2 November 2020
Penulis — Kusumawardhani
Mami mendorong dadaku sambil berkata, “Tunggu di luar aja. Mami mau mandi dulu. Biar bersih dari keringat.”
“Iya Mam,” sahutku sambil keluar dari kamar mandi. Lalu duduk di sofa yang tidak jauh dari tempat tidur Mami. Dengan hati senang. Senang sekali. Karena sebentar lagi aku akan bisa menikmati memek Mami untuk yang pertama kalinya. Tanpa menimbvulkan kekisruhan sekecil apa pun, seperti yang diinstruksikan oleh Papi.
Tak lama kemudian Mami muncul dari kamar mandi. “Cuci dulu kontolnya gih… biar steril,” kata Mami.
“Iya Mam,” sahutku sambil bangkit dari sofa dan melangkah ke kamar mandi.
Di kamar mandi, kontol dan sekitar pangkalnya kubasahi, kusabuni dan kubersihkan sampai benar-benar bersih. Kugantungkan celana piyamaku di kapstok. Begitu juga baju piyamaku. Lalu kupakai handuk Mami untuk membelit tubuhku dari perut sampai lututku. Lalu keluar lagi dari kamar mandi, menghampiri Mami yang sudah menghamparkan selimut di atas tubuhnya.
Mami menatapku dengan senyum. Dan ketika aku naik ke atas tempat tidur, Mami menyingkirkan selimutnya. Dan… wow… ternyata di balik selimut itu tidak ada benda apa pun kecuali sekujur tubuh Mami yang chubby itu sudah telanjang bulat…!
Konon babe-babe pada umumnya senang pada perempuan yang tubuhnya langsing. Tapi aku senantiasa tergiur oleh wanita chubby, seperti Mami ini.
Mami memang memejamkan matanya. Mungkin karena masih merasa risih akan menyerahkan memeknya padaku. Tapi biarlah. Yang penting kontolku bisa dimasukkan ke dalam memeknya yang berjembut tipis itu.
Ketika kuraba-raba memeknya dengan kepura-puraanku yang seolah sama sekali belum berpengalaman, Mami berkata dengan mata yang tetap terpejam, “Jangan langsung dimasukkan kontolnya, Leon. Memek mami masih kering. Mainin dulu itilnya.”
“Kalau dijilatin dulu memeknya seperti dalam film-film biru, boleh Mam?” tanyaku sambil menelungkup di antara kedua paha Mami, dengan wajah tepat berada di atas memek Mami.
“Boleh… itu lebih baik… biar cepat basah…” sahut Mami, tetap dengan mata terpejam.
Sebenarnya aku sudah punya pengalaman dengan seorang janda, pemilik kantin di kampusku. Karena itu aku tidak sulit untuk melakukan jilmek alias cunnilingus. Tapi aku membohongi Mami, seolah belum pernah merasakan ngentot perempuan. Supaya Mami yakin bahwa aku memang perlu “diajari” dalam soal hubungan sex.
Memang aku degdegan juga ketika kedua tanganku mulai mengangakan memek Mami, sampai terlihat bagian dalamnya yang berwarna pink itu. Soalnya aku baru pertama kalinya meraba-raba memek Mami yang akan kujilati ini.
Tanpa ragu-ragu lagi kujilati bagian yang berwarna pink itu dengan nafsu yang semakin menggebu-gebu, sementara kontolku pun semakin ngaceng saja rasanya.
Sambil memejamkan matanya, Mami memberikan instruksi terus, “Iya begitu… sambil alirkan air liurmu, biar memek mami cepat basah… iya… itilnya jilatin juga Leon… iya… nah. betul yang itu… iya… jilatin terus itilnya… ooooh… iyaaa… iya Leon… jilatin itilnya saja… iyaaa… iyaaa…
Belasan menit aku menjilati memek Mami, terutama itilnya.
