutku.

“Kamu hebat, Ndra…” Kataku sambil memeluknya dan membelai-belai rambutnya.

“Aku sayang banget sama cici…” Kata Indra sambil tersenyum lembut dan membelai-belai rambutku.

“Aku juga sayang sama kamu, Ndra…” Kataku sambil mencium pipi Indra.

Kami pun saling berpelukan dengan erat dan berciuman dengan mesra. Aku betul-betul merasa jadi wanita yang paling beruntung di dunia ini. Aku betul-betul sedang dimabuk kembali oleh cinta. Kali ini, aku betul-betul tidak menahan perasaanku lagi. Aku betul-betul melepaskan semua perasaan yang kupendam pada Indra.

“Aku belum keluar sayang… Aku terusin dulu… Tahan sebentar ya, sayang!” Ujarnya lembut sambil mengecup pipiku dengan lembut. Tangannya juga masih membelai-belai rambutku.

“He-eh…” Kataku singkat sambil mengangguk.

Indra mulai kembali memompa lubang vaginaku dengan batang penisnya. Meskipun kurasakan sedikit ngilu, kubiarkan terus Indra memompa lubang vaginaku. Karena lelah, aku pasif saja saat Indra terus menggumuliku. Tanpa perlawanan, kini badanku yang kecil dan ramping benar-benar tenggelam ditindih tubuh atletis Indra.

Indra semakin lama semakin kencang memompa penisnya. Sementara, mulutnya tidak henti-hentinya menciumi pipi, bibir, buah dada, dan puting susuku. Mendapat rangsangan tanpa henti seperti itu, tiba-tiba nafsuku bangkit kembali. Kurasakan kenikmatan mulai merambat lagi dari selangkanganku yang dengan kencang dipompa oleh si Indra.

”Ciiciii ingiin.. lagii..?” Tanya Indra.

”He-eh nih…” Hanya itu jawabku.

Kini kami kembali mengelapar-gelepar bersama. Tiba-tiba Indra bergulung, sehingga posisinya kini berbalik, aku diatas, Indra dibawah.

”Ayoohh gaantii…! Ciici seekaarang di ataass..” Kata Indra.

“Okehh Ndraa…” Kataku sambil mengambil ancang-ancang untuk memutar pantatku.

Dengan posisi tubuh diatas Indra, aku memutar-mutar pantatku. Maju-mundur… kiri-kanan… Aku terus memutar pantatku dengan perlahan-lahan untuk mengocok batang penis Indra yang masih mengacung didalam lubang vaginaku. Tanpa malu-malu, aku pun menyandarkan tubuhku diatas tubuh Indra, kemudian mencium bibirnya dengan lembut.

”Tuuh… biisaa kaan..! Kaatanya taa.. dii.. ga.. bisa…” Kata si Indra sambil membalas menciumku dan meremas-remas buah dadaku.

Mendapat rangsangan berupa remasan di kedua buah dadaku, aku pun semakin cepat memutar-mutar pantatku. Kali ini, aku juga mulai menjilati puting dan leher Indra. Indra yang tidak bisa melakukan apa-apa, hanya merem-melek mendapatkan kenikmatan yang kuberikan. Sungguh, aku merasa bangga sekali ketika bisa menaklukan Indra yang begitu perkasa.

Hanya selang lima menit saat aku diatas tubuh Indra, lagi-lagi kenimatan tak terkira kembali menderaku. Maka, aku mulai menghunjam-hunjamkan vaginaku kebatang penis Indra dengan kuat. Aku menjatuhkan tubuhku keatas tubuh Indra dan memeluknya lehernya dengan mesra. Aku juga semakin liar mencium dan melumat bibir Indra.

”Nddraa.. aakuu.. haampiir.. klimakss.. laaggii.. ssaayaang..!” Kataku terengah-engah.