Sampai akhirnya Mami berkata dengan suara agak parau, “Cukup Leon… masukkan aja kontolnya…”
Aku berpura-pura bodoh lagi. Ketika aku meletakkan kontolku di permukaan memek Mami, aku pura-pura tidak mengerti harus dimasukkan ke mana. Mami pun memegangi kontolku, lalu menekan-nekankan ke ambang mulut memeknya yang sudah basah.
“Ayo… dorong… “perintah Mami, masih tetap dengan mata terpejam.
Lalu kuikuti instruksi mami itu. Kudesakkan kontolku sekuat tenaga… dan berhasil masuk sedikit.
“Oooh… udah masuk Leon… ayo dorong lagi…” ucap Mami dengan mata tetap terpejam rapat-rapat.
Kudorong lagi kontolku yang sudah membenam sampai lehernya ini.
Setelah kontolku masuk kira-kira separohnya, Mami berkata lagi, “Entotin dulu sedikit-sedikit… tapi hati-hati, jangan sampai lepas…”
“Iya Mam…” sahutku sambil menggerak-gerakkan kontolku maju mundur di dalam liang memek Mami yang belum pernah dilewati kepala bayi ini (karena waktu aku dilahirkan, lewat operasi cezar).
Liang memek Mami malah lebih sempit daripada liang memek janda pemilik kantin kampus itu. Namun beberapa saat kemudian aku mulai lancar mengentotnya.
Mami pun merengkuh leherku ke dalam pelukannya, lalu merapatkan pipinya ke pipiku. Mungkin Mami tak mau berpandangan mata dalam keadaan seperti ini. Karena merasa bersalah telah membiarkan anaknya mengentotnya, mungkin.
Meski tidak bisa melihat mata Mami, aku masih bisa membisiki telinganya, “Mami… ooooh… memek Mami ini ternyata enak sekali Mam…”
“Iii… iyaaaa Leon… kon… kontolmu juga enak sekali… ayo entot terus… jangan brenti-brenti… iyaaa… entot terus Leooon… “” sahut Mami terengah-engah, dengan suara yang lain dari biasanya.
Bahkan pada suatu saat Mami berkata, “Sambil jilatin pentil tetek mami Leon…”
“Iya…” sahutku sambil melakukan apa yang Mami minta.
Kuemut pentil toket gede Mami sambil menjilatinya sebisaku. Memang aku sudah tahu bahwa perempuan senang kalau pentil toketnya diemut pada waktu sedang dientot. Katanya sih biar cepat orgasme.
Makin lama makin enak saja rasanya mengentot Mami ini. Sehingga nafasku tersendat-sendat dan berdengus-dengus. Sementara Mami pun berdesah-desah terus, seperti habis makan yang pedas-pedas.
“Mami… oooh Mami… ini… makin lama makin enak Mam…” ucapku tersendat-sendat.
Mami mengelus-elus rambutku sambil berbisik, “Iya Sayang… demi anak tersayang, mami sampai melakukan yang terlarang ini… sekarang udah telanjur gini… entot aja memek mami sepuasmu, Sayang…”
Ucapan itu Mami lanjutkan dengan goyangan pinggulnya. Meliuk-liuk dan menghempas-hempas. Sehingga aku merasa kontolkju dibesot-besot dan dipilinm-pilin oleh liang memek Mami yang sudah semakin licin ini.
“Dududuuuuh… Mami… ini lebih enak Mam…” ucapku terengah-engah. Karena goyangan pinggul Mami yang enerjik ini benar-benar enak!
Mami, yang sekarang mulai berani memandangku, cuma tersenyum, tanpa menghentikan geolan pantatnya yang semok itu.
Terkadang Mami menepuk-nepuk pipiku, disusul dengan ciuman hangatnya di bibirku. Kalau soal kissing, aku sudah sangat berpengalaman. Dan pada waktu sedang ngentot begini aku lupa bahwa Mami ini ibuku. Maka kuanggap ciuman Mami itu ciuman pacarku. Dan kubalas ciumannya dengan lumatan hangat.
Mami tampak suka mendapatkan lumatan ini. Karena sesaat kemudian Mami melumat bibirku dengan lincahnya.
Belakangan aku dikasih tahu, bahwa pada dasarnya Mami itu bernafsu besar dalam soal sex. Namun Mami tetap setia kepada Papi. Sehingga dipendamnya saja hasrat birahinya itu dengan menyibukkan diri dalam bermacam-macam kegiatan. Agar hasrat birahinya terlupa-lupakan.
Dan kini, Mami merasa mendapat “jalan baru” untuk melampiaskan hasrat birahinya, karena ada aku yang akan senantiasa siap memuasinya.
Maka ketika Mami sampai pada titik paling syur, Mami semakin mempergila geolan pantat gedenya, sambil melumat bibirku pula. Dengan mata terpejam-pejam…!
Aku pun menanggapinya dengan mengencangkan entotan kontolku (yang kata Mami jauh lebih gede daripada kontol Papi ini).
Aku sering nonton bokep di laptopku. Dan sering melihat bagaimana cara orang bule ngentot partner sexnya. Terkadang begitu cepatnya, tak ubahnya pebalap sepeda yang sedang sprint setelah mendekati garis finish.
Kuikuti cara itu. Kupercepat genjotan kontolku, maju mundur dan maju mundur terus dengan kencangnya. Sehingga Mami merem melek dibuatnya. Bahkan pada suatu saat Mami berkelojotan seperti ayam sekarat setelah disembelih. Gedebak-gedebuk sambil berdesah-desah, “Ooooh… Leooon… oooh… Leoooon… Leooooon…
Lalu Mami menggeliat dan akihirnya mengejang tegang sambil memejamkan matanya erat-erat, sambil menekan pantatku kuat-kuat, seperti minta agar aku menghentikan dulu entotanku.
Pada saat itulah kurasakan liang memek Mami mengejut-ngejut… menggeliat-geliat unik…
Belakangan aku tahu bahwa saat itu Mami sedang menikmati orgasmenya…!
Tapi aku belum apa-apa. Rasanya aku masih jauh dari ejakulasi. Maka setelah Mami terkulai lemah, aku justru mengentotnya lagi dengan gerakan cepat, karena terasa memek Mami sudah becek. Sehingga bunyi unik terdengar dari memek Mami yang sedang kuentot ini. Crekkk… crok… crekkk… crokkk… crekkk…
Sesaat kemudian Mami menatapku sambil tersenyum. Entah kenapa, pada saat itu wajah Mami seperti memancarkan aura kecantikannya. Tapi aku pernah membaca di sebuah artikel, bahwa perempuan yang habis orgasme suka tampak lebih cantik daripada biasanya. Mungkin Mami juga begitu.
“Gak nyangka… kamu sangat perkasa, Sayang,” ucap Mami perlahan, sambil mendekap pinggangku erat-erat. Disusul dengan ciuman hangatnya di bibirku.
Lalu Mami menggeol-geolkan kembali pantatnya. Membuatku makin bersemangat untuk mengentotnya.
Tampaknya Mami tidak malu-malu lagi menerima kenyataan ini. Bahwa aku, anak kandungnya, sedang mengentotnya dengan nafsu yang semakin menggebu-gebu…
Lebih dari sejam aku mengentot Mami di malam bersejarah ini. Keringatku pun sudah mulai bercucuran, bercampur aduk dengan keringat Mami sendiri.
Sampai pada suatu saat aku bertanya terengah, “Mami… lepasinnya di mana?”
Mami spontan menjawab, “Di dalam memek mami aja, Sayang… aman kok…”
Maka dengan garang kuentot Mami semakin cepat… semakin cepat… sampai akhirnya kutancapkan kontolku sedalam mungkin, tanpa menggerakkannya lagi.
Tapi Mami semakin lincah menggeolkan pantatnya… mungkin untuk menyambut letusan pejuh dari moncong kontolku.
Lalu… terasa kontolku menembak-nembakkan air mani di dalam liang memek Mami. Croootttt… crooootttt… croooottttt… crot… crooooooottt… crottt… crooooootttttt…!