Tahu kalau aku akan klimaks untuk yang kedua kalinya, Indra langsung bergulung membalikku, sehingga aku kembali dibawah. Dengan napas yang terengah-engah, Indra yang telah berada diatas tubuhku mulai memompa selangkanganku dengan cepat. Tak ayal lagi, rasa nikmat tiada tara terasa disekujur tubuhku.

”Kalau mau klimaaks ngomong sayang, biaar lepaass..!” Desah indra.

Karena tidak kuat lagi menahan nikmat, aku pun mengalami klimaks yang kedua kalinya.

”Teruss… sayaanngg… akuu.. klimaks.. auuhhh!” Desahku.

Aku merasakan tubuhku kembali bergetar dan kejang-kejang dilanda oleh kenikmatan klimaks kedua ini. Akan tetapi, disaat belum reda kenikmatan klimaks yang kurasakan ini, tiba-tiba Indra mendengus-dengus semakin cepat. Tangan kekarnya mendekapku erat-erat seperti ingin meremukkan tulang-tulangku. Ia benar-benar membuatku tak bisa bergerak, dan napasnya terus memburu.

”Cii… akuu… maauu… keluaarr sayaangg..!” Erangnya tidak tertahankan lagi di telingaku.

Melihat Indra yang hampir klimaks, pantatku kuputar-putar semakin cepat. Aku juga semakin erat memeluknya, sementara bibirku terus melumat bibirnya.

“Huuuuhhhhhh… Uuuooggghhh!” Indra mengerang dengan keras.

Bersamaan dengan itu… Croot.. croot.. croooot..! Sperma Indra terasa sangat deras muncrat di lubang vaginaku. Indra memajukan pantatnya sekuat tenaga, sehingga batang kejantanannya benar-benar menancap sedalam-dalamnya di lubang kemaluanku. Aku terus memutar-mutar pantatku dengan sekuat tenaga untuk memeras habis sperma milik Indra.

Croot… croott… crooott…! Batang penis Indra lagi-lagi menyemprotkan sperma dengan derasnya. Aku merasa lubang vaginaku terasa sangat hangat oleh cairan sperma yang mengucur dari batang kemaluan si Indra. Gila, sperma Indra luar biasa banyaknya, sehingga seluruh lubang vaginaku terasa basah kuyup.

Berangsur-angsur, gelora kenikmatan itu mulai menurun. Kami mulai menghentikan ciuman bibir mesra kami. Untuk beberapa saat Indra masih menindihku, keringat kami pun masih bercucuran. Tubuh kami berdua pun masih berpelukan dengan eratnya. Erangan-erangan kecil masih keluar dari mulut kami berdua guna mengatur napas kami masing-masing.

”Sorry, Ci Lisa. Aku telah khilaf dan memaksa cici melakukan perbuatan ini.” Ujar Indra dengan lirih.

Aku tidak menjawab, kami berdua kembali termenung dalam alam pikiran kami masing-masing. Bermenit-menit kemudian tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut kami berdua. Setelah napasku kembali normal, aku mulai berdiri dari tempat tidur. Aku kembali mengenakan celana dalam-ku, BH-ku, kemudian celana pendek coklatku, dan kemeja hijauku.

“Yuk, pulang.” Kataku.

Indra pun hanya mengangguk, kemudian ia pun mulai berdiri dari tempat tidur. Batang penis milik Indra kulihat sudah mulai melemas, dan masih belepotan oleh spermanya. Ia pun juga mengenakan pakaian lengkapnya. Kemudian, kami sama-sama melangkah dari losmen ini menuju ke mobil. Dalam perjalanan pulang, tidak ada satu pun kata-kata yang keluar dari mulut kami.

Indra mengantarku sampai ke gang rumahku. Sebelum aku turun dari mobil, Indra sempat mengecup bibirku sekali. Kemudian, aku turun dari mobil dan berjalan menuju rumahku tanpa menoleh kebelakang.

The End (?)

Cerita Sex Pilihan